Anda di halaman 1dari 5

Naskah Drama

PR

Tokoh:

- Wicak, diperankan oleh Wahyudi


- Lintang, diperankan oleh Ayu Lestari
- Banjar, diperankan oleh Yusril Mistang
- Bu Yati, diperankan oleh Nurjannah

Pada suatu pagi yang tenang, dalam sebuah kelas, tampak seorang siswa yang sedang duduk dengan santai
dan menggeser-geser jarinya di atas sebuah ponsel pintar. Entah apa yang dilihatnya dari benda itu.Tiba-tiba
seseorang masuk dan menghancurkan ketenangan pagi itu.

Lintang : “Wicaaaaak….!” (berteriak sambil setengah berlari ke arah Wicak)

Wicak : “Buset! Apaan dah masih pagi ini udah teriak-teriak?” (dengan kesal karena ponselnya hampir jatuh)

Lintang : “Ya maap, Cak.”

Wicak : “Maap-maap… ini hp-ku hampir jatuh gara-gara kamu teriak. Bikin kaget tau!”

Lintang : “Ya iya, Cak, aku kan udah minta maap.”

Wicak : “Kalo ngomong tuh yang bener. Maaf, gitu, bukan maap.”

Lintang : “Iya, Cak, iya….”

Wicak : “Lagian kamu kenapa sih teriak-teriak?”

Lintang : “Eh, anu, itu… bagi PR fisika dong.”

Wicak : “Gak mau.”

Lintang : “Yaaah… jangan gitu lah, Cak, kamu kan baik.” (memelas)

Wicak : “Ng-gak ma-u!”

Lintang : “Ayolah… besok-besok aku deh yang bagi PR.”

Wicak : “Gak! Aku bisa ngerjain PR sendiri.”

Lintang : “Ya udah, nanti aku yang traktir jajan di kantin, yah?”
Wicak : “Hmm… gak mau.” (menggelengkan kepala)

Lintang : “Gimana kalau aku tambahin. Nanti aku yang traktir jajan, besoknya juga. Terus, tugas biologi yang
kita di suruh ngegambar organ pencernaan biar aku yang ngerjain. Gimana? Mau nggak?”

Wicak : “Oke, deal. Tapi janji yah?” (sambil mengeluarkan buku dari tasnya)

Lintang : “Ck! Giliran dia aja, menangnya banyak.”

Wicak : “Yee… mau gak? Kalo nggak mau sih nggak pa-pa.

Lintang : “Eh, iya, mau-mau….” (dengan cepat mengambil buku Wicak)

Wicak : “Lagian kenapa sih kamu gak ngerjain PR?”

Lintang : “Aku kan paling gak ngerti masalah hitung-hitungan, pengen nyari jawaban di google tapi kuotaku
udah habis.” (duduk dan mulai menyalin PR)

Wicak : “Makanya, belajar biar ngerti.”

Lintang : “Ini juga udah belajar.”

Wicak : “Belajar apaan? Nyontek, iya.”

Lintang : “Udah deh, berisik!”

Setelah susah payah bernegosiasi, akhirnya Lintang bisa mendapatkan PR Wicak. Yaa… meski Wicak
memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Tidak lama kemudian, masuklah seorang siswa lain dengan
keadaan tidak rapi sambil memainkan ponselnya sepanjang jalan.

Banjar : “Ya! Tembak! Tembak! Itu di sana tuh! Itu!” (berteriak kea rah ponselnya)

Wicak : “Oi, Njar! Kamu lagi main?”

Banjar : “Yoi, broo.”

Lintang : “Masih pagi ini, woi!” (sambil melempar pulpen ke Banjar)

Banjar : “Suka-suka dong. Hp, hp aku. Kuota, kuota aku.”

Lintang : “Yeee… dasar! Siniin pulpenku.”

Banjar : “Gak mau! Ambi aja sendiri, salah siapa main lempar-lempar.”

Lintang : (berjalan mengambil pulpen) “PR kamu udah selesai belum?”


Banjar : “Emang ada PR yah? PR apa?”

Lintang : “Fisika.” (kembali ke mejanya)

Wicak : “Pasti belim kamu kerjain kan, Njar?”

Banjar : “Woi! Di sini woi! Bantuin!” (berteriak ke ponselnya)

Lintang : “Wai-woi, wai-woi, itu PR udah dikerjain belum? Kena hukum Bu Yati baru tahu rasa kamu.”

Banjar : “Males ah, paling juga Bu Yati gak inget, dia kan pelupa.”

Wicak : “Beneran nih gak mau ngerjain? Gimana kalau aku bagi PR-ku, gra-tis.”

Lintang : “Lah? Kok gitu? Tadi aku harus ini-itu.”

Wicak : “Ya terserah aku lah.”

Banjar : “Gak usah lah, males.”

Wicak : “Ya udah.”

Lintang : “Rugi banget kamu, Njar.”

Banjar : “Aku lagi push rank nih, semalem gak sempat soalnya aku ketiduran.”

Wicak : “Siapa?”

Banjar : “Ya aku lah.”

Wicak dan Lintang : “Yang nanya….”

Setelah penolakan Banjar, Wicak kembali ke ponselnya dan Lintang mengerjakan PR-nya. Selang tiga
puluh menit kemudian, bel pertanda pelajaran akan dimulai pun berbunyi, tepat pada saat Lintang selesai
menyalin jawaban Wicak. Sementara itu, Banjar dan Wicak segera menyimpan ponselnya. Bu Yati, guru
fisika, yang hari itu mendapat jadwal mengajar pertama masuk ke kelas mereka dan memulai pelajaran.

Bu Yati : “Selamat pagi, anak-anak.”

Para siswa : “Pagi, bu….”

Bu Yati : “Baik, tidak perlu berlama-lama, kita akan memulai pelajaran hari ini tentang Pembiasan Cahaya.
Sekarang buka buku kalian halaman 43.”
Setelah sekitar empat puluh lima menit proses pembelajaran, Bu Yati kemudian memberikan tugas
kepada para siswa.

Bu Yati : “Ya, jadi begitulah proses dan contoh pembiasan cahaya, kalian paham?”

Para siswa : “Paham, bu….”

Bu Yati : “Baik, karena kalian sudah paham, saya akan memberikan tugas.”

Banjar : “Tuh, kan, apa aku bilang, Bu Yati pasti lupa soal PR itu.” (berbisik ke arah Lintang)

Bu Yati : “Buka halaman 58, di situ ada soal isian, silahkan kalian kerjakan.”

Lintang : “Oh ya? Tunggu aja, bentar lagi Bu Yati bakalan inget.” (membalas Banjar)

Banjar : “Maksud kamu?”

Wicak yang menyadari kalau Bu Yati melupakan PR itu tiba-tiba bersuara.

Wicak : “Tapi, bu, soal isian yang itu kemarin dijadiin PR buat kita.”

Banjar : “Pssst… Wicak, nggak usah ngasih tau woi!” (melotot kea rah Wicak)

Bu Yati : “Oh gitu yah?”

Lintang : “Iya, bu, ini PR-nya udah selesai.”

Banjar : “Woi, kalian ini kenapa sih?!” (berbisik dengan nada marah)

Bu Yati : “Oke, kalau begitu kumpulkan PR kalian sekarang.”

Wicak dan Lintang pun menyetor PR mereka. Melihat Banjar tidak mengumpulkan PR-nya, Bu Yati
pun bertanya.

Bu Yati : “Banjar, PR kamu mana?”

Banjar : “Eh, anu, bu….”

Bu Yati : “Anu, anu… anu kenapa?”


Banjar : “Itu, bu, saya nggak ngerjain.” (menggaruk kepala)

Bu Yati : “Kenapa kamu nggak ngerjain?!” (memukul meja dengan bergaris)

Lintang : “Dia males, bu, keasyikan main game.”

Bu Yati : “Bener gitu, Banjar?”

Banjar : “I-iya, bu.”

Bu Yati : “Sekarang kamu berdiri di depan kelas sampai jam mengajar saya selesai, setelah itu kerjakan PR
kamu!” (marah)

Banjar : “Tapi, bu….” (memelas)

Bu Yati : “Nggak ada tapi-tapian. Berdiri di depan kelas, se-ka-rang!”

Banjar : “I-iya, bu….” (berjalan dengan pasrah)

Lintang : “Rasain… masih mau nggak ngerjain PR?”

Wicak : “Yang semangat ya, Banjar.” (dengan nada mengejek)

Banjar : “Ah, berisik! Ini semua gara-gara kalian.”

Bu Yati : “Banjar! Ngapain kamu masih di situ? Berdiri di depan, cepat!”

Banjar : “E-eh, iya, bu.”

Banjar pun berdiri di depan kelas selama satu jam dengan wajah masam. Sementara Wicak dan Lintang
hanya tertawa melihat Banjar yang menderita sebab kemalasannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai