Anda di halaman 1dari 98

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

BUDAYA MADEUNG IBU POST PARTUM DI GAMPONG


TUMPOK LADANG KECAMATAN KAWAY XVI
KABUPATEN ACEH BARAT

OLEH :
YUSNIDAR
NPM : 1610210023

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


BANDA ACEH
2019

i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Yusnidar
NPM : 1610210023
Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Epidemiologi

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini yang berjudul “Budaya Madeung Ibu Post
Partum di Gampong Tumpok Ladang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat”
benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan benar. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa tesis ini
merupakan hasil dibuat oleh pihak-pihak lain, maka saya bersedia menerima sanksi
akademis yang ditetapkan oleh Magister Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Aceh (FKM-UNMUHA), termasuk pembatalan hasil sidang tesis atau
pembatalan hak atas gelar magister saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan
seperlunya dan tanpa ada paksaan.

Banda Aceh, 25 Juni 2019

Yusnidar
NPM: 1610210023

ii
ABSTRAK

NAMA : YUSNIDAR
NPM : 1610210023

BUDAYA MADEUNG IBU POST PARTUM DI GAMPONG TUMPOK LADANG


KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT

(xi+81 halaman, 2 tabel dan 6 lampiran)

Di Aceh masih banyak para ibu melakukan perawatan nifas berdasarkan budaya
dan adat istiadat khususnya pada masyarakat Tumpok Ladang Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat. Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang
mempengaruhi status kesehatan dari perawatan nifas yang dilakukan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi secara mendalam budaya madeung ibu post
partum.
Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
deskriptif dilakukan dengan wawancara mendalam pada 2 orang informan utama yaitu
ibu nifas dan informan sekunder sebanyak 10 orang yaitu keluarga terdekat, bidan
desa, Ma’bllien, kader posyandu, ibu PKK, Geuchik dan Tgk Imum. Transkripsi dianalisis
dengan menggunakan content analisis.
Penelitian ini menemukan pengalaman dalam menjalani madeung dimula dari
mandi setelah melahirkan, melakukan urut/kusuk badan, menggunakan ramuan untuk
bagian luar dan ramuan untuk minum, melakukan meutangeh (pengasapan), mandi
pada hari kesepuluh. Keinginan madeung adalah keinginan sendiri dan juga adanya
dukungan dari orangtua.
Budaya madeung pada masyarakat Tumpok Ladang hampir sama dengan
daerah Aceh lainnnya seperti mandi setelah melahirkan, menggunakan ramuan.
Namun pada masyarakat Tumpok Ladang melakukan Meutangeh sedangkan daerah
lain di Aceh melakukan Sale, pada masyarakat Tumpok Ladang selama madeung tidak
melakukan pantangan makanan dan masih tetap memberikan ASI pada bayi. Hasil dari
FGD disimpulkan bahwa budaya madeung sudah ada zaman dulu karena yang
diwariskan secara turun temurun yang berguna untuk kesehatan ibu melahirkan.
Sepengetahuan semua narasumber madeung sudah ada sejak dulu dan sampai
sekarang masih di terapkan di tengah masyarakat
Bagi Stakeholder Kabupaten Aceh Barat, dapat mengadakan pelatihan pijat
nifas yang benar kepada dukun kampung di Kecamatan kaway XVI agar pijat yang
dilakukan oleh dukun kampung tidak membahayakan bagi ibu nifas dan dapat
melakukan pengujian terhadap herbal yang digunakan sebagai ramuan.

Kata Kunci : budaya, madeung, ibu post partum


Daftar Kepustakaan : 53 (1996-2017).

iii
ABSTRACT

Name : Yusnidar
Student ID : 1610210023

CULTURE OF MADE OF POST PARTUM MOTHER IN TUMPOK VILLAGE, LADANG,


KAWAY XVI, KEC, WEST ACEH DISTRICT

(xi + 81 pages, 2 tables and 6 attachments)

In Aceh there are still many mothers doing postnatal care based on culture
and customs, especially in the Tumpok Ladang community in Kaway XVI District, West
Aceh Regency. Culture or habit is one that affects the health status of postpartum care
performed. The purpose of this study was to explore deeply the culture of Madeung's
mother post partum.
This research is a qualitative study with descriptive phenomenology approach
conducted by in-depth interviews with 2 main informants, namely postpartum mothers
and secondary informants as many as 10 people from the nearest family, village
midwife, Ma'bllien, Posyandu cadre, PKK mother, Geuchik and Tgk Imum. Transcription
is analyzed using content analysis.
This study found experience in undergoing Madeung from bathing after giving
birth, doing body massage, using potions for the outside and potions for drinking, doing
meutangeh (fumigation), bathing on the tenth day. Madeung is selfish and also has
support from parents. The culture of Madeung in the Tumpok Ladang community is
similar to other Aceh regions such as bathing after giving birth, using potions. However,
the people of Tumpok Ladang conduct Meutange, while other areas in Aceh carry out
Sale, in the Tumpok Ladang community as long as Madeung does not carry out dietary
restrictions and still provides breast milk to babies. The results of the Focus Group
Discusion concluded that Madeung's culture that Madeung had existed in ancient times
because it was inherited from generation to generation which was useful for the health
of the mother of childbirth. To the knowledge of all madeung sources, they have been
around for a long time and are still being applied in the community
For the West Aceh District Stakeholders, they can hold a correct puerperal
massage training for the dukun in the Kaway XVI Sub-District so that the massage done
by the dukun kampung is not harmful to the postpartum mother and can test the herbs
used as ingredients.

Keywords : culture, madeung, post partum mother


Bibliography : 53 (1996-2017).

iv
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

BUDAYA MADEUNG IBU POST PARTUM DI GAMPONG TUMPOK LADANG


KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT

Oleh
Yusnidar
NPM: 1610210023

Banda Aceh, Juni 2019

Diketahui oleh:
Ketua Faculty Research Committee

Hj. Farrah Fahdhinie, SKM, MPH


NIDN. 0111128601

Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II

Fahmi Ichwansyah, S.Kp., MPH., Ph.D Dr. Harbiyah, G, M.Pd


NIP. 1966 09 05 1989 02 1001 NIP. 1970042119960 3 001

Disahkan oleh:
Direktur Pascasarjana UNMUHA

Prof. Asnawi Abdullah, SKM., MHSM., MSc.HPPF., DLSHTM., Ph.D


NIP. 19710703 199503 1 001

v
PENGESAHAN KOMITE SIDANG TESIS

Tesis Dengan Judul

BUDAYA MADEUNG IBU POST PARTUM DI GAMPONG TUMPOK LADANG


KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT

Oleh
Yusnidar
NPM: 1610210023

Tesis ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Komite


Sidang Tesis
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh
Banda Aceh, Juni 2019
Disetujui oleh Komite Sidang Tesis

Ketua : Fahmi Ichwansyah, S.Kp., MPH., Ph.D


NIP. 1966 09 05 1989 02 1001 ……………………………….

Penguji I : Dr. Fadhullah, SH, MS


NIP. 19710703 199503 1 001 ……………………………….

Penguji II : dr. Nurjannah, MPH., Ph.D ………………………………

Penguji III : Dr. Harbiyah, G. M.Pd


NIP. 1970042119960 3 001 ……………………………….

Mengetahui :

Ketua FRC Direktur Pascasarjana UNMUHA

Farrah Fahdhinie, SKM, MPH Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM,


NIDN. 0111128601 MSc.HPPF, DLSHTM, Ph.D
NIP. 19710703 199503 1 001

vi
BIODATA

Nama : Yusnidar
Tempat dan Tanggal Lahir : Ateuk Cut, 24 Januari 1972
Alamat : Jalan Beringin Maju, Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat
Pendidikan yang ditempuh : S- 2 Kesehatan Masyarakat
Pekerjaan : Dosen Prodi Keperawatan Meulaboh

Nama suami : Muzhar. SP


Pekerjaan : PNS
Nama Anak : 1. Febilia Harnidar
2. Muhammad Faris Ridhatillah
3. Najiba Faiza
4. Fadel Muhammad
Nama Orang Tua
Ayah : M. Yahya Yusuf (alm)
Pekerjaan : PNS
Ibu : Hanisah
Pekerjaan : IRT
Alamat Orang Tua : Desa Ateuk Cut Kecamatan Kecamatan Simpang Tiga
Kabupaten Aceh Besar

Pendidikan Yang Ditempuh


1. SDN NEG Ateuk Lam Ura : Tamat tahun 1985
2. SMPN 1 Lampeneurut : Tamat tahun 1987
3. SMAN 2 Banda Aceh : Tamat tahun 1990
4. D-3 Keperawatan : Tamat tahun 1993
5. S-1 PSIK USU : Tamat tahun 2006
6. S2 Kesmas UNMUHA : Tamat tahun 2018

Publikasi : Budaya Madeung ibu Post Partum di Gampong Tumpok ladang Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan

berkat rahmat, Inayah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul Budaya Madeung Ibu Post Partum Di Gampong Tumpok Ladang

Kecamatan Kaway Xvi Kabupaten Aceh Barat, tidak lupa pula shalawat serta salam

kepada Nabi Besar Muhammad SAW dan seluruh sahabat beliau yang telah merubah

dan memperbaiki akhlak umat manusia dipermukaan bumi ini. Ucapan terima kasih

kepada pembimbing pertama Bapak Fahmi Ichwansyah, S.Kp., MPH., Ph.D dan

pembimbing Kedua Ibu Dr. Harbiyah, G. M.Pd yang telah membimbing penulis selama

ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. H. Muharrir Asy’ari, Lc, M.Ag selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Aceh.

2. Bapak Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, MSc.HPPF, DLSHTM, PhD, selaku

Direktur Pascasarjana Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh.

3. Para Dosen Penguji yang telah memberikan saran yang bermanfaat untuk

perbaikan tesis ini.

4. Seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

viii
5. Seluruh staf dan karyawan akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Unmuha

6. Kepada suami, anak-anak dan keluarga tercinta yang telah memberikan motivasi

untuk menyelesaikan thesis ini

7. Semua teman-teman Mahasiswa angkatan ketiga tahun 2016 Prodi MKM-FKM

Unmuha yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan

mendoakanku tanpa henti.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat

kekurangan yang disebabkan oleh penulis sendiri. Oleh karena itu kritikan dan saran

dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan tesis ini.

Akhirnya dengan satu harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis

sendiri dan bagi semua kalangan yang membacanya, Amin….

Banda Aceh, April 2019


Tertanda,

Yusnidar

ix
KATA MUTIARA

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kami telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh- sungguh (urusan) yang lain
dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap ” (QS. Alam Nasyrah: 6-8)
Pelajarilah ilmu pengetahuan, sesungguhnya ilmu pengetahuan pertanda tekun kepada Allah,
menuntut ilmu adalah ibadah, mengingat- ingatnya adalah tasbih, membahas adalah jihat,
mengajarkannya kepada orang lain adalah sedekah dan menyebarkannya adalah pengorbanan
(HR. Turmudzi dan Anas).
Telah kutapaki jalan berliku dan penuh rintangan dengan segala daya dan upayaku
demi tercapainya tujuan dan cita- cita ini. Akhirnya sebuah perjalanan panjangpun
berhasil ku tempuh dengan segenap pengorbanan orang- orang yang ku sayang,
dengan cucuran keringat dan air mata.
Syukur Alhamdulillah pada Mu ya Allah, telah Engkau berikan kepadaku satu
kebahagiaan lagi, hingga tak berhenti bibir ini untuk berucap syukur kepada Mu. Cucuran
air mataku mengiringi sembah sujud dan terima kasih yang sebesar- besarnya untuk suami
tercinta, anak tersayang dan keluarga besar atas do’a dan pengorbanan yang selama ini telah
diberikan untuk keberhasilanku demi impian, harapan dan cita- citaku. Sungguh takkan
mampu aku membalasnya setiap do’a dan kasih sayang. Dalam tiap langkahku, masih ku
harapkan slalu ridho darimu suami dan ibuku, demi kesuksesan dalam menempuh hidup baik
dunia maupun akhirat. Dengan Ridha Allah dan penuh keikhlasan hati, kupersembahkan
karya tulis ini kehadapan Ayahanda tercinta M yahya yusuf(alm) dan yang sangat mulia
Ibunda Anisah, juga kepada suamiku tercinta Mushaz, anak-anakku Febilia Harnidar,
Muhammad Faris Ridhatillah,Najiba Faiza dan Fadel Muhammad , serta saudara- saudaraku
tersayang dan seluruh sahabat- sahabatku khususnya angkatan ke III ,yang telah
memberikan motivasi kepadaku sehingga telah dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Yusnidar

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... II


ABSTRAK ................................................................................................................. III
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ................................................................................... IV
PENGESAHAN KOMITE SEMINAR PROGRES .............................................................. VI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... VI
KATA MUTIARA ........................................................................................................ X
DAFTAR ISI............................................................................................................... XI
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... XIII

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 9
1.7 Originalitas Penelitian ............................................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 12


2.1 Konsep Budaya Dalam Perawatan Masa Nifas .................................................... 12
2.1.1 Konsep Budaya ..................................................................................................... 12
2.1.2 Konsep Budaya tentang Perawatan Masa Nifas .................................................. 13
2.1.3 Madeung ........................................................................................................... 16
2.1.4 Budaya Madeung Masyarakat Aceh..................................................................... 19
2.2 Perilaku ........................................................................................................... 22
2.2.1 Pengertian Perilaku .............................................................................................. 22
2.2.2 Pengobatan Tradisional ........................................................................................ 24
2.2.3 Perilaku Pengobatan Tradisional Pada Ibu Nifas.................................................. 25
2.3 Masa Nifas ........................................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian Nifas ................................................................................................... 29
2.4 Kerangka Teoritis .................................................................................................. 31

BAB III KERANGKA KONSEP ...................................................................................... 32


3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................. 32
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................. 33

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................................... 34


4.1 Jenis Penelitian ..................................................................................................... 34
4.2 Informan ............................................................................................................... 34
4.2.1 Informan Primer .................................................................................................. 35
4.2.2 Informan Sekunder ............................................................................................... 35

xi
4.3 Jenis Data.............................................................................................................. 36
4.3.1 Data Primer .......................................................................................................... 36
4.3.2 Data Sekunder ...................................................................................................... 36
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................ 36
4.5 Teknik Pengumpulan Data................................................................................... 36
4.6 Teknik Analisa Data .............................................................................................. 38
4.7 Kredibilitas Penelitian........................................................................................... 39
4.8 Jadwal Penelitian .................................................................................................. 41

BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................................... 42


5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................................... 42
5.1.1 Geografi ................................................................................................................ 42
5.1.2 Kependudukan ..................................................................................................... 43
5.1.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak............................................................................ 43
5.2 Hasil Penelitian ..................................................................................................... 44
5.2.1 Gambaran Umum Responden ............................................................................. 46
5.2.2 Hasil Wawancara dengan Ibu Nifas ...................................................................... 46
5.2.3 Hasil Wawancara dengan Keluarga terdekat ....................................................... 51
5.2.4 Hasil Wawancara dengan Makblien ..................................................................... 52
5.2.5 Hasil Wawancara dengan Bidan Desa .................................................................. 53
5.2.6 Focus Group Discusion Budaya Madeung ............................................................ 54
5.3.1 Proses Madeung ................................................................................................... 57
5.3.2 Peran Dukun Kampung/ Makblien ....................................................................... 72
5.5.3 Peran Petugas Kesehatan ..................................................................................... 74
5.3.4 Focus Group Discusion Terkait Budaya Madeung................................................ 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 77


6.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 78
6.2 Saran ........................................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

xii
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1.1 Originalitas Penelitian ............................................................................... 9


Tbael 3.1 Definisi Operasional ................................................................................... 30

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................................... 28


Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 29

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan reproduksi pada wanita merupakan persoalan tentang seksualitas

dan reproduksi yang terkait dengan pelayanan pemeriksaan kehamilan, proses

persalinan, dan pengobatan pasca persalinan (Suryawati, 2007 dalam Rahayu et al.,

2017). Kelahiran dan persalinan mencakup banyak perubahan fisiologis yang

mempengaruhi norma sosial dan budaya. Setiap masyarakat memiliki praktik budaya,

kepercayaan, takhayul atau tabu tentang kehamilan dan persalinan. Ini dapat

diterjemahkan ke dalam pembatasan yang diatur oleh keluarga, misalnya apa yang bisa

dimakan wanita, dengan banyak budaya membuat perbedaan antara makanan 'panas'

dan 'dingin', perbedaan yang tidak selalu terkait dengan suhu atau seberapa pedas

makanan tertentu (Sein, 2013).

Pengobatan tradisional merupakan salah satu perawatan yang masih banyak

dilakukan oleh masyarakat Indonesia, khusunya oleh masyarakat yang jauh dari akses

pelayanan kesehatan modern seperti puskesmas dan rumah sakit. Menurut Badan

Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 80% dari total populasi di benua Asia dan Afrika

bergantung pada pengobatan tradisional. WHO juga telah mengakui pengobatan

tradisional dapat mengobati berbagai jenis penyakit infeksi, penyakit akut, dan

penyakit kronis Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional, adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan

1
pengobatanya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun,

dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku

(Yuningsih, 2012).

Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, hampir setengah (49,53%)

penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas, mengkonsumsi jamu. Sekitar (4,36%)

mengkonsumsi jamu setiap hari, sedangkan sisanya (45,17%) mengkonsumsi jamu

sesekali. Proporsi jenis jamu yang banyak dipilih untuk dikonsumsi adalah jamu cair

(55,16%); bubuk (43,99%); dan jamu seduh (20,43%). Sedangkan proporsi terkecil

adalah jamu yang dikemas secara modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58%)

(Kemenkes RI, 2013).

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di

dunia dimana dan masyarakat yang cenderung memilih menggunakan ramuan

tradisional atau sistem pengobatan tradisional yang memiliki lebih dari 30.000 spesies

tanaman tingkat tinggi (Saifudin, 2011). Kecenderungan masyarakat memilih ramuan

tradisional didasarkan pada alasan-alasan yaitu sebagai berikut: harganya relatif lebih

murah dibanding obat-obat modern sehingga terjangkau oleh masyarakat luas,

meskipun obat-obatan modern terbukti kemanjurannya, bahan-bahannya mudah

diperoleh di lingkungan sekitar tempat tinggal, proses pembuatan dan peralatan yang

digunakan lebih sederhana, dan efek samping negatif lebih kecil karena tidak

menggunakan bahan kimia (Limananti, 2010). Selain itu obat tradisional juga dapat

digunakan sebagai upaya promotif tradisionalif dan preventif yaitu untuk menjaga

2
maupun mengobati kondisi badan agar selalu dalam keadaan fit dan prima (Rahimsyah,

2011).

Saat ini cenderung terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional dI

masyarakat. Hal ini dikarenakan obat tradisional lebih murah dan aman dibandingkan

obat- obatan modern atau sebagai alternatif pengganti jika obat-obatan moderen tidak

dapat lagi memberikan kesembuhan untuk menanggulangi masalah kesehatan

tertentu. Obat tradisional mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat karena

konsep “back to nature” yang ditawarkan memberikan kesan aman dikonsumsi seluruh

keluarga. Minum obat tradisional sudah menjadi kebiasaan dan khasiatnya diyakini

ampuh sejak zaman nenek moyang, apalagi jika obat-obatan itu didukung pengemasan

yang baik, mudah didapat dan harganya murah dibandingkan obat-obatan modern

(Katno, 2003)

Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan jamu tradisional di

negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi

penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk

penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai

jamu tradisional di seluruh dunia (Yudhistira, 2006).

Perilaku pengobatan dengan menggunakan obat tradisional merupakan salah

satu perilaku kesehatan. Setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi

pengaruh kolektif dari (a) faktor predisposisi antara lain pengetahuan, sikap, dan

persepsi, (b) faktor pemungkin antara lain biaya dan jarak, dan (c) faktor penguat

antara lain dorongan sosial. Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan

3
menurut Young (1980) adalah pengetahuan tentang sakit dan pengobatannya,

keyakinan terhadap obat/ pengobatan, keparahan sakit, dan keterjangkauan biaya, dan

jarak ke sumber pengobatan. Dari empat kriteria tersebut, keparahan sakit merupakan

faktor yang dominan (Agnesa, 2009).

Jamu tradisional telah diterima secara luas. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013

di Indonesia diketahui jumlah penduduk yang mengeluh sakit selama 1 bulan terakhir

sebanyak 24,41.%. upaya pencarian pengobatan yang dilakukan masyarakat yang

mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan sendiri (87,37 %), sisanya mencari

pengobatan antara lain ke puskesmas, paramedis, dokter praktik, rumah sakit, balai

pengobatan, dan pengobatan tradisional.

Ramuan tradisional juga banyak digunakan oleh ibu dalam masa nifas sebagai

salah satu upaya untuk melangsingkan tubuh, mengecilkan perut, melancarkan ASI,

mengembalikan kesehatan badan, membersihkan darah dalam rahim, membantu

pemulihan luka, dan membantu proses pengerutan rahim ke ukuran semula sebelum

hamil (Rahimsyah, 2011).

Fitrianti (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa sistem pengobatan

tradisional Gayo untuk nifas terdiri dari pengobatan luar dan pengobatan dalam.

Pengobatan luar mereka melakukan pengasapan belakang punggung dan rempah-

rempah dengan cara dioles ke tubuh, sedangkan pengobatan dalam menggunakan

rempah dengan cara diminum dan dimasukkan ke dalam tubuh yang berongga seperti

organ reproduksi wanita. Kegunaan pengobatan tradisional tersebut dalam perspektif

masyarakat Gayo adalah untuk menyembuhkan, mencegah penyakit, dan menyehatkan

4
sehingga kuat bekerja di ladang dan sawah. Pengobatan tradisional tersebut diyakini

dan dipahami oleh masyarakat Gayo sebagai metode pengobatan paling ampuh untuk

ibu nifas, bahkan menurut mereka pengobatan tradisional tersebut lebih baik daripada

pengobatan dokter (pengobatan modern).

Penelitian yang dilakukan oleh Mander & Miller (2016) yang berjudul “Persepsi

Keamanan Budaya dalam Keperawatan Maternity pada Wanita di Queensland“,

penelitian ini menggunakan sampel 655 wanita yang beraneka ragam budaya dan

bahasa yang berbeda di Queensland Australia. Hasil yang didapatkan 50% wanita tidak

memiliki pilihan untuk sarana dan penyedia layanan selama persalinan dan kelahiran.

Hal ini diakui bahwa beberapa wanita dengan berbagai budaya dan bahasa lebih

memilih untuk dirawat dengan menggunakan keyakinan budaya atau agama yang ada

di daerahnya. Kepercayaan dan adat istiadat dari budaya mereka mempengaruhi

terhadap perawatan persalinan yang sudah menjadi tradisi di Queensland. Keyakinan

budaya atau suku juga dapat mempengaruh kebutuhan dalam perawatan persalinan, di

antaranya :kebutuhan akan asupan gizi, mandi selama periode melahirkan, serta

perawatan lainnya yang menjadi tradisi dari turun menurun di daerahnya.

Rahayu et al. (2017) dalam penelitiannya mengenai faktor budaya dalam

perawatan ibu nifas menemukan pengalaman dalam perawatan nifas meliputi kusuk,

pantang makan, dan minum ramuramuan proses atau cara, intensitas, durasi ,frekuensi

dan manfaat dari melakukan perawatan nifas. Manfaat perawatan nifas meliputi KB

tradisional, kulit menjadi cantik dan bersih, serta badan menjadi kurus. Adat istiadat

5
dalam perawatan nifas merupakan bagian dari tradisi, keturunan dan budaya dari

daerah setempat.

Budaya masyarakat Aceh dalam melakukan perawatan masa nifas seperti;

pantangan untuk meninggalkan rumah selama 40 hari . Hasil pengamatan awal pada

ibu yang menjalani madeung di Kecamatan Kaway XVI diketahui masyarakat masih

mempercayai bahwa seorang ibu nifas wajib menjalani madeung disamping itu juga

adanya beberapa pantangan makanan bagi ibu nifas, setelah melahirkan ibu

dimandikan dengan air bunga, diberikan ramuan daun-daunan, di letakkan batu panas

di perut dipeumadeung (disale), seluruh tubuh ibu di urut, di bagian muka dan badan

ibu di beri bedak dingin dan obat- obatan ramuan, ibu tidak boleh keluar rumah selama

40 hari dan masih banyak perawatan lainnya yang diberikan setelah melahirkan.

Disamping manfaat dari ramuan yang diberikan namun juga terdapat beberapa

kerugian seperti bayi yang kurang cukup mendapat ASI karena ASI ibu berkurang akibat

pantangan makanan dan konsumsi jamu berlebihan, pantangan makanan juga

mengakibatkan status gizi ibu menjadi kurang, status gizi ibu berdampak pada kondisi

bayi dan kesehatan ibu sendiri.

Selama menjalani masa madeung juga menganut adanya pantangan makanan

terentu sehingga memberikan dampak negatif terhadap kesehatan ibu karena pada

masa nifas memerlukan makanan yang bergizi seimbang agar ibu dan bayi tetap sehat

hal tersebut diatas dapat menghambat pertumbuhan bayi dan memperlambat proses

pemulihan ibu. Pada saat menjalani madeung ibu juga tidak boleh keluar rumah

sebelum 40 hari ,hal ini tidak perlu karena masa nifas dan bayi baru lahir (pemberian

6
imunisasi) harus periksa kesehatannya sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan pertama

yaitu umur 0-7 hari dan 8-30 hari.

1.2 Rumusan Masalah

Pengobatan tradisional merupakan sistem perawatan kesehatan dianggap

sebagai suatu sistem budaya. Pada masyarakat Kecamatan Kaway XVI yang melakukan

tradisi madeung sebagai suatu sistem perawatan kesehatan pada ibu nifas tentu

mereka mempunyai pengetahuan dan alasan pemilihan tentang madeung tersebut

yang dilatar belakangi oleh adat istiadat, kepercayaan dan sikap dari masyarakat yang

menjadi faktor budaya dalam perawatan ibu nifas. Pada saat ini pemerintah telah

melakukan upaya peningkatan kesehatan ibu nifas dengan melakukan perbaikan

terhadap akses layanan kesehatan untuk ibu nifas mulai dari ketersediaan bidan desa,

puskesmas dan rumah sakit. Namun demikian minat masyarakat terhadap perawatan

masa nifas secara tradisional juga masih berlangsung. Berdasarkan fenomena tersebut

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana budaya

madeung pada ibu post partum di Gampong Tumpok Ladang Kecamatan Kaway XVI

Kabupaten Aceh Barat.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah gambaran budaya Tradisi Madeung di Gampong Tumpok Ladang

Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

7
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami Budaya tradisi madeung di Gampong Tumpok

Ladang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

1.4.2. Tujuan Khusus

1 Untuk mengetahui gambaran proses madeung.

2 Untuk mengetahui gambaran sikap ibu terhadap budaya madeung

3 Untuk mengetahui gambaran peran keluarga terhadap budaya madeung.

4 Untuk mengetahui peran dukun kampung (Makblien) terhadap budaya madeung.

5 Untuk mengetahui gambaran persepsi ibu tentang dampak madeung terhadap

bayi.

6 Untuk mengetahui gambaran riwayat memperoleh pengetahuan tentang

madeung terhadap ibu post partum.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penilaian sosio budaya masyarakat

tentang tradisi madeung yang bertujuan untuk mengevaluasi budaya madeung pada

ibu post partum di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tentang tradisi

madeung. Peneliti melakukan identifikasi dengan cara melakukan wawancara

mendalam dengan ibu post partum yang menjalani madeung.

8
1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Peneliti


Pengetahuan yang didapat dari penelitian dapat dijadikan pedoman dalam

melaksanakan tugas atau pekerjaan lapangan

1.6.2 Bagi Masyarakat

Dapat mengetahui fenomenan budaya madeung dari segi kesehatan

1.6.3 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dan referensi berkenaan dengan tradisi madeung

1.7 Originalitas Penelitian

Beberapa penelitian yang pernah diteliti sebelumnya tentang penggobatan

tradisional pada ibu nifas dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Originalitas Penelitian


No Nama Judul Penelitian Hasil penelitian
peneliti
1 Arifin (2012) Dukungan Sosial Terhadap Dukungan emoisional,
Penggunaan Jamu instrumental, dukungan
Tradisional dalam Perawatan penilaian, informatif
Ibu Post Partum di Wilayah
Kerja Puskesmas Sidoharjo
ragen
2 Kumalasari Pemberian jamu uyup – Ada pengaruh pemberian jamu
et al. (2014) uyup terhadap kelancaran uyup-uyup terhadap kelancaran
Pengeluaran air susu ibu (asi) pengeluaran ASI pada ibu
pada ibu nifas postpartum di wilayah kerja
Puskesmas Kemangkon
kabupaten Purbalingga

9
Lanjutan Tabel 1.1 Originalitas Penelitian
No Nama Judul Penelitian Hasil penelitian
peneliti
3 Dahlianti et Keragaan perawatan Jenis tanaman obat yang paling
al. (2005) kesehatan masa nifas. Pola sering dikonsumsi oleh peserta
konsumsi jamu tradisional studi adalah "jamu galohgor", ''
dan pengaruhnya pada ibu jamu seduhan "dan '' jamu
nifas di desa sukajadi. kemasan". Efek dari ramuan ini
Kecamatan tamansari, bogor pada status kesehatan
ditentukan secara kualitatif,
seperti merasa baik, fit,
meningkatkan produksi ASI dan
pemulihan rahim.
4 Fitrianti & Pengobatan Tradisional Gayo Sistem pengobatan tradisional
Angkasawati Untuk Ibu Nifas) (Gayo’s Gayo untuk nifas terdiri dari
(2015) Traditional Medication For pengobatan luar dan
Puerperal Mother) pengobatan dalam. Pengobatan
luar mereka melakukan
pengasapan belakang punggung
dan rempah-rempah dengan
cara dioles ke tubuh, sedangkan
pengobatan dalam
menggunakan rempah dengan
cara diminum dan dimasukkan
ke dalam tubuh yang berongga
seperti organ reproduksi wanita.
Kegunaan pengobatan
tradisional tersebut dalam
perspektif masyarakat Gayo
adalah untuk menyembuhkan,
mencegah penyakit, dan
menyehatkan sehingga kuat
bekerja di ladang dan sawah.
Pengobatan tradisional tersebut
diyakini dan dipahami oleh
masyarakat Gayo sebagai
metode pengobatan paling
ampuh untuk ibu nifas, bahkan
menurut mereka pengobatan
tradisional tersebut lebih baik
daripada pengobatan dokter
(pengobatan modern)

10
Lanjutan Tabel 1.1 Originalitas Penelitian

No Nama Judul Penelitian Hasil penelitian


peneliti
5 Mentari Kajian hubungan komposisi Jenis ramuan obat tradisional
(2014) dan khasiat ramuan obat yang biasa digunakan oleh ibu-
tradisional yang digunakan ibu pada masa nifas adalah
oleh ibu-ibu pada masa nifas. uyup-uyup (97,3%), pilis (27%),
tapel perut (24,3%), kunyit asam
(18,9%), walikan (16,2%), beras
kencur (5,4%), parem (5,4%),
dan galian singset (2,7%).
Adanya hubungan antara
kandungan zat aktif dari
komponen penyusun ramuan
tidak selalu memberikan efek
utama, tetapi ada yang
memberikan efek pendukung.

11
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Konsep Budaya dalam Perawatan Masa Nifas

2.1.1 Konsep Budaya

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hUkum, dan adat istiadat. Semua hasil karya, rasa dan cipta

masyarakat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makan dan minum,

pakaian dan perhiasan, serta mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor-faktor

biologis, psikologis dan sosialisasi yang mendasari perilaku individu. Masyarakat di

Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di

dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda Keanekaragaman

budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang tiada ternilai tingginya. Kekayaan

tersebut harus dipahami terus dari generasi ke generasi (Syafrudin, 2009).

Dalam konteks penulisan sejarah pendekatan budaya Muarif (2009) membagi

5 aspek yang masing-masing saling terkait yaitu: (1) dimensi ruang dan waktu, (2)

konsep manusia sebagai animal rational dan latar belakang sejarah, (3) setiap bangsa

mendiami kawasan tertentu dan memiliki pola pikir, sistem sosial serta budaya yang

mereka warisi dari para penduhulu, (4) pola hubungan antara budaya dan

kekuasaan, (5) bentuk kebudayaan dan unsur-unsur yang mempengaruhinya (Syafrudin,

2009).

12
Proses perubahan yang melibatkan zaman dan pola pikir manusia, secara

perlahan- lahan, membentuk kebudayaan baru yang masih memiliki ikatan historis-

kultular secara longgar dengan kebudayaan sebelumnya. Sampai pada kurun waktu

tertentu, kebudayaan baru betul-betul terpisah dan menjadi sebuah bentuk

kebudayaan independen (obat tradisionalentik). Proses inilah yang di sebut evolusi

kebudayaan (Syafrudin, 2009).

2.1.2 Konsep Budaya tentang Perawatan Masa Nifas

Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang mempengaruhi status

kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam masyarakat ada yang

menguntungkan, ada pula yang merugikan. Banyak sekali pengaruh atau yang

menyebabkan berbagai aspek kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan

medik yang tidak memadai atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan, antara

lain masih adanya pengaruh sosial budaya yang turun temurun masih dianut

sampai saat ini. Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku

yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran

ataupun ilmu kebidanan atau bahkan memberikan dampak kesehatan yang kurang

menguntungkan bagi ibu dan anaknya (Suryawati, 2007).

Menurut G.M. Foster (1973) dalam Tumanggor (2010), aspek budaya dapat

mempengaruhi kesehatan antara lain:

a. Pengaruh tradisi Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat

berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat.

13
b. Sikap fatalistis Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku

kesehatan. Contoh : Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok

tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan,

dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk

segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.

c. Sikap ethnosentris Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik

jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.

d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya Contoh : Dalam upaya perbaikan gizi,

disuatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong,

walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata

masyarakat bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing,

dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan

kambing.

e. Pengaruh norma Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi

banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara

dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.

f. Pengaruh nilai Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap

perilaku kesehatan. Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih

daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi

diberas merah daripada diberas putih.

g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi

terhadap perilaku kesehatan. Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan

14
berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja,

manusia yang biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya

setelah dewasa.

Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan Apabila seorang

petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka

yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan

perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan

berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan

tersebut.

Menurut pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan

dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja, tetapi

dilihat juga sebagai proses yang mencakup seperti pandangan budaya mengenai

kehamilan dan kelahiran, wilayah tempat kelahiran berlangsung, para pelaku, atau

penolongnya, cara pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam pengambilan

keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya (Syafrudin, 2009).

Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama ibu

hamil, bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu pendidikan di samping

faktor-faktor lainnya. Jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang

mempengaruhi status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak

melakukan kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu

hamil, bersalin dan nifas (Yuliyanti, 2014).

15
2.1.3 Madeung

Madeung adalah teknik pengobatan yang lazimnya dilakukan wanita Aceh yang

baru selesai melahirkan. Caranya kayu bakar dicampur dengan daun dan rempah-

rempah tertentu yang mengandung aroma harum serta berkhasiat untuk kesehatan,

rempah-rempah yang digunakan ini termasuk dalam daftar jamu empat puluh

empat,atau “aweueh peuet ploh peuet” biasa juga disebut dengan rempah ratus.

Ureung madeung ini, biasanya menyebutnya “ureung didapu”(orang yang

membaringkan dirinya di ruangan dapur) (Marianthi et al., 2017).

Ada kalanya proses madeung dimulai pada hari ketiga setelah bersalin, biasanya

sekitar jam sepuluh pagi setelah sang ibu selesai mandi. Prosesnya selama 7 hari

berturut-turut,tetapi ada juga yang dilakukan oleh orang-orang tertentu selama empat

puluh empat hari berturut-turut (selama masa nifas) yang biasanya selesai ritual

madeung ini sang ibu akan melaksanakan “manoe peut ploh peut” atau mandi suci

(Rahayu et al., 2017).

Selanjutnya dilakukan proses bakar batu Toet Batee (pemanasan batu),batu

yang telah dipanaskan lalu diangkat dan dibungkus dedaunan tertentu,seperti “Oen

Nawah” (daun jarak) lalu dibalut kain beberapa lapis hingga panasnya masih dapat

dirasakan tetapi tidak menimbulkan bahaya.Gulungan batu tersebut lalu disandarkan

pada perut perempuan yang sedang berbaring di balai-balai tersebut, jika batu pertama

sudah dingin,maka akan digantikan oleh batu kedua yang dibuat serupa dengan batu

pertama, dan begitu juga dengan batu yang ketiga yang dipakai setelah batu kedua

dingin terus-menerus secara bergantian, batu dipanaskan di dapur di bawah balai

16
tersebut yang terus menerus berapi, api dari tungku kayu itu tak boleh terlalu besar,

maka dari itu apinya perlu dijaga (Rahayu et al., 2017).

Yang bertugas sebagai penjaga dilakukan secara bergantian yaitu: orang

tua,mertua,dan tetangga atau kerabat. Ini juga adalah sebagai ajang kebersamaan dan

mempererat silaturahmi. Sewaktu menjaga, mereka disuguhi makanan berat dan

makanan ringan, pada suatu wilayah Aceh yang bernama Takengon, yang terletak di

Dataran Tinggi Gayo termasuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah, yang bertugas

menjaga orang madeung itu adalah suaminya dan orang laki-laki yang masih

kerabatnya sendiri,kebiasaan tersebut bernama “melee-melee.” Mereka begadang

semalam suntuk tidak tidur sambil minum-minum kopi dan berdiang di sekitar dipan

atau balai tersebut, begitu juga halnya di daerah Kaway XVI.

Selama empat puluh empat hari menjalani prosesi madeung, makanan yang

boleh dimakan hanyalah nasi putih dengan lauk pauk yang diolah secara khusus

sehingga bebas lemak, seperti ikan yang direbus bisa juga dipanggang, atau dikukus

dan digoreng setengah matang. Yang boleh mereka minum hanyalah air putih saja,

makanan dan minuman yang lainnya tidak diperbolehkan sama sekali untuk

dikonsumsi, karena menurut mitos orangtua zaman dahulu, meraka berpesan melalui

nenek-nenek jika anak atau cucunya kelak bersalin, jangan sekali-kali memakan telur

ayam apalagi telur bebek, katanya, bisa berbahaya dan bila dimakan telur akan keluar

telur (peranakan), demikian juga dilarang memakan pisang karena makanan itu

dianggap tajam, tetapi hal tersebut sangat bertolak belakang jika ditinjau dari segi

medis.

17
Setelah empat puluh empat hari lamanya, barulah diperbolehkan untuk acara

turun mandi yang diistilahkan dengan “manoe peut ploh peut” artinya mandi suci atau

mandi hadas besar yang dilaksanakan setelah hari ke empat puluh empat, yang

biasanya dipandu oleh orang tua atau dukun/bidan gampong atau biasa disebut Ma

Blien.

Usai acara mandi Wiladah dan mandi nifas setelah suci dari melahirkan atau

mandi adat setelah 44 hari, barulah sang ibu diperbolehkan untuk menjejakkan kakinya

diatas tanah, karena dianggap telah suci. Proses Madeung ( salè, toet bate atau bakar

batu, dan ramuan tradisional ) ini bisa disebut juga alat KB Tradisional, karena dengan

melakukan serangkaian proses Madeung bisa mengatur jarak kelahiran karena pada

jaman dahulu belum ada program keluarga berencana (KB) yang modern seperti

sekarang ini. Madeung dan Salè mempunyai beberapa fungsi, yaitu: dapat

mengeringkan peranakan, tubuh menjadi singset, dapat mengecilkan perut, dapat

mengatur jarak kelahiran, dan mendatangkan aroma harum pada tubuh.

Madeueng lebih hebat dari mandi uap, dalam tradisi Aceh disebut Ukoep.

Sebelum prosesi Ukoep, terlebih dahulu harus disiapkan bahan-bahan berupa ramuan

daun-daunan dan rempah-rempah, misalnya: “Oen Kuyun” (daun jeruk nipis) dan “Oen

Mee” (daun asam Jawa), bisa juga dengan “Oen Limeeng Engkoet” ( daun belimbing

wuluh), “Oen Ranuep” (daun sirih), “Bak Rheu”(batang serai), “Kuleet Bak

Geurundoeng” (kulit batang kuda-kuda), “Kuleet Maneh” (kayu manis ), “Bungoeng

Lawang” (bunga cengkeh ), “Boh Pala” ( biji pala ), “Boh Langkueuh”( umbi lengkuas ),

18
“Oen Sekee Puloet” (daun pandan ). Jika Ukop ini dilakukan secara berkala dan teratur,

diyakini berat tubuh seseorang akan selalu ideal.

2.1.4 Budaya Madeung Masyarakat Aceh

Fuadi (2018) menyebutkan prosesi madeung dilakukan setelah prosesi

melahirkan selesai, ibu mulai menjalankan pantangan-pantangan. Masa pantangan

selama 44 hari (selama masa nifas). Masa pantang ini ibu dilarang keluar rumah dan

tidak boleh banyak jalan. Selama masa nifas ini, ibu hanya dibolehkan memakan nasi

putih dengan lauk pauk yang diolah secara khusus sehingga bebas dari lemak (direbus,

dikukus, atau dipanggang). Minuman yang dibolehkan adalah air putih dan tidak

dianjurkan untuk minum terlalu banyak. Larangan makan telur ayam dan telur bebek

harus di patuhi karena menurut mitos bagi ibu yang sedang nifas dan mengkonsumsi

telur ayam atau bebek akan keluar telur (peranakan), demikian juga larangan makan

pisang yang dianggap tajam.

Selain pantangan, ibu juga mendapatkan perawatan pasca persalinan.

Perawatan ini hampir sepenuhnya difasilitasi oleh Makblien, yang dikenal dengan

istilah ”Madeung”. Teknik pengobatan Madeung dilakukan dengan membakar kayu

yang dicampur dengan daun dan rempah-rempah khusus yang bermanfaat untuk

kesehatan. Diantara tanaman yang di gunakan sebagai obat Madeung antara lain Oen

Kuyun” (daun jeruk nipis) dan “Oen Mee” (daun asam Jawa), bisa juga dengan “Oen

Limeeng Engkoet” (daun belimbing wuluh), “Oen Ranuep” (daun sirih), “Bak Rheu”

(batang serai), “Kuleet Bak Geurundoeng” (kulit batang kuda-kuda), “Kuleet Maneh”

19
(kayu manis), “Bungoeng Lawang” (bunga cengkeh), “Boh Pala” (biji pala), “Boh

Langkueuh”(umbi lengkuas), “Oen Sekee Puloet” (daun pandan) (Fuadi, 2018).

Cara pelaksanaan Madeung adalah sebagai berikut (Fuadi, 2018):

1. Awalnya menyediakan tunggul-tunggul kayu untuk dibakar. selama empat puluh

empat hari. Ini disebut “Tungoe”, setelah itu dipersiapkan juga balai-balai atau dipan

yang dibuat dari batang bambu yang cukup tua atau batang pinang atau batang

kelapa atau batang nibung yang telah dibelah memanjang selebar kurang lebih tiga

jari, dewasa ini karena bahan- bahan tersebut sudah agak sulit ditemukan, maka

persiapkanlah balai atau dipan untuk orang yang masih melakukan ritual Madeung

dengan menggunakan papan atau kayu yang dibelah memanjang dengan lebar

sekitar lima sentimeter, disusun memanjang dengan jarak antara satu bilah papan

dengan papan yang lain berjarak 2 cm (agar asap dan panas bisa masuk melalui

celah-celah tersebut) dan dipan yang digunakan biasanya berukuran panjang

disesuaikan dengan tinggi tubuh seseorang, agar orang tersebut dapat tidur dengan

nyaman dan leluasa, lebarnya minimal 75 cm atau tergantung selera dan kebutuhan

serta tingginya lebih kurang 1 meter, di bawah dipan itu ada yang menggunakan

pembakaran model tungku, bahannya ada yang terbuat dari semen dan pasir ada

juga gerabah dari tanah liat seperti anglo yang diisi dengan “teungo” atau kayu,

dengan melalui proses pembakaran dari api berubah menjadi bara merah,

selanjutnya ramuan ditaburkan diatas bara api, asap dari ramuan inilah yang naik

keatas dan masuk di sela-sela dipan dimana ibu berbaring atau tidur.proses

Madeung ini memiliki banyak manfaat antara lain mampu menjadi alat KB

20
tradisional, dapat mengeringkan peranakan, tubuh menjadi singset, dapat

mengecilkan perut, dapat mengatur jarak kelahiran dan mendatangkan aroma

harum pada tubuh. Banyaknya manfaat Madeung membuat kegiatan Madeung ini

masih di lakukan oleh sebagian masyarakat Aceh saat in.

2. Selanjutnya Makblien membakar batu (Toet bate), setelah panas, batu dibungkus

dengan dedaunan seperti daun jarak (Oen Nawah), dibalut beberapa lapis agar

panas dari batu masih dapat dirasakan namun tidak berbahaya bagi ibu. Batu

tersebut diletakkan diperut bagian bawah ibu dengan tujuan untuk mempercepat

pengeluaran sisa darah persalinan yang dianggap kotor, selain itu teknik ini juga

mampu mengecilkan perut. Jika batu telah dingin maka akan digantikan dengan batu

yang kedua, dan begitu seterusnya. Makblien juga meramu daun-daun untuk

ditempelkan diperut ibu, juga meramu obat olesan yang akan dioleskan diperut ibu

agar tidak kembung.

3. Untuk mengecilkan pinggang, Makblien akan memijat dengan menggunakan dedak

kunyit yang dicampur dengan air jeruk an minyak goreng yang dipanaskan, dedak ini

berguna untuk membuat kulit ibu menjadi kencang dan indah.

4. Setelah 44 hari, ibu selesai menjalani masa pantang dan pengobatan Madeung, ibu

diwajibkan untuk mandi atau dalam bahasa Aceh disebut “Manoe peut ploh

peut”.Makblien akan memandikan ibu dengan air yang dicampur dengan irisan buah

limau purut (jeruk perut). Ritual mandi ini sesuai dengan ajaran islam yang

mewajibkan wanita melakukan mandi wiladah setelah selesai masa nifas untuk

21
mengangkat hadas besar. Setelah proses mandi ini selesai, barulah ibu boleh keluar

dari semua pantangan-pantangan yang selama 44 hari membatasinya.

Peran Makblien dalam merawat ibu hamil baik pra maupun pasca melahirkan

berakhir saat prosesi mandi wiladah selesai. Sebagai rasa terimakasih atas jasanya,

pihak pasien dan keluarga akan memberikan sejumlah uang dan beras 2 bambu (tidak

ada ketentuan tarif/ barang yang akan diberikan tergantung kemampuan keluarga

pasien) (Fuadi, 2018).

2.2 Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang

merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal

maupun eksternal.Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin dan sebagainya.Sedangkan determinan faktor eksternal adalah factor

yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang, yaitu lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik dan sebagainya (Azwar, 2010).

Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah

perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Kresno (2005) yang menyimpulkan

pendapat Bloom tentang status kesehatan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi

status kesehatan yaitu; lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya,

22
ekonomi, perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan, selanjutnya Bloom

menjelaskan, bahwa lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status

kesehatan, tetapi juga mempengaruhi perilaku kesehatan.

Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa

perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor

perilaku (behaviour cause) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause).

Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor, yaitu;

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya

2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia

atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya

puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat.

Menurut Notoatmodjo (2012), memberikan pandangan bahwa perubahan

perilaku atau adopsia perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan

memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau

seseorang menerima atau mengadopsi perilaku dalam kehidupannya melalui tiga

tahap, yaitu; pengetahuan, sikap dan tindakan

23
2.2.2 Pengobatan Tradisional

Menurut UU kesehatan no 36 tahun 2009 pelayanan kesehatan tradisional

adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada

pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di

masyarakat. Sedangkan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa

bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk

pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat

(Kemenkes RI, 2009).

Pengobatan tradisional suatu upaya pengobatan yang dilakukan untuk

memulihkan suatu penyakit secara tradisional dilakukan baik oleh dukun rajah, tabib,

maupun dukun kampung yang memiliki keahlian dalma pengobatan secara tradisional

(Abdidin, 2005). Departemen kesehatan mendukung pengobatan tradisional yang

berkembang di Indonesia, terutama untuk mengantisisapasi harga obat yang mahal.

Untuk itu telah terbit surat keputusan menteri kesehatan Nomor

0584/Menkes/SK/VI/1995 tentang pembentukan sentral pengembangan dan

penerapan pengobatan tradisional ( A g n e s a , 2 0 0 9 ) .

Menurut WHO pengobatan tradisional adalah jumlah obat tradisional

,pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-teori,

keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda,

baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam

24
pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga

mental (Suryawati, 2007).

2.2.3 Perilaku Pengobatan Tradisional Pada Ibu Nifas

Perilaku pengobatan tradisional adalah merupakan tindakan atau perbuatan

seseorang berdasarkan apa yang diamati, dirasakan dari aktivitas pengobatan dengan

menggunakan ramuan tradisional yang dilakukan oleh dukun atau tabib. Prilaku dapat

berupa kebiasaan masyarakat dengan kegiatan pengobatan secara tradisional, baik

dengan menggunakan ramuan tumbuhan obat-obatan, maupun dengan rajah atau urut

pada bgian yang terkilir. Kebiasaan yang dilakukan seseorang akan terdorong untuk

berbuat dan bertindak (Agnesa, 2009).

Perilaku penggunaan obat tradisional juga dapat timbul berdasarkan

pengalaman yang didapatkan seseorang dari teman atau pengalaman-pengalaman dari

keluarganya, sehingga dari pengalaman tersebut dapat dianalisis dan dirorong oleh

sebuah rangsangan untuk melakuan atua memutuskan suatu alternatif yang

diterimanya atau didengar. Misalnya seorang teman memberikan pernyataan bahwa,

pemanfaatan pengobatan tradisional lebih mudah, pengobatan yang sederhana dan

dengan biaya yang murah serta mampu menyebuhkan penyakit. Bagi seorang yang

mendengarkan tergerak atau mempunyai dorongan untuk mencoba sehingga

memutuskan untuk memanfaatkan (Agnesa, 2009).

Pengobatan tradisional merupakan sistem perawatan kesehatan yang oleh

Kleinman dianggap sebagai suatu sistem budaya. Ada beberapa komponen yang

25
berkaitan dengan sistem perawat an kesehat an seperti pengetahuan dan kepercayaan

tentang penyebab sakit, aturan atau alasan pemilihan pengobatan, peran sosial,

kekuasaan, pranata sosial, dan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia (Rahayu,

2012).

Suatu perilaku yang baik dan positif adalah yang diamati dengan bijaksana,

menggunakan analisis yang baik serta memahami dengan benar yang diamati sehingga

dapat diambil suatu keputusan. Karena kesalahan dalam mengamati dapat menjadikan

suatu tindakan yang salah atau tidak tepat. Oleh karena itu agar keputusan yang

diambil oleh seseorang lebih tepat, maka perlu menganalisaan atau pengamatan yagn

lebih baik sehingga hasil keputusan yang diambil lebih tetap (Sarwono, 2009).

Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan upaya atau tindakan

individu ketika sedang sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini bisa melalui

dengan cara mengobati sendiri sehingga mencari pengobatan ke luar negeri. Menurut

Hendrik.L Blum dalam Notoatmodjo (2012), faktor lingkungan merupakan faktor

utama yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat manakala

faktor perilaku pula merupakan faktor yang kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini,

maka kebanyakan intervensi yang dilakukan untuk membina dan meningkatkan lagi

kesehatan masyarakat melibatkan kedua faktor ini. Menurut Notoadmodjo juga

mengatakan mengikut teori L. Green (1980), perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor

utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan

26
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang

dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh

agama, sikap dan perilaku para petugas yang sering berinteraksi dengan

masyarakat termasuk petugas kesehatan. Selain itu, faktor undang-undang dan

peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor

ini.

Menurut Pajar (2002) salah satu jamu tradisional yang biasa dikonsumsi oleh

ibu nifas di Desa Sukajadi adalah jarnu galohgor yang terbuat dan bahan-bahan alami

seperti daun-daunan, biji-bijian, rimpang, akar-akaran dan sebagainya. Di beberapa

daerah Sunda jamu jenis ini ditemukan dengan komposisi bahan yang berbeda. Hasil

penelitiannya menunjukan bahwa jarnu galohgor mengaJ!dung zat gizi dan berbagai

komponen aktif (Dahlianti et al., 2005).

Menurut Fitrianti (2015) dalam penelitiannya tentang Penggunaan pengobatan

tradisional Gayo di Desa Tetingi masih banyak dilakukan oleh ibu nifas menyebutkan

pengobatan tradisional yang mereka lakukan mempunyai tujuan dan fungsi yang

berbeda:

27
1. Bedaring, dipercaya dapat mengeluarkan darah kotor, menghilangkan sakit badan

setelah melahirkan, agar badan tidak bungkuk, dan agar kuat bekerja di sawah dan

ladang setelah masa nifas berlalu.

2. Bedak matah, untuk menyehatkan badan ibu pasca-melahirkan dan menghilangkan

rasa pegal yang dirasakan ibu pasca-melahirkan atau pasca-persalinan dan untuk

melancarkan ASI (Air Susu Ibu).

3. Bedak param, agar tubuh menjadi sehat dan tidak pucat, menghangatkan badan,

dan menyehatkan badan agar tidak sakit badan dan tidak masuk angin.

4. Tampal, untuk mencegah sakit kepala pada saat bekerja di kebun, tidak masuk

angin, dan tidak cepat sakit pinggang.

5. Wak kuning, untuk menyehatkan badan dan menyembuhkan “luka dalam” pasca-

persalinan.

6. Kunyit dan minyak goreng untuk wak tuyuh; untuk membuat vagina menjadi sempit

kembali dan menyehatkan badan ibu pasca-melahirkan, karena bidan kampung tidak

melakukan penjahitan pada luka yang terdapat di luar vagina setelah melahirkan,

dan.

7. Wak tuyuh, untuk mengeluarkan darah kotor yang terdapat di dalam perut ibu

pasca-melahirkan pasca-persalinan, agar tidak terlihat pucat, berjalan tegap, dan

kuat bekerja.

28
2.3 Masa Nifas

2.3.1 Pengertian Nifas

Nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya alat

kandungan sampai kepada keadaan sebelum hamil. Dalam bahasa latin, waktu tertentu

setelah melahirkan anak disebut puerperium, yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan

partus yang artinya melahirkan jadi puerperium masa setelah melahirkan bayi

(Waryana, 2010).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung

selama kira-kira 6 minggu. (Waryana,2010). Masa nifas (puerperium) adalah dimulai

setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui

periode puerperium disebut puerpura. Puerperium (Nifas) berlangsung selama 6

minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan

pada keadaan yang normal (Ambarwati, 2010).

1. Tahap-tahap masa nifas

Nifas dibagi menjadi 3 tahap :

a. Puerperium dini. Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan

berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja

setelah 40 hari.

b. Puerperium Intermedial. Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang

lainnya 6-8 minggu.

29
c. Remobat tradisionale puerperium. Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi (Waryana, 2010:)

2. Perubahan yang terjadi pada masa nifas (Saleha, 2009)) :

a. Posisi uterus atau tinggi fundus uteri kembali keukuran atau bentuk semula.

b. Pengeluaran kolostrum atau ASI.

c. Penurunan berat badan.

3. Kebutuhan dasar ibu nifas

Periode post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali

ke keadaan tidak hamil. Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna

akan berangsur-angsur pulih seperti ke keadaan sebelum hamil. Untuk membantu

mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan

diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dsb.

Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas antara lain (Suherni, 2009):

a. Kebutuhan dasar ibu nifas nutrisi dan gizi

b. Kebutuhan dasar ibu nifas Ambulasi

c. Kebutuhan dasar ibu nifas Eliminasi BAB/BAK

d. Kebutuhan dasar ibu nifas Kebersihan diri/ Perineum

e. Kebutuhan dasar ibu nifas Istirahat

f. Kebutuhan dasar ibu nifas Seksual

g. Kebutuhan dasar ibu nifas Latihan/ Senam nifas

30
2.4 Kerangka Teoritis

Masalah kesehatan reproduksi tidak lepas dari proses persalinan. Seorang ibu

yang baru saja menjalani proses persalinan akan memasuki masa yang disebut masa

nifas (puerperium). Masa nifas adalah fase khusus dalam kehidupan ibu dan bayi. Bagi

ibu yang bersalin untuk pertama kalinya, ia akan menyadari perubahan dalam hidupnya

yang mencakup perubahan emosi dan fisik. Terjadi penyesuaian yang bersifat sosial

karena perempuan yang bersalin untuk pertama kali akan memikul tanggung jawab

sebagai seorang ibu. Masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai

dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Landasan teori yang diambil adalah berdasarkan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari et al. (2017).

Faktor Sosial
1. Pengetahuan
2. Informasi
3. Keluarga
4. Teman/lingkungan
5. Persepsi terhadap akibat dan
manfaat

Faktor Ekonomi
1. Biaya
2. Pekerjaan
Budaya Madeung

Fakotor Budaya
1. Kebiasaan turun temurun
2. Kepercayaan terhadap dukun
beranak
Fakotor Pelayanan Kesehatan
1. Sikap Tenaga kesehatan terhadap
budaya nifas.

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

31
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep teori mengenai keputusan ibu nifas untuk menjalani tradisi

madeung dapat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang tradisi madeung, dengan

pengetahuan yang dimiliki mempengaruhi sikap terhadap tradisi madeung dan

akhirnya mengambil keputusan untuk menjalani tradisi madeung

Pengetahuan tentang tradisi


Madeung

Sikap terhadap tradisi


Madeung

Budaya Madeung
Dukungan Keluarga

Peran dukun beranak


(Makblien)

Persepsi terhadap dampak


madeung bagi bayi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

32
3.2 Definisi Operasional
TABEL 3.1 DEFINISI OPERASIONAL
N Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
o
1 Budaya Kegiatan yang dilakukan Wawancara Pedoman Cara dalam
Madeung oleh bu post partum mendalam. wawancara Menjalani
selama masa nifas meliputi dan alat madeung
lama menjalani madeung, perekam.
tata cara madeung,
penggunaan ramuan dan
pantangan makanan.
2 Pengetahuan Pemahaman ibu terhadap Wawancara Pedoman Pemahaman
tradisi madeung meliputi mendalam. wawancara terhadap
manfaat dan dampak dan alat budaya
negatif dari madeung perekam. madeung baik
manfaat
maupun
dampaknya
3 Sikap Respon responden Wawancara Pedoman Pandangan
terhadap budaya madeung mendalam. wawancara terhadap tradisi
dan alat madeung
perekam
4 Peran Tanggapan responden Wawancara Pedoman Pandangan
keluaraga terhadap peran keluarga mendalam. wawancara terhadap peran
selama menjalani masa dan alat serta keluarga
madeung perekam. dalam tardisi
madeung

5 Peran dukun Tanggapan responden Wawancara Pedoman Pandangan


beranak / terhadap peran dukun mendalam. wawancara terhadap
makblien kampung (Makblien) yang dan alat peran serta
mendampingi responden perekam. dukun
selama menjalani madeung kampung
dalam tradisi
madeung
6 Persepsi Persepsi responden Wawancara Pedoman Pandangan
terhadap terhadap dampak madeung mendalam. wawancara terhadap
dampak bagi bagi seperti dan alat peran serta
Madeung bagi berkurangnya ASI perekam dukun
bayi kampung
dalam tradisi
madeung

33
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat

sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan metode penelitian

kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan

menganalisis data hasil penelitian tersebut. Penelitian kualitatif ini dapat digunakan

untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara mendalam sehingga

akan ditemukan pola-pola yang jelas (Moleong, 2007). Secara teoritis format penelitian

kualitatif berbeda dengan format penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut terletak

pada kesulitan dalam membuat desain penelitian kualitatif, karena pada umumnya

penelitian kualitatif yang tidak berpola. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh

gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.

Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan

orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka (Moleong, 2007).

4.2 Informan

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama

dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Dalam penelitian kualitatif

tidak digunakan istilah populasi. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti

adalah purposive sample. Purposive sample adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Selanjutnya menurut Arikunto

34
(2010) pemilihan sampel secara purposive pada penelitian ini akan berpedoman pada

syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut :

a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri atau karakteristik tertentu,

yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling

banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjectis).

c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi

pendahuluan.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama merupakan

hal yang sangat utama sehingga harus dilakukan secara cermat, karena penelitian ini

mengkaji tentang budaya Madeung di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

Maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 2 orang ibu nifas yang

menjalani madeung ada di Gampong Tumpok Ladang Kecamatan Kaway XVI

Kabupaten Aceh Aceh Barat

4.2.1 Informan Primer

Informan primer (utama) dalam penelitian ini adalah ibu yang pernah menjalani

medeung 2 orang, keluarga terdekat 2 orang, dukun (Makblien) 1 orang dan bidan desa

1 orang.

4.2.2 Informan Sekunder

Informan sekunder dalam penelitian ini terdiri dari.

1. Geuchik/ kepala desa 1 orang

35
2. Imum

3. Dukun / Makblien

4. Ibu PKK

5. Bidan desa

6. Kader PKK POKJA IV 1 orang

4.3 Jenis Data

4.3.1 Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara mendalam

dengan informan primer dan dengan FGD dengan informan sekunder.

4.3.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh dari tingkat Gampong, Puskesmas, Dinas Kesehatan Aceh

dan dari buku- buku yang berhubungan dengan penelitian ini.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Gampong Tumpok Ladang Kecamatan Kaway XVI.

Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 16 Agustus sampai dengan 20 Agustus tahun

2019.

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini peneliti memilih jenis

penelitian kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik.

36
Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009) bahwa pengumpulan data dapat

diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara:

1. Wawancara mendalam

Dalam teknik pengumpulan menggunakan wawancara hampir sama dengan

kuesioner. Wawancara itu sendiri dibagi menjadi 3 kelompok yaitu wawancara

terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam (in-depth

interview). Namun disini peneliti memilih melakukan wawancara mendalam, ini

bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar

berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi. Untuk menghindari kehilangan

informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat

perekam. Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau

memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai

topik penelitian.

2. FGD

Fokus group discusion dilakukan untuk mencari informasi mengenai budaya

madeung pada masyarakat Tumpok Ladang. Dalam penelitian ini FGD dilakukan dengan

mendiskusikan sejarah dan tata cara madeung serta pandangan para partisipan

mengenai dampak madeung terhadap kesehatan. Berdasar pada sejumlah pendapat

tersebut dapat ditarik sebuh keseimpulan mengenai budaya madeung.

37
3. Studi Pustaka

Mengumpulkan materi dari buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-

majalah, jurnal-jurnal dan media lainnya yang berkaitan dengan budaya madeung.

4. Dokumentasi

Dokumen menurut Sugiyono, (2009) merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data

mengenai tradisi madeung.

4.6 Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982) sebagaimana dikutip

Moleong (2007), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang

lain. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari analisis

data adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun secara sistematis, kemudian

mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang lain.

McDrury (Collaborative Group Analysis of Data, 1999 ) seperti yang dikutip

Moleong (2007:248) tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada

dalam data,

38
b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang

berasal dari data.

c. Menuliskan ‘model’ yang ditemukan.

d. Koding yang telah dilakukan.

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam dengan

informan kunci, yaitu seseorang yang benar-benar memahami dan mengetahui situasi

obyek penelitian. Setelah melakukan wawancara, analisis data dimulai dengan

membuat transkrip hasil wawancara, dengan cara memutar kembali rekaman hasil

wawancara, mendengarkan dengan seksama, kemudian menuliskan kata-kata yang

didengar sesuai dengan apa yang ada direkaman tersebut.

Setelah peneliti menulis hasil wawancara tersebut kedalam transkrip,

selanjutnya peneliti harus membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan reduksi

data. Peneliti membuat reduksi data dengan cara membuat abstraksi, yaitu mengambil

dan mencatat informasi-informasi yang bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian

atau mengabaikan kata-kata yang tidak perlu sehingga didapatkan inti kalimatnya

saja, tetapi bahasanya sesuai dengan bahasa informan.

4.7 Kredibilitas Penelitian

Setiap penelitian harus memiliki kredibilitas sehingga dapat dipertanggung

jawabkan. Kredibilitas penelitian kualitatif adalah keberhasilan mencapai maksud

mengeksplorasi masalah yang majemuk atau keterpercayaan terhadap hasil data

penelitian. Upaya untuk menjaga kredibiltas dalam penelitian adalah melalui langkah-

langkah sebagai berikut (Sugiyono, 2009) :

39
1. Triangulasi

Pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu.

2. Analisis kasus negative

Peneliti mencari data yang berbeda atau yang bertentangan dengan temuan data

sebelumnya. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan

temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

3. Menggunakan bahan referensi

Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk membuktikan

data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil wawancara

perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara.

4. Mengadakan member chek

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para

pemberi data berarti data tersebut sudah valid, sehingga semakin kredibel atau

dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai

penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan

diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti

harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan

oleh pemberi data.

40
4.8 Jadwal Penelitian
TABEL 4.3 JADWAL PENELITIAN TESIS
2018 2019
KETERANGAN
Jan Feb Mar Aprl Mei Jun Jul Agt Sep Des Jan Feb Mar Apr
Pengajuan judul
Penyusunan pra Proposal
Konsultasi Pra Proposal
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Pengambilan Data Sekunder
Uji kuesioner
Pengajuan surat izin penelitian
Penelitian
Pengolahan data
Penyusunan Tesis
Seminar hasil/ Progres
Sidang Tesis
Perbaikan Tesis

Judul Penelitian: Budaya Madeung Ibu Post Partum Di Gampong Tumpok Ladang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
Banda Aceh, November 2018
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

( Fahmi Ichwansyah, S.Kp., MPH., Ph.D ) (Dr. Harbiyah. M.Pd) Yusnidar

41
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Geografi

Kecamatan Kaway XVI merupakan salah satu dari 12 (dua belas) Kecamatan

yang berada dalam wilayah Kabuapten Aceh Barat, yang memiliki 1 (satu) unit

Puskesmas Induk yang wilayah kerjanya mencakup 43 desa. Dengan 3 Kemukiman yaitu

Kemukiman Peureumeu, Kemukiman Pasi Jumpa, Kemukiman Tanjong Meulaboh, dari

43 Desa 33 kategori Desa biasa dan 10 desa terpencil.

Puskesmas Peureumeu merupakan Puskesmas yang terletak di pedesaan.

Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Peureumeu adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pante Cermin dan

Meuntulang

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Meureubo dan Johan

Pahlawan

3. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Sama Tiga dan Kuta

Padang Layung

4. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Nagan Raya

Secara administrasi pemerintahan luas wilayah kerja Puskesmas Peureumeu439

Km2. Puskesmas Peureumeu berdiri tahun 1976 dengan luas bangunan 520.1 m2dan

luas tanah 1231 m2. Dengan status Puskesmas Rawat Inap. Lokasi Puskesmas

Peureumeu berada di Jalan Meulaboh-Beureuneun Gampong Beureugang, Kecamatan

42
Kaway XVI, dengan akses ke RSUD ± 14 km. Jarak tempuh masyarakat ke Puskesmas

terdekat 0,5 Km, terjauh 20 Km. Untuk perhitungan dari Puskesmas ke Ibukota

Kabupaten dapat ditempuh dengan jalan tanpa hambatan, sedangkan hubungan antara

Puskesmas dengan desa-desa di wilayah kerja Puskesmas Peureumeumasih kurang

lancar

5.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Peureumeu sebanyak 21.792

jiwa.terdiri atas 11106 jiwa laki-laki dan 10686 jiwa perempuan,dengan jumlah rumah

tangga 4925 rumah tangga. Adapun berdasarkan tingkat sosial ekonomi penduduk di

Puskesmas Peureumeu sebagian besar berada dikelompok menengah kebawah. Mata

pencaharian sebagian besar adalah petani dan pekebun .

5.1.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak

Upaya kesehatan ibu dan anak merupakan upaya di bidang kesehatan yang

menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin,ibu menyusui, bayi,

anak balita dan pra sekolah. Salah satu unsur penting untuk menurunkan angka

kematian dan kesakitan ibu, bayi dan anak sekolah adalah menberikan pemeliharaan

yang cukup baik pada waktu hamil yang dimulai sedini mungkin.

Penurunan angka kematian ibu maternal dan anak balita serta penurunan angka

kelahiran merupakan sasaran prioritas dalam pembangunan di bidang kesehatan.

Dalam pengertian ini cukup pendidikan kesehatan kepada masyarakat, serta

menambah keterampilan para dukun bayiserta pembinaan kesehatan anak di Taman

43
kanak-kanak. Adapun tujuan dari program KIA adalah tercapainya kemampuan hidup

serta melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya

untuk meningkatkan derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang

yang merupakan landasan bagi peningkatan kwalitas manusia seutuhnya.

Cakupan KI pada tahun 2017 menunjukan pencapaian K1: 871 Dari K1 1076 dan

K4: 866 dari 1076 Cakupan Neonatus dan Bulin yaitu masing – masing mencapai

779.dan 819 pencapaian TT1 703..dan TT2 .761. pelayanan ibu hamil resti pada tahun

2017 sebanyak 493 orang. Program KIA juga melaksanakan pemberian Vit. A kepada

ibu nifas diwilayah kerja Puskesmas Peureumeu. Untuk tahun 2017 telah lakukan

pemberian vitamin A kepada sejumlah 421 ibu nifas

5.2 Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan menyajikan hasil wawancara dengan informan. Adapun

informan yang digunakan terdiri dua orang ibu nifas yang melaksanakan madeung,

dua orang keluarga terdekat (ibu dari ibu nifas), satu orang bidan desa dan satu orang

Makblien. Dalam penelitian ini juga dilakukan FGD yang melibatkan bidan desa, satu

orang kader kesehatan, satu orang Makblien, Geuchik dan Teungku. Sebelum memulai

wawancara yang mendalam, peneliti melakukan pendekatan personal dengan

responden. Hal ini dinilai sangat penting karena dalam penelitian nanti, hubungan

saling percaya antara peneliti dan responden menjadi hal yang menentukan hasil

penelitian. Jika hubungan saling percaya antara peneliti dan responden sudah terbina,

maka peneliti akan lebih mudah memperoleh data.

44
Dalam penelitian kali ini, peneliti berkali-kali menghadapi kendala dalam

melakukan pendekatan personal dengan calon responden. Kebanyakan dari

responden sulit terbuka untuk mengungkapkan pengalaman madeungnya. Adapun

demikian, peneliti merasa termotivasi mencari cara yang pas untuk mendekati calon

responden. Selanjutnya perlahan-lahan membina hubungan saling percaya dengan

calon responden.

Setelah peneliti mengutarakan maksud dan tujuan dari penelitian dan calon

responden akhirnya bersedia terlibat dalam penelitian ini, peneliti membuat kontrak

waktu dan tempat yang memadai untuk wawancara dengan responden. Pemilihan

waktu dan tempat, ternyata juga berpengaruh terhadap hasil penelitian.

Pemilihan waktu juga sangat penting, hal ini juga pernah dialami peneliti ketika

responden tiba-tiba memutuskan pembicaraan karena ada kliennya yang ingin

bertemu. Dari kejadian ini akhirnya peneliti lebih berhati-hati memilih waktu yang

tepat untuk melakukan wawancara yang mendalam.

Sebelum dilakukan wawancara yang mendalam, responden diminta mengisi

informed consent, kemudian setelah itu wawancara yang mendalam dapat dilakukan.

Semua pembicaraan dan wawancara tersebut direkam, kemudian ditulis. Data yang

telah ditulis kemudian dicermati berkali-kali untuk menentukan kata-kata kunci dan

disajikan dalam bentuk kategori.

45
5.2.1 Gambaran Umum Responden

Responden Umur Pendidikan Persalinan Anak ke Jenis kelamin


anak
Ny. Nh 30 tahun SMP Normal di Ke tiga (2 Perempuan
rumah sakit laki-laki 1
perempuan
Ny. N 23 D-3 Teknik Normal di Pertama Laki-laki
Sipil Puskesmas
Ibu dari Ny.Nh 50 tahun Tidak sekolah - - -
Ibu dari Ny. N 54 tahun SD - - -
Bidan 42 tahun D-3 - - -
Makblien 55 tahun Tidak sekolah - - -
Ibu PKK 45 tahun SMP - - -
Ibu kader 42 tahun SMA - - -
Tgk Imum 58 tahun Dayah - - -
Geuchik 56 SMA - - -

5.2.2 Hasil Wawancara dengan Ibu Nifas

5.2.2 Hasil Wawancara Mendalam dengan Ibu Nifas

1. Proses Persalinan

Kedua responden dalam penelitian ini melahirkan dengan persalinan normal

hanya saja tempat persalinan berbeda:

“Melahirkan di rumah sakit Cut Nyak Dhien dengan persalinan normal ”


(Lampiran 1, halaman 1, baris 22. 24)

“Melahirkan di Puskesmas Kaway XVI dengan persalinan normal” (lampiran 2,


halaman 1, baris 23)

2. Proses Madeung

Kedua responden menjalani madeung setelah minimal dua hari pasca

melahirkan. Semua partisipan menyatakan proses madeung dimulai dengan mandi,

46
mandi dilakukan setelah persalinan, karena tempat persalinan responden berbeda

maka waktu melaksanakan mandi juga berbeda, berikut kutipan wawancara:

1). Mandi

“Sambil tersenyum responden menjawab“Hari ke 3 dimandikan dengan air


hangat oleh makblien dikampungnya” (lampiran 1, halaman 1, baris 32)

“Tidak mandi terus, karena sampai kerumah sudah menjelang magrib, biasanya
dimandikan dulu pada hari pertama, tapi karena suda magrib tidak dimandikan lagi.
Jadi dimandikan hari kedua” (lampiran 2, halaman 1, baris 32-35)

2).Urut/ kusuk

Setelah melaksanakan proses mandi, dilakukan urut badan yang dilakukan oleh

ma’blien. Kusuk pada ibu nifas bertujuan untuk mengembalikan fungsi dan merekatkan

otot yang renggang. Selama kehamilan otot-otot tubuh tidak rileks. Karenanya, setelah

melahirkan, kemudian dimandikan lalu makblien melakukan pemijatan tubuh bertujuan

untuk memijat tubuh agar otot-otot kembali rileks dan dapat mengembalikan

kebugaran tubuh dan melancarkan ASI, berikut kutipan wawancara:

“Setelah dimandikan kemudian seluruh tubuh diurut, payudara , dinjak di


pinggang untuk merekat kembali pinggang yang longgar setelah melahirkan” (LampiraN
1, halaman 1, baris 32-34)

“pada hari ke 2 pertamakali adalah mandi, dan setiap dimandikan diurut badan,
payudara oleh makblien selama 3 hari, hari pertama mandi diurut payudara, hari ke
dua dan hari ke tiga yang tujuannya untuk melancarkan air susu ibu, hari pertama
belum lancar, hari kedua sedangkan hari ketiga sudah lancar “sambil
tertawa/tersenyum”” (lampiran 2, halaman 2, baris 41-46).

47
3). Minum ramu ramuan

Setelah dilakukan kusuk/urut badan kemudian dilanjutkan dengan minum air

dari tanaman obat tradisional. Semua responden mengkonsumsi air dari tanaman obat

tradisional yang di olah sendiri, berikut kutipan wawancara:

“Hari 3 pertama minum oen pedeng hitam tambah abu dapur tambah garam
untuk mengeluarkan kotoran. Hari ke 4 oen jaloh, buah manjakani, kunyit buah kandeh
digiling lalu diminum sampai dengan hari 44” ( Lampiran 1, halaman 2, baris 57-60)

“Hari ke lima baru diberikan ramuan sama mamak oen pedeng itam. Caranya
oen pedeng itam diremas sebanyak setengah gelas ubit (kecil) waktu minumnya
bengeuh (pagi)” (Lampiran 2, halaman 2, baris 71-74)

Hari ke 6, 7, masi minum oen pedeng. Hari ke 8, 9, 10, diberikan minum oen
pok (daun gambas) sama mamak, berguna untuk melancarkan darah. Hari ke 11, 12,
13, diberikan oen jumpa, oen jaloh berguna untuk melancarkan darah setelah
melahirkan sambil menanyakan kepada mamahnya. Hari ke 16 minum obat air mancur.
(Lampiran 2, halaman 2, baris 76-81)

4). Ramuan Oles untuk Mengecilkan Perut

Selain menggunakan ramuan untuk minum, kedua responden juga nggunakan

ramuan yang digunakan dengan cara di oles/ ditempel di perut ibu yang bertujuan

untuk mengecilkan/menciutkan perut ibu, berikut hasil wawancara:

“di perut : Ranub (daun sirih) dimamoh (dikunyah), oen kerundoeng (daun
kedondong) tambah abu dapur tambah garam lalu dipayeh (dipepes) dimasukkan/
dibungkus dalam daun pisang lalu dipanaskan diatas api, setelah itu diletakkan diperut
ibu yang bertujuan untuk menguatkan perut dilakukan selama 3 hari yaitu pada 3,4,5”
(Lampiran 1, halaman 1, baris 36-41)

“Obat diperut : hari kedua kapur tambah buah jeruk nipis. Hari ke 3, 4 diberikan
oen pedeng. Lalu ke 5, 6, 7 ditarok oen pok (daun gambas). Hari ke 8, 9, 10 diberikan
daun jeumpa yang semuanya berguna untuk melancarkan darah. Selanjutnya hari ke
11, 12, 13 diberikan oen kedondong yang berguna untuk melancarkan darah”
(Lampiran 2, halaman 2, baris 58-63).

48
Responden kedua juga menggunakan obat yang dioleskan pada vagina “(Sambil
tersipu malu) mengatakan pada saat melahirkan ada koyak sehingga dijahit bagian
bawahnya. Pada bagian tersebut diberikan boh manjakani (buah manjakani) ditumbuk
lalu airnya dioleskan pada vagina (Lampiran 2, halaman 2, baris 85-88)

5). Meutangeh (pengasapan)

Pada masyarakat Aceh sale dilakukan dengan memakai arang panas yang di

taruh pada sebuah tungku, kemudian menggunakan tempat tidur atau dipan (balai-

balai) yang dibuat dari kayu. Namun pada masyarakat Tumpok Ladang Pengasapan/sale

dilakukan dengan cara daun-daunan seperti daun belimbing, dan sabut kelapa

dimasukkan kedalam satu wadah/ ember tahan panas, setelah berasap responden

berdiri di atasnya sampai berkeringat lalu dilap keringatnnya,meutangeh ini dilakukan

jika ibu sudah mandi saja kalau tidak mandi maka tidak dianjurkan. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan para responden berikut ini

“Dimulai pada hari ke tiga setelah mandi menggunakan air dingin, setelah itu
dilakukan meutangeh (pengasapan). Bahannya : tapeh (sabut kelapa) dibakar lalu
masukkan oen limeng (daun belimbing wuluh). Kalau sudah berasap, kemudian saya
berdiri diatasnya kemudian dibungkus dengan tikar kurang lebih 5 menit keluar
keringat banyak” (Lampiran 1, halaman 2, baris 45-50)

“Untuk pengasapan tapeh (sabut kelapa) yang agak basah (lembab) dicampur
daun belimbing wuluh dibakar diletakkkan di dalam wadah seng untuk pengasapan
lalu ibu berdiri di atasnya, kemudian ibu dibungkus dengan menggunaan tikar sampai
berkeringat” (Lampiran 2, halaman 2, baris 50-54)

6).Mandi hari Kesepuluh

Seorang ibu nifas menjalani masa nifas selama 44 hari, dan selama itu juga tidak

dibenarkan keluar rumah. Namun pada masyarakat Tumpok Ladang seorang ibu nifas

dapat keluar rumah untuk melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mengangkat

jemuran atau pekerjaan ringan lainnya, berikut hasil wawancara:

49
“Uro ke siploh (hari ke sepuluh) turun tanah (injak tanah). Di tanah di ple abe dapu
(ditaruk abu dapur) lalu disuruh injak tanah sama makblien. Sebelum injak tanah
dimandikan dulu oleh ma’blien, mandi seperti mandi menstruasi. Tujuan mandi uro
siploh supaya ibu madeung sudah boleh injak tanah untuk ambil kain jemuran dan lain-
lain” (Lampiran 1, halaman 1, baris 78-82)

“Mandi pada hari sepeluh sebelum injak tanah, tetapi saya mandi pada hari ke sebelas
(esoknya) karena pada hari kesepuluh saya merasa kedinginan” (Lampiran 2, halaman
4, baris 127-129)

3. Keinginan Madeung

Keinginan untuk melakukan madeung adalah inisiatif dari responden dan juga

didukung oleh ibunya dan keluarga terdekat, berikut hasil wawancara keinginan

madeung

“Karena kemauan sendiri. Karena pengalaman anak pertama dan kedua


merasakan enak badan, dan Tidak sakit pinggang” responden juga mengatakan bahwa
madeung juga atas saran dari ibunya “kata mamak kalau mau enak badan, teuga tuboh
(tubuh kuat) hana bagah pilek (tidak mudah terkena pilek) harus madeung (Lampiran 1,
halaman 2, baris 71,72, 74,75,76)

“Madeung karena kemauan sendiri karena mamak sering bercerita bahwa


madeung itu bagus, sehat badan, kuat, waktu ke sawah, bekerja, kalau keluar hujan,
hujan tidak bermasalah karena tidak mudah terkena pilek. badan sehat dan kuat dan
mamak dulu juga melakukan madeung” (lampiran 2, halaman 3, baris 90-93)

2. Bagaimana ramuan dan dampak ramuan terhadap ibu post partum

Ramuan yang digunakan oleh ibu post partum berkhasiat mengatasi aneka

gangguan kesehatan. Berikut wawancara mengenai ramuan dan dampaknya:

“ramuan untuk minum buah majakani, kunyit, buah kandeh, air rebusannya
didinginkan lalu diminum. Untuk luka dalam di tempel diperut seperti daun sirih dan
buah kandeh dimasak atau dipanaskan lalu di tempel diperut untuk mengecilkan perut”
(Lampiran 1, halaman 2, baris 63-68)

“kapur tambah buah jeruk nipis. Hari ke 3, 4 diberikan oen pedeng. Lalu ke 5, 6,
7 ditarok oen poh (daun gambas). Hari ke 8, 9, 10 diberikan daun jeumpa yang
semuanya berguna untuk melancarkan darah”” (Lampiran 2, halaman 2, baris 58-61)

50
3. Pengetahuan Madeung Menurut Kesehatan

“responden tidak menjawab karena tidak mengetahui hanya tersenyum senyum


saja (Hana meupom sambil tersenyum)” (lampiran 1, halaman 3, baris 84)

“tidak tahu karena anak pertama, tapi ada mendengar dari bidan agar tidak
pantang makanan dan terus kasih ASI pada bayi”” (Lampiran 2, halaman 3, baris 100-
101)

5.2.3 Hasil Wawancara dengan Keluarga terdekat

1. Apa yang saudara lakukan pada ibu yang akan madeung

Hasil wawancara dengan responden diketahui diantara kedua responden

memiliki jawaban berbeda hal ini dikarenakan salah satu responden anaknya sudah

pernah madeung, berikut hasil wawancara:

“Mempersiapkan alat dan bahan untuk madeung” (Lampiran 1, halaman 4, baris


11)
“Tidak ada persiapan, tapi persiapan bantal satu ada”” (lampiran 2, halaman 5,
baris 12)

2. Apa yang dipersiapkan keluarga saat ibu akan mendeung

Keluarga berperan dalam proses madeung, keluarga ikut mempersiapkan daun-

daunan yang akan digunakan untuk madeung, berikut hasil wawancara:

“Keluarga mempersiapkan oen panjo (daun randu), dan ranup (sirih) yang
didapatkan dari Sekitar rumahnya” (Lampiran 2, halaman 4, baris 13-14)

“Mempersiapkan daun dedaunan. Baru lahir diberikan jeruk nipis 3 hari untuk
menangkal bisa, Lalu memberikan oen pedeng itam selama 3 hari lalu memberikan
daun jenis lain sampai 40 hari” (Lampiran 2, halaman 5, baris 14-17)

51
5.2.4 Hasil Wawancara dengan Ma’blien

Ibu S, umur 55 tahun, dengan pendidikan tidak pernah sekolah dan beralamat di

Desa Tumpok Ladang, Ibu S sudah menjalani profesi sebagai Ma’blien selama 25 tahun

yang mendapatkan ilmu tentang madeung dari orang tua, turun temurun dari

neneknya.

Berikut adalah hasil wawancara asal mulai Ibu S menjadi Ma’blien adalah “dari
neneknya, belajar, ikut- ikut sama mamaknya. Awalnya Ma’blien meminta mau menjadi
orang untuk memandikan jenazah, namun karena ada ilmu turun temurun dari
neneknya sehingga sampai sekarang dipercaya oleh masyarakat setempat untuk
membantu madeung”

Menurut Ibu S ramuan yang digunakan untuk madeung adalah “Oen jaloh, oen
limeng, oen kerondoeng, oen kaca, dedak kunyet, boh munteu, oen krieh babi, jeura
itam” yang sebagian besar diperoleh dari lingkungan sekitar rumah”

Ramuan tersebut diolah dengan berbagai cara menurut peruntukannya, berikut


kutipan wawancara mengenai jenis, cara mengolah dan pemberiannya disajikan dalam
tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Jenis bahan, cara pengolahan dan cara pemberian
Nama bahan Cara mengolah Cara pemberian

Oen kandeh Digiling kemudian di panasin Ditempel diperut untuk


(dipepes) lampok

Oen pok (gambas) Direbus sebagai sayur Dimakan bersama dengan nasi
atau sebagai lauk
Manjakani Digiling Sebagai obat oles pada luka

Kunyit Digiling diperas airnya Diminum setiap pagi hari pada


hari ke sepeluh
Oen jaloh Digiling kemudian di panasin Ditempel diperut untuk
(dipepes)/ diperas airnya lampok/ untuk minum
Oen limeng (daun Sebagai media untuk Untuk pengasapan
belimbing wuluh) pengasapan (meutangeh)
Jeruk nipis Diperas airnya Air perasannya di campur
dengan kapur kemudian
dioleskan di perut

52
Nama bahan Cara mengolah Cara pemberian

Oen kandeh Digiling kemudian di panasin Ditempel diperut untuk


(dipepes) lampok

Oen pok (gambas) Direbus sebagai sayur Dimakan bersama dengan nasi
atau sebagai lauk
Manjakani Digiling Sebagai obat oles pada luka

Kunyit Digiling diperas airnya Diminum setiap pagi hari pada


hari ke sepeluh
Oen jaloh Digiling kemudian di panasin Ditempel diperut untuk
(dipepes)/ diperas airnya lampok/ untuk minum
Oen limeng (daun Sebagai media untuk Untuk pengasapan
belimbing wuluh) pengasapan (meutangeh)
Jeruk nipis Diperas airnya Air perasannya di campur
dengan kapur kemudian
dioleskan di perut
Oen pedeng Digiling kemudian di panasin Ditempel diperut untuk
(dipepes)/ diperas airnya lampok/ untuk minum
Oen capa Diperas airnya Air perasannya diminum

Jeura itam Digiling Ditempel dikepala sebagai


obat sakit kepala

5.2.5 Hasil Wawancara dengan Bidan Desa

Bidan desa Ns umur 42 tahun alamat desa Padang Mancang, dan Sudah 10

tahun bertugas sebagai bidan desa sejak menjadi PNS dari tahun 2008 sampai sekarang

hasil wawancara dengan bidan sebagai berikut

1. Tugas petugas kesehatan sehubungan dengan persalinan dan perawatan masa


nifas

“ Menurut responden tugas petugas kesehatan dalam persalinan dan perawatan


masa nifas adalah menolong persalinan dan melakukan kunjungan pada ibu nifas,
memberikan penyuluhan juga tentang perawatan ibu maupun bayi pada bayi baru lahir
dianjurkan untuk tidak memberikan apapun pada tali pusarnya seperti abu, betadine
masih dibolehkan. Bidan juga se sering berkunjung pada ibu nifas untuk memantau bayi

53
sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tidak membubuhi abu pada
tali pusar bayi serta memberikan vitami A pada ibu nifas ” (Lampiran 4, halaman 1,
baris 24-31)

2. Yang didapatkan bidan selama bertugas di desa

“menurut responden selama ini kasus-kasus yang jelek tidak didapatkan,


madeung masih dilakukan tetapi untuk pantang tidak terlalu, masih mau makan sayur”
Line 9.

3. Program apa yang terkait dengan madeung

“Menurut responden kegiatan terkait madeung adalah melakukan penyuluhan


tentang madeung tetapi karena neneknya lebih kuat sehingga madeung masih
dilakukan. Madeung masih dilakukan masih dalam kategori wajar belum
membahayakan bagi bayi maupun ibunya. Sudah banyak yang mengerti sesuai dengan
kesehatan kalau madeung tidak menguntungkan jangan diikuti” (Lampiran 4, halaman
2, baris 36-40).

4. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat, Ma,blien dan tokoh masyarakat

“Menurut responden hubungan dengan masyarakat baik dan akur Ma;blien mau
bekerjasama dengan petugas kesehatan” (Lampiran 4, halaman 2, baris 43-44).

5.2.6 Focus Group Discusion Budaya Madeung

Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi kelompok terarah adalah suatu

proses pengumpulan informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui

diskusi kelompok. diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok kecil

orang yang dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator yang secara halus

mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang

dianggap penting yang berhubungan dengan topik diskusi saat itu. Pada penelitian ini

narasumber terdiri dari Geuchik, Teuku Imum, Ibu PKK, Petugas kesehatan (bidan desa)

dan dukun (Ma’Blien) hasil dari diskusi kelompok diperoleh

54
1. Bagaimana sejarah Madeung?

Semua narasumber sepakat bahwa madeung sudah ada zaman dulu karena

yang diwariskan secara turun temurun yang berguna untuk kesehatan ibu melahirkan

berikut kutipan wawancara :

1. Geuchik : Memang sudah ada dari dulu


2. Imum : Memang sudah ada sejak zaman dahulu
3. Kader : Sudah ada sejak zaman dulu, sudah baik dilakukan karena
menggunakan obat-obat tradisional
4. Bidan : Sudah ada dari zaman nenek kita dahulu
5. Dukun : Memang sudah ada sejak dulu, duduk di asapi
6. Ibu PKK : Madeung itu baik bila dilakukan diberikan obat tradisional. (lampiram
5, halaman 1, baris 13-19)

2. Kebudayaan Madeung?

Menurut semua narasumber sepengetahuan mereka madeung sudah ada sejak

dulu dan sampai sekarang masih di terapkan di tengah masyarakat. Beberapa dari

budaya madeung yang baik masih terus dipertahankan sedangkan yang tidak baik

seperti sale dengan asap yang berlebihan sudah tidak dilakukan lagi karena

mengganggu pernafasan. Pemberian abu pada tali pusar juga tidak dilakukan lagi.

Beberapa pantangan pada makananpun tidak lagi dijalankan oleh ibu madeung. Budaya

masyarakat dulu yang membuang kolostrum yang dulu dianggap ASI basi juga juga

tidak lagi lakukan berikut kutipan wawancara FGD.

1. Geuchik : Dilakukan terutama pada stri saya dapat dilakukan, supaya sehat dan
kuat, saya mendukung madeung tersebut, seperti melakukan
pengasapan sehingga bisa menciut.
2. Imum : Pada zaman dulu tidak ada pengobatan lain, biasanya pengobatan
dilakukan dengan cara madeung
3. kader : Budaya madeung baik dilakukan, karena bisa menguatkan tubuh

55
4. Bidan : Boleh madeung jika tidak membahayakan, saya sendiri ada melakukan
madeung” menyo hana madeung hana sempurna”
5. Dukun : Madeung memang sudah dari dulu dilakukan seperti menggunakan
obat-obat dari tumbuhan dari hari pertama sampai hari 44
6. Ibu PKK : Kalau menurut saya memang madeung itu bagus, karena kalau
melahirkan sekarang orang perempuan lebih besar perut daripada
pantat, karena tidak melakukan madeung dan tidak memakai stagen,
sedangkan dengan madeung menggunakan stagen, memberikan obat-
obat di perut, meutangeh (Lampiran 5, halaman 1,2 baris 21-36).

3. Apa yang dilakukan terhadap madeung?

Madeung adalah salah satu tradisi yang dijalankan oleh seorang ibu setelah

melahirkan dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi kesehatan ibu seperti semula.

Proses madeung dimulai dengan mandi Pertamakali kemudian diberikan minuman

ramuan sampai dengan hari ke 40 kalau sanggup, berikut kutipan wawancara FGD.

1. Geuchik : Diasapi (meutangeh), dibungkus perut dengan menggunakan kain,


minum ramuan kampung.
2. Imum : Yang saya tahu meutengeh, minum air kunyit dan obat-obat tradisional
lain.
3. kader : Madeung biasanya melakukan meutangeh, minum jamu
4. Bidan : Madeung boleh dilakukan asal tidak membahayakan, tidak melakukan
pantangan dan tetap minum obat yang diberikan oleh petugas
kesehatan
5. Dukun : Madeung pertama kali melakukan mandi, setelah itu minum obat
untuk menyembuhkan luka dalam seperti manjakani, kunyit, oen
pedeng, oen capa, on jaloh. Kemudian meutengeh setelah mandi.
minum obat-obatan tradisional sehari 3 kali
6. Ibu PKK : Madeung baik, karena minum ramuan tradisional, pakai gurita biar
tidak besar perut, meutangeh biar menciut sehingga kuat. (Lampiran 5,
halaman 2, baris 38-51)

56
4. Bagaimana pengetahuan madeung menurut kesehatan?

Biarpun sedang menjalani madeung namun obat dari rumah sakit/bidan tetap

diminum. Untuk pemberian ASI tidak ada masalah karena masih tetap memberikan ASI

saja. Bahkan dengan ramuan seperti daun katuk dapat meningkatkan ASI. Berikut hasil

wawancara pada FGD;

1. Geuchik : Baik asal jangan berlebihan.


2. Imum : Bisa dilakukan asal tidak berbahaya, kalau meutangeh tidak sampai
membuat sesak nafas.
3. Kader : menurut saya baik madeung maupun kesehatan sama- sama baik
menggunakan obat tradisional dan obat puskesmas. jaga jarak ninum
obat, jangan minum obat bersamaan. Menurut saya obat pil puskesmas
juga bagus karena untuk menyembuhkan luka dalam.
4. Bidan : Madeung boleh dilakukan selama tidak menggangu kesehatan, tidak
melakukan pantangan makanan
5. Dukun : Menurut saya madeung sehat karena orang dulu yang melakukan
madeung kuat sampai tua.
6. Ibu PKK : Madeung dan kesehatan dua-duanya penting dan baik, karena minum
ramuan-ramuan, kalau zaman sekarang belum tua sudah sakit pinggang
kalau duduk terlalu lama, bisa cepat kebas, kalau orang zaman dulu
karena melakukan medeung pergi kesawah kuat, mencangkul kuat.
Menurut saya cara minum obatnya yang harus diperhatikan. Kalau
minum ramuan pagi siangnya minum obat puskesmas, jangan
bersamaan, karena madeung dan kesehatan sama-sama penting.
(Lampiran 5 halaman 2,3 baris 53-72)

5.3 Pembahasan

5.3.1 Proses Madeung

1). Ibu nifas menjalani Mandi

Dalam menjalai madeung hal pertama kali yang dilakukan menurut responden

adalah dimandikan oleh mak blien dengan menggunakan air hangat, dari kedua

57
responden yang diwawancara menyebutkan bahwa karena mereka melahirkan di

fasilitas pelayanan kesehatan maka mandi dilakukan setelah mereka pulang kerumah,

ada responden yang melakukannya sehari setelah melahirkan dan ada juga tiga hari

setelahnya. Penelitian rahayu pada ibu nifas di Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten

Aceh Utara dengan metode kualitatifif diketahui bahwa dalam menjalani madeung

responden juga menjalani madeung setelah melahirkan yang dilakukan oleh

orangtuanya (Rahayu et al., 2017)

Menurut penelitian Dennis et al. (2007) dengan menggunakan sitematika

review studi kualitatif mengenai praktek tradisional pada ibu pst partum menemukan

kepercayaan budaya bahwa persalinan dan darah berhubungan dengan kenajisan dan

kontaminasi. Meskipun masih dianggap najis karena pendarahan postpartum, wanita

harus mengikuti praktik kebersihan khusus, tidak melakukan aktivitas seksual, dan

menahan diri dari mengunjungi rumah orang lain atau menerima pengunjung. Selain

praktik kebersihan khusus, penulis mengutip contoh pembatasan mandi spesifik yang

diikuti oleh perempuan, yang berkaitan dengan teori menentang kekuatan panas dan

dingin. Sebagai contoh, wanita di Guatemala mengasosiasikan air dingin dan mandi air

dingin dengan sakit tulang, berkurangnya pasokan ASI, penyakit, dan kesehatan yang

umumnya buruk bagi wanita yang melahirkan.

Paat saat seorang wanita melahirkan ia juga akan mengeluarkan darah dan

janin. Keluarnya bayi yang dikandungnya juga dianggap sebagai suatu hadats sehingga

seorang wanita wajib melakukan mandi wiladah.Wiladah berasal dari istilah dalam

bahasa Arab yang artinya melahirkan. Mandi Wiladah berarti mandi yang wajib

58
dilakukan seorang wanita setelah melahirkan bayinya. Mandi Wiladah adalah salah satu

cara mensucikan diri seorang wanita dari hadats besar atau darah yang dikeluarkannya

saat melahirkan. Mandi Wiladah atau mandi setelah melahirkan hukumnya wajib dan

harus dilakukan oleh setiap wanita muslimah yang melahirkan baik secara normal

maupun secara Caesar (Fuadi, 2018).

Gatrad et al. (2004) dalam penelitianya menemukan di India upacara

penamaan berlangsung pada hari ke 10 atau 12 setelah kelahiran setelah ibu dianggap

'bersih' dan dapat melakukan pekerjaan rumah tangga normal (mis., Memasak); Selain

itu, pengunjung pria dapat mengunjungi ibu menyusui. Upacara penyapihan pada usia

6 bulan (Annaprassana) diyakini perlu agar bayi menjadi lebih mobile; hadiah di sini

juga diberikan kepada anak dan ibu dapat merayakan puasa. Gelang kaca yang dipakai

selama kehamilan diberikan kepada bidan. Para ibu di India juga kembali ke rumah

orang tua mereka selama 40 hari setelah kelahiran. Adat istiadat ini juga dipraktikkan

oleh diaspora Hindu dan dapat menyebabkan tidak hadirnya antenatal dan postnatal.

2. Urut Badan

Setalah melakukan proses mandi maka dilakukan urut badan yang dilakukan

oleh Makblien. Selama menjalani kehamilan seorang perempuan akan mengalami

berbagai perubahan pada tubuhnya. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada fisik

yang dapat dilihat dengan kasat mata , namun perubahan juga terdapat pada sistem

organ lainnya khususnya pada sistem organ reproduksi Sistem organ pada perempuan

juga mengalami perubahan, terutama organ reproduksi. Setalah melahirkan

permasalahan pada fisik dan organ tubuh perempuan masih terus berlanjut, oleh

59
karena itu perawatan tubuh setelah melahirkan sangat penting dilakukan. Salah satu

bentuk perawatan tubuh pada ibu nifas adalah kusuk. Kusuk pada ibu nifas tidak hanya

penting untuk menguatkan kembali otot yang melemah, memperlancar ASI, namun

juga sebagai sebagai rileksasi akibat kelelahan usai melahirkan. Responden melakukan

urut/kusuk untuk memperlancar peredaran darah dan memperlancar ASI, kusuk

dilakukan oleh Makblien.

Penelitian Sari et al. (2017) pada pada Suku Banjar di Kecamatan Martapura

Timur Kabupaten Banjar mengenai kajian budaya dan makna simbolis perilaku ibu

hamil dan ibu nifas dengan menggunakan studi kualitatif menemukan, ibu nifasi

melakukan pijat/urut tradisional setelah melahirkan dengan bidan kampung masih

dilakukan oleh ibu nifas,, budaya pijat bagi ibu nifas dianggap sesuatu yang harus

didapatkan ibu untuk memulihkan kembali kondisi ibu. Menurut penelitian Mayasaroh

(2013) dukun kampung melakukan pijat periode pasca kelahiran dalam rangka

penyembuhan penyakit maupun keluhan yang diderita ibu dan anak.

Setelah melahirkan, perempuan perlu segera melakukan perawatan tubuh

dalam masa nifas. Masa nifas dimulai usai melahirkan hingga enam minggu setelahnya.

Alat genetalia pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu tiga bulan,

sehingga pada masa nifas dianggap sebagai periode yang baik untuk ibu menjalani

terapi pemijatan dan relaksasi, hal ini tidak lain karena perempuan sangat lelah setelah

melahirkan. Dalam studi yang dilakukan oleh Fadzil et al. (2016) menunjukkan bahwa

ibu-ibu di Malaysia memiliki praktik pascapersalinan tertentu yang mereka anggap

penting untuk mencegah kesehatan masa depan yang buruk. Terlepas dari perbedaan

60
yang dirasakan dalam praktik-praktik postpartum intra-etnis, sebagian besar ibu-ibu

Malaysia, meskipun dari etnis yang berbeda, memiliki kesamaan dalam rejimen dan

praktik postpartum mereka dalam hal keyakinan dan kepatuhan terhadap tabu

makanan, penggunaan pijatan postpartum tradisional dan ramuan tradisional. dan

pengakuan atas peran anggota keluarga perempuan yang lebih tua dalam perawatan

nifas.

Menurut Lestari (2018) Perawatan tubuh usai melahirkan bisa dilakukan dengan

pijatan khusus ibu pascapersalinan, senam nifas, hingga mengkonsumsi minuman

herbal atau jamu selapan, serta menggunakan stagen atau gurita untuk

mengembalikan postur tubuh seperti semula. Perawatan tubuh setelah melahirkan

diperlukan dengan tujuan: melancarkan peredaran darah agar tak terjadi thorombosis,

kecukupan oksigen yang dibutuhkan untuk sirkulasi darah, merangsang kelancaran

pengeluaran ASI, memperbaiki tonus dan menguatkan otot yang melemah dan

teregang sewaktu kehamilan dan kelahiran, seperti otot perut dan dasar panggul.,

melatih perempuan untuk mengembalikan postur tubuh dengan cara yang benar Dan

mengajarkan perempuan mengenai pola kerja yang benar dalam aktivitas sehari-hari

usai melahirkan.

Air susu ibu bisa mencerdaskan dan meningkatkan kualitas generasi muda

bangsa, setiap bayi yang diberi ASI akan mempunyai kekebalan alami terhadap

penyakit karena ASI banyak mengandung antibodi (Turlina & Wijayanti, 2015). Tapi

tidak semua ibu postpartum langsung mengeluarkan ASI karena pengeluaran ASI

merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara rangsangan mekanik, saraf dan

61
bermacam-macam hormon yang berpengaruh terhadap pengeluaran oksitosin. Oleh

karena itu perlu adanya upaya mengeluarkan ASI untuk beberapa ibu postpartum.

Dalam upaya pengeluaran ASI ada 2 hal yang mempengaruhi yaitu produksi dan

pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin sedangkan pengeluaran

dipengaruhi oleh hormon oksitosin . Hormon oksitosin akan keluar melalui rangsangan

ke puting susu melalui isapan mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang ibu

bayi, dengan dilakukan pijatan pada tulang belakang ibu akan merasa tenang, rileks,

meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya , sehingga dengan begitu

hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar (Suryani & Astuti, 2013).

Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter akan

merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise

posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada

mengeluarkan air susunya. Dengan pijatan di daerah tulang belakang ini juga akan

merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu hormon

oksitosoin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan

bayi pada puting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal

(Scholichah, 2012).

Ada kalanya proses madeung dimulai pada hari ketiga setelah bersalin, biasanya

sekitar jam sepuluh pagi setelah sang ibu selesai mandi. Prosesnya selama 7 hari

berturut-turut,tetapi ada juga yang dilakukan oleh orang-orang tertentu selama empat

puluh empat hari berturut-turut (selama masa nifas) yang biasanya selesai ritual

62
madeung ini sang ibu akan melaksanakan “manoe peut ploh peut” atau mandi suci

(Rahayu et al., 2017).

3. Minum ramu-ramuan

Setelah bersalin, perempuan membutuhkan perawatan untuk memulihkan fisik

yang mengalami perubahan. Perawatan selama masa pemulihan pasca melahirkan,

atau 40 hari masa nifas punya dampak penting bagi ibu juga bayinya. Dengan

perawatan fisik yang baik, ibu lebih nyaman beraktivitas termasuk merawat bayi juga

menikmati momen awal membangun kedekatan emosional dengan bayi pascabersalin.

Kualitas hidup perempuan lebih meningkat. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk

merawat tubuh pascabersalin. Salah satu cara tradisional yang dilakukan oleh ibu nifas

di Gampong Tumpok Ladang yang bertahan dan dipraktikkan secara turun temurun

adalah mengkonsumsi ramu-ramuan yang diracik sendiri oleh keluarga seperti kunyit,

manjakani yang berfungsi untuk memulihkan kondisi rahim dan mengeluarkan kotoran,

adapun bahan yang digunakan untuk pembuantan ramuan bervariasi, ramuan yang

dikonsumsi merupakan bertujuan menjaga daya tahan tubuh, meningkatkan produksi

ASI serta menjaga badan agar tetap sehat dan kuat.

Dari hasil wawancara diketahui semua responden menyatakan mengkonsumsi

kunyit sebagai bahan dari ramuan yang diminum yang bertujuan untuk menyembuhkan

luka. Kunyit (curcuma domestica) adalah tanaman herbal yang termasuk dalam famili

Zingiberaceae, sama seperti jahe, lengkuas dan temulawak. Salah satu manfaat dari

senyawa curcumin dan antioksidan yang terkandung dalam kunyit mampu

mempercepat penyembuhan luka dengan mengurangi peradangan pada daerah kulit.

63
Tidak ada efek samping berarti yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi kunyit, baik

jika dikonsumsi dalam jangka waktu pendek maupun dalam jangka waktu yang

panjang. Meskipun demikian ada baiknya anda membatasi konsumsi kunyit hingga 500

mg perhari.

Sejalan dengan penelitian Sari et al. (2017) pada ibu nifas suku Banjar di

Martapura meminum ramuan ragi 40 khas banjar setiap pagi selama masa nifas. Ragi

40 terdiri dari berbagai macam rempah yang jumlahnya sekitar 40 macam. Ibu nifas

dianjurkan meminum ramuan ini setiap pagi selama masa nifas. Hal ini dimaksudkan

untuk menyehatkan dan memulihkan tenaga ibu nifas setelah melahirkan. Selain itu

obat tradisional juga dapat digunakan sebagai upaya promotif dan preventif yaitu

untuk menjaga maupun mengobati kondisi badan agar selalu dalam keadaan fit dan

prima (Rahimsyah, 2011)

Menurut Mentari (2014) dalam penelitian di Kabupaten Sleman Bagian Barat

menemukan Jenis ramuan obat tradisional yang biasa digunakan oleh ibu-ibu pada

masa nifas adalah uyup-uyup (97,3%), pilis (27%), tapel perut (24,3%), kunyit asam

(18,9%), walikan (16,2%), beras kencur (5,4%), parem (5,4%), dan galian singset (2,7%)..

Adanya hubungan antara kandungan zat aktif dari komponen penyusun ramuan tidak

selalu memberikan efek utama, tetapi ada yang memberikan efek pendukung.

Selain mengkonsumsi kunyit dan manjakani untuk menyembuhkan luka

responden juga mengkonsumsi daun katuk dengan tujuan untuk meningkatkan

produksi ASI. Menurut (2003) dikutip dari Kumalasari et al. (2014) jamu uyup-uyup

bermanfaat untuk menigkatkan produksi ASI pada ibu yang menyusui. Komposisi jamu

64
uyup-uyup antara lain kencur, kunyit, lempuyang, temu giring, temulawak dan daun

katu. Kencur (Kaemferia galanga L.) bermanfaat sebagai penyegar dan penghangat

badan, sehingga mempengaruhi keadaan ibu untuk menyusui, daun katuk (Sauropus

androgynus Merr) bermanfaat untuk memperbanyak produksi ASI .

4). Ramuan Oles untuk Mengecilkan Perut

Selain mengkonsumsi ramuan sebagai salah satau upaya untuk meningkatkan

kesehatan ibu nifas, responden juga menggunakan ramuan yang digunakan sebagai

obat luar dengan cara semua bahan-bahan dari daun-daunan di bungkus kemudian

dipepes setelah itu di tempel di perut ibu yang bertujuan untuk mnegcilkan perut.

Menurut penelitian Sari et al. (2017) pada ibu nifas suku Banjar di Martapura

Ibu nifas juga di anjurkan untuk mengoleskan wedak panas ke perut, tangan dan kaki.

Wedak panas ini dioleskan setiap pagi sehabis mandi mulai hari pertama hingga hari ke

40 setelah melahirkan. Penelitian Damarini et al. (2013) di Kota Bengkulu

menunjukkan bahwa rata-rata lama penyembuhan luka perineum menggunakan

infusum sirih merah adalah 2-3 hari sedangkan pada kelompok obat antiseptik rata-rata

lama penyembuhan 5-6 hari, artinya bahwa daun sirih merah lebih efektif dibandingkan

dengan iodine dalam perawatan luka perineum pada masa pospartum

Semua informan menggunakan daun sirih sebagai bahan dari ramuan yang

digunakan dengan cara di pepes dan diletakkan di perut ibu . menurut Daun sirih

mengandung Minyak atsiri (betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat

samak dan kavikol yang bermanfaat untuk membunuh kuman, antioksidan anti jamur,

fungisida. Daun sirih juga berkhasiat untuk menghilangkan bau badan tak sedap karena

65
bakteri. Khasiat daun sirih juga dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan,

daun sirih juga bermanfaat sebagai obat luar, antiseptik maupun obat dalam yang

dikonsumsi yang memiliki banyak khasiat untuk mengobati penyakit organ dalam

mimisan mengatasi gangguan saluran pencernaan (Damarini et al., 2013).

Informan juga menggunakan jeruk nipis sebagai salah satu bahan untuk

perawatan tubuh setelah bersalin. Menurut Hayati (2011) Air perasan jeruk nipis,

diaduk sampai rata, kemudian balurkan pada perut. Lakukan cara ini selama 3 bulan

dan lakukan sehabis mandi agar perut terhindar dari keriput, tetap halus dan kempis

seperti sedia kala. Responden juga menggunakan garam sebagai salah satu bahan

sebagai obat oles di perut, menurut Mulyani et al. (2016) garam digunakan sebagai

bahan pelengkap ramuan jamu karena memiliki efek antibakterial. Dengan kandungan

antibakteri, garam memiliki manfaat untuk meredakan ruam di kulit akibat alergi dan

infeksi, dapat meredakan rasa sakit dan linu. Garam yang sudah dicampur dengan air

dapat menghilangkan kegatalan di kulit

Salah satu responden juga menggunakan manjakani sebagai obat yang dioles di

kemaluannya dengan tujuan untuk mempercepat pemulihan luka. Sejalan dengan

Fitrianti & Angkasawati (2015) pada masyarakat Gayo melakukan pengobatan dalam

menggunakan rempah dengan cara diminum dan dimasukkan ke dalam tubuh yang

berongga seperti organ reproduksi wanita.

Buah majakani dapat membersihkan bakteria di kawasan organ intim wanita.

Khasiatnya sangat bagus untuk mengatasi keputihan. Manjakani mengandungi tannin

yang bagus untuk mengetatkan otot vagina, vitamin A dan C, kalsium, protein, serta

66
mengandungi elemen astringent untuk membasmi bakteria penyebab keputihan.

Khasiat lain buah majakani berkhasiat untuk membersihkan bakteria di kawasan organ

intim kewanitaan. Selain itu ia sangat bagus untuk mengatasi cairan berlebihan di

kawasan vagina dan membasmi bakteria penyebab keputihan. Untuk rawatan lanjutan

buah majakani juga bagus untuk mencegah kanker serviks (Himalaya, 2017).

5). Meutangeh (pengasapan)

Meutangeh (pengasapan) adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk

mengeluarkan keringat dengan tujuan mengembalikan fungsi tubuh seperti

sebelumnya, pada sebagai masyarakat Aceh lain upaya mengeluarkan keringat pada ibu

nifas dilakukan dengan cara sale. Pada masyarakat Tumpok Ladang

Pengasapan/Meutangeh dilakukan dengan cara daun-daunan seperti daun belimbing,

dan sabut kelapa dimasukkan kedalam satu wadah/ ember tahan panas, setelah

berasap responden berdiri di atasnya sampai berkeringat, meutangeh ini dilakukan jika

ibu sudah mandi saja kalau tidak mandi maka tidak dianjurkan. Manfaat meutangeh

dapat dirasakan bukan hanya secara fisik namun juga secara fikiran dan mental.

responden mengungkapkan bahwa setelah melakukan meutangeh tubuh terasa lebih

ringan dan segar, perasaan menjadi lebih nyaman dan fikiran menjadi lebih rileks.

Sejalan dengan penelitian Fitrianti & Angkasawati (2015) menunjukkan bahwa

sistem pengobatan tradisional Gayo untuk nifas terdiri dari pengobatan luar dan

pengobatan dalam. Pengobatan luar mereka melakukan pengasapan belakang

punggung dan rempah-rempah dengan cara dioles ke tubuh. Penelitian sitematika

review praktik perawatan ibu nifas yang dilakukan oleh Dennis et al. (2007)

67
menemukan hubungan antara air, panas, dingin, dan kesehatan meluas ke larangan

mencuci rambut di antara wanita Arab dan Thailand, promosi mandi uap di Thailand,

dan penggunaan pijat panas dan bungkus panas di Malaysia.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2017) di Kecamatan Tanah

Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara, untuk mengembalikan berat badan ibu/

mengecilkan organ reproduksi dilakukan sale yang dimulai sejak hari pertama di

peumadeung (disale) dan diletakkan batu panas di perut.ibu tidur di atas bale yang

terbuat dari bambu atau kayu yang di bawahnya dihidupkan api.hal ini bertujuan untuk

membersihkan darah kotor, mengembalikan otot dan merampingkan tubuh.

Penemuan Simarmata dan Sembiring dikutip dari Paninsari (2018) inilah oukup

semakin banyak digunakan oleh ibu-ibu yang baru saja melahirkan untuk

mengembalikan dan memberikan stamina baru serta perawatan tubuh bagi ibu pasca

melahirkan yang juga menjadi perhatian yang sangat besar bagi orang Karo.

Pada penelitian ini diketahui ketika seorang wanita setelah melahirkan

melakukan Madeueng, caranya adalah menyediakan tunggul-tunggul kayu untuk

dibakar. Selama empat puluh empat hari. Ini disebut “Tungoe”, setelah itu

dipersiapkan juga balai-balai atau dipan yang dibuat dari batang bambu yang cukup tua

atau batang pinang atau batang kelapa atau batang nibung yang telah dibelah

memanjang selebar kurang lebih tiga jari, dewasa ini karena bahan-bahan tersebut

sudah agak sulit ditemukan, maka dipersiapkanlah balai atau dipan untuk orang yang

masih melakukan ritual madeung dengan menggunakan papan atau kayu yang dibelah

memanjang dengan lebar sekitar lima sentimeter, disusun memanjang dengan jarak

68
antara satu bilah papan dengan papan yang lain berjarak 2 cm (agar asap dan panas

bisa masuk melalui celah-celah tersebut) dan dipan yang digunakan biasanya

berukuran panjang disesuaikan dengan tinggi tubuh seseorang, agar orang tersebut

dapat tidur dengan nyaman dan leluasa, lebarnya minimal 75 cm atau tergantung

selera dan kebutuhan serta tingginya lebih kurang 1 meter, dibawah dipan itu ada yang

menggunakan pembakaran model tungku, bahannya ada yang terbuat dari semen dan

pasir ada juga gerabah dari tanah liat seperti anglo yang diisi dengan “teungo” atau

kayu,dengan melalui proses pembakaran dari api berubah menjadi bara merah, barulah

diatasnya diletakkan kayu-kayu kecil yang mengandung obat, seperti: kayu dadap, kayu

rambutan, kayu cendana dll. Selain itu juga disediakan juga batu kali sebesar

tempurung kelapa sebanyak tiga buah yang berbentuk agak gepeng (pipih) dan bisa

juga berbentuk bulat, sehinggga mudah untuk disandarkan pada perut perempuan

yang tidurnya miring (menyisi) (Marianthi et al., 2017).

Pada budaya Masyarakat Aceh seorang ibu nifas tidak dibenarkan keluar rumah

sampai selesai masa nifas atau setelah mandi nifas. Fuadi (2018) menyebutkan prosesi

madeung dilakukan setelah prosesi melahirkan selesai, ibu mulai menjalankan

pantangan-pantangan. Masa pantangan selama 44 hari (selama masa nifas). Namun

pada masyarakat Tumpok Ladang ditemukan seorang ibu nifas dibenarkan untuk keluar

rumah untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.

Ibu nifas tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari, karena dikhawatirkan

rentan dimasuki roh jahat (indepth interview). Ibu nifas yang tidak diperbolehkan keluar

rumah sama sekali selama 40 hari akan berdampak negatif bagi kesehatan ibu nifas. Hal

69
ini dikarenakan apabila ibu nifas tidak keluar rumah dan tidak terkena paparan sinar

matahari maka ibu nifas akan kekurangan vitamin D (Sari et al., 2017).

2. Keinginan Madeung

Madeung yang dilakukan oleh responden adalah keinginan dari responden

sendiri, hal ini didasari oleh pengalaman yang dirasakan oleh responden yang sudah

pernah menjalani madeung pada kelahiran anak sebelumnya dan ada juga responden

yang menjalani keinginan madeung atas keiinginan sendiri karena melihat pengalaman

ibunya yang sehat setelah menjalani madeung sampai dengan hari ke 44.

Meskipun keiinginan madeung merupakan keiinginan dari ibu nifas namun

pernanan keluarga terdekat terutama ibu dari responden sangat besar sebagaimana

kutipan dari wawancara dengan responden Ny.N bahwa dia mengetahuai manfaat

madeung dari ibunya, dengan adanya pengetahuan tersebut juga mendorong dirinya

untuk melakukan madeung. Dukungan keluarga terhadap madeung meliputi persiapan

yang dilakukan oleh ibu terhadap ibu nifas yang akan melakukan madeung.

Sebuah penelitian Sharma et al. (2016) di Nepal diketahui setelah melahirkan

perempuan harus tinggal di rumah selama beberapa hari setelah kelahiran dan

lamanya periode pengasingan ini bervariasi berdasarkan kasta atau kelompok etnis.

Lamanya waktu seorang wanita diasingkan atau diistirahatkan bervariasi di berbagai

negara dan prinsip-prinsip yang mendasari isolasi ini (untuk menyembuhkan vs menjadi

najis) juga tampaknya sangat berbeda. Setelah masa pengasingan sering ada upacara

untuk memurnikan wanita agar secara publik menerimanya kembali ke kehidupan

sehari-hari.

70
Penelitian Fadzil et al. (2016) menunjukkan bahwa ibu-ibu di Malaysia

memberikan pengakuan atas peran anggota keluarga perempuan yang lebih tua dalam

perawatan nifas. Orang tua ibu post partum mendukung terhadap penggunaan jamu,

dengan cara sering mengingatkan agar ibu tidak lupa minum jamu agar Air Susu

Ibu (ASI) tetap lancar, namun terdapat 1 orang ibu yang menyatakan bahwa anggota

keluarganya kurang memberikan dukungan dalam perawatan post partum dengan

menggunakan jamu (Arifin, 2012).

Sejalan dengan penelitian Rahayu (2012) yang menemukan adanya hubungan

antara dukungan keluarga dengan pemilihan pengobatan tradisional di wilayah kerja

puskesmas Muara Siberut Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai,

diketahui dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penting terhadap pencarian

pengobatan, karena keputusan keluarga merupakan yang terbaik dan memberikan

dukungan yang menyakinkan terhadap pemilihan keputusan yang baik. Oleh karena

faktor dukungan keluarga juga turut mempengaruhi seseorang dalam pencarian

pengobatan (Agnesa, 2009).

Dukungan keluarga, baik dilingkungan tempat tinggal maupun keluarga dekat

juga merupakan salah satu faktor yagn turut memobat tradisionalisasi seseorang atau

terdorong untuk memanfaatkan tempat-tempat pelayanan kesehatan. Masukan atau

nasehat dari kerabat atau keluarga jauh sebagai kelompok rujukan (referal group) juga

mempengaruhi pandangan orang sakit terhadap penyakit, toleransi maupun tindakan

yang akan diambil untuk mengobati penyakit. Masukan atau nasehat yang akan

diberikan oleh kerabat memiliki kemungkinan lebih besar untuk diterima dibandingkan

71
dengan masukan dari rujukan lain, sebab dalam hubungan kerabat terdapat ikatan

yang lebih kuat (Slamento, 2008).

Menurut penelitian Sharma et al. (2016)Tema-tema yang muncul dari analisis

termasuk: (a) pemotongan tali pusat & ritual plasenta; (b) istirahat & pengasingan; (c)

upacara pemurnian, penamaan & penyapihan dan (d) nutrisi dan menyusui. Perubahan

fisiologis pada ibu dan bayi dapat mendukung berbagai kepercayaan, ritual dan praktik

pada periode pascanatal. Praktik-praktik ini sering kali berarti perempuan tidak

mengakses layanan kesehatan pasca melahirkan.

5.3.2 Peran Dukun Kampung/ Makblien

Untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak khususnya ibu nifas pemerintah

telah membuat suatu kebijakan seperti penempatan bidan desa, sehingga akses

masyarakat terhadap kesehatan lebih mudah, namun demikian didalam kehidupan

masyarakat praktik dukun bayi/ Makblien masih dijumpai di wilayah pedesaan

khususnya Aceh Gampong Tumpok Ladang, dukun kampung ini masih memiliki peranan

terutama dalam hal madeung, karena dukun kampung inilah yang menyiapkan ramuan

untuk madeung, sebagaimana wawancara dengan Makblien

“…ramuan yang digunakan untuk madeung adalah “Oen jaloh, oen limeng, oen
kerondoeng, oen kaca, dedak kunyet, boh munteu, oen krieh babi, jeura itam” yang
sebagian besar diperoleh dari lingkungan sekitar rumah”
Dalam kegiatan Madeung ini banyak ramuan obat tradisional yang digunakan

oleh dukun bayi dalam upaya menyembuhkan pasiennya. Pengobatan tradisional ini

digunakan secara turun-temurun. Ramuan tradisional bukan hanya untuk mengobati

suatu penyakit tertentu saja tetapi juga untuk ibu yang sedang dalam masa nifas. Obat

72
tradisional yang digunakan untuk ibu yang sedang nifas berfungsi membantu

memperbaiki organ-organ reproduksi agar pulih seperti sebelum hamil (Kalsum : 2013).

Selanjutnya Makblien membakar batu (Toet bate), setelah panas, batu

dibungkus dengan dedaunan seperti daun jarak (Oen Nawah), dibalut beberapa lapis

agar panas dari batu masih dapat dirasakan namun tidak berbahaya bagi ibu. Batu

tersebut diletakkan diperut bagian bawah ibu dengan tujuan untuk mempercepat

pengeluaran sisa darah persalinan yang dianggap kotor, selain itu teknik ini juga

mampu mengecilkan perut. Jika batu telah dingin maka akan digantikan dengan batu

yang kedua, dan begitu seterusnya. Makblien juga meramu daun-daun untuk

ditempelkan diperut ibu, juga meramu obat olesan yang akan dioleskan diperut ibu

agar tidak kembung. Untuk mengecilkan pinggang, Makblien akan memijat dengan

menggunakan dedak kunyit yang dicampur dengan air jeruk dan minyak goring yang

dipanaskan, dedak ini berguna untuk membuat kulit ibu menjadi kencang dan indah

(Fuadi, 2018).

Peranan dukun bayi tidak hanya terbatas pada pertolongan persalinan saja

tetapi juga meliputi berbagai segi lainnya, seperti mencucikan baju setelah ibu

melahirkan, memandikan bayi selama tali pusar belum puput (lepas), memijit ibu

setelah melahirkan, memandikan ibu, mencuci rambut ibu setelah 40 hari melahirkan,

melakukan upacara sedekah kepada alam supra-alamiah, dan dapat memberikan

ketenangan pada pasiennya karena segala tindakantindakannya dihubungkan dengan

alam supra-alamiah yang menurut kepercayaan orang akan mempengaruhi kehidupan

manusia (Anggorodi, 2004).

73
Usaha-usaha peningkatan pelayanan kesehatan seperti yang tercermin dalam

program dukun latih itu memang bukan bertujuan untuk menghilangkan peranan yang

dimainkan oleh sistem perawatan kesehatan yang lama dan menggantinya dengan

sistem perawatan kesehatan yang baru. Pendidikan yang diberikan dalam program

dukun latih itu justru terwujud sebagai pengakuan untuk menyelenggarakan

(enforcement) pelayanan kesehatan kepada lembaga dukun bayi, khususnya

penyelenggaraan proses pertolongan persalinan bagi masyarakat yang tinggal di

daerah-daerah dimana fasilitas pelayanan kesehatan baru sangat terbatas. Lebih dari

itu, dengan pendidikan yang diberikan, dukun bayi dianggap mampu mengantikan

kehadiran fasilitas kesehatan yang baru yang diharapkan dapat meningkatkan taraf

kesehatan penduduk (Anggorodi, 2004).

5.5.3 Peran Petugas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Gampong Tumpok Ladang

diketahui selain melakukan tradisi madeung ibu nifas juga menerima pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh budan desa seperti pemberian vitamin A, ibu nifas juga

masih menerima saran atau anjuran dari bidan desa berkenaan dengan perawatan tali

pusar, berikut wawancara dengan bidan desa mengenai tugas bidan desa

“tugas petugas kesehatan dalam persalinan dan perawatan masa nifas adalah
menolong persalinan dan melakukan kunjungan pada ibu nifas, memberikan
penyuluhan juga tentang perawatan ibu maupun bayi pada bayi baru lahir dianjurkan
untuk tidak memberikan apapun pada tali pusarnya seperti abu, betadine masih
dibolehkan. Bidan juga se sering berkunjung pada ibu nifas untuk memantau bayi
sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tidak membubuhi abu pada
tali pusar bayi serta memberikan vitamin A pada ibu nifas”

74
Pemeriksaan ibu nifas oleh bidan desa antara lain adalah pemeriksaan tekanan

darah, suhu badan, denyut nadi, keluhan ibu nifas, keadaan perut, daerah vagina dan

payu dara serta memberikan obat-obatan. Menurut penelitian Handayani (2010) ibu

nifas mendatangi ketempat pemeriksaan bukan atas kesadaran tetapi ibu bidan yang

aktif mengunjungi ke rumah ibu nifas untuk memeriksa, tanpa dipungut biaya. Ibu nifas

yang aktif datang ketempat pemeriksaan biasanya disebabkan karena ada

permasalahan / keluhan seperti anaknya sakit. Sedangkan bila ada keluhan pada diri

ibu nifas, maka akan lebih cenderung mendatangi dukun bayi baru kemudian ke ibu

bidan.

Untuk meningkatkan kesehatan ibu nifas maka diperlukan kemitraan antara

bidan desa dengan dukun kampung/ Makblien dengan demikian budaya kearifan lokal

dapat sejalan dengan ilmu kesehatan, sebagaimana hasil penelitian Anggorodi (2009)

peran Bidan dan Dukun yang bermitra dan tidak bermitra menunjukkan peranannya

lebih ditekankan kepada persalinan dan masa nifas. Pada saat persalinan, peran bidan

porsinya lebih besar dibandingkan dengan peran dukun. Selain menolong persalinan,

bidan pun dapat memberikan suntikan kepada pasien yang membutuhkannya atau

dapat dengan segera merujuk ke rumah sakit jika ada persalinan yang gawat atau sulit.

Peran dukun hanya sebatas membantu bidan seperti mengelus-elus tubuh pasien,

memberikan minum bila pasien membutuhkan dan yang terutama adalah memberikan

kekuatan batin kepada pasien. Kehadiran dukun bayi sangatlah penting karena pasien

beranggapan bahwa bila saat melahirkan ditunggui oleh dukun, maka persalinan akan

berjalan lancar (Anggorodi, 2009).

75
5.3.4 Focus Group Discusion Terkait Budaya Madeung

Hasil dari FGD disimpulkan bahwa budaya madeung bahwa madeung sudah ada

zaman dulu karena yang diwariskan secara turun temurun yang berguna untuk

kesehatan ibu melahirkan. Sepengetahuan semua narasumber madeung sudah ada

sejak dulu dan sampai sekarang masih di terapkan di tengah masyarakat. Beberapa dari

budaya madeung yang baik masih terus dipertahankan seperti minum ramua-ramuan

dari kunyit, manjakani dan lainnya serta pemakaian obat luar yang ditempel diperut

serat kebiasaan meutangeh setelah mandi, sedangkan yang tidak baik seperti sale

dengan asap yang berlebihan sudah tidak dilakukan lagi karena mengganggu

pernafasan. Pemberian abu pada tali pusar juga tidak dilakukan lagi. Beberapa

pantangan pada makananpun tidak lagi dijalankan oleh ibu madeung. Budaya

masyarakat dulu yang membuang kolostrum yang dulu dianggap ASI basi juga juga

tidak lagi lakukan.

Selama menjalani madeung menurut narasumber ibu nifas masih menjalani

anjuran bidan desa seperti minum obat yang diberikan dari rumah sakit/bidan tetap

diminum. Untuk pemberian ASI tidak ada masalah karena masih tetap memberikan ASI

saja. Bahkan dengan ramuan seperti daun katuk dapat meningkatkan ASI

Dari hasil diskusi didapatkan unsur-unsur kebudayaan yang dijalankan oleh ibu

tidak selamanya merugikan bagi dunia kesehatan, ada pula yang bermanfaat maka dari

itu perlunya bagi kita untuk melestarikan budaya-budaya yang bermanfaat dan

memberikan dampak positif bagi masyarakat, beberapa budaya yang berdamnpak

positif seperti mengkonsumsi ramua-ramuan yang dapat memulihkan kondisi ibu dan

76
ramuan yang dapat meningkatkan ASI. Namun kebiasaan seperti meutangeh perlu

diperhatikan lagi agar ibu tidak terganggu pernafasannya oleh asap.

77
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1 Budaya madeung yang dilakukan oleh ibu nifas di Gampong Tumpok Ladang

dimulai dari proses mandi wildah/mandi setelah melahirkan. Selanjutnya

mengkonsumsi ramu-ramuan seperti oen pedeng, kunyit, manjakani, oen jaloh,

daun gambas yang dicampur dengan garam dan abu dapur. Selain menggunakan

ramuan untuk minum juga menggunakan ramuan yang ditempel di perut ibu

dengan cara ramuan dipepes terlebih dahulu. Ibu nifas juga menjalani meutangeh/

pengasapan yang dilakukan setelah mandi dengan air dingin.

2 Pengetahuan tentang budaya madeung diperoleh secara turun temurun dari

orang tua dari responden karena orang tua mereka dahulu juga menjalani

madeung .

3 Keluarga berperan dalam mempersiapkan perlengkapan persalinan dan bahan-

bahan yang diperlukan untuk madeung. Keluarga juga berperan dalam ritual

mandi pada hari kesepuluh dan upacara menginjak tanah pada hari kesepuluh.

Makblien berperan dalam meracik. Namun keluarga juga tidak memaksakan ibu

untuk madeung.

4 Ibu nifas melakukan tradisi madeung karena beranggapan dengan menjalani

madeung tubuh menjadi sehat, kuat dan tidak mudah terserang penyakit seperti

pilek, sikap tersebut muncul karena responden melihat kondisi ibu mereka yang

masih sehat dan kuat sampai saat ini.

78
5 Dalam menjalani madeung responden menjalani urut badan (payudara) juga

mengkonsumsi daun katuk yang bertujuan untuk meningkatkan produksi ASI,

sehingga bayi tercukupi kebutuhannya, karena makanan terbaik bagi bayi adalah

ASI (air susu ibu).

6.2 Saran

1. Kepada Stakeholder Kabupaten Aceh Barat agar dapat meningkatkan pembinaan

kepada para dukun kampung (Makblien) yang membantu ibu menjalani madeung.

2. Bagi dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat, dapat mengadakan pelatihan pijat nifas

yang benar kepada dukun kampung di Kecamatan Kaway XVI agar pijat yang

dilakukan oleh dukun kampung tidak membahayakan bagi ibu nifas dan dapat

melakukan pengujian terhadap herbal yang digunakan sebagai ramuan.

3. Bagi petugas Puskesmas Kaway XVI dapat mengadakan penyuluhan mengenai

perilaku, pantangan dan dampaknya selama nifas pada setiap kali posyandu dan

kelas ibu hamil, kemudian membuat program pendampingan bidan desa dengan

dukun kampung dalam hal kerjasama melakukan penanganan ibu hamil dan ibu

nifas.

4. Bagi ibu nifas dan Keluarga agar dapat melakukan konsultasi mengenai perawatan

ibu nifas dengan petugas kesehatan atau bidan desa.

79
DAFTAR PUSTAKA

Agnesa A., Perilaku Pengobatan Sendiri,: Fakultas Kedokteran Universitas Sudirman;


2009.

Ambarwati E.R., Wulandari, Diah. Asuhan Kebidanan Nifas, Yogyakarta: Yogyakarta;


2010.

Anggorodi R., Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia, Makara
Kesehatan, 2009;13(1):9-14.

Anggorodi R.S., M, Studi Kemitraan Bidan–Dukun Di Kabupaten Kediri, Jawa Tengah


Dan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Laporan akhir. Jakarta: Kerjasama FKM UI
dengan MNH, 2004.

Arifin B.S., Dukungan Sosial Terhadap Penggunaan Jamu Tradisional dalam Perawatan
Ibu Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo Sragen: Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2012.

Azwar S., Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi 2, Jakarta: Graha Ilmu; 2010.

Dahlianti R., Nasoetion A. & Roosita K., Keragaan Perawatan Kesehatan Masa nifas.
Pola Konsumsi Jamu Tradisional dan Pengaruhnya pada Ibu Nifas di Desa
Sukajadi. Kecamatan Tamansari, Bogor, 2005.

Damarini S., Eliana E. & Mariati M., Efektivitas Sirih Merah dalam Perawatan Luka
Perineum di Bidan Praktik Mandiri, Kesmas: National Public Health Journal,
2013;8(1):39-44.

Dennis C.-L., Fung K., Grigoriadis S., Robinson G.E., Romans S. & Ross L., Traditional
postpartum practices and rituals: a qualitative systematic review, Women’s
health, 2007;3(4):487-502.

Fadzil F., Shamsuddin K. & Wan Puteh S.E., Traditional postpartum practices among
Malaysian mothers: A review, The Journal of Alternative and Complementary
Medicine, 2016;22(7):503-508.

Fitrianti Y. & Angkasawati T.J., Gayo’s Traditional Medication For Puerperal Mother,
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 2015;18(2 Apr):111–119.

80
Fuadi T.M., Mengkontruksi Kearifan Lokal Dalam Pengobatan Tradisional Reproduksi
Oleh Dukun Bayi Di Aceh, Prosiding Biotik, 2018;2(1).

Gatrad A., Ray M. & Sheikh A., Hindu birth customs, Archives of disease in childhood,
2004;89(12):1094-1097.

Handayani S., Aspek sosial budaya pada kehamilan, persalinan dan nifas di Indonesia,
INFOKES: Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan, 2010;1(2):21-
7.

Hayati R., Perspektif Budaya Minang Terhadap Perawatan Ibu Pospartum, Medan:
Sumatera Utara; 2011.

Himalaya D., Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Manjakani (Quercus Infectoria Dall)
Terhadap Bakteri Vaginosis Dan Candida Penyebab Keputihan (Leukorrhea),
Journal of Midwifery, 2017;5(1):38-44.

Katno P., Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional,
Yogyakarta: Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu. Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada; 2003.

Kresno S., Aspek sosial budaya dalam kesehatan, Universitas Indonesia, Depok, 2005.

Kumalasari R., Arimbi D. & Ismunandar A., editors. Pemberian Jamu Uyup €“Uyup
Terhadap Kelancaran Pengeluaran Air Susu Ibu (Asi) Pada Ibu Nifas. Prosiding
Seminar Nasional & InternasionaL; 2014. Semarang: niversitas Muhammadiyah
Semarang.

Lestari W.A., Manfaat Pijat Usai Melahirkan, Jakarta: Kompas, 2018.

Limananti A.I., Triratnawati, Atik, Jamu Cekok Components for Treating Children Have
No Appetite: An Ethnomedicine Approach, Makara Journal of Health Research,
2010:11-20.

Mander S. & Miller Y.D., Perceived safety, quality and cultural competency of
maternity care for culturally and linguistically diverse women in Queensland,
Journal of racial and ethnic health disparities, 2016;3(1):83-98.

Marianthi D., Soenarto S.S.Y., Haryanti F. & Prabandari Y.S., Aceh Culture On Maternal
And Child Health Related To Integrated Management Of Infant Illness: A
Qualitative Study In North Sumatra Indonesia, Belitung Nursing Journal,
2017;3(5):621-635.

81
Mayasaroh R., Peran Dukun Bayi Dalam Penanganan Kesehatan Ibu Dan Anak Di Desa
Bolo Kecamatan Demak Kabupaten Demak, Solidarity: Journal of Education,
Society and Culture, 2013;2(1).

Mentari A., Kajian Hubungan Komposisi dan Khasiat Ramuan Obat Tradisional yang
Digunakan Oleh Ibu-Ibu Pada Masa Nifas di Kabupaten Sleman Bagian Barat:
Universitas Gadjah Mada; 2014.

Moleong L.J., Metodologi Pendidikan Kualitatif, Bandung: Remaja Pustaka; 2007.

Mulyani H., Widyastuti S.H. & Ekowati V.I., Tumbuhan Herbal Sebagai Jamu
Pengobatan Tradisional Terhadap Penyakit Dalam Serat Primbon Jampi Jawi
Jilid I, Jurnal Penelitian Humaniora UNY, 2016;21(2).

Notoatmodjo S., Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan: Jakarta: Rineka Cipta;
2012.

Paninsari D., Perilaku Ibu Pasca Persalinan Tentang Manfaat Oukup Di Klinik Damai
Yanti Tahun 2018, Jurnal maternitas Kebidanan, 2018;3(2):76-80.

Rahayu D.A., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Pengobatan


Tradisional di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Siberut Kecamatan Siberut
SelatanKabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2012. Artikel Penelitian.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas [Internet]. 2012[diakses
tanggal 13 November 2018]:

Rahayu I.S., Mudatsir M. & Hasballah K., Faktor Budaya Dalam Perawatan Ibu Nifas,
Jurnal Ilmu Keperawatan, 2017;5(1):36-49.

Rahimsyah. Aneka Resep Obat Kuno Yang Mujarab, Surabaya: Karya Gemilang
Utama; 2011.

Saifudin. Standardisasi Bahan Obat Alam, Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.

Saleha S., Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas, Jakarta: Salemba Medika; 2009.

Sari L.S., Husaini H. & Ilmi B., Kajian budaya dan makna simbolis perilaku ibu hamil
dan ibu nifas, Jurnal Berkala Kesehatan, 2017;1(2):78-87.

Sarwono S., Sosiologi Kesehatan dan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya,


Yogyakarta: Gajah Mada Press University; 2009.

82
Scholichah N., Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Postpartum Dengan
Kelancaran Pengeluaran Asi Di Desa Karang Duren Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang, Jurnal Komunikasi Kesehatan (Edisi 3), 2012;2(02).

Sein K.K., Beliefs and practices surrounding postpartum period among Myanmar
women, Midwifery, 2013;29(11):1257-1263.

Sharma S., Van Teijlingen E., Hundley V., Angell C. & Simkhada P., Dirty and 40 days in
the wilderness: Eliciting childbirth and postnatal cultural practices and beliefs
in Nepal, BMC pregnancy and childbirth, 2016;16(1):147.

Slamento. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara; 2008.

Sugiyono. Metode Penelitian, Bandung: CV. Alvabeta; 2009.

Suherni H.W., Rahmawati, Anita. Perawatan Masa Nifas, Jogjakarta: Fitramaya; 2009.

Suryani E. & Astuti K.E.W., Pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu
postpartum di BPM Wilayah Kabupaten Klaten, Interest: Jurnal Ilmu
Kesehatan, 2013;2(2).

Suryawati C., Faktor sosial budaya dalam praktik perawatan kehamilan, persalinan,
dan pasca persalinan (Studi di Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara), Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia, 2007;2(1):21-31.

Syafrudin. Kebidanan Komunitas, Jakarta: EGC; 2009.

Tumanggor R., Masalah-Masalah Sosial Budaya Dalam Pembangunan Kesehatan di


Indonesia, Jurnal Masyarakat dan Budaya, 2010;12(2):231-254.

Turlina L. & Wijayanti L., Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Pepaya Terhadap
Kelancaran ASI Pada Ibu Nifas Di Bpm Ny. Hanik Dasiyem, Amd. Keb di
Kedungpring Kabupaten Lamongan, Jurnal Media Komunikasi Ilmu Kesehatan,
2015;7:01.

Waryana. Gizi Reproduksi, Yogyakarta: Pustaka Rihama; 2010.

Yudhistira R.B., Pola Pemilihan Dan Penggunaan Jamu Kemasan Di Kalangan Penarik
Becak Di Terminal Bratang-Surabaya, Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya, 2006.

Yuliyanti L.S., Faizah Betty, R. Gambaran Perawatan Ibu Nifas Di Wilayah Kecamatan
Miri Sragen: Solo: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014.

83
Yuningsih R., Pengobatan Tradisional di Unit Pelayanan Kesehatan, Info Singkat
Kesejahteraan Sosial, 2012;4(5):9-12.

84

Anda mungkin juga menyukai