Anda di halaman 1dari 21

MARKAS BESAR

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

CONTOH
NASKAH KARYA PERORANGAN

JUDUL:

STRATEGI POLRI MEMANTAPKAN KERJASAMA


INTERNASIONAL GUNA PENANGGULANGAN KEJAHATAN
NARKOBA TERORGANISASI DALAM RANGKA
MEWUJUDKAN STABILITAS KEAMANAN NASIONAL

OLEH:

IFAN FRIARGHI SEPDUNHA, S.H., M.H.


IPDA NRP 86090463

JAKARTA, JANUARI 2021


MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

STRATEGI POLRI MEMANTAPKAN KERJASAMA


INTERNASIONAL GUNA PENANGGULANGAN KEJAHATAN
NARKOBA TERORGANISASI DALAM RANGKA
MEWUJUDKAN STABILITAS KEAMANAN NASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
Kejahatan Trans Nasional atau Trans National Crimes merupakan kejahatan-

kejahatan yang telah disepakati oleh dunia internasional sebagai kejahatan yang tidak

mengenal batas wilayah negara, terorganisasi dengan baik dan oleh karenanya

kejahatan-kejahatan tersebut pemberantasannya merupakan tanggung jawab bersama

seluruh komponen penegak hukum internasional.

Peredaran/perdagangan gelap narkoba merupakan salah satu dari delapan jenis

kejahatan yang tergolong dalam kejahatan transnasional. Perdagangan gelap narkoba

dari masa ke masa mengalami perkembangan modus operandi produksi, distribusi

sampai dengan sasaran konsumennya, sehingga aparat penegak hukum khususnya

Penyidik Polri dituntut untuk meningkatkan dinamika operasional, taktik dan teknik

pencegahan/pemberantasan peredaran dan perdagangan gelap narkoba tersebut.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi


saat ini, sangat mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat. Hampir semua informasi
dari berbagai belahan dunia dapat diakses dan diperoleh secara utuh original. Di bidang
kriminalitas perkembangan teknologi telah pula memunculkan berbagai bentuk
kejahatan transnasional, salah satunya adalah kejahatan Perdagangan illegal obat
terlarang/Narkotika (Illicit Drug Trafficking). Kejahatan tersebut di Indonesia semakin
marak dan pada perkembangannya, Indonesia tidak hanya sekedar menjadi daerah
distribusi, namun berubah menjadi daerah produsen. Perdagangan gelap narkotika
yang banyak terjadi di Indonesia banyak dilakukan dengan memanfaatkan jalur laut, hal
tersebut disebabkan karena sistem pengawasan di wilayah laut yang masih lemah.
Upaya penanggulangan kejahatan tersebut yang lingkup kegiatannya tidak
mengenal batas negara, tentunya tidak akan efektif bila hanya dilakukan oleh aparat
kepolisian saja dan oleh salah satu negara saja, melainkan mutlak membutuhkan
kerjasama baik secara lintas sektoral maupun kerjasama antar negara. Berkaitan
dengan hal tersebut, dapat diambil suatu pokok persoalan tentang sejauhmana
kerjasama Polri dengan Kepolisian Negara lain dan intansi terkait dalam menanggulangi
peredaran gelap narkoba.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan

ini adalah: “Bagaimana Strategi Polri memantapkan kerjasama Internasional guna

penanggulangan kejahatan Narkoba terorganisasi dalam rangka mewujudkan stabilitas

keamanan nasional?”.

2. Pokok Persoalan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, penulis
merumuskan pokok-pokok persoalan sebagai berikut:
1) Bagaimana strategi Polri memantapkan kerjasama internasional dalam
penanggulangan kejahatan narkoba terorganisasi.
2) Bagaimana memutus jaringan kejahatan narkoba terorganisasi.
3) Bagaimana mewujudkan keamanan nasional melalui pemberantasan bahaya
penyalahgunaan narkoba.

3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan penulisan ini meliputi strategi Polri memantapkan
kerjasama internasional dalam penanggulangan kejahatan narkoba terorganisasi,
upaya pemutusan jaringan kejahatan narkoba terorganisasi, dan mewujudkan
keamanan nasional melalui pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkoba.

4. Maksud dan Tujuan


a. Maksud.

Adapun maksud dari penulisan ini untuk memberikan gambaran tentang strategi
pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkoba melalui kerjasama
internasional dan upaya pemutusan jaringan kejahatan narkoba yang
terorganisasi untuk mewujudkan keamanan nasional.

b. Tujuan.

Adapun tujuan daripada penulisan ini adalah:

1) Untuk memberikan pertimbangan kepada pimpinan dalam upaya


melakukan pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkoba di Indonesia
melalui kerjasama internasional dalam penanggulangan kejahatan
narkoba terorganisasi.
2) Untuk memenuhi persyaratan kompetensi mengikuti seleksi calon peserta
seleksi Sekolah Inspektur Polisi (SIP) T.A. 2021.

5. Metode dan Pendekatan


a. Metode.
Adapun metode yang digunakan oleh penulis adalah metode dengan
menggambarkan secara deskriptif analisis terhadap strategi pemberantasan
bahaya penyalahgunaan narkoba melalui kerjasama internasional dan upaya
pemutusan jaringan kejahatan narkoba yang terorganisasi untuk mewujudkan
keamanan nasional.

b. Pendekatan.
Dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan yang telah disebutkan diatas,
penulis mencoba menjelaskan melalui pendekatan konsepsi normatif strategi
pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkoba melalui kerjasama
internasional dan upaya pemutusan jaringan kejahatan narkoba yang
terorganisasi untuk mewujudkan keamanan nasional.

6. Tata Urut
Adapun tata urut dari penulisan ini, meliputi :
BAB I : PENDAHULUAN.
BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN.
BAB III : KONDISI SAAT INI.
BAB IV : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI.
BAB V : KONDISI YANG DIHARAPKAN.
BAB VI : UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN
BAB VII : PENUTUP.
7. Pengertian-Pengertian
a. Strategi Polri

Strategi Polri yaitu suatu bentuk tindakan/langkah yang terencana,


terukur, dan terarah yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu secara bertahap
dan konsisten oleh Polri untuk mencapai visi dan misi yang diharapkan.

b. Memantapkan kerjasama Internasional

Memantapkan kerjasama Internasional adalah menjamin terlaksananya


hubungan kerjasama, dengan prinsip saling menguntungkan antara kedua belah
pihak atau antar negara atau antar regional negara-negara, yang menyepakati
beberapa hal penting terkait suatu persoalan sosial, hukum dan kriminal
termasuk tindak pidana penyalahgunaan narkoba, yang dihadapi secara lokal,
regional maupun internasional untuk diatasi dan memberikan manfaat.

c. Penanggulangan

Penanggulangan adalah bentuk tindakan nyata yang dilakukan secara


terencana dan berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
terkait problem sosial, hukum dan kriminal serta tindak pidana narkoba yang
meresahkan dan merugikan masyarakat, bangsa dan negara untuk diatasi
secara permanen dengan melibatkan semua komponen masyarakat.

d. Kejahatan Narkoba terorganisasi

Kejahatan narkoba terorganisasi adalah kumpulan atau kelompok yang


orang yang memiliki kesamaan persepsi, terorganisir dalam memproduksi,
mengedarkan atau memasarkan atau menggunakan narkoba secara
ilegal/melanggar hukum antar negara, antar wilayah dengan pola kerja
terselubung.

e. Mewujudkan stabilitas keamanan nasional.

Mewujudkan stabilitas keamanan nasional, yaitu suatu tujuan yang ingin


dicapai dari serangkaian tindakan atau langkah prosedural dari suatu organisasi
yang diberikan kewenangan, tugas dan tanggungjawab menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk menghadirkan suasana kehidupan
kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan yang adil, sejahtera dan aman
serta damai.
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

1. Teori Peran dan status.


Paul B. Horton dalam buku sosiologi menjelaskan bahwa :
a. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status
tertentu.
b. Status adalah kedudukan seseorang dalam sekelompok atau kedudukan
kelompok dalam kaitannya dengan kelompok lain.
Teori ini sangat relevan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan ini, yakni
bagi pelaksanaan tugas-tugas kepolisian, untuk dapat memahami masyarakat dan
tokoh masyarakat perlu mengetahui peran dan status seseorang dalam masyarakat
guna pemberdayaan masyarakat dan tokoh masyarakat untuk membantu tugas-tugas
kepolisian khususnya, peran negara atau suatu bangsa yang berdaulat dalam upaya
pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkoba, untuk menyelamat warga negaranya
dari segala bentuk kejahatan yang terjadi.

2. Teori Pelayanan.

a. Lukman mengartikan kualitas sebagai " janji pelayanan oleh aparat


kepada masyarakat sebagai pihak yang dilayani agar mereka merasa puas dan
diuntungkan " (Lukman, 1999 :11). Melanjutkan hal tersebut, Lukman
menjelaskan secara lebih rinci mengenai kualitas pelayanan, sebagai berikut :
"Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai
dengan standar pelayanan yang telah dilakukan sebagai pedoman dalam
memberikan pelayanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan
sebagai mutu pembakuan yang baik " (Lukman, 1999 : 14).

Guna menyiapkan suatu pelayanan berkualitas yang sesuai dengan yang


diharapkan perlu di dasarkan pada sistem kualitas yang memiliki ciri atau
karakteristik tertentu. Suatu masyarakat akan selalu bertitik tolak pada
pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan
masyarakat.

b. Pada umumnya pelayanan bersifat tidak berwujud dan tidak dapat


dimiliki. Pelayanan tidak berwujud tersebut berarti bahwa pelayanan hanya dapat
dirasakan. Mengenai hal tersebut Moenir menjelaskan bahwa:
“ Pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan landasan faktor materiil sistem, prosedur, dan metode tertentu
dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”
(Moenir, 1995:27).

Pelayanan akan dapat terlaksana dengan baik dan memuaskan apabila


didukung oleh beberapa faktor, antara lain kepemimpinan, aturan yang memadai,
organisasi dengan sistem yang dinamis, pendapatan pegawai/aparat yang
memadai, kemampuan dalam menjalankan tugas dan tersedianya sarana
pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk tugas pelayanan.
Teori ini akan memberikan gambaran pelayanan Polri dalam bidang fungsi
reserse narkoba, sehingga Reserse Narkoba dapat mengoptimalkan
pelaksanaan tugas pokoknya dalam rangka penanggulangan bahaya
penyalahgunaan narkoba.

3. Teori Pemahaman.

Teori pemahaman yang disampaikan oleh Haeckel bahwa pemahaman adalah


gejala fisiologis yang terdapat dalam organ anatomis manusia yaitu otak dan berada
pada bagian tertentu dari kulit otak Phromena. Pemahaman juga merupakan proses
kejiwaan dimana phromena sebagai organ rasio merupakan sekedar penyambung
antara jiwa yang tidak materiil dengan dunia luar dari rasio manusia.
Teori ini akan menjadi sumber pembahasan seberapa besar pemahaman
personil pengemban fungsi reserse narkoba tentang tugas pokok fungsinya dan juga
pemahaman tentang peredaran gelap narkoba oleh organisasi kejahatan narkoba
sebagai sebuah strategi.

4. Teori Kemampuan.

Kemampuan Individu menurut CP Chaplin ( 1975 ) terdiri dari dua bagian antara
lain :
a. Kemampuan Nyata ( Aktual Ability ) yang diperoleh melalui
belajar (Achievement atau prestasi ) dan dapat segera didmonstrasikan dan diuji
sekarang.
b. Kemampuan Potensial ( Potencial Ability ) merupakan
kemampuan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor
keturunan.

Stephen P. Robbin dalam bukunya Perilaku Organisasi (1996) menyampaikan


bahwa kemampuan ( ability ) merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan
beragi tugas dalam suatu pekerjaan. Pada dasarnya kompetensi terdiri dari tiga unsur
utama yaitu pengetahuan, kemahiran dan sikap/kualitas pribadi. Ketiga unsur
tersebut secara langsung mempengaruhi prilaku ( behavior ) dalam melaksanakan
tugas ( task ). Kompetensi yang dimiliki oleh seseorang harus dapat diukur, dinilai,
ditunjukkan dan dapat dilihat melalui prilaku saat menjalankan tugas.
Teori ini sangat relevan dalam penulisan ini untuk menunjukkan seberapa besar
kemampuan personil Polri pengemban fungsi reserse narkoba dalam melaksanakan
tugasnya dikaitkan dengan strategi memantapkan kerjasama Internasional dan upaya
pemberantasan jaringan kejahatan narkoba terorganisasi.

5. Analisa SWOT.

John Bryson, dalam bukunya yang berjudul Perencanaan Strategis bagi


Organisasi Sosial, 1999 adalah merupakan bagian dari perencanaan strategi yang
memberikan informasi tentang Kekuatan ( Strenght ) dan Kelemahan ( Weakness )
yang bersumber dari dalam Organisasi itu sendiri yang dihubungkan dengan adanya
Peluang ( Opportunity ) dan Kendala ( Threat ) yang dihadapi dari luar Organisasi.
Selanjutnya Bryson menjelaskan bahwa penerapan strategi yang berhasil guna
akan mendapatkan keuntungan dari Kekuatan dan Peluang dan sekaligus dapat
meminimalisir atau mengatasi Kelemahan dan Ancaman yang akan dihadapi.
Teori ini akan dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar Kekuatan dan
kelemahan secara internal pada fungsi reserse narkoba Polri untuk mengatasi
kelemahan dan ancaman yang datang dari luar dan akan dihadapi dalam menjalankan
tugas-tugas kepolisian dikaitkan dengan strategi memantapkan kerjasama Internasional
dan upaya pemberantasan jaringan kejahatan narkoba terorganisasi.
BAB III
KONDISI SAAT INI

1. Perkembangan Peredaran Gelap Narkotika.


Trend perkembangan kejahatan perdagangan dan peredaran gelap Narkotika di
Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir menujukan peningkatan yang cukup
signifikan, dimana telah terjadi pergeseran peran dari negara transit, negara
tujuan/pemasaran menjadi negara produsen, yang kemudian diedarkan melalui jalur
darat maupun laut. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional,
jumlah kasus dan tersangka pelaku tindak pidana kejahatan narkoba yang terungkap
(Pemasok, pengedar, pemakai), menunjukan peningkatan tajam di seluruh wilayah
tanah air.
Sebagaimana jumlah kasus narkoba yang meningkat pada beberapa tahun
terkhir ini dari sebanyak 3.751 pada tahun 2002 menjadi 17.355 pada tahun 2006, atau
meningkat rata-rata 42,3 % per tahun atau 26 kasus perhari. (Djoko Satriyo, 2007). Dari
data tersebut dapat kita lihat jalur peredaran gelap Narkotika di Indonesia sebagai
berikut :

a. Modus operandi.

1) Dari luar negeri ke Indonesia.

Narkotika dan psikotropika yang berasal dari luar negeri dan masuk ke

Indonesia dapat dilakukan melalui jalan laut maupun udara, dengan

menggunakan transportasi pesawat terbang, kapal laut, baik kargo / kapal barang

ataupun kapal penumpang. Cara pembawaan pun beraneka ragam, ada yang

dikirim melalui jasa pengiriman paket atau barang (cara ini adalah cara berisiko

paling kecil), ada pula yang dikirim melalui kurir, dimana antara si pemilik barang,

pembawa barang, dan calon penerima barang tidak saling kenal atau lebih

dikenal dengan “sistim sel”.

Pengiriman dengan dibawa sendiri dapat dilakukan dengan

menyembunyikan dalam papan selancar, tas, sol sepatu, gips, dan lain-lain.
Untuk pembawaan narkotika jenis heroin dengan kualitas nomor satu, dilakukan

dengan dibungkus dalam ukuran tertentu dengan bahan pembungkus sejenis

kapsul, ditelan (oral) atau dimasukkan ke dalam anus/dubur (anal). Cara ini

merupakan cara paling berbahaya karena dapat berakibat fatal bagi si pembawa,

manakala narkotika yang dibawanya ternyata pecah selama berada di dalam

rongga perut.

2) Dari Indonesia ke luar negeri.

Tidak jauh berbeda dengan cara pembawaan narkoba dari luar negeri ke

Indonesia, yaitu dapat dilakukan melalui transportasi kapal laut ataupun pesawat

terbang, namun belum pernah ada yang membawa narkoba secara “anal dan

oral” karena narkoba yang dibawa hanya narkoba jenis ganja dan psikotropika

jenis shabu-shabu dan atau eksatasi. Cara pembawaan pun lebih banyak

dengan jasa pengiriman barang, atau dibawa oleh “crew” kapal atau pesawat.

3) Antar pulau di Indonesia.

Modus operandi di dalam negeri dilakukan dengan mata rantai yang

sangat panjang, mulai dari produsen / pabrikan, distributor, bandar, pengedar

sampai dengan pemakai. Pendistribusian dari produsen ke distributor dapat

dilakukan melalui jalan darat, transportasi laut dan udara. Cara pembawaan

dapat dibawa sendiri, melalui kurir atau titipan kilat. Tempat-tempat yang sering

dijadikan transaksi adalah ; diskotik, pub, room VIP karaoke, café, tempat parkir

dan kios rokok sekitar tempat-tempat hiburan.

b. Jaringan

1) Jaringan distribusi / pengiriman.

Pendistribusian narkoba, khususnya dari tempat produsen menuju tempat

distributor biasa membawa narkoba dalam jumlah cukup besar. Narkoba jenis
ganja asal Aceh biasa dibawa oleh kurir dengan menumpang bus, kapal laut atau

titipan kilat. Ganja yang telah dikemas berlapis-lapis dapat disimpan di bagasi

ataupun di bagian atas bus supaya tidak menimbulkan kecurigaan.

Ganja yang dikirim dalam jumlah yang lebih besar sebanyak ratusan

kilogram, diangkut dengan menggunakan truk. Untuk kamuflase, bagian atas truk

diisi dengan barang-barang lain, seperti : kelapa, singkong, pisang, telur, dan

sebagainya. Hal yang cukup sering terjadi adalah adanya pengawalan dari

oknum TNI – Polri, bahkan seperti kasus yang tertangkap di Lampung, lebih

kurang 1,5 Ton ganja asal Aceh diangkut dengan kendaraan truk dinas TNI-AD

saat akan menyeberang menggunakan ferry dari Bakauhuni ke Merak.

Pengiriman ganja dari Aceh–Medan dilakukan dengan menggunakan bus,

atau dibawa oleh oknum anggota TNI–Polri yang baru selesai melaksanakan

tugas operasi di Aceh. Dari pelabuhan Belawan- Medan, dengan menggunakan

kapal penumpang Kelud atau Sinabung menuju pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta

dengan terlebih dahulu transit di Pelabuhan Sekupang–Batam. Sebagian barang

bawaan antara 10 sampai 40 kilogram ganja dibawa dengan kemasan batangan

dibungkus dan dilakban warna coklat sehingga menyerupai batangan batu bata.

Apabila ada razia dari petugas KPPP Sekupang, maka barang-barang tersebut

ditingggalkan di dermaga. Hampir tiap adanya transit kapal selalu ditemukan

ganja yang telah di press dan dibungkus lakban coklat.

2) Jaringan produksi.

Produksi narkoba jenis ganja biasanya ditanam di daerah berudara sejuk /

dingin, di daerah ketinggian dan jauh dari jangkauan penduduk. Teknis

menanam yakni dengan menebar benih di pegunungan dan sebagai sarana

kontrol, juga menanam benih dalam pot bunga, sehingga saat panen dapat

dilihat pada tanaman ganja yang ada di pot bunga tersebut.


Tanaman koka, pavafer dan candu sangat jarang ditemukan di Indonesia.

Pengolahan bahan dasar shabu-shabu, ekstasi dan jenis heroin “putau”,

biasanya dilakukan di laboratorium gelap, di rumah-rumah penduduk (villa)

yang agak terpencil, berpagar tinggi dan rapat, sehingga sangat sulit untuk

termonitor. Produksi obat-obatan dalam jumlah kecil biasanya menggunakan

peralatan sederhana, sedangkan produksi dalam jumlah besar biasanya sudah

menggunakan peralatan modern yang biasa diunakan oleh pabrik farmasi.

3) Jaringan konsumsi.

Para pengguna narkoba (konsumen) biasanya tidak jauh dari mereka

yang sering hidup di “dunia malam”. Tempat-tempat hiburan seperti : diskotik,

karaoke, pub, café, lokalisasi, panti pijat, dan lain-lain, merupakan tempat-

tempat yang sering digunakan sebagai ajang transaksi dan atau

menggunakan / menkonsumsi narkoba.

Disc jockey diskotik, bartender, pramusaji, pemandu lagu (escore), mamie

/ papie, pada tempat-tempat hiburan tidak jarang bertindak sebagai pengedar

atau perantara antara calon konsumen dengan pengedar, bahkan security,

adakalanya juga oknum aparat bertindak selaku penjual atau perantara.

c. Sasaran.
Semula memanfaatkan selebritis, pengusaha, eksekutif, namun sekarang sudah
merambah ke mahasiswa, pelajar SLTA dan SLTP.

2. Perkembangan Kerjasama Internasional dalam upaya penanggulangan kejahatan


narkoba terorganisir.

a. Kerjasama Polri bilateral dengan kepolisian negara lain

Polri telah melakukan berbagai kerja sama dengan Kepolisian Negara Lain,
antara lain:

1) Kepolisian Jerman;
2) Kepolisian Australia;

3) Kepolisian Malaysia;

4) Kepolisian Asean;

5) Kepolisian Asia Pasifik;

Adapun kerjasama yang dilaksanakan diprioritaskan pada upaya-upaya sebagai


berikut:

1) Bantuan Penyelidikan, yaitu saling memberikan informasi tentang jaringan


peredaran narkoba kepada negara-negara yang memiliki perjanjian ekstradisi
yang meliputi identitas dan kegiatan pelaku.
2) Bantuan Pencarian dan penangkapan pelaku sindikat jaringan Narkotika
internasional dengan mengirimkan (RED Notice) ke negara yang dituju.

b. Kerjasama dengan instansi terkait


Koordinasi dan kerjasama yang mempertemukan Polri dengan dinas instansi
yang terkait dengan kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika. Kegiatan-kegiatan dimaksud dapat dilakukan dalam
kegiatan formal, seperti rapat koordinasi pencegahan dan penanggulangan bahaya
narkoba, ataupun kegiatan-kegiatan non formal / non seremonial, seperti olah raga
bersama.

Yang terpenting dalam acara tersebut, baik formal maupun informal adalah
terjalinnya keakraban antara anggota Polri yang berkepentingan dalam pelaksanaan
tugas pengungkapan narkotika dan psikotropika, dengan pejabat-pejabat dari dinas
instansi, antara lain:

1) Bea Cukai Imigrasi,

2) Balai POM,

3) Dinas Kesehatan,

4) tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh adat.

Beranjak dari seringnya bertemu, saling kenal antara sesama instansi, dan akrab
antara satu dengan lainnya, setidak-tidaknya akan mencairkan kekakuan yang selama
ini diperlihatkan oleh masing-masing instansi, karena menonjolkan arogansi kekuasaan
masing-masing.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.


Faktor-faktor yang mempengaruhi penanggulangan kejahatan narkotika di Indonesia
antara lain adalah sebagai berikut :
1) Faktor Internal.
a) Terbatasnya jumlah anggota Reserse Narkoba yang memiliki kemampuan
penyelidikan kejahatan narkoba di pelabuhan laut.
b) Sarana dan prasarana seperti : X-ray Detector (Narkoba), CCTV Monitor Tustel,
Handy Cam dan sebagainya masih terbatas.
c) Masih adanya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Reserse Narkoba,
antara lain menjadi backing pelaku pengedar Narkoba.
d) Belum tersedianya dana khusus yang disiapkan untuk kepentingan penyelidikan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.

2) Eksternal.
a) Adanya kewenangan pengungkapan kasus Narkoba oleh instansi lain seperti Bea
dan Cukai, ditjen Imigrasi dan Perhubungan laut.
b) Masih lemahnya sistim pengamanan internal terhadap keluar masuknya
barang/manusia dari dan ke wilayah Indonesia melalui pelabuhan laut, serta
lemahnya koordinasi antar instansi lain.
c) Kuatnya jaringan sindikat Narkoba dalam mempengaruhi penegakan hukum
peredaran Narkoba.
BAB V
KONDISI YANG DIHARAPKAN

1. Kemantapan kerjasama Internasional dalam menanggulangi kejahatan narkoba


terorganisir.

a. Kuatnya kerjasama Polri dengan Kepolisian negara lain:


1) Semakin kuatnya kerjasama dalam bidang bantuan penyelidikan antara Polri
dengan kepolisian negara lain, kerjasama dimaksud yakni untuk saling
memberikan informasi tentang jaringan peredaran narkoba kepada negara-
negara yang memiliki perjanjian ekstradisi yang meliputi identitas dan kegiatan
pelaku.
2) Semakin kuatnya kerjasama dalam bidang bantuan pencarian dan penangkapan
pelaku sindikat jaringan Narkotika internasional, kerjasama dimaksud dilakukan
dengan mengirimkan (RED Notice) ke negara yang dituju.

b. Kuatnya kerjasama dengan instansi terkait


Adanya peningkatan kegiatan formal, seperti rapat koordinasi pencegahan dan
penanggulangan bahaya narkoba, ataupun kegiatan-kegiatan non formal/non
seremonial, seperti olah raga bersama, yang bertujuan untuk terjalinnya keakraban
antara anggota Polri yang berkepentingan dalam pelaksanaan tugas pengungkapan
narkotika dan psikotropika, dengan pejabat-pejabat dari dinas instansi Bea Cukai
Imigrasi, Balai POM, Dinas Kesehatan, tokoh-tokoh masyarakat yang peduli terhadap
pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

2. Terjadinya Penurunan tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia


Diharapkan Trend perkembangan kejahatan perdagangan dan peredaran gelap
Narkotika di Indonesia yang sebelumnya mengalami peningkatan secara signifikan
terus menurun mengarah pada titik terendah, baik dari tingkat produksi, pengedaran
maupun pemakaian.
Dengan melakukan tindakan-tindakan profesional dan proporsional, dalam
penanggulangan bahaya penyalahgunaan narkoba, yakni terhadap:
1) Jaringan peredaran narkoba.
a) Sindikat pelaku pengedaran narkoba internasional tidak berani
masuk ke Indonesia.
b) Perdagangan dan peredaran gelap narkotika dilakukan oleh
Sindikat Black African (Nigeria, Ghana, Liberia) di Indonesia, semakin
berkurang dan bahkan berhenti untuk mengedarkan narkoba di Indonesia.
c) Peredaran psikotropika jenis ecstasy dan shabu-shabu
didominasi oleh kelompok Cina, Hongkong, untuk di wilayah Asia, tidak
berani mengedarkan narkoba di Indonesia bahkan berhenti melakukan
aksinya.
2) Sasaran.
Semakin berkurang korban penyalahgunaan narkoba di Indonesia yang berasal
dari seluruh kalangan masyarakat, baik selebritis, pengusaha, eksekutif,
mahasiswa, pelajar SLTA dan SLTP.
BAB VI
UPAYA YANG DILAKUKAN

1. Peningkatan Kualitas Kerjasama Polri Dengan Kepolisian Negara Lain dan


Instansi Terkait.
Penanggulangan peredaran gelap narkotika, selain melalui kerjasama dengan instasi
terkait, juga perlu kerjasama dengan kepolisian negara lain, yaitu :
1) Dengan Instansi Terkait (Ditjen Bea Cukai, Imigrasi, Departemen Perhubungan,
BNN, CJS), antara lain dalam hal :
a) Bersama-sama mengoptimalkan kegiatan pengawasan dan penyelidikan
kejahatan perdagangan gelap narkotika di pelabuhan laut (Narcotic
seaport interdiction) meliputi : penumpang, barang bawaan, tas dan
pakaian yang keluar maupun masuk ke pelabuhan laut dengan
membentuk Team Terpadu Seaport Interdection.
b) Saling tukar menukar informasi tentang pelaku ataupun barang (narkoba)
yang akan masuk ke wilayah Indonesia dari luar negeri.
c) Dengan CJS dalam menyepakati pemberian vonis hukuman maksimal
seperti hukuman mati, untuk menumbuhkan efek jera.
d) Dengan (BNN) dalam rangka merumuskan kebijakan memutus jaringan
perdagangan dan peredaran gelap narkotika di Indonesia.
2) Dengan Kepolisian Negara Lain (Kepolisian Jerman, Kepolisian Australia,
Kepolisian Malaysia, Kepolisian Asean, Kepolisian Asia Pasifik), antara lain
dalam hal :
a) Bantuan Penyelidikan, yaitu saling memberikan informasi tentang jaringan
peredaran narkoba kepada negara-negara yang memiliki perjanjian
ekstradisi yang meliputi identitas dan kegiatan pelaku.
b) Bantuan Pencarian dan penangkapan pelaku sindikat jaringan Narkotika
internasional dengan mengirimkan (RED Notice) ke negara yang dituju.

2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Polri.


Peningkatan kualitas sumber daya manusia penyidik pada umumnya, dan
penyidik reserse narkotik pada khususnya, dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik
cara-cara formal maupun informal. Cara formal dapat dilakukan melalui pendidikan
kejuruan dasar reserse, pendidikan kejuruan lanjutan reserse narkotik, kursus perwira
senior reserse ataupun kursus dan studi banding dengan polisi reserse/narkotik negara
lain.

Peningkatan kualitas penyidik reserse narkotik melalui cara informal dapat


dilakukan dengan cara-cara simulasi, studi kasus, pelatihan pemecahan suatu masalah
yang menyangkut narkoba, ataupun belajar dari pengalaman penyidik reserse narkotik
yang lebih senior.

3. Peningkatan sarana-prasarana dan anggaran.


a. Peningkatan sarana-prasarana.
Kekurangan sarana-prasana yang meliputi peralatan utama dan
pendukung pelaksanaan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
narkoba, khususnya dalam rangka penyelidikan jaringan peredaran gelap
narkoba, antara lain : tugas pengamatan, pembuntutan (surveillance), delivery
order dan under cover buy, yang memerlukan peralatan yang serba rahasia
sehingga tidak diketahui oleh target operasi yang sedang diselidiki, dapat
ditanggulangi dengan pengajuan perencanaan kebutuhan yang dituangkan
dalam program kerja satuan kerja dimana unit / satuan reserse narkotik tersebut
berada.

Disamping peningkatan sarana – prasarana melalui perencanaan dan


pengajuan rencana kebutuhan melalui jalur kedinasan, pengadaan pun dapat
dilaksanakan melalui kegiatan kemitraan/kerjasama antara Polri dengan
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, rumah sakit ketergantungan obat,
pabrik farmasi, dan lain-lain perusahaan yang dapan mensponsori pengadaan
barang-barang peralatan tersebut tanpa adanya persyaratan yang mengikat
organisasi Polri.

b. Peningkatan jumlah dana/anggaran.


Keterbatasan dana/anggaran penyelidikan dan/atau penyidikan reserse
pada umumnya dan penelidikan/penyidikan kasus-kasus narkotika dan
psikotropika pada khususnya, dapat diantisipasi dengan pembuatan
perencanaan kegiatan reserse selengkap mungkin dan ditunjang dengan
argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan selanjutnya dituangkan
dalam deretan angka-angka nominal yang diperlukan, sesuai dengan mata
anggaran yang tersedia.

4. Mengupayakan Kolaborasi cara bertindak.


Cara-cara bertindak dalam pengungkapan jaringan peredaran (gelap) narkoba
yang selama ini dilakukan adalah dengan kegiatan reserse yang diistilahkan dengan
“mancing atau memancing”, yang dalam istilah teknis reserse disebut dengan
undercover buy. Cara ini masih efektif untuk dilakukan, namun efektivitasnya relatif kecil
dan resiko cukup besar manakala barang-bukti narkoba yang dibeli sudah berpindah
tangan kepada anggota Polri yang melakukan penyamaran. Dilihat dari hasilpun,
barang bukti narkoba dan/atau psikotropika yang diperoleh jumlahnya relatif kecil,
pengungkapan terputus karena berlakunya sistem sel pada jaringan peredaran narkoba,
namun dapat dihasilkan dalam waktu cepat.

Teknik lain yang lebih efektif sebenarnya adalah penanaman anggota ataupun
agen tertanam, baik dengan penyusupan ataupun penyurupan pada suatu jaringan
peredaran narkoba yang sedang dijadikan target operasi, dalam kerangka pelaksanaan
teknik deliveri order. Teknik ini memakan waktu cukup lama, mungkin bertahun-tahun,
membutuhkan biaya yang sangat besar, memerlukan kesabaran dan keuletan dalam
pengumpulan informasi, dan adakalanya harus mengorbankan nyawa orang lain
ataupun jiwa kawan sendiri. Keberhasilan teknik ini tidak diragukan lagi, karena
rangkaian penyelidikan yang telah dilakukan dapat mengetahui seluruh orang yang
terlibat dari “hulu ke hilir” dan seluruh tempat yang berkaitan dengan kegiatan produksi,
distribusi sampai dengan pemakaian atau konsumsi.

Apabila digunakan teknik kombinasi antara teknik-teknik konvensional, seperti


teknik undercover buy, dan razia di tempat-tempat hiburan, seperti diskotik dan VIP
room karaoke yang kadang-kadang dilakukan dengan trick kotor/jebakan yang
melanggar hak asasi manusia, dengan teknik delivery order (walaupun dilakukan tidak
sepenuhnya), kemungkinan besar akan memperoleh hasil yang lebih besar daripada
menggunakan teknik razia saja atau undercover buy saja.
BAB VII
PENUTUP

1. Kesimpulan.
a. Perkembangan peredaran gelap narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang cukup drastis, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Lebih dari itu Indonesia kini bukan lagi sebagai negara konsumen
tapi sebagai negara produsen/produksi.
b. Faktor internal yang mempengaruhi penanggulangan peredaran gelap narkoba
adalah : terbatasnya SDM, sarana dan prasarana, serta anggaran. Faktor
eksternal antara lain : adanya kewenangan pengungkapan oleh instansi lain,
lemahnya sistim pengamanan internal, lemahnya koordinasi antar instansi lain
dan kuatnya jaringan sindikat Narkoba.
c. Kerjasama penanggulangan dengan instansi terkait (Ditjen Bea Cukai, Imigrasi,
Departemen perhubungan, BNN, CJS) dalam hal pengawasan, saling tukar
menukar informasi, Kesepakatan pemberian vonis dan pemutusan jaringan.
Sedangkan kerjasama dengan kepolisian negara lain (Kepolisian Jerman,
Australia, Malaysia, Asean, Asia Pasifik), antara lain dalam hal : bantuan
penyelidikan dan pencarian serta penangkapan pelaku pengedar narkotika.

2. Saran.
a. Perlu meningkatkan kerjasama penanggulangan dengan instansi terkait (Ditjen
Bea Cukai, Imigrasi, Departemen perhubungan, BNN, CJS) dalam hal
pengawasan, saling tukar menukar informasi, Kesepakatan pemberian vonis dan
pemutusan jaringan. Sedangkan kerjasama dengan kepolisian negara lain
(Kepolisian Jerman, Australia, Malaysia, Asean, Asia Pasifik), antara lain dalam
hal : bantuan penyelidikan dan pencarian serta penangkapan pelaku pengedar
narkotika.
b. Perlu merencanakan dan melaksanakan program peningkatan SDM personil
Polri, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, serta ketersediaan
anggaran secara memadai pula. Disamping itu, adanya upaya mendorong peran
masyarakat luas untuk aktif mengkampayekan bahaya penyalahgunaan narkoba.
Serta perlu memperkuat koordinasi antar instansi lain untuk memberatas jaringan
kejahatan narkoba terorganisasi.

Anda mungkin juga menyukai