"Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;
ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-
bilurnya kita menjadi sembuh." Yesaya 53:5
Dalam pengajaran-Nya Kristus menegaskan bahwa Ia harus menanggung penderitaan akibat dosa
manusia. Hal penderitaan Kristus ini telah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya melalui nabi
Yesaya sebagaimana tertulis di pasal 53 ini.
Firman Tuhan secara tegas menyatakan bahwa upah dosa adalah maut (Roma
6:23). Kata 'maut' ini berbicara tentang kematian kekal, dan tak satu pun manusia di muka bumi
ini yang bisa menebus dan menyelamatkan dirinya sendiri dari hukum maut, sekalipun ia telah
berbuat amal atau melakukan perbuatan baik. Karena dosa, manusia harus menanggung akibatnya
yaitu menerima penghukuman kekal. Namun, puji Tuhan, Bapa bukanlah Pribadi yang kejam,
melainkan Pribadi yang penuh belas kasihan. Meski demikian penderitaan dan kematian pada
manusia harus terjadi karena manusia telah berbuat dosa. Ini menunjukkan bahwa Bapa tetap
konsisten dengan keputusan-Nya bahwa setiap ketidaktaatan pasti mendatangkan hukuman. Namun
karena kasih-Nya kepada manusia, Bapa rela membayar dosa dan pelanggaran manusia dengan
menanggungkan hukuman maut tersebut kepada Anak-Nya, yaitu Kristus.
Karena itulah Kristus harus datang ke dunia, menderita dan mati bagi umat manusia seperti
tertulis: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28), dan "...dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai
mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Nabi Yesaya pun menubuatkan tentang penderitaan yang harus
Kristus alami demi menanggung dosa manusia (Yesaya 53): rupa-Nya bukan seperti manusia lagi,
Ia tidak kelihatan tampan dan semarak pun tidak ada (ayat 2), Ia dihina dan dihindari orang (ayat
3), penuh kesengsaraan dan menderita kesakitan (ayat 3), Ia tertikam karena pemberontakan kita
dan diremukkan karena kejahatan kita (ayat 5), Ia dianiaya seperti anak domba yang dibawa ke
pembantaian (ayat 7), Ia terputus dari negeri orang hidup (ayat 8).
Karena dosa manusia, Kristus harus menanggung penderitaan di kayu salib!
Beberapa waktu yang lalu saya mendapat pesan dari seorang jemaat GKJ Manahan lewat facebook
yang mohon didoakan supaya bisa melampaui ujian dengan selamat. Artinya dia dapat lulus dengan
hasil yang baik. Lain lagi dengan SMS dia seorang ibu yang akan operasi, dia juga meminta
dukungan doa supaya operasi berjalan dengan baik, dia bisa selamat artinya bisa sembuh dari
operasinya. Ketika seseorang akan pergi jauh, dalam doanya juga memohon supaya bisa sampai
tujuan dengan selamat. Ketika ada seorang ibu hendak melahirkan, dia dan keluarga juga berdoa
supaya dapat melahirkan dengan selamat, artinya ibunya sehat, anaknya juga lahir dalam keadaan
sehat. Ya, secara umum setiap orang membutuhkan keselamatan. Dalam kehidupan kita sering
menyaksikan perjuangan orang untuk menyelamatkan diri. Mulai dari upaya orang menyelamatkan
diri dari bahaya kecelakaan, menyelamatkan keluarga dari kehancuran, menyelamatkan jabatan,
menyelamatan usaha di tengah persaingan, menyelamatkan anak dari pergaulan yang tidak benar,
menyelamatkan diri dari bencana alam dll. Bahkan kalau kita perhatikan yang membutuhkan
keselamatan itu bukan hanya orang yang baik dan dilakukan untuk niat yang baik saja. Orang yang
meniatkan diri untuk tindakan yang tidak baik pun ingin selamat. Bagaimana caranya supaya
kebohongan tetapi tetap selamat artinya tidak ketahuan. Bagaimana caranya supaya tindakan
korupsi tetap selamat artinya tidak ketahuan Komisi pemberantas Korupsi (KPK), dll. Tapi saya
yakin jemaat disini tidak akan melakukan ini!
Saudara merenungkan upaya orang untuk menyelamatkan diri saya jadi ingat sebuah cerita tentang
sebuah penerbangan ke Papua. Di Papua itu penerbangan dari satu pulau ke pulau lain umumnya
kan menggunakan pesawat yang kecil. Saya dulu juga pernah mengalami penerbangan dari Biak ke
Manokwari. Dalam cerita ini ada 4 orang yang terdiri 3 penumpang pesawat (pejabat, pendeta yang
sudah tua, dan seorang pelajar muda) dan 1 pilot. Pada awalnya perjalanan berjalan begitu
menyenangkan. Dari atas pesawat nampak pemandangan dengan indah, hutan yang lebat dan sungai
yang berkelok-kelok. Tetapi beberapa waktu kemudian, nampak ada masalah dalam pesawat. Pilot
tentu saja berusaha mengendali pesawat dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan semua
penumpang. Tetapi makin lama, kondisinya semakin sulit, sampai akhirnya pilot meskipun dengan
berat hati mengumumkan: "Maaf saudara, pesawat mengalami kerusakan, saya sudah berusaha
semampu saya untuk mengatasinya, tetapi rupanya kerusakan cukup berat. Kita harus bersiap-siap.
Di pesawat ada parasut, tapi sayang hanya tersedia 3. Untuk itu saya akan menggunakan 1 karena
saya masih punya anak-anak kecil dirumah." Sang pilot langsung meraih parasut dan mengenakan,
bahkan langsung terjun untuk menyelamatkan diri. Sekarang giliran sang pejabat juga
mengatakan:"Maaf, saya masih harus memimpin rapat kerja, jadi parasut yang satu saya ambil ya!"
Pejabat itu megambil parasut dengan tergesa-gesa dan langsung terjun". Tinggallah pendeta yang
sudah tua dan seorang pelajar muda. Pendeta ini mengatakan kepada anak muda:" Nak, ambillah
parasut itu, supaya kamu selamat. Kalau saya kan sudah tua, sudah banyak makan asam garam
dunia. Kalau tokh saya mati, saya yakin, nanti saya akan masuk sorga". Tetapi anak muda itu
menjawab: "Tenang bapak pendeta, kita masih punya 2 parasut". Pendeta itu bertanya:" Lho koq
bisa, kan sudah diambil pilot dan bapak pejabat tadi". Anak muda itu menjawab:" Yang diambil
bapak pejabat tadi ransel saya pak, bukan parasut!"
Ini cerita saudara, tapi dari cerita ini kita belajar bahwa didunia ada ada banyak upaya orang untuk
menyelamtkan diri, bahkan tak jarang, dalam rangka menyelamtkan diri orang melupakan orang
lain atau meninggalkan orang lain. Terkadang dalam rangka menyelamatkan diri orang juga
melakukan tanpa pikir panjang, yang akhirnya membuat dia tidak selamat. Ini yang seringkali
menjadi gerak dunia dalam rangkan mendapatkan keselamatan. Pola yang seperti ini sangat berbeda
dengan pola yang dinyatakan Allah dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Dalam rangka menyelamatkan manusia, Tuhan tidak mengorbankan pihak lain, tidak meninggalkan
pihak lain tetapi justru memberikan diriNya untuk keselamatan bagi manusia. Dengan jelas hal ini
dituturkan dalam pribadi Hamba Tuhan yang menderita seperti yang digambarkan dalam kitab
Yesaya 53. Konteks dari kitab Yesaya 53 ini bangsa Israel memperoleh harapan bahwa mereka
akan lepas dari penderiaan dengan hadirnya Sang Mesiah. Hanya saja kehadiran Sang Mesias
sangat berbeda dengan apa yang mereka bayangkan. Karena Mesias disini digambarkan sebagai
pribadi yang sangat sederhana dalam diri seorang hamba. Tak sedikitpun hamba ini menunjukkan
ketampanannya sehingga orang ingin melihatnya dengan penuh kekaguman. Semaraknyapun tidak
ada sehingga orang memandang dia. Bahkan karena wajahnya tak menunjukkan keindahan Dia
justru dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita
kesakitan; ia sangat dihina. Orang-orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak
masuk hitungan. Sebuah keadaan yang menggambarkan betapa rendahnya hamba ini, betapa tidak
menariknya dia. Tak seorang pun yang menoleh, menyapa bahkan dia justru ditolak karena
dianggap tidak pantas untuk masuk dalam hitungan.
Tetapi diluar dugaan banyak orang, hamba yang penuh kesederhaan bahkan yang dihina banyak
orang inilah yang menyelematkan kita. Dia merelakan dirinya menanggung penderitaan yang
semestinya harus kita jalani. Ayat 4 dengan jelas mengatakan:" Tetapi sesungguhnya, penyakit
kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya." Ayat 5 kembali meneguhkan
apa yang dijalani oleh hamba ini: "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia
diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita
ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." Merenungkan firman ini saya
jadi merasa kecil sekali. Apa yang dialami oleh hamba Tuhan ini berbeda dengan kecenderungan
kita secara umum. Rasa-rasanya sulit bagi kita untuk menanggung hukuman, tuduhan, beban,
tanggung jawab yang kita anggap tidak semestinya kita tanggung karena bukan kita yang
melakukannya. Rasa-rasanya hati kita berontak, tidak rela untuk menanggung kesalahan yang tidak
kita lakukan. "Lha wong kamu yang salah, koq saya yang harus menanggung!! Ya tidak mau lah!
Ini yang umumnya terjadi. Bahkan ada kecenderungan, kalau bisa kita melemparkan kesalahan pada
orang lain untuk menyelamtkan diri sendiri. Tetapi tidak demikian dengan hamba yang satu ini. Dia
rela menderita untuk menanggung kesalahan karena pemberontakan pihak lain. Dia rela menderita
karena perbuatan dosa pihak lain. Sebuah pengorbanan yang luar biasa saudara. Bahkan dalam ayat
tadi ditegaskan: " dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." Dengan kata lain, lukanya
menyembuhkan kita.
Ketika saya mencoba untuk mencari makna bilur, saya menemukan bahwa bilur adalah luka
goresan karena dicambuk. Umumnya ya sakit dan perih. Yang menarik dari hamba ini adalah
bahwa ditengah luka yang dialami dan penderitaan yang harus dirasa, hamba ini justru
menyembuhkan. Siapapun orang, kalau lagi sakit atau terluka, dia berada dalam keadaan tidak
berdaya. Umumnya orang yang sakit, yang sedang terluka mempunyai kecenderungan untuk
memikirkan diri sendiri, memusatkan perhatian pada diri sendiri. "Lha saya saja masih ada masalah
koq! Masak saya harus memperhatikan orang lain", "Lha memikirkan penderitaan saya saja rasa-
rasanya sudah pusing, masak saya harus membantu memikirkan orang lain?" Ini ungkapan yang
seringkali kita dengar.
Di samping itu saudara-saudara orang yang terluka itu tidak saja mempunyai kecenderungan untuk
memikirkan diri sendiri tetapi luka yang dia derita juga membuat orang itu menjadi sensitive. Jari
tangan saya ini ada bekas luka yang dalam. Saya jadi ingat, dulu ketika saya kecil, saya sering
berlibur di rumah nenak saya di Prambanan, Klaten. Nenek saya itu petani. Saat liburan sekolah,
ketika saya ke sana, nenek saya sedang panen padi. Banyak orang yang membantu memanen padi.
Saya juga ingin membantu, tetapi saya tidak punya pengalaman menggunakan alat untuk memanen
yang tajam, kayak pisau, orang jawa menyebutnya ani-ani, dan hasilnya jari saya kena, lukanya
dalam sekali. Jelas saya menangis, nenek saya kebingungan. Ketika jari saya masih terluka,
kesenggol sedikit saya terasa sakit luar biasa. Tetapi karena sekarang lukanya sudah sembuh, saya
pencet-pencet ya tidak akan terasa sakit. Dengan hal ini saya mau katakan saudara, bahwa orang
yang sedang terluka, ya fisiknya, ya hatinya, biasanya gampang "merasa", atau jadi sensitive,
gampang tersinggung. Orang lain ngomong bisik-bisik dikira nggosipin, padahal tidak!
Di samping itu orang yang terluka, yang sedang sakit disadari atau tidak punya kecenderungan,
untuk melukai orang lain. Dia akan mentransfer pengalaman terlukanya pada orang lain. Karena
terluka gara-gara dimarahin atasannya, suami/istri/anak dirumah jadi sasaran, pintu ditendang,
karena mau menendang bosnya tidak berani! Luka dan sakitnya diungkapkan dengan melukai orang
lain mungkin dengan kata-kata atau dengan sikap yang destructive. Kalau orang sedang terluka ada
kecenderungan gampang marah, kata-katanya terasa pedas, dan menyakitkan. Demikian juga
tindakan cenderung merusak, mengganggu, atau membuat pihak lain tidak nyaman. Jadi kalau
besuk koq menemui ada orang yang gampang marah-marah, dipahami saja dia sedang sakit.
Saudara-saudara,
Kecenderungan umum yang saya sampaikan tadi sangat berbeda yang apa yang dilakukan oleh
hamba Tuhan dalam kitab Yesaya. Justru luka penderitaannya lah yang menyembuhkan kita.
Hamba Tuhan ini tidak mentransfer lukanya untuk melukai pihak lain, hamba Tuhan itu justru
mentransform, mengubah penderitaannya untuk menyembuhkan orang lain. Lalu siapakah hamba
Tuhan ini? Kita menghayati bahwa Hamba Tuhan ini adalah nubuat yang menunujuk dalam diri
Tuhan Yesus Kristus. Bukanlah apa yang digambarkan dalam Yesaya 53 itu menunjuk pada
pengalaman Tuhan Yesus Kristus. Dia menderita untuk menanggung dosa-dosa kita. Sebelum Dia
disalib, Dia didera dengan cambuk. Tubuhnya penuh dengan bilur-bilur karena cambuk itu. Pada
masa itu dikenal 2 macam cambuk dera. Yang satu berupa sebatang tongkat atau ranting-ranting,
jenis ini digunakan untuk menghukum warga negara Romawi. Yang kedua berupa cambuk
bergagang kayu dengan satu sampai tiga helai kulit atau tali. Ujungnya ada yang diberi bulatan
keras atau paku kecil. Jenis kedua inilah yang rupanya digunakan untuk mencambuk Tuhan Yesus.
Bisa kita bayangkan berapa banyak bilur-bilur dalam tubuhnya.
Tidak hanya itu saudara, Yesus juga mengalami luka batin karena di tinggal oleh murid-muridnya.
Murid-muridnya yang diharapkan membantu dalam doa, menopang di saat-saat sulit justru masing-
masing bersembunyi untuk menyelamatkan diri sendiri. Perasaan sendiri yang dialami Tuhan Yesus
itu mencapai puncaknya ketika Tuhan Yesus berseru:" "Eli, Eli, lama sabakhtani?" yang artinya:
"Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkanku?" Seruan ini hendak menunjukkan betapa
sedihnya kalau orang ditinggal dalam kesendirian. Namun hal yang sangat mengagumkan, Tuhan
Yesus mengekspresikan luka yang pernah dialami justru untuk menyembuhkan orang yang terluka.
Tuhan Yesus adalah pribadi yang pernah terluka, tapi juga yang menyembuhkan. Melalui bilur-
bilurnya kita beroleh kesembuhan.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Saya yakin bahwa kita semua yang berkumpul disini pernah mengalami sakit ataupun terluka, sakit
secara fisik karena berbagai penyakit yang menggerogoti tubuh kita, atau pun terluka batin kita
karena berbagai pengalaman hidup mungkin disebabkan oleh pasangan hidup kita, oleh saudara
kita, oleh teman kerja kita, oleh tetangga kita atau oleh orang lain. Luka itu bisa saja kita alami
karena kita ditinggalkan, diabaikan, direndahkan, ditolak ataupun dikhianati. Merenungkan Tuhan
Yesus yang terluka dan Tuhan Yesus yang menyembuh, memberi harapan mendampingi kita di
saat-saat sakit dan terluka, bahkan memberi kesembuhan, karena didalam Dia ada kesembuhan dan
keselamatan.
Merenungkan firman ini juga menyadarkan kepada kita bahwa didunia ini banyak orang yang sakit,
banyak orang yang terluka. Baik yang sakit fisiknya maupun yang terluka batinnya. Sebagaimana
Tuhan Yesus dalam lukaNya telah menyembuhkan kita bahkan menyelamatkan kita dari kuasa
maut, kita pun dipanggil untuk mnejadi komunitas yang menyembuhkan. Hal ini dapat kita lakukan,
kalau dalam hidup kita baik secara pribadi maupun gereja kita secara rutin menyediakan waktu dan
hati kita untuk mendoakan mereka, menema,I saudara kita yang sedang terbeban, menyapa mereka
yang dalam kesendirian, merangkul mereka yang tersisihkan. Dengan cara ini kita dimampukan
untuk menghayati karya keselamatan yang dinyatakan Tuhan Yesus melalui minggu pra paskah ini.
Amin.
Damai Bebas Dari Hukuman
Seberapa sering kita mengucap syukur kepada Tuhan atas damai sejahtera yang Dia
berikan? Apakah kita sering mengalami damai-Nya dalam menghadapi masalah keuangan, masalah
pernikahan, anak-anak, konflik hubunga, kerja keras, dst? Ataukah hidup ini terasa datar saja?
Yesaya 53:5 berkata bahwa “ganjaran yang mendatangkan keselamatan (damai sejahtera) bagi kita
ditimpakan kepadanya dan oleh biluar-biluar-Nya kita menjadi sembuh”. Kita tidak akan dapat
menghargai makna Natal yang penuh damai sejahtera jika kita tidak pernah tahu berapa harga yang
telah dibayar oleh Tuhan Yesus untuk sebuah damai sejahtera. Sadarkah kita bahwa pelanggaran
kita telah menyebabkan Tuhan Yesus harus disalibkan? Sadarkan kita bahwa kutuk karena dosa
dan kejahatan kita telah ditimpakan kepadaNya sebagai ganti damai sejahtera yang kita nikmati
sekaran?
Mari kita menggunakan masa Advent ini sebagai kesempatan untuk hidup setiap hari dengan
kesadaran yang tinggi bukan hanya tentang damai sejahtera yang telah diberikan Allah kepada kita
secara pribadi, tetapi juga tentang damai sejahtera yang belum dinikmati oleh orang-orang di sekitar
kita, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur. (Renungan Harian Yesaya 53: 1-6 |
Damai Bebas Dari Hukuman)