Anda di halaman 1dari 12

Maafkan kami Guru

Tokoh:
- Rousdy Siswoyo (Pak Guru)
- Ary Handoko (Murid)
- Nofrizal (Murid)
- Novira Anggriyani (Murid)
- Pipi Pratiwi (Murid)
- Siti Hajar (Murid Baru)
- Rafika Audina (Murid)
- Siti Fajar Ningsih. (Murid)
- Halimatussadiyah (Kepala Sekolah)

Pada pagi hari yang cerah, Pak Guru masuk ke ruangan kelas. Seperti biasa dia mengajar
B. Indonesia. Pak Guru pun lalu memasuki ruang kelas.

Pak Guru (Woyo) : Pagi anak-anak. (Memasuki kelas)


Murid-murid : Pagi Pak Guru.
Pak Guru (Woyo) : Ayo kita mulai pelajaran kita. Anak-anak sudah
sampai mana pelajaran kita?
Murid-murid : Gatau Pak, kami lupa.
Pak Guru (Woyo) : Oh ya, kemarin seingat Bapak, Bapak ada memberikan
kalian PR, sudah siap?
Novira : Apanya Bapak ini? Mana ada Bapak ngasih kami PR.
Fika : Iya Pak, ilusi lah Bapak ini.
Pak Guru (Woyo) : Tapi Bapak ingat Nak. Masak sih nggak ada?
Novira : Is. Nggak ada loh Pak, tanya lah sama si Tiwi. Kita
nggak ada PR kan Wi?
Tiwi : Tauk ah, gelap. Tanya aja sama si Ningsih.
Ningsih : Ada kok Pak halaman 30.
Fika : Is si Ningsih bising kali. Bilang aja nggak ada udah
selesai urusan.
Ary : Entah ni si Ningsih, dah tau aku belom siap
dibilangnya ada PR.
Nofrizal : Entah tuh.
Ningsih : Suka-suka aku lah mau ngomong apa.
Pak Guru (Woyo) : Ya sudah, jika sudah siap kumpulkan ke depan kalau
belum tahankan lah situ. Sekarang buka saja bab 3, halaman 33,
bagian 3, nomor 3, kerjakan soalnya. Cepat.
Ary : Kapan Pak dikerjainnya?
Pak Guru (Woyo) : Minggu depan Nak?! Ya sekarang lah. Kamu ini ada-
ada saja.
Ary : Udah Bapak yang ada-ada saja, masak ngerjainnya
minggu depan? Ya sekarang lah Pak.
Pak Guru (Woyo) : Ya sudah itu yang saya bilang (Mengelus dada) Ya
sudah, ayo cepat kerjakan.

Tidak lama kemudian kepala sekolah datang ke ruang kelas bersama seorang murid baru.
Kepala Sekolah (H5) : (Mengetuk pintu) Permisi sebentar Pak
mengganggu pelajaran.
Pak Guru (Woyo) : Iya Bu, lama-lama juga nggak apa-apa kok
Bu.
Kepala Sekolah (H5) : Ini Pak, ada murid baru mau bersekolah disini.
Dimohon bimbingannya ya Pak.
Pak Guru (Woyo) : Baik Bu.
Kepala Sekolah (H5) : Terima kasih Pak, saya permisi dulu.

Setelah kepala sekolah pergi, Pak Guru pun menyuruh si murid baru untuk
memperkenalkan dirinya di depan kelas.

Pak Guru (Woyo) : Ayo Nak silahkan perkenalkan diri kamu di depan
kelas.
Hajar : Baik Pak. Teman-teman, perkenalkan nama saya Siti
Hajar. Mohon bantuannya ya Pak Guru dan teman-teman.
Ary : Alamat rumahnya dimana?
Nofrizal : Oh ya, nomor hp nya berapa?
Novira : Is, kelen ini lah bising kali. Nggak bisa sekali nengok
cewek cantik.
Nofrizal : Kok kau yang sibuk, orang aku yang nanya. Hajar aja
nggak sibuk. Ya kan Jar?
Pak Guru (Woyo) : Sudahlah sudah. Ayo, hajar silahkan pilih bangku yang
kosong.
Hajar : Tapi Pak, nggak ada bangku yang kosong. Gimana
saya mau duduk?
Pak Guru (Woyo) : Ya sudah, kamu duduk di hati Bapak aja, hati Bapak
lagi kosong kok.
Fika : Is. Bapak ini udah tua pun menggombal aja kerjanya.
Murid pun diembat
Pak Guru (Woyo) : Kamu ya! Ngomong sama Guru nggak sopan sekali!
Mau jadi apa kamu udah besar hah?! (Terlihat kesal)
Fika : Saya mau jadi dokter Pak.
Murid-murid : (Tertawa)
Pak Guru (Woyo) : (Mengelus dada) Sudah sudah. Ary cepat ambilkan
bangku di luar untuk Siti Hajar. Cepat.
Ary : Siap Pak. (Bangkit dari bangkunya)

Ary pun mengambil bangku di luar dan meletakkannya di kelas. Hajar pun lalu
duduk, dan murid-murid kembali mengerjakan tugas mereka. Tak berapa lama, murid-murid
kembali berulah.

Ningsih : (Melirik Tiwi yang sedang main hp) Pak? Tiwi


main hp.
Pak Guru (Woyo) : Benar itu Tiwi? (sambil melihat kearah tiwi)
Tiwi : Nggak ah Pak, si Ningsih ini ilusi aja lah.
Pak Guru (Woyo) : Hem Ya sudah kerjakan kembali tugas kalian.
Murid-murid : Baik Pak.
Nofrizal : (berbisik) Eh Ry, bagi kenapa Pop Drink kau. Pelit kali
kau sama aku.
Ary : (berbisik) Beli lah sendiri, uang kau kan banyak,
percuma aja Bapak kau punya rumah makan. Ya udah lah nah,
kasian pun aku nengok kau.
Nofrizal dan Ary : (menghisap Pop Drink)
Ningsih : (Melirik Nofrizal dan Ary yang sedang menghisap Pop
Drink) Pak? Nofrizal kan sama si Ary ngisap Pop Drink.
Pak Guru (Woyo) : (menghampiri meja Nofrizal dan Ary lalu mengambil
Pop Drink mereka) Ini rupanya yang kalian kerjakan dari tadi!
Bukannya ngerjakan tugas malah ngisap Pop Drink. Kalian tau
tidak, ini tidak baik untuk kesehatan kalian.
Ary : Waduh Rugi gopek saya.
Nofrizal : Kalau aku nggak rugi, tadi kan aku minta sama kau ry.
Kau rugi seribu lah jadinya.
Ary : Oh iya ya lupa saya."
Pak Guru (Woyo) : (batinnya) Dasar anak-anak ini
tingkahnya ada-ada saja. Mendingan saya hisap Pop Drink
juga. (tanpa disangka Pak Guru menghisap Pop Drink dibalik
bukunya)

Novira : Ih. Pak Guru diam-diam doyan ngisap Pop Drink juga.
Katanya nggak sehat?

Pak Guru (Woyo) : Kalau Bapak sih nggak pa pa. Itu kan obat batuk
Bapak.

Murid-murid : Ealah Terserah Bapak aja.

Ary dan Nofrizal : (Melempar-lempar kertas ke arah Hajar dan Fika)

Ningsih : Pak? Ary kan sama Nofrizal ngelempar-lempar


kertas.

Hajar : Iya Pak, orang ini dari tadi gangguin kami aja. Kalo
suka bilang aja!

Pak Guru (Woyo) : Nofri! Ary! Dari tadi kalian bertingkah saja. Bapak
sudah capek menasihati kalian. (datang ke meja Ary dan

Nofrizal sambil menjewer telinga mereka)

Nofrizal : Bapak ini lah, kalau capek istirahat lah Pak.


Ary : Entah Bapak ini, bagusan Bapak duduk aja nggak usah
hukum kami, nanti Bapak tambah capek.

Pak Guru (Woyo) : Ya sudah, tapi jangan ganggui mereka lagi. Kerjakan
tugas kalian dengan benar.

Ary dan Nofrizal : Ok Pak.

Pak Guru kembali duduk di kursinya. Tak berapa lama handphone Pak Guru pun
berdering. Dia lalu keluar sebentar dan anak-anak kembali berulah.

Ary : "Haii???" (Menatap ke arah Hajar)


Hajar : "Iya???"

Ary : "Nama kamu hajar ya?"


Hajar : "Iya, emang kenapa?"
Ary : "Soalnya kamu udah menghajar aku hingga jatuh ke
hatimu." #eaaa
Nofrizal : "Hajar??? Boleh pinjem lem nggak?"
Hajar : "Boleh, buat apa?"
Nofrizal : "Buat nempelin hati aku ke hati kamu" #eaaa
Ary : "Hajar??? Bapak kamu tukang parfum ya?"
Hajar : "Kok tau?"
Ary : "Pantes, semalam aku jumpa di Mall" #GombalGagal
Nofrizal : "Hajar??? Kamu kayak kupu kupu deh"
Hajar : "Kok gitu?"
Nofrizal : "Soalnya kamu selalu hinggap di hatiku" #eaaa
Ary : (Melirik ke arah Nofrizal) "Eh kau ikut ikut aku aja!"
Nofrizal : "Suka suka akulah! Jadi apa nih? Gak senang
ceritanya?"
Ary : "Ayok duel kita!"
Hajar : "Ehhh jangan......"
Ary : "Udah jar, tenang aja ini masalah harga diri"
Hajar : "Maksudnya jangan sampai gak jadi"

Nofrizal dan Ary pun maju ke depan kelas dan mulai berkelahi, murid-murid pun
bersorak sorai. Tiba-tiba Pak Guru pun masuk ke dalam kelas.

Pak Guru : "Hei hei ada apa ini" (Melerai Nofrizal dan
Ary)
Ary : "Ini Pak si Nofrizal ikut ikut aja, masa' saya
gombali
si Hajar dia juga ikutan."
Nofrizal : "Kan gombalan saya beda sama punya dia
Pak"
Pak Guru : "Hadehhh -_- Sudah sudah ayo saling minta
maaf
dan berjabat tangan."
Ary : "Bapak gak minta maaf sama kami?"

Pak Guru : "Ya sudah Bapak minta maaf juga ya."


Nofrizal : "Gitu dong Pak"

Pak Guru pun kembali ke mejanya.

Fika : (berbisik) Eh, tau nggak kelen semalam bang ripi lewat
depan aku (geregetan)
Novira : (berbisik) Ah. Biasa itu biasa.
Tiwi : (berbisik) Entah ni si Fika heboh kali. Gila bang ripi
aja yang diomonginnya.
Novira : (berbisik) Aku aja bosen dengarnya.
Fika : (berbisik) Alah, kelen kalau udah jumpa geregetannya
kelen. Sok munak.
Novira : (berbisik) Ah, biasa biasa.
Pak Guru (Woyo) : Hei!!! Para wanita! Jangan kalian bergosip disini.
Contoh itu si Siti Hajar, dari tadi diam aja. Tidak seperti
kalian!
Fika : Namanya dia anak baru Pak, maklumi ajalah,
dia kan belum bisa beradaptasi dengan kelas ini.
Pak Guru (Woyo) : (memukul meja) Hei!!! Kalian ini dari tadi asal saya
ngomong bercincau saja bibir kalian!!! Mau jadi apa kalian?
Dokter hah?! Kerjanya melawan saja! Nggak mungkin kalian
jadi dokter.
Tiwi : (berbisik) Eh, tumben Bapak ini kayak gini, jadi takut
pun aku.
Novira : (bebisik) Iya Wi, cemana ini?

Pada saat itu suasana kelas yang tadinya ribut tak


menentu seketika berubah menjadi hening.

Pak Guru (Woyo) : Sudahlah! Saya malas mengajar disini. Murid-


muridnya pada nggak beres, lebih baik saya memilih mengajar
di kelas lain dari pada disini. (memukul meja kemudian
membereskan buku-bukunya)
Fika : Is. Janganlah Pak. Nanti yang ngajarin kami siapa?
(tampak sedih)
Pak Guru (Woyo) : (hanya diam sambil bergegas pergi)
Murid-murid : Pak Jangan pergi

Suasana kelas pada saat itu tampak menjadi sunyi. Murid-murid tampak sedih dan
mereka hanya bisa diam dan memohon agar Pak Guru tidak meninggalkan kelas mereka.
Namun, usaha mereka sia-sia, Pak Guru sudah terlanjur sangat marah kepada mereka karena
kelakuan mereka yang sangat kurang ajar. Dan akhirnya

Kepala Sekolah (H5) : (memasuki kelas) Kemana Guru kalian?


Murid-murid : Keluar Bu.
Kepala Sekolah (H5) : Kenapa bisa keluar?
Murid-murid : (Hening)
Kepala Sekolah (H5) : Loh? Kenapa kalian diam? Tadi ribut?
Pak Guru (Woyo) : (tiba-tiba memasuki kelas) Maaf Bu, saya mau
mengambil berkas saya ketinggalan.

Kepala Sekolah (H5) : Kenapa Bapak tidak masuk kelas dan mengajar?
Pak Guru (Woyo) : Buat apa Bu saya mengajari anak-anak yang tidak bisa
diatur. Hanya menghabiskan tenaga saya Bu. Lebih baik saya
pindah ke kelas lain saja Bu.
Murid-murid : (tiba-tiba bangkit dari bangku mereka kemudian
mendekati Pak Guru) Maafkan kami Pak Guru. Jangan pergi
Pak.
Pak Guru (Woyo) : Untuk apa saya di sini? Sedangkan kalian saja tidak
menghargai saya.
Ary : Maafkan kami Pak, kami tau kami salah. Kami berjanji
untuk merubah sikap kami Pak.
Fika : Iya Pak, kami berjanji. Tolong maafkan kami Pak?
Cuma Bapak lah Guru yang bisa mengerti kami.
Murid-murid : Iya Pak.
Kepala Sekolah (H5) : Bagaimana Pak Guru?
Pak Guru (Woyo) : Anak-anak, mengucapkan janji itu memang mudah,
tetapi tidak semudah menepatinya.
Novira : Iya Pak kami tau, kami akan berusaha mengubah sifat
kami. Bapak maafkan kami kan?
Pak Guru (Woyo) : Iya anak-anak. Bagaimana Bapak tidak memaafkan
kalian? Bapak menyayangi murid-murid Bapak.
Murid-murid : Terima kasih Pak Guru.
Pak Guru (Woyo) : Sama-sama anak murid Bapak.
Akhirnya Pak Guru pun memaafkan kesalahan-
kesalahan anak muridnya dan murid-murid pun bertekad untuk
mengubah sifat-sifat buruk mereka. Kelas mereka pun kini
menjadi aman, damai, dan tenang tanpa ada lagi keributan.

Kesimpulan:
Kita sebagai seorang murid harus menghargai jerih payah seorang Guru yang telah
bersusah payah mendidik dan mengajari kita hingga kita bisa mengetahui apa yang kita tidak
tahu. Jadi, hargai dan hormatilah Gurumu karena tanpa mereka kita hanyalah secarik kertas
putih yang tidak ada artinya.
Bentuk perhatian seorang guru terhadap murid
Tema drama : Drama tentang pendidikan
Jenis drama : Drama pendek

Penokohan : Desi (guru),

Johan & Dika (siswa yang suka bermain sendiri saat jam pelajaran)

Pada saat jam kelas akan dimulai di pagi hari yang sangat cerah.................

Guru :
Selamat pagi anak-anak.. apa kabar semuanya? Sehat-sehat semuanya kan?

Murid :
Iya, bu.. kami semua sehat-sehat saja. Ibu sendiri bagaimana? Sehat-sehat saja kan?

Guru :
Alhamdulillah.. Ibu juga sehat-sehat saja. Baiklah, mari kita mulai kegiatan belajar-mengajar
hari ini secara sungguh-sungguh.

Murid :
Iya Bu..

Kegiatan belajar-mengajar pun dimulai dimana pada saat itu materi pendidikan yang sedang
diajarkan adalah bahasa Indonesia. Hampir tiga jam berlalu tiba waktu untuk istirahat.

Guru :
Nah, semoga pelajaran bahasa Indonesia hari ini bisa memberikan pencerahan kepada murid-
murid, dan apa yang sudah ibu ajarkan tadi semoga dapat dipahami dengan baik oleh murid-
murid. Sekarang waktunya istirahat. Baiklah ibu akhiri pelajaran pada pagi hari ini..
Assalamualaikum Wr. Wb.

Murid :
Waalaikumsalam Wr. Wb.

Para siswa kemudian beranjak meninggalkan ruang kelas. Sementara itu bu Desi memanggil
Johan dan Dika.

Guru :
Dika.. Johan.. kamu kesini sebentar

Dika :
Ya bu.

Johan :
Ada apa bu?
Guru :
Dika dan Johan, kamu berdua ibu perhatikan kurang fokus pada saat mengikuti kegiatan
belajar-mengajar. Ibu perhatikan kalian sering bermain sendiri pas ibu mengajar. Kalian
berdua tidak boleh seperti itu ya.. kalau kalian tidak serius dalam belajar nanti nilai kalian
jelek.

Dika :
Iya bu, maaf.. lain kalii saya akan fokus.

Johan :
Iya bu. Maafkan kami. Kami berjanji kami akan berusaha fokus dan bukannya malah
bermain.

Guru :
Nah, begitu dong! Kan sayang kalau waktu ujian nanti nilai kamu jelek karena kurang serius
waktu belajar.

Dika :
Iya bu.

Johan :
Makasih bu sudah mengingatkan kami.

Guru :
Baiklah.. sekarang kalian boleh istirahat.

Johan dan Dika kemudian keluar dari ruang kelas dan menuju ke kantin sekolah untuk
membeli jajan seperti yang mereka biasa lakukan pada saat istirahat sekolah.

SELESAI

Jika alur cerita naskah drama diatas tidak sesuai dengan kriteria yang Anda butuhkan, silakan
simak contoh naskah drama Guru untuk 6 orang dibawah ini.
Guru, Sekarang Aku Sadar
Pada suatu hari, lima murid kelas di sekolah negeri, mulai lagi membuat ulah. Mereka sangat
badung. Hampir di setiap pelajaran, mereka selalu tidak memperhatikan. Dan ketika ada
waktu senggang, mereka gunakan untuk bermain kartu. Bukan hanya di lingkungan sekolah
saja. Begitu pun di lingkungan masyarakat, sehingga menimbulkan keresahan.

*Di kelas*

Mae :"Lu gimana sama do'i?"


Okta :"Akh, gue udah mulai bosen sama dia. Dia udah nggak perhatian lagi sama
gue, Mae."
Maeliani :"Udah, putusin aja, buat apa cowok kayak gitu!" ketus Mei-Mei
Pak Agus. Beliau adalah wali kelas mereka. Hati Pak Agus bak mutiara di lautan dangkal.
Pak Agus sangat sabar menghadapi mereka.
Pak Agus :"Baik anak-anak, mari kita mulai pembelajaran kita."
Namun apa boleh buat, kelima anak muridnya yang badung itu, masih asyik bermainan kartu
di meja paling belakang. Pak Agus hanya menggelengkan kepala. Baru beberapa menit
kemudian mereka berhenti.

Barangkali hati mereka sudah keras bagaikan batu. Entah apa yang membuat mereka sangat
susah untuk kembali ke jalan yang benar. Lisa, ivo, rafika, rika dan kawan-kawan. Mereka
yang terkenal sebagai anak baik, sudah putus asa untuk membawa Mae Dkk berubah ke jalan
yang benar.
Lisa :"Ayo, sholat, alangkah baiknya kita sholat berjamaah, ayo." Kata Lisa
kepada mereka yang sedang berkumpul bermain kartu.
Mae :"Akh..., apaan sih Lisa, ini lagi asyik main kartu juga!"
Argi :"Tau Lisa nih!" Fadly pun hanya menganggukan kepala tanda setuju kata
Mae tadi.

Beberapa hari kemudian, mereka semakin menjadi. Dibawanya minman keras, dan
ditenggaknya di kelas. Semua sudah tidak lagi terkendali. Sampai pada akhirnya, ada murid
yang memberi tahu kepada pihak sekolah melalui Pak Agus. Tapi, Pak Agus sama sekali
tidak percaya.
Reza. BB :"Pak, saya serius. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Bahwa
mereka membawa minuman keras dan menenggaknya di sini, kelas ini Mereka juga bermain
kartu dengan taruhan uang...!"
Pak Agus :"Bapak sama sekali tidak percaya, mana mungkin mereka melakukan hal itu.
Tidak mungkin!"

Pak agus menegaskan kepada Reza, dan Ikhan ketika pulang sekolah, di kelas yang sudah
kosong.
Reza. BB :"Baik, jika bapak tidak percaya. Saya dan Ikhsan akan membuktikannya.
Tunggu saja nanti, Pak!" Dengan agak kelogatan Bataknya, Reza berjanji.
Ihsan :"Setuju. Lihat saja nanti, saya dan Reza BB, akan menguak ini semua. Kami janji,
kami tidak akan menghadap bapak sampai kami membawa bukti."
Pak Agus hanya mematung, lalu menyuruh mereka pulang ke rumah masing-masing.

***
Lima anak badung itu terus berkemban. Mereka mulai mengenal narkoba, dan semacamnya.
Argi :"Mae, Okta, Maeliani, Fadly. Kita ketemuan yuks. Gue bawa sesuatu buat
kalian. Pokoknya, kalau kalian nggak coba, kalian bakal nyesel. Kita ketemu di tempat biasa.
Oke!" begitulah isi pesan dari Argi untuk keempat sahabatnya.

Malam itu juga, mereka berkumpul di tempat biasa mereka bersama. Argi mulai
mengeluarkan benda yang telah dijanjikannya, yang ternyata adalah Narkoba.
Fadly :"Argi, lu gila yah..., ini barang haram. Nanti kalau ketahuan polisi gimana?
Mikir! Gue nggak ikut-ikutan kalo kayak gini."
Argi :"Akh karto lo, ayo yang lain coba nih pake. Kali ini mah gratis buat lo
semua...!"

Mae, Okta, dan Maelian pun diam seribu kata. Mungkin di antara mereka penuh dengan
pertimbangan. Tapi, pada akhirnya mereka semua menggunakan narkoba itu juga.

Tanpa mereka sadari. Ketika mereka berpesta, Reza BB dan Ikhsan membuntutinya, lalu
Ikhan melaporkan kejadian ini kepada polisi.
Ikhsan :"Pak, di sini kami menemukan peseta nerkoba, tapatnya, di bla, bla, bla...."
Ikhsan :"Be, kita bersiap di depan gerbang ya." Dan Reza pun mengaggukan kepala.

***

Tak lama kemudian. Polisi pun menggrebek mereka yang sedang pesta narkoba. Dan
dibawanya ke kantor polisi.
Pak Polisi :"Dengan Bapak Agus?"
Pak Agus :"Ya, saya sendiri."
Pak Polisi :"Begini Pak, kami menangkap anak didik bapak dalam keadaan
berpeseta narkoba, kami juga sudah menemukan barang buktinya. Bapak bisa datang ke
kantor kami, untuk memberikan keterangan mengenai hal ini?"
Pak Agus :"Siapa nama-nama anak didik saya, Pak?!"
Pak Polisi :"Argi, Fadli, Maeliani, Okta dan Mae."
Pak Agus :"Ti-tidak mungkin Pak. Mereka itu anak-anak baik. Pasti ada yang
menjebak mereka!"

Pak Agus terus bersikeras membela anak didiknya. Begitu Pak Agus sampai di kantor polisi,
Mae Dkk pun mengakui kesalahannya. Dan mereka dipenjara di tahanan anak-anak.

***

Kelas yang biasanya berisik, tak tertib. Sekarang menjadi hampa, sepi, dan tertata rapi.
Gairah mengajar Pak Agus pun menurun drastis. Pak Agus terus memikirkan nasib anak
didiknya yang sedang di penjara. Memang setahun lagi Pak Agus pensiun, tapi di tiap
harinya, beliau selalu mengajar dengan caranya yang menyengangkan, penuh semangat, dan
mengasyikkan. Hari ini adalah hari termurung untuk Pak Agus.

Tibalah ketika pelepasan Pak Agus. Dan setelah itu, Pak Agus menjadi seorang wirausaha,
membudidaya ikan lele. Awalnya usahanya berjalan dengan mulus, dan selalu mendapat laba
yang besar.

Beberapa tahun kemudian Mae Dkk keluar dari penjara. Mereka sudah tidak bisa dikatakan
sebagai remaja lagi. Mereka mulai menjalin usaha masing-masing, yang mereka dapat dari
pelatihan selama di penjara.

Dan ternyata, usaha yang mereka kembangkan, sukses semua. Sedangkan usaha Pak Agus
bangkrut karena lele yang dibudidayakannya dicuri orang tiap harinya. Dan sekarang Pak
Agus tinggal di rumah gubuk yang sangat sederhana, bersama istri dan kedua anaknya.

Di lain tempat, Argi Dkk merencanakan untuk menemui Pak Agus. Tanpa sengaja ketika
mereka melewati suatu jalan, mereka dapati Pak Agus sedang memulung.
Argi :"Pak, Agussss....!"
tariak Argi. Dan menghentikan langkah Pak Agus.
Pak Agus :"Kamu siapa, ya?"
Okta :"Ini kami, Pak. Kami sudah keluar dari penjara."
Pak Agus :"Akh, kalian sudah keluar dari panjara? Bapak senang sekali
mendengarkannya. Sekarang kalian mau kemana?"
tanya Pak Agus dengan lesunya, berbeda dengan beberapa tahun lalu.
Fadly :"Kami ingin bertemu dengan Bapak, sekarang boleh antar kami ke
rumah bapak?"
Pak Agus :"Tidak jauh dari sini. Parkir saja mobil kalian di pinggir jalan sini.
Kita jalan bersama ke rumah."

Sampainya di rumah gubuk Pak Agus, mereka tidak menyangka akan kenyataan ini.
Argi :"Bagaimana Bapak tinggal di rumah saya saja, ini tidak layak untuk
dijadikan tempat tinggal, pak, bagaimana?"
Belum dijawab pertanyaan Argi oleh Pak Agus. Fadly, Okta, Mae, dan Maeliani menawarkan
hal yang sama.

Terlihat mata Pak Agus berkaca-kaca. Karutan wajahnya itu jelas termakan oleh proses sang
waktu.
Pak Agus :"Bapak bangga dengan kalian. Sekarang kalian sangat beda dengan
dulu." Pak Agus pun tak kuasa menahan airmata, hingga akhirnya airmata permata itu
beranak sungai di setiap bahu anak didiknya ini.
Hidup Pak Agus pun kembali bahagia, berkat anak didiknya yang sudah berubah, ke jalan
yang benar.

~Tamat~

Anda mungkin juga menyukai