Anda di halaman 1dari 26

PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI DALAM KARAKTERISTIK

PENGOBATAN DAN TUNTUNAN SYARIAT ISLAM

KARYA TULIS ILMIAH

“ Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Agama Islam “

OLEH

FATHIYYAH NURUL ASHILAH

1911013002

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita karena Karya Tulis Ilmiah
Pengembangan Sediaan Farmasi dalam Pengobatan dan Tuntunan Syariat Islam dapat
terlaksana dengan baik.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan karya tulis ini, untuk memenuhi upaya
penulis dalam mengembangkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan tentang materi yang
sedang penulis pelajari.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan menuju
kesempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Padang, 04 Desember 2019

Penulis
ABSTRAK

PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI DALAM KARAKTERISTIK


PENGOBATAN DAN TUNTUNAN SYARIAT ISLAM

Karakter perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi di negara-negara


Islam memiliki karakter yang menarik untuk dipelajari karena keunikan ajaran Islam
sebagai agama yang sempurna mengatur setiap sisi kehidupan manusia. Teks-teks Al-
Qur’an dan Hadist memiliki batasan yang tegas untuk beberapa bahan yang diharamkan
penggunaannya. Seorang farmasis muslim akan berusaha menyelaraskan keyakinan
beragamanya dengan prinsip-prinsip ilmiah farmasi. Hasilnya adalah satu bidang kajian
farmasi Islam, yaitu bidang keilmuan dan pelayanan farmasi yang kajiannya berada dalam
koridor agama Islam.

Allah SWT telah mengkaruniakan kepada kita kekayaan alam untuk dimanfaatkan
sebaik-baiknya demi kebaikan umat di muka bumi ini. Akan tetapi Allah tetap
memberikan batasan-batasan dalam pemanfaatannya. Salah satunya adalah adanya
batasan halal dan haram untuk makanan yang dikonsumsi. Hal ini berlaku juga untuk
obat-obatan.

Allah SWT telah mengkaruniakan kepada kita kekayaan alam untuk dimanfaatkan
sebaik-baiknya demi kebaikan umat di muka bumi ini. Akan tetapi Allah tetap
memberikan batasan-batasan dalam pemanfaatannya. Salah satunya adalah adanya
batasan halal dan haram untuk makanan yang dikonsumsi. Hal ini berlaku juga untuk
obat-obatan.

Tingkat kehalalah dan keharaman dalam dunia farmasi belum terpetakan dengan
jelas. Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu, konsumen obat yang beragama Islam
memerlukan suatu perlindungan kehalalan obat yang mereka konsumsi. Dalam hal ini
maka keilmuan farmasi memegang peranan penting. Maka obat yang akan dimakan untuk
pengobatan harus benar-benar yang baik dan bermanfaat untuk dikonsumsi dalam
pengobatan dan dijamin oleh seorang apoteker/ahli farmasis sebagai penjaga jalur
distribusi obat.

3
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi bagian yang penting bagi umat Islam
sebagai pengembangan Al-Qur’an yang memerlukan pengkajian dan pembuktian ilmiah.
Dengan mengkaji secara mendalam dan membuktikan secara ilmiah maka kita akan
menemukan misteri yang luar biasa dari Al-Qur’an. Seseorang yang mendalami, meneliti
dan mengembangkan Al-Qur’an dengan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi akan
mengakui kebesaran Allah SWT.
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan
ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan
dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup
pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis,
pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat
(medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat
yang sesuai, mai melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter
hewan, maupun melaluicara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau
menjual langsung kepada pemakai.
Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”, yang berarti cantik atau
elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun, danselanjutnya berubah lagi menjadi
obat atau bahan obat. Oleh karena itu seorangahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang
paling mengetahui hal ihwal obat.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia didalamnya memuat banyak hal
dalam kehidupan ini, mulai dari urusan yang kecil hingga dalam pengaturan suatu negara
termasuk didalamnya adalah mengenai ilmu pengobatan dan kefarmasian. Pada awalnya,
farmasi dan farmakologi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran.
Dunia farmasi profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan
Kekhalifahan Abbasiyah. Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke-8 M,
membuat farmakolog menjadi profesi yang independen dan farmakologi sebagai ilmu
yang berdiri sendiri. Dalam praktiknya, farmakologi dan farmasi melibatkan banyak
praktisi seperti herbalis, kolektor dan penjual tumbuhan dan rempah-rempah untuk obat-
obatan, penjual dan pembuat sirup, kosmetik, air aromatik serta apoteker yang

5
berpengalaman. Merekalah yang kemudian turut mengembangkan farmasi di era kejayaan
Islam. Menurut Al Biruni, farmasi merupakan suatu seni untuk mengenali jenis, bentuk
dan sifat-sifat fisika dari suatu bahan, serta seni mengetahui bagaimana mengolahnya
untuk dijadikan sebagai obat sesuai dengan resep dokter. Kedokteran Islam yang
didalamnya termasuk farmasi Islam merupakan ilmu kedokteran dan farmasi yang
berdasarkan Islam dan didalam praktiknya tidak bertentangan dengan koridor ajaran
Islam. Farmasi Islam diharapkan dapat mengedepankan kemampuan untuk menggali dan
menjaga lingkungan, kemampuan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
farmasi secara optimal, serta memiliki kepekaan terhadap berbagai proses perubahan
yang terjadi didalamnya.
Karakter perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi di negara-negara
Islam memiliki karakter yang menarik untuk dipelajari karena keunikan ajaran Islam
sebagai agama yang sempurna mengatur setiap sisi kehidupan manusia. Teks-teks Al-
Qur’an dan Hadist memiliki batasan yang tegas untuk beberapa bahan yang diharamkan
penggunaannya. Seorang farmasis muslim akan berusaha menyelaraskan keyakinan
beragamanya dengan prinsip-prinsip ilmiah farmasi. Hasilnya adalah satu bidang kajian
farmasi Islam, yaitu bidang keilmuan dan pelayanan farmasi yang kajiannya berada dalam
koridor agama Islam.

Bumi dan isinya adalah sumber dari bahan-bahan berkhasiat yang dapat menjadi
obat (Q.S. Al-A’raf: 10). Allah SWT telah mengkaruniakan kepada kita kekayaan alam
untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kebaikan umat di muka bumi ini. Akan tetapi
Allah tetap memberikan batasan-batasan dalam pemanfaatannya. Salah satunya adalah
adanya batasan halal dan haram untuk makanan yang dikonsumsi. Hal ini berlaku juga
untuk obat-obatan.

Tingkat kehalalah dan keharaman dalam dunia farmasi belum terpetakan dengan
jelas. Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu, konsumen obat yang beragama Islam
memerlukan suatu perlindungan kehalalan obat yang mereka konsumsi. Dalam hal ini
maka keilmuan farmasi memegang peranan penting. Maka obat yang akan dimakan untuk
pengobatan harus benar-benar yang baik dan bermanfaat untuk dikonsumsi dalam
pengobatan dan dijamin oleh seorang apoteker/ahli farmasis sebagai penjaga jalur
distribusi obat. Selain itu hendaknya masyarakat memahami batasan-batasan dari
pengobatan alternative yang diperbolehkan dalam syariat islam, sehingga mereka tidak
mudah terbawa oleh janji-janji para normal (Dukun) maupun ahli-ahli pengobatan
alternative lainnya, yang nantinya akan menyeret pada bid’ah dan kemusrikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana pengobatan menurut AL-Quran?


2. Apa tujuan pengobatan?
3. Bagaimana produk farmasi dalam pandangan dan syariat Islam?
4. Bagaimana perkembangan riset dan teknolosi produk farmasi terhadap tuntunan
Islam?
5. Bagaimana pelayanan kefarmasian menurut anjuran Islam?
6. Bagaimana Sertifikat halal dalam produk farmasi sesuai dengan ketentuan islam?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengobatan yang dianjurkan dalam Islam.
2. Mengetahui tujuan pengobatan yang berlandaskan Al-Quran dan Hadist
3. Menjelaskkan produk farmasi dalam pandangan dan syariat Islam.
4. Menjelaskan perkembangan riset dan teknolosi produk farmasi terhadap tuntunan
Islam?
5. Mengetahui pelayanan kefarmasian sesuai anjuran Islam
6. Mengetahui sertifikasi halal produk farmasi yang sesuai dengan ketentuan Islam.
D. Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan karya tulis ilmiah ini, penyusun bagi dalam tiga bagian yaitu :

1. Bagian awal, terdiri atas : Halaman Judul, Kata Pengantar, Abstrak, Daftar Isi,
2. Bagian isi, terdiri atas :
a. Bab I Pendahuluan, yang berisi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan sistematika penyusunan.
b. Bab II Kajian Pustaka,
c. Bab III Pembahasan Masalah, yang berisi : pembahasan dari permasalahan yang
ada.
d. Bab IV Penutup, yang berisi : Simpulan dan Saran.
3. Bagian akhir, meliputi : Daftar Pustaka

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Islam adalah agama yang kaya. Khazanahnya mencakup segenap aspek kehidupan
manusia, termasuk di antaranya masalah kesehatan dan pengobatan. Dunia farmasi Islam

7
telah lebih unggul lebih dulu dibandingkan Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di Eropa
mulai abad ke-12 M atau empat abad setelah Islam menguasainya. Karena itulah, Barat
banyak meniru dan mengadopsi ilmu farmasi yang berkembang terlebih dahulu di dunia
Islam.

Dalam PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian menjelaskan bahwa


Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Secara khusu obat
merupakan sebuah senyawa atau campuran senyawa yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi atau mempelajari kondisi fisik atau penyakit, sehingga dapat dilakukan
diagnosis, pencegahan, pengobatan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi ( SK
Menkes No. 47/MenKes/SK/11/1981 )

BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

A. Pengobatan Menurut Al - Quran


Kesehatan merupakan nikmat yang harus disyukuri sebagai anugerah kehidupan.
Namun kondisi lingkungan, kesalahan pola hidup ataupun serangan wabah dari
lingkungan sekitar membuat manusia dapat mengalami sakit. Manusia diberikan akal dan
potensi alam sekitar untuk mengatasi penyakitnya. Oleh karena itu, Islam mewajibkan
umatnya untuk berusahan/berikhtiar dan mengobati penyakitnya bukan sekedar pasrah
dan tidak berusaha mengatasinya.
Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari ilmu pengetahuan,
menyelidiki hakikat nilai, serta berisi mengenai etika dan estetika. Aksiologi adalah studi
tentang nilai atau kualitas. Aksiologi mencakup etika dan estetika bidang filsafat yang
sangat terkait pada gagasan tentang nilai dan kadang-kadang disamakan dengan teori nilai
dan meta-etika.
Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi bagian yang penting bagi umat Islam
sebagai pengembangan Al-Qur’an yang memerlukan pengkajian dan pembuktian ilmiah.
Dengan mengkaji secara mendalam dan membuktikan secara ilmiah maka kita akan
menemukan misteri yang luar biasa dari Al-Qur’an. Seseorang yang mendalami, meneliti
dan mengembangkan Al-Qur’an dengan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi akan
mengakui kebesaran Allah SWT.
Pada dasarnya, pengobatan terdiri dari dari dua bagian, yaitu pencegahan dan
penyembuhan. Islam sangat memperhatikan kedua prinsip ini, dengan memaduhkan
manfaat keduanya dalam jasmani dan rohani untuk memperoleh kesehatan tubuh dan
keselamatan jiwa. Dengan memperhatikan kedua prinsip tersebut, akan terlihat pengaruh
yang nyata bagi kaum muslimin generasi pertama sebagai umat manusia paling bersih
jiwanya dan paling kuat tubuhnya. Dan keistimewaan ini tidak terdapat pada agama lain.
Disamping pencegahan, islam juga memerintahkan untuk memelihara kehidupan yang
dikaruniakan Allah, sebagaimana Surah An-Nisa : 29.
Adapun mengenai pegobatan, menurut Ibnu Qayyim, dalam bukunya yang berjudul
Zaadul Ma’aad, menyebutkan pengobatan yang dilakukan Rasullullah terdiri atas tiga
macam, yaitu dengan menggunakan obat alami, obat Ilahi dan kedua-duanya. Dalam hal,
sasaran islam yang terutama adalah penyembuhan hati dan jiwa serta pencegahan
penyakit dan penjagaan dari kerusakkannya.
Banyak Kandungan Isi dari ayat Al Qur’an yang mengisyaratkan tentang pengobatan
karena Al Qur’an itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan Rahmat bagi orang-orang
yang mukmin pada QS. Al Isra (17) : 82

9
Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al Qur’an yaitu ” Asy Syifa ” yang
artinya secara terminologi adalah Obat Penyembuh pada QS. Yunus (10) : 57
Di samping Al Qur’an mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang
keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sebagai sumber dari pembuat obat-
obatan pada QS. An-Nahl (16) : 11
Rasulullah Saw dalam hadisnya tidak hanya berbicara sebatas aqidah, syariah dan
akhlak. Namuan Beliau berbicara tentang berbagai persoalan lebih komprehensif tentang
berbagai disiplin ilmu yang hanya biasa di bicarakan oleh seorang ilmuan. Khususnya
masalah farmasi (pengobatan) dan kesehatan berbagai hadis Beliau wurudkan
(sampaikan). Hadis-hadis tersebut banyak yang sesuai dengan fakta ilmiah melalui
berbagai riset yang telah dilakukan selama ini. Metode pengobatan dalam Islam yang
terkenal sampai kini adalah al-thibb-annabawy (Pengobatan cara Nabi Muhammad Saw).
Tabib-tabib muslim meneladani Rasulullah serta berpedoman pada Al-Quran dan hadis,
seperti mengatur pola makan dan minum air putih. Untuk pengobatan dan menjaga
kesehatan Rasulullah mengkosumsi madu, susu murni, kurma, biji jintan hitam dan
bahan-bahan lainnya. Begitu juga dengan tuntunan pengobatan sering dituturkan
Rasulullah saw dalam berbagai hadis
Mengikuti jejak Rasulullah Muhammad SAW, merupakan suatu keharusan bagi umat
Islam. Termasuk mewarisi metode pengobatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Pengobatan yang dilakukan Rasulullah menggunakan tiga cara, yaitu melalui do’a atau
pengobatan dengan menggunakan wahyu-wahyu Ilahi yang lebih dikenal dengan istilah
do’a-do’a ma’tsur yang datang dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW yang shahih. Kedua
menggunakan obat-obat tradisional baik dari tanaman maupun hewan. Dan ketiga adalah
menggunakan kombinasi dari kedua metode tersebut. Adapun mengenai pengobatan
melalui obat-obat yang beasal dari tumbuh, tumbuhan, heawan dan mineral, hal ini tidak
asing lagi dalam dunia farmasi. Mengikuti jejak Rasulullah Muhammad SAW, merupakan
suatu keharusan bagi umat Islam. Termasuk mewarisi metode pengobatan yang dilakukan
Nabi Muhammad SAW. Pengobatan yang dilakukan Rasulullah menggunakan tiga cara,
yaitu melalui do’a atau pengobatan dengan menggunakan wahyu-wahyu Ilahi yang lebih
dikenal dengan istilah do’a-do’a ma’tsur yang datang dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi
SAW yang shahih. Kedua menggunakan obat-obat tradisional baik dari tanaman maupun
hewan. Dan ketiga adalah menggunakan kombinasi dari kedua metode tersebut. Adapun
mengenai pengobatan melalui obat-obat yang beasal dari tumbuh, tumbuhan, heawan dan
mineral, hal ini tidak asing lagi dalam dunia farmasi.
Pengembangan produk obat ( drug product development ) sediaan farmasi lainnya
patut dicermati, baik dari aspek kemaslahatannya maupun dari kebolehan penggunaannya
ditinjau dari syariat Islam. Salah satunya adalah memperhatikan status kehalalan sediaan
farmasi tersebut. Sebagai landasan dalam penentuan halal dan haram umat Islam
berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sumber utama yang harus dijadikan patokan
pertama adalah Al-Qur’an, kemudian sumber kedua adalah hadist. Apabila tidak ada dalil
yang menjelaskan secara rinci dan tegas dalam Al-Qur’an dan Hadist maka diperbolehkan
ijtihad.
Bagaimana status darurat dalam pengobatan? Rasulullah SAW. Memerintahkan
umatnya untuk berobat dengan menggunakan obat yang halal dan melarang menggunakan
obat yang haram. Dalam Al-Qur’an juga diperintahkan untuk memakan makanan yang
Halal dan Thoyyib (baik). Beberapa rambu-rambu yang membatasi adalah makanan yang
diharamkan yaitu bangkai, babi, darah, khamr, hewan yang mati tidak wajar dan binatang
yang disembelih tanpa nama Allah. Meskipun penggunaan produk halal hukumnya wajib
bagi setiap muslim, namun para ulama memperbolehkan obat yang haram dalam keadaan
darurat. Imam Nawawi menjelaskan bahwa para ulama fiqih pendukung madzhab Syafi’i
menegaskan standar darurat ialah timbulnya kekhawatiran akan kematian jika tidak
dilakukan. Demikian pula Imam Suyuthi mendefinisikannya sebagai kondisi yang jika
tidak dilakukan akan mati atau dekat kematian.
Kenyataan dalam dunia farmasi saat ini terdapat beberapa sediaan farmasi yang
dipertanyakan halal dan haramnya, di antaranya:

1. Sediaan topikal berbahan najis seperti sediaan losio, krim, atau plester. Para ulama
sepakat bahwa benda yang haram hukumnya adalah najis ketika digunakan.
2. Penggunaan bahan dari babi dalam kefarmasian. Sesuai dengan nash Al-Qur’an,
pada tahun 1994 komisi Fatwa MUI telah menfatwakan bahwa babi dan
komponen-komponennya haram untuk dikonsumsi baik sebagai pangan maupun
obat dan kosmetika. Bahan obat dan kosmetik yang berpotensi haram karena
umumnya dibuat dari bagian organ babi adalah: kolagen sebagai pelembab dan
bahan dasar gelatin yang biasa digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul,
gelatin, cerebroside; serta beberapa golongan hormon seperti insulin, heparin dan
enzim tripsin yang biasa digunakan dalam pembuatan vaksin polio sebagai enzim
proteolitik berasal dari pancreas babi. Salah satu tantangan bagi kalangan ilmuwan
muslim adalah masalah kemiripan hormon insulin manusia dengan insulin babi

11
sehingga dari sudut pandang medis lebih menguntungkan daripada menggunakan
hormon insulin sapi yang tidak mirip insulin manusia.
3. Penggunaan alkohol dalam kefarmasian. Sebagian ulama mengqiyaskan alkohol
dengan khamr dan sama sekali menolak penggunaan alkohol dalam berbagai
produk baik obat, kosmetik, maupun antiseptik. Tetapi dengan logika bahwa
alkohol tidak selalu dihasilkan dari produksi khamr dan tidak memabukkan, maka
Dewan Fatwa MUI menfatwakan bahwa alkohol boleh ada dalam produk akhir
dengan kadar tidak lebih dari 1%. Penggunaan alkohol dalam beberapa produk
farmasi tidak dapat terhindarkan sehingga perlu kearifan untuk membedakan antara
alkohol dan khamr. Bahkan dalam setiap sari buah alami yang diekstrak secara
sederhana tanpa proses fermentasi tetap terkandung alkohol dalam jumlah rendah.
Kandungan alkohol secara alami ada dalam mayoritas produk pangan misalnya roti
yang dibuat dengan bantuan yeast (gist/ragi) biasanya mengandung alkohol antara
0,3-0,4%. Asam cuka yang biasa digunakan dimasyarakat juga mengandung
alkohol kurang dari 1%.
4. Bahan memabukkan lainnya seperti morfin, opium dan obat psikotropika.
5. Penggunaan plasenta dan cairan amniotik dalam kefarmasian. Plasenta sebagai
kosmetik mengagumkan dalam meningkatkan pembaharuan sel (regenerasi sel).
Amniotikliquid terbatas pada penggunaan pelembab, lotion rambut dan perawatan
kulit kepala serta sampo.

B. Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan penyakit dan gangguan kesehatan
dengan menanganinya secara menyeluruh dan tidak hanya berkosentrasi pada kumpulan
gejala-gejala yang tampak. Dengan demikian, pendekatan pengobatan ini bertujuan untuk
menyembuhkan secara menyeluruh yang didasari dari keyakinan bahwa unsur pikiran,
emosi, kejiwaan dan fisik setiap orang terangkum menjadi suatu sistem yang ditentukan
oleh hubungan antar masing-masing dan keseluruhan unsur tersebut. Sehingga dalam
menangani penyakit atau keluhan dari pasiennya, seorang praktisi memulai dengan
mengamati pasiennya itu sebagai individu secara keseluruhan, mulai dari kondisi fisik,
pikiran emosi, asupan nutrisi, lingkungan, keyakinan dan tata nilai. Seluruh aspek
kesehatan pasien, terutama segi kejiwaan dan kesejahteraan psikologinya juga dianggap
penting.
Kesehatan merupakan nikmat yang harus disyukuri sebagai anugerah kehidupan.
Namun kondisi lingkungan, kesalahan pola hidup ataupun serangan wabah dari
lingkungan sekitar membuat manusia dapat mengalami sakit. Manusia diberikan akal dan
potensi alam sekitar untuk mengatasi penyakitnya. Oleh karena itu, Islam mewajibkan
umatnya untuk berusahan/berikhtiar dan mengobati penyakitnya bukan sekedar pasrah
dan tidak berusaha mengatasinya.
Bahasa Arab obat adalah syifa’. Di dalam al-Qur’an kata syifa’ dan derifatnya
digunakan sebanyak 8 kali, yaitu pada QS. 9:14, QS. 26:80, QS. 10:57, QS. 41:44, QS.
16:69, QS. 17:82, QS. 3:103, QS. 9:109. Dari ayat-ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang
terkait dengan kesehatan secara umum, penulis menyimpulkan beberapa point tentang
obat dan kesehatan dalam perspektif al-Qur’an, yaitu:
1) Penjelasan tentang aqidah. Al-Qur’an menegaskan bahwa yang
menyembuhkan orang sakit adalah Allah swt.
2) Penjelasan tentang kebijakan kesehatan masyarakat dan individu. Al-Qur’an
memberi gambaran bahwa usaha-usaha preventif (pencegahan) harus lebih
didahulukan daripada usaha kuratif (pengobatan).
3) Penjelasan tentang penyakit. Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa
penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit hati (maa fish-shuduur) dan
penyakit badan/jasmani. Oleh karena itu, definisi sehat harus mencakup kedua
hal tersebut.
4) Penjelasan tentang obat. Karena penyakit dibagi dalam dua golongan, obat pun
dibagi dua golongan yaitu obat penyakit hati dan obat penyakit jasmani. Al-
Qur’an menunjukkan bahwa Al-Qur’an dan madu bisa berfungsi sebagai obat.
Berikut penjelasan point-point di atas:
a. Al-Qur’an mengingatkan kepada umat Islam bahwa yang memberikan kesembuhan
adalah Allah swt. Allah-lah yang berkuasa memberi kesembuhan. ( QS Asy-
Syu’ara:80 ). Ayat di atas menegaskan suatu keyakinan yang harus dipegang oleh
umat Islam, yaitu Allah-lah yang memberi kesembuhanyat di atas menegaskan suatu
keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, yaitu Allah-lah yang memberi
kesembuhan. Ayat ini mengandung nilai:
 Mendorong kepada penderita penyakit dan keluarganya untuk tetap optimis
akan kesembuhannya dan tidak berputus asa melakukan berbagai usaha serta
berdoa memohon kepada Allah swt untuk memberikan obat atas penyakit yang

13
dideritanya. Allah swt Maha Kuasa sehingga tidak ada satu penyakitpun yang
tidak bisa disembuhkan oleh Allah swt.
 Mengingatkan kepada para praktisi kesehatan, bahwa pada hakekatnya yang
menyembuhkan penderita dari penyakitnya adalah Allah swt. Mereka
hanyalah sebagai perantara bukan pemberi kesembuhan yang hakiki. Allah-lah
yang menentukan kesembuhan seseorang. Segala sesuatu terjadi hanya atas
izin Allah. Dengan demikian, para praktisi kesehatanpun akan selalu
memohon kepada Allah untuk memberi kesembuhan kepada pasiennya dan
merekapun insya Allah akan terhindar dari sikap sombong dan membanggakan
diri.
 Selain itu, ayat di atas juga mengandung nilai bahwa obat dan kondisi sehat
merupakan nikmat Allah swt yang harus disyukuri. Adapun cara mensyukuri
nikmat sehat tersebut yaitu dengan menjaga kesehatan tersebut agar terhindar
dari berbagai penyakit, dan menggunakan nikmat kesehatan itu untuk
beribadah dan beraktifitas yang selaras dan sesuai dengan aturan dan syari’at
Allah swt. Jangan sampai manusia lupa diri akan nikmat sehat tersebut dan
menggunakannya untuk bermaksiat kepada Allah swt
b. Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu
penyakit hati (maa fish-shuduur) dan penyakit jasmani. Oleh karena itu, definisi sehat
harus mencakup kedua hal tersebut. Di dalam pandangan Islam, di antara kedua
penyakit tersebut, penyakit hatilah yang harus diprioritaskan dalam penanganannya.
Karena penyakit hati bisa menjadikan penderitanya celaka di dunia dan akhirat. Hal
tersebut yang tersirat di dalam kandungan suatu hadits Nabi saw, yang berisi bahwa
yang menentukan baik buruknya manusia adalah segumpal darah yang ada dalam
dada, yaitu hati. Dengan demikian, sehat dalam perspektif Al-Qur’an mensyaratkan
kebebasan manusia dari dua penyakit tersebut.
c. Al-Qur’an selain memaparkan tentang jenis-jenis penyakit, juga memaparkan tentang
obatnya. Menurut Al-Qur’an, obat tidak hanya zat yang bisa menyembuhkan penyakit
jasmani saja. Akan tetapi zat yang bisa mengobati penyakit hati atau keduanya
(penyakit jasmani dan hati) juga disebut sebagai obat.
Islam mengajarkan dalam mencapai kesembuhan diperlukan usaha seoptimal
.mungkin dengan menegaskan bahwa untuk setiap penyakit telah disediakan obatnya.
Kompleksitas persoalan kesehatan menurut penanganan yang lebih komprehensif baik
untuk upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan penyakit. Dalam Islam sangat
dijjunjung tinggi baik kesehatan fisik dan mental, maupun kesehatan lingkungan. Hal ini
dapat ditemukan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang merupakan sumber hokum Islam
dan menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Ajaran Islam yang berkenaan
dengan kesehatan, dapat dibagi menjadi tiga macam: Pertama: Islam melarang perbuatan-
perbuatan yang dapat membahayakan kesehatan dirinya dan atau orang lain. Kedua:
Islam menyuruh (wajib) atau menyarankan (sunah) yang mempunyai dampak positif,
yaitu mencegah penyakit dan menyegarkan atau menyehatkan jasmani dan rohani.
Ketiga: Islam menyuruh (wajib) orang yang sakit berobat untuk mengobati penyakitnya.
(Zuhdi Masifuk ,1994)
Ilmu Kedokteran yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah dapat dibagi menjadi
4 bagian yaitu penyembuhan berbagai penyakit jasmani melalui penggunaan beberapa
jenis rerumputan, tumbuhan, madu, dan susu lalu pengobatan berbagai penyakit rohani
melalui pendekatan kejiwaan, pengobatan dengan cara pencegahan, dan ilmu-Ilmu yang
terkait dengan kedokteran terutama anatomi-embriologi
Untuk mengobati penyakit rohani dan kegelisahan hati islam mengajarkan beberapa
cara yaitu membaca Al Qur’an, bezikir, berdoa, sholat.
Beberapa contoh ajaran islam yang berperan dalam upaya menjaga kebersihan pribadi
dan kesehatan lingkungan yaitu berwudhu, bersiwak,tindakan menjaga kebersihan tubuh
lainnya seperti istinsyaq (menghirup air kedalam hidung), memotong kuku, mencuci ruas
jari dan sela-selanya, khitan, instinja dan berkumur, menjaga kebersihan peralatan
keseharian, menjaga sumber-sumber air, menjaga kebersihan tempat-tempat umum dan
tempat ibadah, pencegahan penyakit menular, melakukan olaraga.
Beberapa contoh pengobatan yang dianjurkan Al-Quran dan Rasulullah yaitu
memakan beberapa biji kurma saat berbuka puasa, menggunakan habatussaudah,
mengonsumsi madu, dan mengonsumsi minyak zaitun.
Kurma merupakan salah satu dari sepuluh spesies buah yang disebutkan di dalam Al-
Quran (Marwat, et al., 2009). Kurma juga merupakan tanaman tertua yang dibudidayakan
oleh manusia dan buahnya telah digunakan selama 6000 tahun sebagai bahan makanan.
Buah kurma kaya akan nutrisi, mengandung karbohidrat, garam, mineral, serat, 6 vitamin,
14 jenis asam lemak danprotein dengan 23 jenis asam amino. Kandungan karbohidrat
yang terdapat dalam kurma terdiri atas gula pereduksi seperti glukosa, fruktosa, manosa,
dan maltosa, serta gula non-pereduksi (sukrosa primer) dan sebagian kecil polisakarida
15
sepertiselulosa dan amilum. Dalam dunia medis yang dibuktikan secara eksperimen,
mengkonsumsi ekstrak air buah kurma secara rutin terbukti dapat melindungi dan
mengobati hati dari CCl 4 - agen penyebab hepatoksik. Ekstrak air buah kurma juga
menunjukkan aktifitas antioksidan dan antimutagen. Selain itu, buah kurma memiliki
aktivitas sebagai antibakteri, antioksidan, antipiretik, diuretik, kontrasepsi, fungisid,
estrogenik, ekspektoran, laksatif, pengobatan anemia, stroke, meningkatkan berat badan
dan dapat mengontrol pertumbuhan jamur patogen. Kandungan mineral seperti flourin
dan selenium yang ada dalam kurma berguna untuk memberikan perlindungan terhadap
gigi dari kerusakan dan dapat membantu pencegahan terhadap kanker. Adanya pektin di
dalam kurma dapat membantu mengurangi penyakit pada hati, diabetes dan kolesterol
Habbatusauda adalah sejenis tumbuh-tumbuhan dikenal dengan nama Jintan Hitam,
jenis tanaman ini memiliki khasiat yang sangat ampuh untuk mengatasi berbagai masalah
kesehatan dan kecantikan. Habbatussauda merupakan salah satu jenis tanaman yang
sering ditemukan di Iindonesia, tanaman ini dijadikan sebagai salah satu bumbu masakan.
Tanaman herbal ini telah dimanfaatkan untuk pengobatan sejak 2000 sampai 3000 SM,
sejak itulah tanaman jintan hitam ini mulai dikembangkan untuk dijadikan sebagai obat
herbal yang mujarab.
Madu memiliki kandungan gizi utama berupa aneka senyawa karbohidrat seperti
fruktosa (41%), glukosa (35%), sukrosa (1,9%), dan dekstrin (1,5%). Kadar protein dalam
madu relatif kecil sekitar 2,6% akan tetapi kandungan asam aminonya beragam, baik
asam amino essensial maupun non essensial. Kandungan vitamin yang terdapat dalam
madu antara lain vitamin B1, vitamin B2, B3, B6, dan vitamin C. Sementara mineral yang
terkandung dalam madu antara lain kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, tembaga,
fosfor. Meskipun jumlahnya sedikit, komposisi mineral madu merupakan sumber ideal
bagi tubuh karena perbandingan dan jumlah mineral madu mendekati komposisi yang
terdapat dalam darah manusia.
Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa tidak tersabunkan seperti fenol,
tokoferol, sterol, pigmen dan squalen yang memegang peranan penting dalam kesehatan.
Minyak zaitun juga mengandung asam lemak tak jenuh, asam oleat sebesar 55-83% dari
total asam lemak dalam zaitun. Komponen yang penting dalam minyak zaitun yakni
tokoferol yang terdiri atas tokoferol a,b,c dan d. Diantara keempat jenis itu tokoferol a
yang paling tinggi sekitar 90% dari total tokoferol dalam minyak zaitun. Tokoferol a
dikenal sebagai vitamin E yang berkhasiat sebagai antioksidan alami.
Beberapa obat dan penggunaan yang dianjurkan yaitu:
1) Sitrun ( Utrujj ) dimana berkhasiat mengobati luka gigitan ular dan
menyembuhkan ayang-ayangan
2) Beras Ketan ( Arz/ Syanaubar ) berkhasiat menyembuhkan batuk,
menghilangkan uap yang terakumulasi dalam paru-paru, dan menambah
produksi sperma.
3) Celak ( Itsmid ) dimana berkhasiat menguatkan mata dan saraf mata,
menghilangkan daging berlebihan di sekitar koreng, dan menutup luka
sewaktu membersihkan wilayah sekitarnya.
4) Buah Ara ( Tin ) dimana berkhasiat menghancurkan batu ginjal dan
membersihkan kandung kemih di ginjal dan berkhasiat melawan racun,
membersihkan liver dan limfa, serta membersihkan lender dalam perut.
5) Jinten Hitam ( Habatussaudah ) dimana berkhasiat untuk setiap penyakit.
6) Cress/ Seledri air ( Hurf ) dimana berkhasiat sebagai obat cacing,
mendekomposisi tumor limpa, membangkitkan gairah seksual, serta
menyembuhkan kudis dan herpes.
7) Daun Kemangi ( Raihan ) dimana berkhasiat menghentikan diare serta sebagai
obat penyakit kuning. ( Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah )

Dalam perkembangannya Farmasi Islam telah memperkenalkan kurang lebih 2000


bahan obat baru, termasuk kayu manis, cengkeh, senna, kamper, cendana, musk,
cassia, asam, dan pala. Farmasi Islam juga telah memperkenalkan ganja sebagai obat
bius untuk tujuan anestesi. Untuk pengembangan bentuk-bentuk sediaan obat berupa
sirup, pil, elixir, permen, tinktur, dan inhalasi.

C. Farmasi dalam Khazanah Islam


Dalam kefarmasian dikenal pengobatan kuno yang biasa disamakan dengan obat
herbal dimana penggunaan obat berdasarkan data empiris tanpa pengkajian epifikasi.
Pengobatan secara kuno juga dikaitkan dengan pengobatan pada masa kejayaan Islam
terdahulu namun sebenarnya obat herbal yang biasa dikenal juga sebagai obat yang
digunakan pada masa peradaban Islam merupakan obat-obat modern yang sudah
berdasarkan uji invivo dan invitro dan sudah menjelaskan epifikasi obat tersebut.
Peradaban Islam dapat dikenal sebagai perintis dalam bidang farmasi. Karena ilmuan
muslim di era kejayaan Islam sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai komposisi,
dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obatan sederhana dan campuran. Selain menguasai
bidang farmasi, masyarakan Muslim pun tercatat sebagai peradaban pertama yang
memiliki apotek atau toko obat.

17
Dengan majunya bidang farmasi pada masa kejayaan Islam, toko obat-obatan atau
apotek mulai menjamur seperti jamur yang tumbuh di musim hujan. Toko obat tidak
hanya menjamur di kota Baghdad yang menjadi kota metropolis dunia, tetapi juga di
kota-kota Islam lainnya.
Bahkan para ahli farmasi pada waktu itu sudah mempunyai apotek sendiri-sendiri.
Mereka memanfaatkan keahliannya untuk meracik berbagai obat-obatan dan kemudian
menyimpannya di toko obat miliknya.
Islam dan peradabannya mendominasi bidang farmasi sampai abad ke-17 M. setelah
era kejayaan Islam memudar, ilmu meracik dan membuat obat-obatan di kuasai oleh
dunia Barat yang telah bangkit dari masa kegelapannya
Kebangkitan barat berhasil menguasai berbagai bidang diantaranya adalah farmasi,
mereka menerjemahkan kitab-kitab berbahasa arab karya para ilmuwan muslim, ke dalam
bahasa-bahasa yang ada di Eropa. Tidak mengherankan, jika industri farmasi dunia kini
berada dalam genggaman barat
Selain itu, bukti bahwa peradaban Islam mempunyai peran dalam kebangkitan
peradaban Barat, khususnya dalam bidang farmasi adalah kembalinya minat terhadap
pengobatan natural, yang begitu popular dalam pendidikan kesehatan saat ini. Dimana
pengobatan-pengobatan natural ini, sudah tertulis di berbagai literature arab puluhan abad
yang lalu.
Kontribusi ilmuan-ilmuan Islam pada masa kejayaan Islam ini telah membuktikan
bahwa peran farmasi dalam Khazanah Islam dari segi Pengujian Efikasi, Farmakologi,
dan Farmakokinetik sudah ada sejak zaman kejayaan Islam bahkan menjadi perintis dan
panutan bagi ilmuwan barat. Pengujian yang membuktikan penggunaan obat modern
berdasarkan uji invitro dan invivo serta persyaratan dan etika farmasi baik dalam
pembuatan dan penyajian sudah ada sejak zaman kejayaan Islam dan dirintis oleh ilmuan
Islam.

D. Produk Farmasi dalam Pandangan Islam


Masalah halal dan haram dari obat dan kosmetik merupakan bagian pokok dari
tinjauan kritis produk farmasi bagi seorang muslim, karena hal ini menyangkut keamanan
dari segi ruhaniah bagi seorang yang mengkonsumsinya seperti mempengaruhi
terkabulnya doa di sisi Allah swt.
a) Obat
Titik kritis untuk obat yang diisolasi dari hewan adalah ketika hewan bisa berasal dari
sapi, babi atau hewan lain yang diharamkan. Selain itu cara penyembelihan hewanpun
harus benar-benar dipertimbangkan. Sementara untuk produk metabolit mikroba titik
kritis kehalalan medium serta enzim pertumbuhan yang digunakan untuk pertumbuhan
bakteri. Bahan untuk ekstraksi metabolit aktif pun harus dipertimbangkan apakah
menggunakan alkohol murni atau produk sampingan dari industri khamr.
Beberapa zat aktif obat yang harus dicermati adalah kelompok hormon, enzim, dan
vitamin. Produk hasil bioteknologi ini bisa berasal dari produk mikrobil yang haram,
media penyegaran dan perbanyakan dari bahan yang haram, atau bahan penolong yang
haram. Pada tingkat teknologi yang lebih tinggi harus dipertimbangkan juga apakah
mikroba rekombinan gennya berasal dari hewan yang haram atau tidak.
Bahan pembantu atau eksipien titik kritis perhatikan pada penggunaan laktosa, etanol,
adeps lanae serta magnesium stearat. Sebagian bahan baku laktosa ditemukan sebagai
produk samping pembuatan keju dan susu yang ditambahkan enzim dari babi. Etanol
perhatikan batas kadar 1% dan sumber produksinya apakah bersinggungan dengan kamr
atau tidak. Adeps lanae sebagia bahan untuk meningkatkan viskositas juga beresiko
diisolasi dari hewan yang diharamkan.

b) Obat bahan alam


Bahan dasar obat bahan alam tidak sepenuhnya berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan.
Kenyataannya produk-produk hewan pun juga masuk dalam ramuan obat bahan alam.
Ramuan tradisional itu juga mengenal bahan-bahan hewani, seperti kuda laut, bagian
organ dari ayam, bagian organ ular (empedu, darah,lemak, serta otaknya), buaya,
kalajengking, laba-laba, dan ekstrak berbagai bagian dari jenis binatang. Jadi, perlu
kehati-hatian dalam memilihnya sebab penggunaan hewan ini harus dilihat dari segi jenis
hewannya halal atau tidak.
Pembuatan obat dari bahan alam yang halal dari hewan hendaklah dari hewan yang
halal dikonsumsi. Bagi produsen yang menggunakan hewan sebagai bahan pembuatan
obat, dapat menanyakan hukum hewan yang digunakannya apakah halal atau haram.

c) Kosmetik
Produk kosmetik memang tidak dimakan dan masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu,
penggunaan kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci dan najis. Unsur kosmetik
19
haruslah terdiri dari zat yang halal, tidak najis atau menjijikkan daa tidak membahayakan
tubuh pemakainya serta jangan sampai kosmetik menjadi sarana tabarruj yakni
berdandan yang berlebihan dan bukan pada tempatnya.
Sediaan kosmetik ini terdapat peluang digunakannya bahan aktif atau bahan pembantu
dari bahan yang haram atau diragukan/subhat. Status kehalalan ini kritis terutama pada
produk dengan bahan hasil isolasi dari hewan (kolagen, dll), menggunakan alkohol,
menggunakan bagian dari manusia seperti plasenta dan cairan amniotik.

E. Riset dan Teknologi Farmasi


Farmasi merupakan suatu bidang ilmu yang semakin berkembang. Dengan
perkembangan teknologi kefarmasian tentu mengakibatkan berbagai konsekuensi
termasuk permasalahan yang terjadi semakin lebih kompleks, mulai dari kontrofersi
dalam penggunaan hewan percobaan dalam riset kefarmasian, teknologi transgenik,
kloning, hingga mengenai dampak linngkungan hidup akibat banyak bertumbuhnya
industri farmasi yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.

Islam sebagai agama yang sempurna dalam ajarannya telah mengajarkan kepada
umatnya untuk tetap menyeimbangkan antara perkembangan teknologi dengan nilai-nilai
ilahiyah, sehingga kerusakan dimuka bumi dapat terhindarkan.

Contoh reiset dan teknologi yang perlu diperhatikan:


1) Penelitian-penelitian menggunakan hewan percobaan
Konsep yang dipegang oleh fikih adalah mempertimbangkan kepentingan umat
manusia yang terdiri atas 5 hal yang meliputi agama, jiwa, keluarga, akal fikiran, serta
harta benda. Tindakan-tindakan tertentu yang dimotivasi oleh keterpaksaan atau darurat
dalam rangka melindungi salah satu dari lima kepentingan itu dibenarkan. Aspek
kedaruratan ini juga berlaku dalam pemanfaatan hewan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, kesehatan dan penelitian kefarmasian yang bermanfaat untuk kehidupan
manusia. Meskipun demikian dalam pandangan Islam, kita wajib berbuat baik dalam
memperlakuakan hewan dengan tujuan yang jelas. Tantangan ahli farmasi adalah menguji
khasiat obat dengan in vitro tanpa hewan uji karena saat ini tidak semua uji dapat
dilakuakn secara in vitro seperti uji toksisitas.

2) Pemanfaatan teknologi transgenik


Perkembangan dalam rekayasa genetik perlu diperhatikan mengenai proses
pembuatannya (prokursor, raw material, media pertumbuhan) agar produk yang
dihasilkan aman dan halal.

3) Kontroversi teknologi kloning


Proses kloning dalam penciptaan manusia jelas bertentangan dengan ajaran Al-
Qur’an.

4) Penanganan lingkungan hidup


Setiap orang yang mengeksploitasi dan menggunakan alam adalah demi kepentingan
ibadah, melestarikan alam juga ibadah. Penanganan limbah harus sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan. Dalam memanfaatkan alam harus memperhatikan estetika dan
keindahan. Pengembangan teknologi dan industri perlu diimbangi dengan perilaku
memelihara lingkungan sekitar secara arif misalnya, dengan memanfaatkan SDA sesuai
dengan kebutuhan, penyiapan analisis pengembangan mengenai dampak lingkungan
(AMDAL), penanganan limbah industri yang sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan, serta bentuk perilaku ramah lingkungan lainnya.

F. Pelayanan Kefarmasian

Perubahan paradigm pelayanan farmasi dari drug oriented menjadi patient


oriented sehingga menjadikan profesi farmasi menjadi peluang sekaligus tantangan.
Farmasis berperan dalam membantu pengobatan mandiri pasien untuk memilihkan obat
yang baik dan halal. Fungsi utama dari dari pelaksanaan asuhan
kefarmasian (Pharmaceutical care) antara lain untuk mengidentifikasi baik yang aktual
maupun potensial masalah yang berhubungan dengan obat, menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan obat, serta mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan
obat.
Dalam etika farmasi, para farmasis memiliki kewajiban untuk melindungi pasien dari
kerugian akibat kesalahan pemakaian obat yang merugikan. Diawal Farmasi memeriksa
kebutuhan pasien, ditengah memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi bagi
DRP (Drug Related Problem), diakhir menilai hasil intervensi (evaluasi) sehingga didapat
hasil yang optimal sehingga pada akhirnya diharapkan kualitas hidup pasien meningkat
serta hasilnya memuaskan. Dengan mengutamakan keselamatan dan melindungi pasien

21
dari penggunaan obat yang membahayakan diri pasien, berarti farmasis turut memelihara
kehidupan pasien tersebut sesuai dengan anjuran ajaran Islam.

G. Sertifikat Halal Produk Farmasi


Mencari yang halal merupakan suatu kewajiban setiap muslim sehingga kita wajib
selektif dalam memilih makanan dan minuman termasuk obat-obatan dan kosmetika.

Sertifikat halal merupakan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam. Tujuan pelaksanaan sertifikat halal
pada produk pangan, produk farmasi seperti obat-obatan dan kosmetik adalah untuk
memberikan kepastian kehalalan suatu produk sehingga dapat menentramkan batin
konsumen.

Sampai saat ini di Indonesia belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
kehalalan obat dan kosmetik. Padahal sangat banyak titik kritis halal haram dari obat dan
kosmetik. Hal ini belum menjadi perhatian penting bagi praktisi kesehatan maupun
konsumen dengan berlindung pada alasan status kedaruratan. Oleh karena itu, perlunya
membangun kesadaran semua pihak tentang pentingnya regulasi halal untuk obat dan
kosmetik serta selektif memilih produk yang halal dan toyib.

Tantangan lain dalam mencanangkan regulasi halal obat dan kosmetik selain
rendahnya kesadaran praktisi kesehatan terhadap obat dan kosmetik halal di Indonesia
adalah minimalnya bahan baku lokal sehingga pengawasan oleh LPPOM MUI lebih sulit
karena ketergantungan industri farmasi pada bahan baku impor. Selain itu regulasi dan
pola pengawasan produk halal masing-masing Negara berbeda karena parameter
penentuan kehalalan dan lembaga serta ijtihad para ulama fiqih lokal bisa berbeda.

Keberadaan benda haram dalam suatu produk tidak dapat langsung terdeteksi secara
visual bahkan penelitian laboratorium pun tidak selalu bisa mendeteksi keberadaan unsur
alkohol maupun babi pada produk akhir. Oleh karena itu, hal terpenting adalah secara etis
adanya jaminan pihak ketiga yang independen atas kehalalan produk pangan, obat,
maupun kosmetika dalam bentuk sertifikat halal. Sehingga produsen terawasi sejak proses
pengadaan barang, produksi hingga pengemasan. Hasil dari pengawasan dikeluarkan
dalam bentuk dokumen yang selanjutnya menjadi landasan sertifikasi kehalalan.
Selanjutnya dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menciptakan metode yang lebih akurat,
cepat dan ekonomis.
Farmasis/apoteker memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan dengan penjaminan
mutu produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan maupun kosmetik. Hal itu
disebabkan farmasis merupakan suatu profesi yang konsen, komitmen dan kompeten
dalam bidang pengobatan. Untuk dapat mewujudkannya, dibutuhkan tenaga farmasis
muslim yang benar-benar mengerti dibidangnya dan memiliki sikap sesuai profesi yang
disandangnya.

Sebagai farmasis muslim kita juga dituntut untuk memiliki kepekaan pada kebutuhan
umat Islam. Bagi seorang muslim, mengkonsumsi makanan serta produk farmasi lainnya
termasuk obat yang berstatus halal dan thoyib, sudah menjadi bagian keyakinan agama
yang harus dijalankan. Ironisnya seringkali konsumen tidak memiliki kebebasan untuk
memilih produk yang halal akibat minimnya informasi yang sampai. Penjaminan hak
konsumen muslim dalam mengkonsumsi produk menjadi tanggung jawab semua pihak
baik pemerintah, farmasi dan masyarakat pada umumnya.

Islam menghendaki kehati-hatian kita dalam membuat serta mengkonsumsi segala


sesuatu termasuk obat. Tujuan kehati-hatian tidak untuk memberatkan manusia dengan
berbagai aturan yang telah ditetapkan, namun ingin menghantarkan manusia dalam
kemuliaan dan kebahagiaan hakiki, di dunia maupun diakhirat. Bahkan beberapa aturan
dalam Islam telah terbukti secara etis meningkatkan kualitas hakiki kehidupan manusia.

Seseorang yang sakit dapat menggunakan obat yang haram jika saat itu tidak terdapat
alternatif lain. Penggunaan obat yang haram dalam keadaan darurat tidak boleh
berlebihan, tetapi seperlunya saja. Sementara yang berhak menilai keadaan darurat
seseorang adalah tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan mengetahui persis kondisi
pasien, pribadi bersangkutan yang merasakan penderitaan sakitnya dan pemerintah
berwenang untuk kondisi darurat yang menangkut kepentingan umum.

Kondisi darurat adalah respon reaktif yang bisa menjadi landasan penentuan hukum
ketika manusia berada dalam kondisi terdesak. Sayangnya status darurat ini sering
menjadi tempat berlindung para praktisi kesehatan ketika berhadapan dengan pasien.
Secara filosofis kondisi kedaruratan obat tidak harus terjadi manakala ilmuwan muslim di
dunia pengobatan memiliki cara pandang tentang pentingnya mengusahakan produk
farmasi yang halal. Karena pada dasarnya masih banyak alternatif bahan obat yang halal
yang belum diusahakan pengadaannya. Segala yang berasal dari haram semuanya dinilai
haram. Tujuan atau niat tidak menghalalkan cara atau proses. Namun perlu “cerdas dan

23
arif” dalam menilai status kedaruratan suatu kondisi, dimana dinilai oleh yang memiliki
wewenang dan keilmuan terkait itu. Jadi, diperlukan peran semua pihak untuk
mengusahakan pengadaan serta penggunaan produk yang halal dan toyib (baik).

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Farmasi yang berdasarkan Islam dapat mengedepankan kemampuan untuk
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi secara optimal, serta
memiliki kepekaan terhadap berbagai proses pembuatan sediaan obat yang
berlandaskan syariat Islam
2. Tantangan ahli farmasi muslim adalah mengusahakan membuat bentuk sediaan
obat dan kosmetik halal
3. Seseorang yang sakit dapat menggunakan obat yang haram jika saat itu tidak
terdapat alternatif lain setelah keadaan darurat dinilai oleh tenaga ahli yang
memiliki kompetensi dan mengetahui persis kondisi pasien, dan pemerintah
berwenang untuk kondisi darurat yang menangkut kepentingan umum.
4. Sebagai landasan dalam penentuan halal dan haram umat Islam berpedoman
kepada Al-Qur’an dan Sunnah
5. Islam sangat menjunjung tinggi baik kesehatan fisik dan mental, maupun
kesehatan lingkungan Untuk mengobati penyakit rohani dan kegelisahan hati
islam mengajarkan beberapa cara yaitu membaca Al Qur’an, bezikir, berdoa,
sholat.

B. Saran
1. Perlunya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengobatan yang berlandaskan
syariat Islam
2. Hendaknya masyarakat memahami batasan-batasan dari pengobatan alternative
yang diperbolehkan dalam syariat islam
3. Bagi produsen yang menggunakan hewan sebagai bahan pembuatan obat, dapat
menanyakan hokum hewan yang digunakannya apakah halal atau haram
4. Perlunya membangun kesadaran semua pihak tentang pentingnya regulasi halal
untuk obat dan kosmetik serta selektif memilih produk yang halal dan toyib.

DAFTAR PUSTAKA

An-Nawawi. 2007. Terjemah Hadits Arba’in: An-Nawawiyah, Cetakan V, Penerjemah: Tim


Sholahuddin. Jakarta: Sholahuddin Press.
Departemen Agama RI. 2005. Al Quran dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Syamil Cipta
Media

25
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 1996. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor: 7 tahun 1996 Tentang Pangan, DirJen Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim. 2004. At-Tibb An-Nabawi Metode Pengobatan Nabi SAW,
Jakarta: Griya Ilmu,
Wasito, H. dan D. Herawati. 2008. Etika Farmasi dalam Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai