Anda di halaman 1dari 4

Drama Seni Budaya

Kelas : XII Mipa 3


Nama Anggota dan Peranan :
- I Gede Permana Eka Putra (05) sebagai Bapak
- I Gede Tri Andika (07) sebagai Wahyu
- I Putu Agus Adnyana Putra (09) sebagai Bayu
- Ni Kadek Ajeng Anastasya Sari Sawitri Yasa (13) sebagai Dea
- Ni Kadek Diantari Wahyu Putri (15) Sebagai Ibu Guru
- Ni Kadek Indah Elina Putri (17) sebagai Kakak
- Ni Komang Julia Dewi (19) sebagai Gita
- Putu Anggun Sukmaningrum (28) Sebagai Nadya

Judul:

Ada seorang anak perempuan berumur 17 tahun bernama Gita . Orang tuanya sudah bercerai,
ibunya tidak diketahui entah kemana, dan ayahnya tinggal di luar negeri. Hubungan ia dengan
ayahnya tidak baik. Ia tinggal bersama kakaknya yang selalu sibuk bekerja. Suatu hari saat di
sekolah, Gita berjalan menuju ke kelas sambil mendengarkan lagu dan menari-nari kecil
mengikuti alunan musik, dan tiba-tiba ia menabrak teman sekelasnya.
Gita : “Aww, jalan tu pake mata! Minggir!”
Dea : “Ih apasih orang dia yang nabrak” (bergumam)
Nadya: “Dea, kamu gapapa? sini aku bantu” (sambil mengulurkan tangan ke Dea)
Dea: “makasii Nadya, aku gapapa kok, yuk ke kelas”

Sesampainya di kelas
Nadya: “ Heh Gita! Kamu sadar ga sih kamu tu salah? Ga ada niat buat minta maaf ke Dea?”
Dea: “ Udah Nad ga usah dibahas lagi, aku gapapa kok”
Gita: “Dea aja bilang ga apa, kok kamu yang ribet?”
Nadya: “Heh lain kali jalan tu yang bener ya!”
Dea: “Udahlah biarin aja, susah ngomong sama dia”
Mendengar adanya keributan, guru yang sedang lewat memasuki kelas
Ibu guru: “Selamat pagi anak-anak”
Dea: “ pagi bu”
Nadya: “pagi bu”
Ibu guru: “ada masalah apa ini pagi-pagi sudah ribut aja”
Nadya: “Ini bu si Gita tadi nabrak Dea tapi malah nyalahin Dea” (sambil menunjuk Gita)
Ibu Guru: “Bener gitu kejadiannya Gita?”
Gita: “Abisnya si Dea menghalangi jalan bu”
Ibu Guru: “ Gita, harusnya kamu minta maaf bukannya malah menyalahkan Dea, ayo sekarang
minta maaf ke Dea!”
Gita: “Iya-iya, maaf” (dengan wajah datar)
Dea: “Ya” (sambil sibuk membaca bukunya tanpa memperhatikan Gita)

Di tengah pembelajaran HP Gita berdering menunjukan adanya panggilan. Gita mengangkat


panggilan tersebut dan diam menunggu suara yang keluar dari lawan bicara.
Bapak: “Halo, dimana kamu?”
Gita: “Di skolah, kenapa emang?”
Bapak: “Kamu perlu uang berapa?”
Gita: “Aku gak perlu uang dari bapak” (langsung mematikan panggilan suara)
Ibu Guru: “Gita! Kamu sangat tidak sopan ya, seharusnya kamu meminta izin untuk mengangkat
telepon saat pembelajaran sedang berlangsung!

Gita langsung pergi ke toilet tanpa permisi kepada Ibu guru. Setelah bel jam istirahat berbunyi,
Gita baru kembali memasuki kelas.
Gita: “Ih dikit-dikit ngadu, cengeng banget”
Nadya: “Heh Gita, kamu tu ngerti gak kalo kamu tu salah, ga usah ya sok-sok paling bener gitu”
(sambil memukul meja Gita)
Dea: “Udah Nad biarin aja, yuk ke kantin”
Nadya: “Yaudah yuk, males banget berurusan sama Gita”
Sesampainya Gita di rumahnya setelah pulang sekolah
Gita: “Kakak hari ini kerja?”
Kakak: “Iya kerja Gita, kamu jangan keliaran kemana-mana ya jaga rumah”
Gita: “Kak hari ini di sekolah…”
Kakak: “Udah ya Git Kakak berangkat, udah mau telat”
Gita: “Padahal mau cerita” (bergumam)
Kakak: “Iyaa, nanti aja pas kakak pulang kerja ya”
Gita: “Iya deh kak ,hati-hati” (dengan raut wajah yang sedih)

Di tengah malam, saat sang kakak pulang kerja .


Kakak: “Eh,Gita ? kamu kok belum tidur? udah malem gini.”
Gita: “Iya kak, Gita sebenernya mau cerita jadi gini tadi disekolah…” (Pembicaraan Gita pun di
alihkan oleh Kakaknya)
Kakak:” Kakak baru pulang kerja gita , kakak lagi cape mau istirahat maaf ya.”
Gita: “ hm yaudah deh kak ngga apa” (sambil menahan nangis dan pergi menuju kamarnya)

Keesokan harinya saat di sekolah nadya, dea, wahyu dan Bayu duduk melingkar di kantin.
Nadya: “Bayu, Wahyu, kalian sadar gak sih kalo Gita itu ngeselin banget”
Dea: “Iya dia terus aja buat ulah, cape banget sama skapnya dia yang sok paling benar itu”
Bayu: “Mungkin dia begitu karna lagi banyak pikiran”
Wahyu: “Iya jangan diambil hati, kalian sabar aja ya”
Dea: “Yaudah deh terserah kalian aja”
Nadya: “Wahyu, Bayu, aku sama Dea ke kelas duluan ya, yuk Dea” (sambil menarik tangan
Dea)
Bayu: “Wahyu, kira-kira si Gita itu kenapa ya, dia terus aja buat ulah”
Wahyu: “Iya juga ya, kadang kasian juga lihat dia gak punya teman, tapi di sisi lain sikapnya gak
bisa dibenarkan”
Bayu: “gimana kalo nanti kita tanya langsung aja? Aku yakin sebenarnya dia itu anak yang baik”
Wahyu: “Ide bagus”
Wahyu dan Bayu menghampiri Gita yang duduk di belakang kelas sambil mendengarkan lagu
Wahyu: “Gita!” (menepuk bahu Gita hingga Gita kaget dan menoleh)
Bayu: “ngapain kamu sendiri disini?”
Gita: “Bukan urusanmu!”
Wahyu: “Gita, kenapa kamu? Lagi ada masalah? kamu bisa cerita ke kita kok”
Bayu: “Iya Git, kita janji gak bakal bocorin ke siapa-siapa”
Gita: “Ngapain sih kalian peduli? Gak ada untungnya buat kalian”
Wahyu: “Kita kan temen Git, wajar lah kita peduli”
Bayu: “Iya Git, cerita ada, jangan dipendem terus”
Wahyu: “Kenapa kamu buat ulah terus di sekolah?”
Gita: “Jugaan di kelas gak ada yang peduli, lagipula orang-orang di sekolah pada ngeselin”
Wahyu: “kamu gak boleh gitu Gita, sebenarnya semua peduli kok sama kamu”
Bayu: “Iya Git, coba kamu mau berbaur sama temen lainnya, mereka sebenarnya seru-seru kok”
wahyu: “Jangan mikir kalo kamu itu sendirian, kita semua peduli sama kamu”
Gita: “Aku kurang yakin tentang itu”
Bayu: “Harus yakin Git, coba kamu rubah sedikit pola pikirmu itu”
Gita: “Iya deh makasih ya Wahyu, Bayu, aku bakal usahain ngerubah sikapku ini, makasih
banyak udah peduli”
Bayu: “Nah gitu dong, harus semangat”
Wahyu: “Yuk masuk kelas, udah mau bel nih”
Bayu: “Yuk”
Gita: “Yuk”

Semenjak itu, Gita mulai menyadari bahwa ia tidak sendirian, masih banyak orang yang peduli
padanya. Ia juga mulai berbaur dengan teman lainnya dan mempunyai banyak teman.

Anda mungkin juga menyukai