“ PERAIH BINTANG ”
SMA NEGERI 1 KAUR
DISUSUN OLEH :
XII MIPA 2
KELOMPOK 4
Pemeran:
1. Sekar : Reggina Sonia Putri
2. Tupon(Ibu Sekar) : Wafiqah Nur Azizah
3. Mbah Asmo : Windra Andoni
4. Pak Basuki : Delki Satria Rezki
5. Ibu Nengsih : Mutiara Indryandi
6. Pak Duko : Dhafa Aulia
7. Bu Duko : Rahayu Lita Mawarni
8. Ustad Ali : M. Fahri Sijun
9. Mbah Tini : Rahayu Lita Mawarni
10. Jono : Windra Andoni
11. Maya : Nelfia Amanda Septiana
12. Kasih Kandalfi : Mutiara Indryanti
Di suatu desa, tepatnya di kaki Gunung Kidul tinggal lah seorang janda. Meskipun memiliki tubuh yang lemah
karena dimakan usia, ia tetap gigih berjuang. Tupon namanya. Ia memiliki seorang putri yang bernama Sekar Palupi.
Dengan kerja keras dan tak kenal lelah ia berusaha untuk membesarkan Sekar dan memberikan pendidikan
terbaik.Tupon berharap, agar Sekar bisa terus bersekolah. Ia tidak ingin jika sang anak bernasib seperti dirinya.
Sekar : “Aku nggak mau pulang, Jon. Aku nggak mau kambingku di jual”
Jono : “ Eh, Kar. Kamu jangan sedih begitu. Kamu harusnya seneng, sebentar lagi kamu mau sekolah kan?”
Jono : “Sekolah itu, tempat kita belajar Kar, biar pinter, biar nggak bodoh”
Mereka berdua pun pulang ke rumah masing- masing. Sampai tiba harinya, pagi itu adalah pagi tersibuk bagi
seorang Tupon, karena hari itu merupakan hari pendaftaran masuk sekolah dasar.
Mereka pun pergi ke sekolah untuk mendaftar. Sesampainya di sekolah Tupon melihat keadaan sekolah sepi. Dan
seorang guru pun menghampiri mereka.
Pak Basuki : “ Maaf, mbak. Pendaftarannya itu bukan hari ini, tapi minggu depan. Kalau begitu, mbak pulang saja
dulu nanti minggu depan kembali lagi”
Beberapa hari kemudian, tibalah hari dimana Sekar mendaftar sekolah. Semua orang tua telah mengisi formulir
pendaftaran dan memberikannya kepda guru yang bertugas, kecuali Sekar dan Ibunya.
Ibu Nengsih : “ Kok lama sekali, bagaimana ini Buk? Saya bantu, ya”
Tupon : “ Tupon”
Ibuk Nengsih : “ Ya, sudah. Begini saja ibuk silahkan pulang, ibuk lengkapi semua persyaratan ini dengan KTP”
Tupon : “ Baik buk, saya ambil dulu di rumah ya buk ya. Yang penting anak saya bisa diterima dan
sekolah di sini ya, Buk”
Tupon : “ Saya sudah siapkan semua biayanya ,buk. Tapi tolong saya, ya buk ya. Saya cuma ingin anak
saya sekolah dan menjadi anak yang pinter, buk”
Ibuk Nengsih : “ Oalah, orang bodoh itu lagi. Sudah Ki, kau saja yang tangani. Males aku sama orang bodoh
seperti itu”
Tupon : “ Tolong saya pak. Saya imgin anak saya sekolah disini, pak”
Ibuk Nengsih : “ Ya ampun, buk. Kok lama sekali tunggu dari tadi, ayo ayo ayo masuk”
Ibuk Nengsih : “ Tempat tanggal lahir. Buk, saya menanyakan tempat dan tanggal lahirnya Sekar”
Tupon : “ Maaf buk. Tapi, bukannya semuanya sudah ada disitu buk”
Ibuk Nengsih : “ Oalah… anak ibuk belum cukup umur, belum tujuh tahun”
Ibu Nengsih : “ Nggak denger? Anak ibu, belum genap tujuh tahun kurang dua bulan lagi. Jadi nggak bisa
sekolah”
Tupon : “ Anak saya nggak bisa sekolah? Mohon tolong buk, Sekar diterima disini. Mohon tolong, buk”
Ibuk Nengsih : “ Ya nggak bisa, ini kan sudah peraturan. Saya nggak bisa melanggar”
Ibuk Nengsih : “ Bukan saya yang bikin peraturan, ibu datang saja dua bulan lagi. Mudah- mudahan anak ibu
diterima dengan baik disini”
Tupon : “ Buk, buk, mohon tolong buk. Tolong Sekar diterima disini buk, tolong Sekar jadi anak yang
pintar, buk. Bantu Sekar jadi anak yang, pintar buk”
Setelah kejadian hari itu, Tupon tidak putus asa ia meminta bantuan kepada Ustad Ali untuk memasukkan anaknya
ke sekolah dasar.Akhirnya Sekar pun telah diterima di sekolah dasar. Hari itu, Sekar berbohong kepda Ibunya.
Sekar tidak pergi ke sekolah melainkan ke rumah sang kakek.
Sekar : “Temen- temen di sekolah sering nakal, mbah. Mereka ngejek Sekar terus”
Sekar : “ Sekar nggak mau sekolah. Sekar mau disini saja sama si Mbah”
Mbah Asmo : “ Kamu harus sekolah, harus pinter. Jangan kayak si Mbah, bodoh kayak kebo pelonga- pelongo”
Maya : “Eh temen- temen… Palupi baru saja di panggil ibu guru”
Sekar tidak terima dengan hinaan dari Maya, Ia pun menusuk tangan Maya dengan pensil. Karena kejadian itu,
Sekar pun dikelurkan dari sekolah dan pindah ke sekolah dasar yang tidak begitu bagus.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Sekar pun telah berusia 17 tahun, dan telah menyelesaikan pendidikan
SMA nya. Suatu hari, Tupon sedang duduk di depan rumahnya, kemudian datanglah Pak Duko bersama sang istri
menghampirinya.
Pak Duko : “Kamu ingat sama nak Triman? Sepupu jauh isteri saya?”
Tupon : “Iya pak, saya ingat”
Pak Duko : “Dia itu sudah berkeluarga , dan sudah punya anak satu. Mereka tinggal di Planjan. Eee,
malangnya isterinya itu meninggal. Nah beberapa hari yang lalu ia singgah kemari dan mintak
dicarikan jodoh”
Bu Duko : “ Gini lo mbak, kami berdua ini sepakat ingin menjodohkan Sekar dengan nak Triman”
Pak Duko : “Bagaimana? Kamu setuju anakmu dijodohkan dengan nak Triman?”
Tupon : “Eee biar saya tanya dulu sama putri saya. Biar Sekar yang memutuskan”
Sekar : “Dilamar?”
Pak Duko : “Sudah Kar, jangan macem- macem. Kuliah itu biayanya banyak lo”
Bu Duko : “iya. Memangnya kamu itu mau bayar pakai apa? Hah?”
Karena kesal, Pak Duko dan isterinya pun pulang tanpa berpamitan.
Setelah kejadian hari itu, Sekar dan Ibunya memutuskan untuk berangkat ke kota untuk mencari saudara dari ibunya.
Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan Ustad Ali.
Ustad Ali : “Mbak sama Sekar kok bisa ke Malioboro? Itu bagaimana ceritanya?”
Tupon : “Kami mencari Pak le Sekar. Kami mau minta tolong padanya untuk mencarikan tempat sewaan
buat Sekar”
Sekar : “Kebetulan Sekar diterima menjadi salah satu mahasiswa di universitas di Yogyakarta, dan
mendapat beasiswa”
Ustad Ali : “Subhanallah… Hebat! Hebat ! kamu itu emang dari kecil itu sudah pintar”
Sekar : “ Ibuk? Ibuk benar Kasih Kandalfi? Ahli Astronomi yang terkenal itu? Aduh saya, saya ini
sungguh fans sejadi anda. Saya Sekar Palupi, pasti ibu di arahkan sama Ustad Ali ya?”
Sekar : “ya Allah, rasanya sulit dipercaya kalau saya bener-bener bisa ketemu sama ibuk. Ini seperti,
mimpi”
Dalam pertemuan itu, Sekar pun diberi tugas untuk menggantikan Kasih Kandalfi sebagai pembicara pada seminar
astronomi. Sekar pun setuju dan ia pun menjalankan tugasnya dengan lancar. Hingga beberapa tahun pun berlalu,
tibalah harinya Sekar pun wisuda. Pada acara wisuda tersebut, Sekar menjadi mahasiswan lulusan terbaik di UGM.
Sekar : “Assalammualaikum wr.wb. selamat pagi. Di desa ini. Di Gunung Kidul, dimana listrik tak tersedia.
Aku dibesarkan dalam kemiskinan. Pendidikan adalah prestasi berat yang dapat dibanggakan. Hanya ada empat
orang yang lulus dari SMA. Sebagian besar terlalu sibuk membantu orangtuanya bekerja. Atau pindah ke kota-kota
besar. Sebagian besar kaum wanitanya bekerja sebagai PRT atau menikah di usia dini. Di tengah budaya itu, wanita
bernama Tupon membesarkanku. Ia adalah ibuku. Ia menamkan kepercayaan pada Tuhan. Ia mengajarkan kepadaku
bahwa Tuhan mengetahui segalanya. Bagiku, di adalah surgaku. Aku meyakini sebuah hadis. Dikatakan, “siapa
yang harus palimg kau hormati?” dan jawabannya Ibumu. Ibumu, dan Ibumu lalu Ayahmu. Terimakasih banyak.
Assalammualaikum wr.wrb.”
Setelah hari itu, Sekar pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Setelah menempuh perjalanan,
Sekar tiba di rumahnya.
Karena tidak mendapati ibunya di rumah, Sekar pun menjenguk sang nenek