LASKAR PELANGI
Ikal POV: Namaku Ikal, aku anak asli Banyuasin. Pada tahun 1974, dimulailah awal dari
kesuksesanku, aku menapakkan kaki di sekolah tua yang mungkin sudah tak layak pakai,
namun didalamnya terdapat semangat belajar yang sangat besar, terutama pada salah satu
temanku, namanya Lintang, dia anak buruh miskin yang rela mengkayuh sepeda sejauh 80km
dan harus berhadapan dengan maut saat melewati jembatan yang mulai rapuh dimakan waktu
sehingga bisa saja langsung jatuh ke derasnya arus sungai.
*Di Sekolah*
Bu Mus: “Siapa namamu nak?”
Lintang: “Namaku Lintang, bu dari Desa Sungai Angit, aku mau sekolah, bu”
Bu Mus: “MasyaAllah, rumah kamu jauh juga ya nak, kamu kesini sendiri? Orang tua kamu
mana?”
Lintang: “Ibu aku udah meninggal, dan ayahku jadi buruh bangunan di Palembang, ini ada
surat dari bapak buat Ibu”
*Bu Mus pun membaca surat tersebut yang berisikan bahwa ayahnya menitipkan
Lintang selama di sekolah, lalu Bu Mus dan Lintang pun masuk ke kelas dan bertemu
Pak Harfan*
Pak Harfan: “Siapa anak ini, bu Mus?”
Bu Mus: “Namanya Lintang, pak. Dia dari Desa Sungai Angit. Sepertinya kita akan
mendapatkan 10 murid hari ini, pak”
*Disisi Lain*
Mama Ikal: “Pa, jadi antar Ikal, kan?”
Papa Ikal: “Jadi ma, nanti aku izin setengah hari”
Ikal: “Aku pakai sepatu ini ya ma?”
Mama Ikal: “Iya nak, pakai yang itu dulu ya, nanti kalau ada rezeki mama belikan yang baru”
Pika: “Kau ini seperti anak perempuan saja, kal”
Mama Ikal: “Sudah Pika, jangan kau ganggu adikmu itu”
*Satu persatu semua murid datang, tetapi jika dihitung, jumlah muridnya hanya 9
orang. Jika sekolah mereka tidak mencapai 10 orang murid, maka nasib mereka akan
sama seperti ayah-ayah mereka yaitu menjadi buruh tani atau menjadi nelayan-
nelayan miskin. Pak Harfan memberikan kompensasi waktu sampai pukul 11.00 WIB,
tapi saat ini waktu sudah melewati pukul 11.00 WIB, wajah bu Mus memerah dan
terlihat sangat takut bercampur kecewa.*
Pak Harfan: “Bu Mus, ini sudah lewat pukul 11.00 kita harus memberitahu orang tua murid,
bahwa kita harus ...”
Bu Mus: “Apalah arti dari 9 sampai 10 orang murid pak? Aku dan Bakrie masih bisa tetap
mengajar, pak”
Pak Harfan: “Tapi kita juga harus mengerti maksud dari surat ini, bu”
*Pak Harfan menunjukkan surat dari Departemen Pendidikan Pusat yang isinya
adalah (Bila SD Pelita Harapan sebagai SD tertua di Banyuasin tidak mendapatkan 10
orang murid pada hari ini, maka SD Pelita Harapan sebagai SD tertua di Banyuasin
harus di tutup)*
Pak Harfan: “Selamat siang bapak dan Ibu orang tua murid SD Pelita Harapan, puji syukur
kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kehadiran bapak ibu disini adalah untuk
menyelamatkan pendidikan di SD Pelita Harapan yang notabennya sebagai SD tertua di
Banyuasin, sekolah dengan dasar budi pekerti, demi tegaknya akhlak yang permanen, namun
demikian, jika kita tidak bisa mendapatkan 10 orang murid baru, maka kita tidak bisa
membuka kelas baru, sebaiknya semua ini kita terima dengan hati yang ikhlas”
Bu Mus: “Tunggulah sebentar pak, saya akan mencari seorang murid lagi. Hari ini adalah
hari pertama saya mengajar pak, haruskah saya pulang dengan sia-sia?”
*Bu Mus melihat keluar dan berkata dalam hati: “Harun, itu harun”*
Bu Mus: “HAAARRRUUUNNNN”