Anda di halaman 1dari 15

NASKAH DRAMA

LIKA-LIKU SI JOKO

Kelompok 2:
Tema :
Pemain :

1. sebagai Joko
2. sebagai Bu Parto
3. sebagai Atun
4. sebagai Damar
5. sebagai Bromo
6. sebagai Dimas
7. sebagai Bu Asih
8. sebagai Mbak Tari
9. sebagai Bu Siti
10. sebagai Ibu 2 dan si Putih
11. sebagai Mbak Fitri
12. sebagai Anabela dan Ibu 1
13. sebagai Jeniper dan Si Merah

Hamparan sawah luas membentang, langit begitu mempesona dengan warna jingganya, burung-
burung terbang mengantar matahari keufuknya. Bersinar memancarkan kehangatan cahayanya
yang menerpa sekelompok orang yang sedang bertani di sawah.

Di sore hari itu, Bu Parto, Mbak Fitri, dan Joko sedang bertani di sawah. Sawah tersebut
adalah milik Pak Lurah.  1

Joko : “Wahh, pantunipun wis ketingal kuning nggih bu, mbak.” (leyeh-leyeh karo nyawang pari
sing wiwit dadi kuning)
Mbak Fitri : “Iya ko. Ini kan sawah yang diamanatkan Pak Lurah untuk digarap keluarga kita, jadi
harus kita rawat dengan sungguh-sungguh supaya hasilnya bagus dan bisa panen
cepet.” (kipas-kipas dengan topi sawah)
Joko : “Kula sarujuk mbak.” (nyawang mbak Fitri)
Mbak Fitri : “Makanya kalau setuju sama mbak, kamu harus rajin bantuin ibu sama mbakmu ini.”
Joko : “Siap mbak, aku yo remen kok saged biyantu mbak karo ibu.. hehehe.” (ngguyu)
Bu Parto : “Lho Fit, adekmu itu kan masih sekolah, udah mau kelas 6. Pasti tugasnya banyak, harus
belajar persiapan Ujian Nasional juga. (sambil terbatuk-batuk) Jadi kamu juga jangan
lupa belajar nak, kamu harus belajar yang rajin. Soalnya kamu udah kelas 5, sebentar
lagi mau naik kelas 6. Uhukk..uhuk” (menasehati Joko)
Mbak Fitri : “Iya buk, maksudnya aku itu ya kalau ada waktu longgar saja Joko bantu kita di sawah.
Sekolah ya tetap nomor satu. Kalau bisa Joko jangan sama kayak aku, yang cuma
lulusan SD.” (Nepuk pundak Joko)
Joko : “Inggih bu mbak, kula sinau sinambi mbiyantu ibu karo mbak Fitri lak nggih saged.
Hehehe”
Bu Parto : “Ya berarti kamu harus bisa membagi waktu nak.”
Mbak Fitri : “Nah gitu lho, mbak setuju. Tapi bener juga kata ibuk, kamu harus pinter pinter
mengatur waktumu.”
Joko : “Santai mbak, aku kan pinter.”

*Bu Parto, Joko, dan Mbak Fitri tertawa bersama

Hari kian petang, Bu Parto dan anak-anaknya memutuskan untuk pulang.

Keesokan harinya Joko berangkat sekolah seperti biasanya. Saat Joko berjalan menuju
kelasnya, tiba-tiba Joko dicegat empat orang temannya, yaitu Damar and the geng di depan
pintu masuk kelasnya.  2

Damar : “Mo, ini yang namanya Joko ya?”


Bromo : “Iya Mar. Si Joko yang dari desa itu. Hahaha.”
Damar : “Woy, Joko, gimana kabarnya?” (mengupil sambil mengejek)
Bromo : “Sehat kan? Hahaha.”
Joko : “Alhamdulillah sehat, lha ngapa ta kok dengaren takon kabarku?”
Damar : “Aku cuma memastikan kalau kamu nggak lesu karena belum bayar SPP. Hahaha”
(mengejek)
Jeniper : “Kurang baik apa coba kita, nanyain kabar temennya ya Mar.” (melihat Damar)
Damar : “Yoii bro.”
Joko : (ndingkluk karo meneng wae)
Anabela : “Sebentar Mar, kayaknya si Joko lagi banyak pikiran itu.”
Jeniper : “Iya ya, mikir apa itu ya, jangan-jangan mikirin bayar SPP? Apa mikirin uang saku?
Soalnya nggak pernah dikasih uang saku. Hahaha…”
Bromo : “Tak lihat-lihat kamu itu pendiam banget sih Ko.”
Anabel : “Dia pendi am karena malu belum bayar SPP kali Mo.” (tertawa puas)
Damar : “Kayak aku ini lho, semua udah tak lunasi, lunass-nass-nas. Kamu uang jajan aja nggak
punya. Apa lagi kalau suruh bayar SPP, bisa-bisa dikeluarkan dari sekolah karena nggak
bisa bayar.” (sombong)
Joko : “Eneng opo to kabeh do ribut? Kuwi lak udu urusanmu. Kuwi urusanku.” (jengkel)
Damar : “Berani kamu sama aku ya?” (mendorong Joko)
Atun : (ngerti-ngerti teka) Joko kowe rapopo,, Damar, ngapa sih do gangguni Joko terus, Joko
kan ra nduwe salah karo kowe kabeh. Dosa ngerti ra.”
Jeniper : “Ehhh cupu, ngapain kamu ikut campur?”
Atun : “Aku bukane melu nimbrung, nanging wis do kebangeten. Gelem tak laporke nyang bu
Siti?”
Anabel : “Ehh cupu, beraninya ngadu kamu ya.”
Joko : “Uwis-uwis tun, ayo mlebu wae, rasah nggagas wong-wong.” (mlebu menyang kelas)
Atun : “Iyo Ko, ayo mlebu wae.”
Bromo : “Hehh mau kemana kalian, belum selesai pembicaraan kita.”
Damar : “Sudah biarkan saja.”
Jeniper : “Kamu takut dilaporkan beneran, Mar.”
Damar : “Siapa yang takut.”
Jeniper : “Terus kenapa kamu biarin mereka gitu aja.”
Anabel : “Sudahlah, kenapa kita yang jadi ribut sendiri. Ayo kita juga masuk, belnya sudah bunyi
tu.”
Kegiatan belajar mengajar berlangsung seperti biasanya. Saat istirahat Joko diminta Gurunya
untuk ke kantor guru.  3

Bu Siti : “Joko, gimana kabar ibumu?”


Joko : “Alhamdulillah sae bu. Wonten dhawuh menapa Bu kula ditimbali dhateng kantor?”
Bu Siti : “Begini lho Ko, ini kan udah bulan November, sebentar lagi kan bulan Desember.”
Joko : “Inggih bu, kula mangertos.”
Bu Siti : “Lha seharusnya kamu tahu apa maksud ibu minta kamu ke kantor.”
Joko : “Menapa wonten hubunganipun kalian biji kula bu? Wonten menapa kalian biji kula bu?”
Bu Siti : “Duhh Joko, ibu kira kamu sudah tanggap, ehh ternyata belum.”
Joko : “Lha menawi mboten masalah biji lajeng menapa bu?”
Bu SIti : “Masalah SPP Joko. Berhubung minggu depan sudah mulai UTS, ibu harap kamu segera
melunasi uang SPPmu yang sudah menunggak tiga bulan. Kalau tidak segera dilunasi,
terpaksa kamu tidak bisa mengikuti UTS.
Joko : “Nyuwun ngapunten bu, ibu kula dereng gadhah arta.”
Bu Siti : “Lha terus gimana ko? Ini sudah aturan dari sekolah, kamu harus mematuhinya..”
Joko : “InsyaAllah mangke manthuk sekolah kula matur ibu kula rumiyin bu.”
Bu Siti : ”Ya, tapi diusahakan dilunasi dalam minggu ini ya Ko.”
Joko : “Inggih bu.”
Bu Siti : “Ya sudah, sekarang kamu boleh kembali ke kelas, belajar yang rajin ya.”
Joko : “Inggih bu, maturnuwun.”

Setelah pulang sekolah Joko segera bicara dengan ibunya perihal pembayaran SPP yang harus
dibayarkan.  4

Joko : “Assalamu’alaykum..”
Mbak Fitri : “Wa’alaykumussalam.”
Joko : “Ibu wonten pundhi mbak?
Mbak Fitri : “Ibu di dapur. Kenapa tumben dateng-dateng nyari ibu?”
Joko : “Ora popo kok.” (mlaku menyang dapur goleki ibune) “Bukkk, bukk, ibukk.”
Bu Parto : “Kenapa to nak, kok teriak-teriak.”
Joko : “Buk, Joko badhe matur.”
Bu Parto : “Mau ngomong apa to nak? Uhuk..uhukk”
Joko : “Buk, kala wau ning sekolahan, kula ditimbali bu guru dhateng kantor.”
Bu Parto : “Lha kenapa kok kamu dipanggil ke kantor. Kamu bikin masalah apa Ko?”
Joko : “Sekedap to buk kajenge kula matur rumiyin. Dadhos ngeten buk, kala wau kula
ditimbali dhateng kantor niku amargi didhawuhi bayar SPP. SPP kula sampun nunggak 3
wulan buk.”
Bu Parto : “Ya Allah nak, berapa bayarnya?”
Joko : “Kathah niku buk.”
Bu Parto : “Berapa nak?”
Joko : “500ewu buk.”
Bu Parto : “MasyaAllah, banyak banget nak. Ibu belum punya kalau segitu nak.”
Joko : “Lha pripun buk, Joko mpun ditagih bu guru ken ndang nglunasi.”
Bu Parto : “Kalau bayarnya minggu depan saja gimana nak?”
Joko : “Kula mpun didhawuhi kedah ndang dilunasi minggu niki buk, menawi mboten ndang
nglunasi, kula keancam mboten saged tumut UTS buk.”
Bu Parto : “Ya sudah, kalau begitu ibu usahakan dulu ya nak.”
Joko : “Nggih buk, nek ngoten Joko mlebet gantos klambi rumiyin nggih buk.”
Bu Parto : “Iya nak.”

Di dapur Bu Parto melamun memikirkan bagaimana mencari uang 500ribu untuk membayar
SPPnya Joko.

Mbak Fitri : “Ibukkk,, masakannya gosong.”


Bu Parto : “Astaghfirullah.”
Mbak Fitri : “Nglamunin apa to buk kok sampe masakannya gosong gitu.”
Bu Parto : “Adekmu Joko Fit.”
Mbak Fitri : “Joko kenapa buk?”
Bu Parto : “Joko diminta segera bayar SPP Fit. SPPnya udah nunggak 3 bulan.”
Mbak Fitri : “Berapa memang bu? InsyaAllah Fitri punya sedikit tabungan dari bayaran nyuci di
rumahnya bu Badrun.”
Bu Parto : “500ribu Fit. Padahal ibuk sedang tidak punya uang.”
Mbak Fitri : “Banyak kali buk, kalau segitu uang Fitri belum cukup. Maaf ya buk Fitri nggak bisa
bantu ibuk.”
Bu Parto : “Iya Fit, ndak papa, ibuk juga sudah tau keadaan kita. Dengan kamu mau bekerja saja
sudah banyak membantu keluarga kita. (mikir) Ehhmm… Apa ibuk pinjam bu Asih saja
ya.”
Mbak Fitri : “Iya buk, siapa tau Bu Asih mau meminjami.”

Bu Parto bergegas ke rumah Bu Asih dan kebetulan Bu Asih sedang di depan rumahnya  5

Bu Parto : “Assalamu’alaykum bu.”


Bu Asih : “Wa’alaykumusalam. Kenapa Bu Parto?”
Bu Parto : “Begini bu, saya mau bicara sama ibu.”
Bu Asih : “Nahh, dari tadi kan bu Parto sudah bicara sama saya.”
Bu Parto : “Hehehe iya ya bu. Jadi begini, anak saya Joko, minta uang buat bayar SPP.”
Bu Asih : “Lha terus apa hubungannya sama saya bu, emang si Joko anak saya.”
Bu Parto : “Saya mau minta tolong bu.”
Bu Asih : “Minta tolong apa bu?..... (belum sempat dijawab, Bu Asih sudah menimpali) Ohh iya
saya sudah paham. Mau pinjam duit kan?”
Bu Parto : “Iya bu.”
Bu Asih : “Berapa to bu?”
Bu Parto : “500ribu bu.”
Bu Asih : “Walah kok ya banyak ya. Saya sih ada uang segitu bu, tapi kalau bu Parto mau pinjam
ada syaratnya.”
Bu Parto : “Syaratnya apa bu?”
Bu Asih : “Syaratnya ibu harus mengembalikan paling lama dua bulan.”
Bu Parto : “Iya setuju bu, insyaAllah akan saya kembalikan sebelum dua bulan.”
Bu Asih : “Ya jangan hanya insyaAllah.”
Bu Parto : “Iya bu, saya janji akan kembalikan sebelum waktu dua bulan itu.”
Bu Asih : “Ya sudah tunggu sebentar, saya ambilkan uangnya dulu.”
Bu Parto : “Ohh iya bu, terimakasih.”
Bu Asih : (mengambilkan uang) “Ini bu uangnya.”
Bu Parto : “Terimakasih bu, insyaAllah akan segera saya kembalikan. kalau begitu saya pamit
dulu.”
Bu Asih : “Iya sama-sama.”

Paginya Bu Parto memberikan uang pada Joko untuk membayar SPP.  6

Bu Parto : “Ini nak uang untuk bayar SPPmu.”


Joko : “Nggih buk, lha dhuwit jajan kula buk?”
Bu Parto : “Ya Allah nak, ibu tu nggak punya uang. Buat bayar SPP mu itu aja ngutang tempatnya
bu Asih. Uhukk..uhukk”
Joko : “Lha masak kula mboten jajan malih buk, kanca-kanca kula sami jajan wonten kantin
buk, masak kula naming ningali.”
Bu Parto : “Lha apa mau bawa bekal nasi saja nak?”
Joko : “Alah naming nasi, lauke mawon naming tahu kalih tempe. Kapan kula angsal dhuwit
kangge sangu buk, kula lak nggih pengen jajan kados kanca-kanca.”
Bu Parto : “Besok kalau ibu punya uang ya nak. Uhukk…uhhuk”
Joko : “Masak 5ewu rupiah mawon mboten gadhah to buk. Nggih mpun buk, kula langsung
bidhal sekolah mawon, mangke ndak telat.”

Sesampainya di sekolah Joko langsung menemui Bu Guru di kantor.  7

Joko : “Assalamu’alaykum bu.”


Bu Guru : “Wa’alaykumussalam, ohh nak Joko. Ada apa nak kemari?”
Joko : “Ngeten bu, alhamdulillah kula sampun diparingi arta ibu kula kangge mbayar SPP.”
Bu Guru : “Ohh alhamdulillah kalau begitu. Berarti ini sudah langsung dilunasi ya?”
Joko : “Inggih bu, maturnuwun bu. Kula pamit menyang kelas rumiyin nggih bu.”
Bu Guru : “Iya nak.”

KBM berlangsung seperti biasanya, bel istirahat pun berbunyi.

Damar and the geng sedang berkumpul bersama.  8

Anabel : “Yeeee.. sudah istirahat.”


Jeniper : “Yukk kita ke kantin, aku udah laper banget nihh”
Bromo : “Per.. sepatu kamu baru ya?”
Jeniper : “Iiihhhh, jangan panggil aku ‘perrr’, emang aku burung perrrkutut. Panggil aku Jhen.
(dengan nada kemayu).”
Bromo : “Alah, sama aja juga.”
Jeniper : “Iya dong, kan papa aku yang beliin. Bagus kan?”
Anabel : “Iya bagus jhen, pasti mahal ya?”
Jeniper : “Iya dong, kan belinya di Solo Squere.”
Bromo : “Wahh.. Enak kamu ya perrr.”
Damar : “Udah lah yang bahas sepatu, ayokk buruan ke kantin, laper nihh.”
Bromo : “Iya aku juga udah laper. Aku pengen beli siomay, batagor, ice juice.. bla bla bla”
Jeniper : “Banyak banget yang mau kamu beli Mo.”
Bromo : “Iya dong. Tadikan aku dikasih uang saku lebih sama papa.”
Jeniper : “Wahh, traktir kita lahh Mo.”
Damar : “Iya setuju. Let’s go geng”
Atun ngampiri Joko diajak menyang kantin.

Atun : “Joko, ayo menyang kantin.”


Joko : “Ora tun, kowe wae.”
Atun : “Ya uwis, nek ngono aku ya ora sida menyang kantin deh.”
Joko : “Lha ngapa?”
Atun : “Ora papa, males wae. Ohh iya, kowe eneng apa sih Ko, akhir-akhir iki kok katon lesu
banget?”
Joko : “Lesu?”
Atun : “Hoo, biasane kan nek ana sing ora gelem bayar kas, dirimu mesti negesi kanca-kanca
ben padha gelem bayar kas. Nanging akhir-akhir iki kowe gak kaya ngono, koe ngejarke
wae ngono. Saiki kowe ora peduli kanca-kanca mbuh gelem bayar kas apa ora.”
Joko : “Iya po?”
Atun : “Iya ko”
Joko : (senyum) “Ohh iya tun. Aku oleh takon sesuatu gak?
Atun : “Oleh. Arep takon apa ko?”
Joko : “Dadi ngene Tun, seumpama ki ya, bapak utawa ibumu iku lagi ra nduwe dhuwit. Padahal
kowe butuh dhuwit kanggo bayar keperluan sekolahmu. Terus pengen isoh kaya kanca-
kanca liyane, isoh tuku iki isoh tuku kuwi. Nanging kowe ra isoh njaluk dhuwit marang
wong tuamu. Kowe arep nglakoni apa nek ning posisi kaya ngono?”
Atun : “Emmmm. Nek menurutku sih Ko, nek emang adewe butuh duit nanging adewe nggak
isoh nyuwun karo bapak ibuk, ya mungkin adewe kudu isoh golek duit dewe.”
Joko : “Carane?”
Atun : “Emm, mungkin golek kerja.
Joko : “Nanging lak awakedewe isih sekolah, cah SD meneh. Sapa sing gelem menehi kerja
nggo cah cilik kaya awakedewe iki.”
Atun : “Enek kok, nek nonton ning tv-tv akeh ki bocah-bocak seumuran e adewe sing kerja.
Sing penting ora ngganggu sekolah lan halal. Hehehe. Emang kenapa Ko, kok kowe
takon kaya ngono?”
Joko : “Ora popo kok. Aku gur nyoba mecahke soal Bahasa Indonesia. Hehehe”
Atun : “Emang enek soal Bahasa Indonesia sing kaya ngono?”
Joko : “Enek. Nek ning bukune Joko sih enek. Hahaha.”
Atun : “Ohh iya aku lali, mau aku didhawuhi Bu Siti ngumpulne PR wingi. Aku dhisik sik ya Ko.”
Joko : “Iyo Tun, maturnuwun yo uwis mbantu jawab soalku.” (mesem)
Atun : “Sakjane aku ora percaya, nanging ya uwis lah, padha-padha yaa Ko.”

Saat jam istirahat Joko iri melihat teman-temannya asik bermain dan beli makanan,
sedangkan dia hanya bisa duduk di depan kelas memandangi mereka.  9

Joko : “Kayane enak yo nek dadi Damar, Bromo, Jeniper karo Anabel. Kabeh sing dipengeni
dituruti karo wong tuwane. Kapan aku isoh kaya ngono,, aduhhh luwe kii, arep jajan
nanging aku gak nduwe dhuwit. Heemm.. Piye ya carane ben isoh nduwe dhuwit? Bener
sih sarane Atun mau ya, nanging aku golek kerja ning ngendi. Sapa yoan sing gelem
menehi gawean cah cilik kaya aku ngene iki.” (Joko nggremeng dhewe)
Si Merah : “Kamu laper Ko?”
Joko : “Iyo i to. Nanging ra ndhuwe dhuwit kanggo jajan. Kerja ning ngendi yo ben entuk
dhuwit?”
Si Merah : “Ulu..ulu..ulu.. nggak usah kerja ko, Kamu kan bawa uang kas kelas tu, kamu pake aja
buat jajan Ko, kan nggak ada yang tau. Lagipula kamu bisa menggantinya kapan-kapan.”
Joko : “Ide apik kuwi.”
Si Putih : “Jangan Joko, itu dosa. Dosa itu berat, kamu nggak akan kuat.”
Si Merah : “Apaan sihh kamu, ke Dilan Dilanann, emang kamu udah nonton apa? Hahaha.”
Si Putih : “Belum sihh, tapi kan udah viral di Instagram. Bentar lagi juga tayang di TV, ngapain
juga harus nonton ke bioskop.”
Si Merah : “Udah lah ko, pake aja dulu, dosa mah pikir keri wae.” (lagu pikir keri)
Si Putih : “Jangan Ko, kalau emang kamu mau bisa jajan kayak temen-temenmu bener kata si
Atun, kamu cari kerja aja. Yang halal Ko.”
Si Merah : “Alah, kamu mau kerja Ko, siapa yang mau mempekerjaan kamu, kalau ada pun kamu
juga nggak akan dapet uang sekarang. Udah mendingan pake uang kas yang kamu bawa
aja dulu. Kamu kan lapernya sekarang. Temen-temen kamu juga nggak akan tau kok.”
Joko : “Iyo yo, saiki aku nganggo dhuwit kas dhisik wae yak e yo kanggo jajan. Mengko mulih
sekolah lagi aku golek kerja, nek aku uwis enthuk kerja lak isoh tak ganti mengko.”

Akhirnya Joko benar-benar mengambil uang kas kelasnya untuk jajan dan di kantin dia bertemu
Damar dkk.  10

Joko : “Emmm, nyam nyam nyam” (sinambi maem jajanan)


Anabel : “Ehh liat tu, bukannya itu Joko.”
Jeniper : “Iya tu, tumben dia jajan di kantin.”
Damar : “Alah paling dia ngutang sama ibu kantin. Dia kan nggak pernah dapet uang saku.”
Anabel, Jeniper, Bromo : (tertawa) “Betul betul betul”

Saat pulang sekolah, Joko teringat saran dari Atun, Joko berusaha mencari kerja sambilan.
Joko teringat kalau teman kakaknya punya usaha loper koran, namanya Mbak Tari. Joko
kemudian pergi ke rumah Mbak Tari dengan harapan bisa mendapat pekerjaan dari sana.  11

Joko : “Assalamu’alaykum. Mbak Tari.”


Mbak Tari : “Wa’alaykumusalam.. eee.. Joko. Tumben kemari, ada apa Ko?”
Joko : “Ngeten mbak. Kula nate mireng saka Mbak Fitri nek Mbak Tari iku sakniki gadhah
usaha loper koran. Leres mboten mbak?”
Mbak Tari : “Iya bener Ko. Memangnya kenapa, kamu butuh koran? Mau berlangganan?”
Joko : “Mboten mbak, maksud kula mriki niku badhe tanglet menawa Mbak Tari mbutuhake
tiyang kangge ngeterake koran ning omah-omah.”
Mbak Tari : “Ohhh tukang loper koran. Mbak sih sudah punya beberapa pekerja yang mengantarkan
koran-koran ke rumah pelaggan dan yang ngejualin di jalan-jalan. Memangnya kenapa?
Kamu berminat jadi tukang loper koran?”
Joko : “Jane kula niku nggih badhe pados damelan mbak.”
Mbak Tari : “Kamu mau kerja Ko? Kamu kan masih sekolah to, terus sekolahmu gimana kalau kamu
mau kerja?”
Joko : “Kula saged kerja sakderengipun sekolah lan pas manthuk sekolah mbak.”
Mbak Tari : “Lha kenapa kok kamu tiba-tiba mau kerja?”
Joko : “Kula badhe mbantu ibu lan Mbak Fitri mbak, ben saged bayar sekolah. Pripun mbak?
Kinten-kinten wonten gawean mboten kangge kula?”
Mbak Tari : “Ya sudah Ko, kalau mau mu begitu. Mbak ngasih kamu pekerjaan loper koran. tapi
dengan syarat kamu harus tetep mengutamakan sekolahmu ya Ko.”
Joko : “Nggih mbak. Kula saged wiwit kerja kapan mbak?”
Mbak Tari : “Kalau mau, besuk kamu sudah bisa mulai bekerja.”
Joko : “Nggih mbak siapp, benjing sakderenge sekolah, kula mriki njupuk koran.”
Mbak Tari : “Ya. Ohh iya Ko, untuk bayarannya mbak biasanya kasih sebulan sekali ya.”
Joko : “Nggih mbak. Nggih mpun nek ngoten kula manthuk riyin nggih mbak, mangke ndak
selak dipadosi ibu.”
Mbak Tari : “Iya Ko, hati-hati ya.”

Setelah diterima bekerja di tempatnya mbak Tari, sekarang setiap pagi jam 05.30 Joko sudah
harus berangkat untuk mengantar koran. Dan jam 17.30 Joko baru sampai rumah.

Di sekolah saat jam istirahat.  12

Atun : “Ko, akhir-akhir iki kowe kok katon kesel sih? Emang kowe bar ngapa?”
Joko : “Aku kesel bar keliling ngeterke koran sakdurunge nyang sekolah.”
Atun : “Ohhh, dadi kowe uwis entuk kerja Ko?”
Joko : “Iyo tun, kerja dadi loper koran. Ehhh..”
Atun : “Uwis rapopo, aku ngerti kok nek pertanyaan sing mbog takonke wektu iku, iku tentang
masalahmu.”
Joko : “Hehehe, aku dadi isin tun.”
Atun : “Ngapa isin? Aku nek dadi kowe malah bangga lho Ko, isoh golek dhuwit dewe tanpa
nyusahke wong tua.”
Joko : “Isoh wae kowe tun.”
Atun : “Nyang kantin yukk Ko.”
Joko : “Nyang ngendi?”
Atun : “Nyang kantin Ko. Iki uwis istirahat.”
Joko : “Ehmmm (Joko mikir sedela ‘aku kan ra diwenehi sangu meneh’)
Atun : “Eneng apa Ko? Kowe ora gelem nyang kantin?”
Joko : “Hahh, iyo aku yo arep nyang kantin.” (jroning ati ‘aku isoh njupuk dhuwit kas dhisik
kaya biasane’)

Sejak saat itu, Joko sering menggunakan uang kas untuk keperluannya. Dalam pikirannya, dia
bisa menggantinya setelah dia gajian dari loper koran.

Sudah hampir sebulan Joko bekerja sebagai loper koran. Pada suatu hari, tidak sengaja Joko
bertemu dengan Damar dan Bromo. Tentu saja Joko tidak luput dari ledekan Damar dan
Bromo.  13

Damar : “Woii.. cah loper koran.”


Bromo : “Hahaha.. loper koran?” (ketawa puas)
Damar : “Kamu nggak dikasih uang jajan ya sama ibu kamu Ko? Sampe harus nyari uang sendiri.”
Bromo : “Kasihan banget sih jadi anak orang mlarat. Mau beli baju aja nggak bisa, sampai baju
udah sobek-sobek kayak gitu aja masih dipake.” (tertawa puas)
Damar : “Gimana lagi Mo, boro-boro mau beli baju baru, buat makan aja masih kurang. Hahaha”
Bromo : “Kalau mau baju baru harus nyolong dulu kali ya?”
Joko : “Hehh opo urusanmu?” (ndorong Bromo)
Bromo : “Wahhh,.. ampun ampun. Sekarang sudah berani nglawan nih.”
Damar : “Udah Mo, kuyy, kita pergi aja, aku takut nanti dimakan si loper koran, soalnya lagi
kelaparan.” (tertawa)

Saat pulang dari loper koran, Joko berhenti sejenak melihat baju yang dipajang di sebuah
toko.  14

Joko : “Klambine apik banget. (nyawang klambine sing wis suwek) Kapan aku isoh tuku klambi
kaya ngono. Opo aku matur wae yo karo ibu, sapa ngerti mengko ditukokne. Alahh iyo
yo, mesti ngko ibu ngendhika ora nduwe dhuwit. Huhh”

Sesampainya di rumah Joko langsung mengutarakan keinginan membeli baju baru pada ibunya.
 15

Joko : “Bu, klambine Joko lak mpun do suwek, tumbasne Joko klambi anyar nggih bu.”
Bu Parto : “Ya Allah nak, kamu kan tau ibu tidak punya uang.”
Joko : “Joko lak mung nyuwun ditumbasne klambi anyar setunggal mawon bu”
Bu Parto : “Besok kalau ibu punya uang ya nak. Uhuk..uhukk”
Joko : “Benjing benjing terus. Kapan ibu gadhah arta.” (mlebu kamar)

Malamnya Joko merenung.  16

Joko : “Hahhh uwis tak duga kan, ibu mesti ra gelem nukokne aku klambi anyar. Ohh iya,
sedilit ngkas kan aku gajian, dhuwite isoh tak nggo tuku klambi, ben ora dinyek i
Damar karo Bromo meneh” (Joko seneng)

Hari gajian pun tlah tiba. Joko mendapat gaji pertamanya sebagai loper koran. Gaji
pertamanya tersebut langsung digunakannya untuk membeli baju baru yang sudah dia idam-
idamkan.  17

Adegan Joko menari-nari menggunakan baju barunya….

Selang beberapa hari setelah Joko gajian. Di sekolah Joko akan segera diadakan lomba
kebersihan kelas. Semua siswa sibuk mempersiapkan kelasnya agar menang dalam lomba
tersebut, termasuk kelasnya Joko.  18

Bu Siti : “Anak-anak, sebentar lagi akan diadakan lomba kebersihan kelas, jadi mulai sekarang
kalian harus selalu menjaga kebersihan dan kerapian kelas ya.”
Siswa : “Iya bu.”
Atun : “Sapu lan kemoceng kelas kita sampun risak bu.”
Bu Siti : “Benarkah? Kalau begitu kita perlu membeli sapu dan kemoceng yang baru. Kalian ada
uang kas kan? Kalian bisa membeli menggunakan uang kas kelas.”
Siswa : “Iya bu.”
Bu Siti : “Ya sudah kalau begitu kalian bisa mulai bersih-bersih hari ini, ibu tinggal dulu karena
ada rapat wali kelas.”
Siswa : “Baik bu.”
Dimas : (menghampiri Joko) “Joko, uang kas kelas kita sisa berapa?”
Joko : (Joko bingung) “Ehmm..ehmmm.”
Dimas : “Pasti masih banyak ya, kita kan tidak pernah menggunakan uang kas.”
Joko : (Joko cemas) “Ehmmm. Ehmmm.”
Dimas : “Kenapa dari tadi ehmmm ehmmm aja sih ko, jawab pertanyaan ku dong. Uang kas kelas
kita ada berapa?”
Joko : (Joko gur meneng)
Dimas : “Jawab ko.”
Joko : “Dhuwite gari 20ewu dim.”
Dimas : “Hahhh, bagaimana bisa uangnya tinggal segitu, padahal kita kan rutin bayar kas dan
nggak pernah dipake. Sini aku lihat catatannya.” (Dimas melihat catatan keuangan
kelas) “Lihat disini kamu tulis total uang kas kita ada 150ribu. Gimana bisa sekarang
kamu bilang tinggal 20ribu. Terus yang 130ribu kemana?”
Joko : (gugup) “Dhuwite ilang dim.”
Dimas : “Bagaimana bisa hilang? Aku nggak mau tau, butuhnya kamu harus ganti uang kas itu.”
Atun : (datang) “Ana apa sih dim kok nesu-nesu?”
Dimas : “Ini nihh tun si Joko, masak uang kelas kita dihilangin sama dia.”
Jeniper : “Hilang?”
Damar : “Mungkin bukannya hilang dim, tapi dipake Joko.”
Atun : “Uwis, kowe kabeh ojo asal nuduh. Kenapa kowe gur meneng wae Ko.”
Joko : “Aku njaluk ngapuro uwis ngilangke dhuwit kas kelas.”
Dimas : “Kamu harus ganti uang kas yang udah kamu ilangin itu Ko.”
Atun : “Kenapa Joko sing kudu ngganti? kan deweke ora salah.”
Joko : (Joko ngrasa ora kepenak Atun wis mbela deweke, padahal deweke wis ngapusi) “Iyo,
aku bakal ngganti dhuwite dim. Iki emang salahku kok tun.”
Dimas : “Pokoknya besok kamu udah harus bisa ganti uang kasnya lho Ko.”

Joko menyesal telah menggunakan uang kas kelasnya dan selama bekerja Joko tidak fokus
karena memikirkan bagaimana dia bisa mengganti uang kas itu besok.  19

Joko : “Kenapa aku harus ngambil uang kas kelas sih? Kenapa aku pake beli baju baru segala?
Kenapa aku bisa lupa kalo udah pake u ang kas? Kalau saja aku nggak beli baju baru,
pasti aku udah bisa ganti uang kas itu.” (menyesal) “Sekarang gimana caranya aku bisa
dapet uang segitu dalam sehari.”

Di rumah mbak Tari saat Joko akan menyetorkan uang loper dan jualan korannya hari ini. 
20

Joko : “Assalamu’alaikum.”
Mbak Tari : “Wa’alaikumsalam, ohh Joko. Sini masuk ko.” (sedang menghitung uang setoran pekerja
lain)
Joko : “Nggih mbak.” (mlebu omah) “Niki arta setoran hasil dodolan koran dinten niki mbak.”
Mbak Tari : “Ohh iya. Korannya masih sisa banyak ko.”
Joko : “Nggih mbak, ngapunten yo mbak.”
Mbak Tari : “Iya ndak papa Ko.”
Joko : “Nggih mpun nek ngaten kula pamit mantuk riyin nggih mbak.”
Mbak Tari : “Ehh tunggu sebentar Ko, mbak mau nitip sesuatu buat ibu sama mbakmu. Tunggu
sebentar ya.” (masuk ke dalam)
Joko : (ngetke dhuwit setoran ning ndhuwur meja)
Si Merah : “Heyy Joko, aku tau apa yang kamu pikirkan sekarang. Kamu lagi butuh uang kan, itu
ada uang, diambil aja. Kamu kan harus segera mengganti uang kas kelas, kalau tidak
kamu akan dikucilkan di kelas.”
Si Putih : “Jangan ko, kamu jangan menutupi kejahatanmu dengan kejahatan yang lainnya.”
Si Merah : “Ayo ambil saja Ko, kamu perlu uang untuk mengganti uang kas kelas. Cepat keburu
mbak Tari kembali.”
(Joko mengambil beberapa uang yang ada di atas meja, tidak lama mbak Tari kembali)
Mbak Tari : “Ini Ko, tadi mbak bikin kue, bawakan buat ibu dan kakakmu.”
Joko : (rada gemeter amarga wedi) “Nggih mbak maturnuwun. Nggih mpun kula pamit mantuk
riyin.”
Mbak tari : “Iya, hati-hati.”

(Setelah Joko pergi, mbak Tari meneruskan menghitung uangnya tadi, tapi mbak Tari
menyadari bahwa uangnya berkurang)  21

Mbak Tari : “Lho kok uangnya kurang ya, pantesan tadi aku hitung ada 450ribu, kenapa sekarang
tinggal 300ribu? Jokoo...Ahh tidak, tidak mungkin Joko mengambil uangnya. Tapi tadi
benar2 ada 450ribu.”

Paginya Joko berangkat sekolah seperti biasanya.  22

Dimas : “Gimana Ko, uangnya sudah kau ganti belum.”


Joko : “Uwis dim, iki.” (ndudohke dhuwite)
Dimas : “Baguss, jangan sampai hilang lagi, kalau sampai hilang lagi ku laporkan pada bu Siti
kau.”
Joko : “Iyo dim.”

Mbak Tari berencana ingin menanyakan pada Joko perihal uang yang hilang, tapi ternyata hari
itu Joko tidak berangkat bekerja. Akhirnya mbak Tari memutuskan untuk ke rumah Joko. 
23

Mbak Tari : “Assalamu’alaikum.. permisi?”


Bu Parto : “Wa’alaikumsalam.. ehh mbak Tari ada apa kemari? Mau mencari Fitri?”
Mbak Tari : “Tidak bu, saya kesini mau mencari Joko.”
Bu Parto : “Joko? Ada perlu apa mencari Joko?”
Mbak Tari : “Saya hanya ingin menanyakan sesuatu bu.”
Bu Parto : “Menanyakan apa mbak?”
Mbak Tari : “Saya tidak enak sebenarnya mengatakan ini bu.”
Bu Parto : “Tidak apa-apa mbak, katakana saja. Apa Joko membuat masalah?”
Mbak Tari : “Maaf sebelumnya bu, bukan maksud saya menuduh Joko, ehmm tapi..”
Bu Parto : “Tapi kenapa mbak?”
Mbak Tari : “Jadi begini bu, kemarin itu si Joko datang ke rumah saya seperti biasanya mengantar
koran dan setoran uang hasil penjualan koran. Setelah Joko datang uang saya
mendadak hilang bu..”
Bu Parto : (memotong pembicaraan) “Jadi mbak Tari nuduh anak saya yang ngambil?”
Mbak Tari : “Bukan begitu bu, saya hanya ingin memastikan saja.”
Bu Parto : “Itu namanya nuduh mbak., walaupun keluarga kami itu miskin tapi nggak pernah
sekalipun anak saya itu mencuri. Mbak jangan asal nuduh.”
Mbak Tari : “Saya bukan asal nuduh bu, tapi..”
Bu Parto : (memotong lagi) “Sudah mbak, mungkin mbak Tari yang sudah salah dan teledor.”
Mbak Tari : “Kenapa ibu jadi menyalahkan saya.”
Bu Parto : “Siapa yang menyalahkan, mbak dulu yang asal nuduh anak saya maling. Sudah lebih baik
sekarang mbak pergi saja sana.”

Mbak Tari pergi dengan hati dongkol. Tidak sengaja ada beberapa ibu-ibu yang mendengarkan
percekcokan mbak Tari dan Bu Parto dan saat mbak Tari lewat mereka menghentikan dan
menanyai mbak Tari tentang apa yang sebenarnya terjadi.  24

Ibu 1 : “Ehh mbak, ada apa kok marah2 dengan bu Parto?”


Mbak Tari : “Tidak ada papa kok bu.”
Bu Asih : “Tidak ada apa-apa kok sampai bu Parto marah2 begitu.”
Ibu 2 : “Saya denger ada yang mencuri mencuri gitu, itu siapa mbak?”
Mbak Tari : “Saya itu kemarin kehilangan uang bu, dan terakhir orang yang saya temui itu si Joko.
Saya cuma mau menanyakan apa Joko tau soal uang itu apa tidak.”
Ibu 2 : “Joko anaknya bu Parto.”
Mbak Tari : “Iya bu. Ya sudah saya permisi dulu ya bu.”
Ibu 2 : “Joko nyolong, kayaknya kok nggak mungkin ya.”
Bu Asih : “Iya bu, dia kan nggak pernah neko-neko.”
Ibu 1 : “Alah, dari luarnya saja kelihatan baik bu, tapi dalemnya siapa yang tau kan.”
Ibu3&buasih : “Iya sih bu.”
Ibu 1 : “Kasihan ya bu Parto, sudah capek-capek kerja buat menghidupi anaknya, ehh tapi
anaknya justru kayak gitu.”
Ibu2&buasih : “Iya bu.”

Rumor Joko mencuri uang mbak Tari sudah menyebar bak daun gugur tertiup angin topan.

Di sekolah Damar, Bromo, dan Jeniper sedang berkumpul, tiba-tiba Anabel datang.  25

Anabel : “Guyss, guyss ada kabar hangat. Jo…jo” (sambil terengah-engah karena kelelahan
setelah berlari).
Damar : “Ada apa bel, ngomong yang jelas dong.”
Bromo : “Tarik napas dulu bel, baru ngomong.”
Anabel : (menarik napas) “Gini, ada kabar hangat.”
Jeniper : “Apaan?”
Anabel : “Katanya si Joko ketahuan nyolong.”
Damar : “Hahh, yang bener bel?”
Anabel : “Iya Mar, satu kampong udah tau semua.”
Jeniper : “Wahh, jangan-jangan bener uang kas kita itu bukannya hilang, tapi dipake sama si
Joko. Mungkin si Joko nyolong buat ganti uang kas yang udah digunain itu.”
Bromo : “Iya perr, mungkin itu. Tumben kamu pinter.”
Damar : “Ayo kita bilang ke Ketua kelas.”

Damar and the geng segera menemui ketua kelas yaitu Dimas.

Damar : “Dim kita mau ngomong sesuatu sama kamu.”


Dimas : “Mau ngomong apa? Omong aja.”
Damar : “Ini tentang uang kas yang hilang.”
Dimas : “Kenapa memang?”
Jeniper : “Joko udah mengganti uangnya?”
Dimas : “Udah, kemarin dia udah langsung ganti uang kas yang hilang.”
Bromo : “Joko udah ganti semuanya?”
Dimas : “Udah. Emang kenapa?”
Bromo : “Wahh, jadi bener nih kalau Joko nyolong.”
Dimas : “Nyolong? Maksud kalian apa sih?”
Jeniper : “Jadi gini dim, uang yang Joko kasih buat ganti uang kas itu kemungkinan hasil nyolong.”
Dimas : “Hahhh????”
Jeniper : “Terus uang kas itu kemungkinan bukannya hilang, tapi sebenarnya dipake sama Joko.”
Dimas : “Heh, kalian bilang apa sih? Nggak usah ngada-ada deh.”
Anabel : “Kita nggak ngada-ada dim.”
Damar : “Mending sekarang kamu laporin deh si Joko ke Bu Siti dim. Kamu kan ketua kelas.”
Dimas : “Aku nggak bisa laporin ini ke bu Siti karena belum ada bukti kalau Joko melakukan apa
yang kalian tuduhkan.”
Jeniper : “Gimana kalau untuk membuktikan kalau Joko itu suka mencuri, kita jebak dia.”

Damar dkk menyusun rencana untuk menjebak Joko. Jeniper sengaja meninggalkan beberapa
uang di laci mejanya agar dilihat Joko. Dan benar saja, Joko mengambil uang tersebut. Dimas
segera melaporkan kejadian ini kepada bu Siti, kemudian Joko dipanggil menemui bu Siti.  26

Joko : “Assalamu’alaikum.”
Bu Siti : “Wa’alaikumsalam.”
Joko : ”Ada apa memanggil saya bu?”
Bu Siti : “Begini Ko, tadi ibu dapat laporan kalau Jeniper kehilangan uang dan kamu yang
mengambilnya?”
Joko : “Eee..Eee.. Tidak bu.” (gagap karena takut)
Bu Siti : “Kamu jujur saja sama ibu ko. Tidak usah takut.”
Joko : “Tidak bu.” (tertunduk)
Bu Siti : “Keluarkan semua yang ada di sakumu.”
Joko : (Joko mengeluarkan semua yang ada di sakunya dan benar ada uang yang diambil Joko
dari laci meja Jeniper)
Bu Siti : “Ini apa?” (memegang uangnya)
Joko : “Iya bu, saya mengambilnya.” (tertunduk malu)
Bu Siti : “Sekarang ibu mau tanya lagi. Apa benar kamu juga memakai uang kas untuk kamu
gunakan sendiri?”
Joko : “Maafkan saya bu. Saya tahu saya salah.”
Bu Siti : “Jadi benar kamu menggunakannya, bukan karena hilang?”
Joko : “Iya bu. Saya butuh uang bu, saya cuma pingin bisa kayak teman-teman yang lain bu,
bisa beli ini beli itu.”
Bu Siti : “Terimakasih kamu sudah mau jujur sama ibu. Tapi ibu tidak bisa membiarkan ini Ko.
Ibu akan panggil ibu kamu ke sekolah.”
Joko : “Jangan bu, ibu saya sedang sakit. Kalau ibu saya tau saya mencuri, beliau pasti akan
sangat kecewa.”
Bu Siti : “Tapi ini konsekuensi atas perbuatanmu Ko.”
Singkat cerita, bu Parto dipanggil ke sekolah Joko dan diberitahu kelakuan Joko yang telah
mencuri di sekolah. Sejak saat itu, Joko dikucilkan oleh teman-temannya, tidak ada yang mau
berteman dengannya. Bahkan keluarganya pun juga dikucilkan oleh tetangga-tetangganya. Hal
itu membuat penyakit Bu Parto kian parah dan tidak bisa bekerja lagi.  27

Mbak Fitri :”Sudah bukkk, biar Fitri saja.” (melihat ibunya mencuci)
Bu Parto : “Tidak papa, biar ibu saja Fit. Kamu kan pasti capek habis kerja di sawah.
Uhukk..uhukk..
Mbak Fitri : “Sudah biar Fitri saja buk, ibu kan sedang sakit. Lebih baik ibu istirahat saja. Fitri
ndak capek kok.”
Bu Parto : “Ya sudah kalau itu mau mu. Fit kamu ndak papa tetep bekerja di rumahnya bu Badrun.”
Mbak Fitri : “Memangnya kenapa bu? Ehmm.. masalah Joko ya bu.”
Bu Parto : “Iya Fit.”
Mbak Fitri : “Ndak papa bu, Fitri tinggal tutup mata sama telinga saja kalau sedang digunjing.”
Bu Parto : “Maafkan ibumu ini ya Fit.”
Mbak Fitri : “Kenapa ibu minta maaf?”
Bu Parto : “Ibu merasa, ibu nggak becus ngurusin kalian.”
Mbak Fitri : “Ibu bicara apa sih bu.”
Bu Parto : “Ibu berharap kamu nggak marah sama adikmu Fit. Joko nggak salah, dia seperti itu
karena punya ibu seperti ini. Uhukk uhukkk uhukkk”
Mbak Fitri : “Jangan bicara seperti itu bu. Fitri nggak marah kok bu sama Joko”
Bu Parto : “Kalau ibu udah nggak ada, dia cuma punya kamu Fit. Uhukk uhuukk uhukk”
Mbak Fitri : “Jangan bicara kayak gitu bu. Ibu istirahat saja di dalam bu.”
Bu Parto : “ya sudah, kalau begitu ibu masuk dulu ya.” (berjalan masuk ke rumah)

Tiba-tiba bu Parto jatuh dan tak sadarkan diri.

Mbak Fitri : (kaget) “Buk…Buk.. bangun buk. (menangis sambil mengguncak-guncangkan tubuh
ibunya). “Tolong..tolong ibu saya pingsan.”

Kemudian warga yang mendengar suara minta tolong segera menghampiri sumber suara dan
membawa bu Parto ke rumah sakit. Tapi apa hendak dikata, Innalillahiwainailaihi raji’un.
Ternyata Bu Parto sudah meninggal.

Sepulang sekolah Joko kaget mendapati ada banyak orang di rumahnya.  28

Joko : “Ada apa ini? Kenapa pada berkumpul di rumah ku?”


Bu Asih : “Yang sabar ya Ko, ikhlaskan ibumu.”
Joko : “Ikhlaskan apa to bu, ibu ku memang kenapa? Ibu ku mau kemana?”
Bu Asih : “Ibu mu sudah meninggal Ko.”
Joko : “Nggak usah bercanda bu.” (berjalan masuk ke rumah) Buk.. buk, (menggoyang-
goyangkan tubuh ibunya yang sudah terbujur kaku) kenapa ini bu? Bangun buk?
Maafkan Joko buk. Joko salah. Ayo bangun buk.” (menangis tersedu-sedu)…

Setelah kepergian ibu tercinta, Joko mulai berubah menjadi anak yang lebih baik lagi. Joko
semakin rajin belajar dan bekerja kembali menjadi loper koran untuk membantu kakaknya. Di
sekolah Joko jadi anak yang rajin dan pelan-pelan mengembalikan kepercayaan teman-teman
dan tetangganya, bahkan Joko selalu mendapat nilai tertinggi di sekolahnya. Setelah lulus SD,
Joko mendapat beasiswa di salah satu SMP yang ternama di daerahnya.

Anda mungkin juga menyukai