ABSTRAK
Pembangunan keberlanjutan merupakan pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan saat sekarang
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Lembaga
pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter manusia serta masa depan dunia untuk
menerapkan sistem keberlanjutan. Gedung Mohammad Hatta UII menjadi objek studi dalam penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai keberlanjutan yang diterapkan dalam
pembangunan dan menjadi informasi bagi pembaca. Sekarang ini terdapat sebuah assessment tools yang
bekerja untuk menilai seberapa tinggi nilai keberlanjutan sebuah bangunan. Green Building Council
Indonesia (GBCI) dengan Greenship Tools dipilih menjadi alat penilaian untuk mengetahui tingkat
keberlanjutan yang terdapat pada objek studi dengan modifikasi beberapa kriteria didalamnya. Pada
proses penilaian didapatkan hasil tertinggi pada kategori Appropriate Site Development dimana seluruh
poin yang tersedia terpenuhi, sedangkan pada kategori Water Conservation tidak mendapatkan poin sama
sekali dan kategori Building Environmental Management dihilangkan dalam aspek penilaian. Hasil
perhitungan keberlanjutan berdasarkan kriteria Greenship dari jenis penilaian Greenship Existing
Building yang dimodifikasi pada objek studi didapatkan hasil sebesar 52,94%. Untuk meningkatkan poin
dalam penilaian peneliti memberikan beberapa rekomendasi berupa konsep desain yang diharapkan
dapat dijadikan rujukan dalam perbaikan fasilitas untuk menunjang nilai keberlanjutan pada objek studi.
Kata kunci: keberlanjutan, penilaian, pembangunan, greenship
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Isu lingkungan global merupakan permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari
permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi dunia. Isu lingkungan
global yang muncul dalam berberapa decade belakangan ini memancing kesadaran manusia akan
lingkungan yang telah rusak. Isu lingkungan global yang mencuat ke permukaan yang bersifat global serta
yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai pemanasan global. Gejala pemanasan global
mengakibatkan menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, meluasnya gurun, dan
melelehnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya
pencemaran lingkungan kerena bahan kimia secara tidak seimbang dan penggunaan energi (Sitorus,
2004). Di antara kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta banyaknya bahan baku
dan energi yang digunakan yaitu dalam bidang pembangunan (Marques & Loureiro, 2013). Kegiatan
pembangunan mewakili sekitar 40% dari konsumsi energi bumi, sehingga konsep keberlanjutan dengan
cepat menjadi masalah penting dalam proses desain dan konstruksi saat sekang ini (Harputlugil, 2017).
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang mampu memenuhi
kebutuhan saat sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri (Čeněk, 2013). Sustainable didalam arsitektur diterapkan bukan hanya untuk mengurangi
kerusakan terhadap lingkungan namun juga menyangkut keanekaragaman hayati, menggunakan sumber
daya murni dan terbarukan, memanfaatkan bahan-bahan regional yang dapat didaur ulang, melestarikan
dan menghidupkan kembali tempat-tempat bersejarah dan memperhatikan masalah ekonomi dan budaya
Konferensi Nasional Inovasi Lingkungan Terbangun – FTSP UII 2019
masing-masing masyarakat (Pourdehqan, Rashidi, Firouzbakht, & Najafi, 2015). Arsitektur hijau (green
architecture) merupakan konsep dari sustainability yang memiliki sejumlah komponen umum seperti;
fokus pada efisiensi energi dan dalam beberapa kasus energi terbarukan; penggunaan air yang efisien;
penggunaan bahan dan spesifikasi bangunan yang tersedia di lingkungan sekitar; minimalisasi limbah dan
bahan kimia beracun yang dihasilkan dalam konstruksi dan pembangunan; kualitas udara dalam ruangan
yang baik; menciptakan “smart building" dan pembangunan berkelanjutan (Ragheb, El-Shimy, & Ragheb,
2016). Sustainability bersifat komprehensif karena merupakan subjek yang kompleks. Konsep ini
bertujuan agar manusia sadar akan alamnya dan tidak egois dalam pemanfaatan yang diperoleh dari
sumber daya terutama dari alam serta konsep ini sangat penting bagi semua orang karena berkaitan dengan
kelangsungan hidup manusia dan hampir setiap makhluk hidup di bumi (Soerjani, 2016).
Pengetahuan mengenai keberlanjutan (sustainable) dan penerapannya dalam kehidupan manusia
menjadi landasan dalam penelitian. Pemilihan model assessment tools serta objek yang diteliti haruslah
sesuai dengan lingkup penelitian agar tercapai hasil yang diinginkan. Dalam mengukur tingkat
keberlanjutan dalam sebuah rancangan terdapat sebuah assessment tools yang bekerja untuk menilai
seberapa sustainable-nya sebuah rancangan. Terdapat banyak jenis assessment tools yang tersebar di
beberapa Negara. Assessment tools pertama kali dipelopori oleh SAM (Sustainable Architecture Matrix)
yang pertama kali diterbitkan dalam Arsitektur Progresif pada Maret 1971. Setelah itu dikembangkan oleh
GBC 98 (Green Building Council 98) yang dikembangkan oleh tim internasional dari 14 negara dengan
system rating GBTools yang menilai sekitar 120 sub kriteria. Skema ini telah dikembangkan untuk
digunakan dalam GBC 2000, GBC 2002 dan 2005 (Waer & Sibley, 2005). Sistem penilaian ini telah
dikembangkan oleh banyak negara dengan bermacam nama dan jenis rating tools yang sesuai dengan
konsentrasi masing-masing negara. Beberapa model tools yang digunakan pada beberapa negara antara
lain; LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) dari Amerika Serikat, BREEAM (Building
Research Establishment's Environmental Assessment Method) dari Inggris, CASBEE (Comprehensive
Assessment System for Building Environment Efficiency) dari Jepang, BCA Green Mark (Building
Construction Authority) dari Singapura, GBI (Green Building Index) dari Malaysia, dan masih banyak lagi
dari beberapa negara (Fauzi & Malek, 2013). Indonesia sendiri memiliki GBCI (Green Building Council
Indonesia) sebagai tim penilai untuk mengetahui seberapa tinggi nilai keberlanjutan sebuah bangunan
dengan menggunakan model Greenship Tools. (Zainol, Ali, Fadzil, Rashid, & Ishak, 2017).
Arsitektur keberlanjutan dan pendidikan berkelanjutan memiliki banyak kesamaan. Misalnya
mereka berdua berasal dari kepedulian lingkungan dan promosi hubungan timbal balik antara manusia dan
alam. Sementara pendidikan keberlanjutan terutama dikembangkan dari praktik sebelumnya, seperti studi
alam, pendidikan luar ruangan, pendidikan konservasi (Chansomsak & Vale, 2016). Sebuah lembaga
pendidikan yang menerapakan konsep berkelanjutan pada fasilitas yang terdapat di linggungannya
terutama pada bangunan penunjang aktifitas dalam pendidikan dapat diketahui melalui sebuah assessment
tools. Lembaga pendidikan diyakini memiliki peran penting dalam merubah dan membentuk karakter
manusianya serta masa depan dunia. Merubah suatu pendidikan menjadi pendidikan yang menerapkan
sistem berkelanjutan menyiratkan pemikiran yang sistemik dan pendekatan interdisipliner (Grecu & Ipiña,
2015). Universitas Islam Indonesia (UII) memiliki visi yaitu Universitas yang Rahmatan lil ’alamin,
dimana dalam model pendidikan yang Rahmatan lil ’alamin ini seharusnya pendidikan berbasis Islam
dapat menjawab berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh manusia dan merubahnya menjadi peluang
serta tidak kehilangan identitasnya sebagai pendidikan yang berdasarkan akidah, ibadah dan akhlakul
karimah (Nata, 2016). Aspek pendidikan yang keberlanjutan tidak hanya diterapkan kepada manusianya
saja namun sebaiknya juga tercermin dari fasilitas dan penerapannya dilapangan.
Gedung Perpustakaan Universitas Islam Indonesia diresmikan oleh Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Dr. Djero Watjik yang di dampingi oleh Ibu Dr. Meutia Hatta, putri Bung Hatta sebagai tokoh
Pendiri UII dan Proklamator RI pada tanggal 17 Oktober 2011 (Jogjalibrary, 2014). Gedung Mohammad
Hatta merupakan gedung perpustakaan pusat yang terdapat di Universitas Islam Indonesia. Gedung ini
tidak hanya diperuntukan sebagai perpustakaan saja namun juga sebagai museum sejarah berdirinya
Universitas Islam Indonesia. Keunikan lain dari gedung ini adalah adanya peninggalan sejarah berupa
Konferensi Nasional Inovasi Lingkungan Terbangun – FTSP UII 2019
sebuah candi peninggalan Hindu yang sebelumnya terkubur tepat pada site gedung ini. Penemuan ini
adalah sebuah sejarah, dimana sebuah candi Hindu ditemukan di kompleks universitas yang bernafaskan
islami (Puskompub, 2011). Pemilihan model perangkat penilaian Greenship Tools dengan menggunakan
kategori Greenship Existing Building (EB) digunakan untuk Gedung Mohammad Hatta Universitas Islam
Indonesia karena gedung ini berada di wilayah negara Indonesia, dimana alat ukur ini telah disesuaikan
dengan kondisi serta isu keberlanjutan yang ada di negara Indonesia dan disesuaikan dengan peraturan
yang ada. Penggunaan gedung sebagai perpustakaan dan museum serta juga terdapat sebuah candi di
dalamnya menjadikan gedung Mohammad Hatta ini menjadi sebuah bangunan yang nantinya dapat
memberikan nilai lebih dari aspek keberlanjutan tidak hanya dari aspek budaya namun juga dari aspek
social dan yang paling utamanya dibidang arsitektur.
1.2. Rumusan Masalah
Penelitian ini mencoba menilai tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam mengimplementasikan
sustainability dimana studi kasus yang diambil adalah Gedung Mohammad Hatta Universitas Islam
Indonesia dengan menggunakan modifikasi dari tolok ukur Greenship Existing Building. Modifikasi
penilaian dilihat dari aspek kelayakan, kategori, kriteria dan tolok ukur Greenship Existing Building
dengan menyesuaikan kategorikategori yang ada dengan kondisi obyek penelitian.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai keberlanjutan (sustainability) dari
lingkup arsitektur yang terdapat pada gedung Mohammad Hata Universitas Islam Indonesia dengan
melihat dalam berbagai aspek yang terdapat pada model Greenship Tools yang dimodifikasi dari segi
point, kategori, serta kriteria yang terdapat pada model assessment ini. Penelitian ini diharapkan dapat
memberi pemahaman kepada pembaca mengenai tingkat sustainability dalam arsitektur dan poin mana
saja yang dirasa dapat diketahui secara mudah dalam penilaian yang terdapat pada gedung Mohammad
Hata Universitas Islam Indonesia.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Keberlanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah sistem pengembangan tanpa batas, dimana pembangunan
difokuskan pada pencapaian manfaat yang lebih besar bagi manusia dan penggunaan sumber daya yang
lebih efisien dalam keseimbangan dengan lingkungan yang diperlukan untuk semua manusia dan makhluk
hidup lainnya (Chansomsak & Vale, 2016). Pembangunan berkelanjutan juga menjadi upaya ilmiah dan
teknologi untuk pembangunan berkelanjutan yang berkontribusi untuk meningkatkan pengetahuan bagi
manusia dalam pengembangan ilmu yang ramah lingkungan di seluruh dunia (Kates, Parris, &
Leiserowitz, 2005).
2.2. Issu Lingkungan Keberlanjutan
Isu lingkungan global yang muncul dalam berberapa tahun belakangan ini memancing kesadaran
manusia akan lingkungan yang telah rusak. Isu lingkungan global yang mencuat ke permukaan yang
bersifat global serta yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai pemanasan global. Peristiwa
ini terjadi oleh banyak kejadian yang bersumber dari manusia sehingga menyebabkan kerusakan yang
makin parah. Pemanasan global terjadi bukan hanya karena satu peristiwa saja namun banyak hal yang
membuat gejala alam ini terjadi, seperti; polusi udara, dimana bersumber dari pembakaran fosil yang
berasal dari pabrik dan kendaraan bermotor dimana peristiwa ini banyak menyumbangkan zat NOX, CO,
dan senyawa organik berbahaya yang mudah menguap (Mou, Song, Xu, He, & Hu, 2018), dari polusi
udara mengantarkan ke dampak Urban Heat Island, dimana temperatur udara di daerah perkotaan yang
dibangun lebih tinggi dari negara pedesaan di sekitarnya (Tzavali, Paravantis, Mihalakakou, Fotiadi, &
Stigka, 2015), lalu berdampak ke penipisan ozon, dimana pertanian, pembakaran bahan bakar fosil, dan
proses industry menghasilkan emisi kloroflurokarbon, halon, dan gas-gas destruktif lainnya menyebabkan
munculnya lubang di lapisan ozon stratosferemisi (Safiuddin & Sarbatly, 2016), dan terakhir dampak dari
beberapa peristiwa ini menyebabkan mencairnya es di kutub yang membuat permukaan air laut menjadi
Konferensi Nasional Inovasi Lingkungan Terbangun – FTSP UII 2019
naik, selain itu juga membuat suhu di musim panas menjadi lebih tinggi di negara dengan empat musim
(Tandong et al., 2009). Seperti efek domino, dimana suatu peristiwa alam muncul bukan hanya
disebabkan oleh satu hal namun juga beberapa hal bahkan berdampak atau dapat menyebabkan suatu hal
karena hal tersebut dalam kehidupan di bumi.
2.3. Konsep Keberlanjutan
Sustainability bersifat komprehensif karena merupakan subjek yang kompleks. Konsep ini sangat
penting bagi semua orang karena berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia dan hampir setiap
makhluk hidup di bumi. Salah satu konsep keberlanjutan dalam arsitektur adalah arsitektur hijau (green
architecture). Arsitektur hijau adalah pendekatan untuk pembangunan yang meminimalkan efek
berbahaya pada kesehatan manusia dan lingkungan serta melindungi udara, air, dan bumi dengan memilih
bahan bangunan yang ramah lingkungan.
Arsitektur hijau memiliki beberapa karakteristik seperti; sistem ventilasi dirancang untuk
pemanasan dan pendinginan yang efisien, pencahayaan dan peralatan hemat energy, perlengkapan pipa
hemat air, bentang alam direncanakan untuk memaksimalkan energi matahari pasif, kerusakan minimal
terhadap habitat alami, sumber tenaga alternatif seperti tenaga surya atau tenaga angina, bahan non-
sintetis, tidak beracun, kayu dan batu yang didapat secara lokal, kayu yang dipanen secara bertanggung
jawab, penggunaan kembali adaptif bangunan tua, penggunaan penyelamatan arsitektur daur ulang,
penggunaan ruang yang efisien. Selain karakteristik arsitektur hijau juga memiliki prinsip-prinsip seperti;
Water Systems (dapat ditampung, disimpan, disaring, dan digunakan kembali), Natural Building
(menghasilkan lingkungan hidup yang sehat dan menjaga kualitas udara dalam ruangan), Passive Solar
Design (penggunaan energi matahari untuk memanaskan dan mendinginkan ruang), Green Building
Materials (sumber daya yang digunakan bertanggung jawab terhadap lingkungan), Living Architecture
(mengintegrasikan fungsi ekologis ke dalam bangunan untuk menangkap, menyimpan, dan menyaring air,
memurnikan udara, dan memproses nutrisi lainnya) (Ragheb et al., 2016).
2.4. Model Assessment Tools
Model assessment tools pertama kali dipelopori oleh SAM (Sustainable Architecture Matrix) pada
Maret 1971, lalu dikembangkan oleh GBC 98 (Green Building Council 98) yang dikembangkan dengan
system rating GBTools yang menilai sekitar 120 sub kriteria. Sistem penilaian ini telah dikembangkan
oleh banyak negara dengan berbagai nama dan jenis rating tools yang sesuai dengan konsentrasi sesuai
issu masing-masing negara. Jenis model tools yang digunakan pada beberapa negara antara lain;
• LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) dibuat oleh United States Green Building
Council pada tahun 1998 dan alat ini menjadi alat yang dikenal di Amerika Serikat di mana pada tahun
2009 terdapat lebih dari 3400 bangunan terdaftar dan berpotensi untuk berhasil dalam mencari.
• BREEAM (Building Research Establishment's Environmental Assessment Method) berasal dari Inggris
ini pertama kali diluncurkan pada tahun 1990, peringkat penilaian telah mensertifikasi hingga 200.000
bangunan dan lebih dari satu juta telah mendaftar untuk proses sertifikasi.
• CASBEE (Comprehensive Assessment System for Building Environment Efficiency) adalah
pengembangan alat penilaian pertama di Asia yang dikembangkan di Jepang pada tahun 2001. Metode
yang diterapkan di CASBEE sangat berbeda dari alat lainnya. Skor akan dihasilkan dari nilai BEE
tergantung pada beban lingkungan dan kualitas kinerja bangunan.
• BCA Green Mark (Building Construction Authority) yang bersala dari Singapur ini memberikan
standar sertifikasi untuk pengembangan praktik ramah lingkungan dalam perencanaan, desain, dan
konstruksi bangunan.
• GBI (Green Building Index) dikembangkan di Malaysia yang memungkinkan pengembang untuk
merancang dan membangun bangunan hijau berkelanjutan dan dapat memberikan jaminan untuk
penghematan energi, penghematan air, lingkungan dalam ruangan yang sehat, konektivitas yang baik
ke transportasi umum.
• GBCI (Green Building Council Indonesia) berasal dari Indonesia yang diluncurkan pada 17 Juni 2010
dengan menggunakan sistim rating Greenship Tools.
Konferensi Nasional Inovasi Lingkungan Terbangun – FTSP UII 2019
dinyatakan tidak ada atau tidak diterapkan pada bangunan. Ketentuan Tidak Tersedia pada ketersediaan
menjelaskan bahwa poin pada kriteria tidak diketahui atau tidak bisa dinilai dikarenakan kriteria yang
dimaksud merupakan lingkup privat bagi mangemen gedung, sehingga poin yang terdapat pada kriteria ini
dihilangkan dan tidak dimasukkan ke dalam subpoin.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu kriteria apa saja yang terdapat pada gedung
Mohammad Hatta Universitas Islam Indonesia yang menerapkan poin green sesuai dengan kategori dan
kriteria pada Greenship Existing Building Versi 1.1. Kategori dan kriteria yang diterapkan pada gedung
Mohammad Hatta Universitas meliputi beberapa aspek sebagai berikut :
A. Appropriate Site Development
Pada kategori ini terdapat sembilan kriteria yang terdiri dari 2 kriteria prasyarat dan 7 kriteria
kredit dimana setiap kriteria memiliki poin-poin penilaian. Ketersediaan dengan ketentuan “Ada” pada
kategori ini terdapat pada kriteria berikut;
a. Community Accessibility, dengan poin mengenai
terdapat minimal 5 jenis fasilitas umum dalam
jarak pencapaian jalan utama sejauh 500 m dari
tapak terisi 1 poin, dimana tersedia Masjid, Book
Store, Kafetaria, Klinik, ATM Center dan toko-
toko tepat di depan Boulevard UII. Gambar 3. Fasilitas umum dalam jarak pencapaian 500m
b. Motor Vehicle Reduction, dengan poin mengenai
adanya parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit
parkir terisi 1 poin, dimana tersedia parkir sepeda
tepat di depan area masuk gedung bagian selatan
sebanyak 5 unit. Gambar 4. Lokasi Parkir sepeda gedung Moh.Hatta UII
c. Site Landscaping, dengan poin mengenai, (1) Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang
bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 30%
luas total lahan serta penambahan nilai 1 poin untuk setiap penambahan 10% luas tapak untuk
penggunaan area lansekap terisi 1 poin dimana luas site pada bangunan berkisar 5986 m2, sedangkan
luas area lansekap yang bebas dari bangunan dan hardscape sekitar 1944 m2 (pada area luar gedung)
dan 547 m2 (pada area dalam gedung/area candi). Jika dihitung menggunakan persentase maka area
lansekap softscape yang tersedia sebesar 41,61% dari total luas site, dengan terdapatnya 11,61% luas
area lansekap yang berlebih dari batas minimal maka terisi 1 poin lagi. (2) Penggunaan 60% tanaman
lokal yang berasal dari nursery lokal dengan jarak maksimal 1000 km terisi 1 poin dimana 100%
tanaman yang digunakan pada area lansekap semuanya dikembangkan dan dibudidayakan di area
Sleman dan sekitarnya. (3) Penggunaan tanaman produktif, minimal 10% dari area lansekap terisi 1
poin dimana terdapat beberapa pohon mangga dan jambu biji pada area lansekap bangunan, sehingga
poin pada kriteria ini terpenuhi.
d. Heat Island Effect, dengan poin mengenai penggunaan
bahan yang nilai albedo rata-rata minimal 0,3 sesuai dengan
perhitungan pada area atap gedung yang tertutup perkerasan
terisi 1 poin dimana nilai albedo yang terdapat pada atap
senilai 0,32. Dimana greenship menetapkan nilai albedo
yang baik adalah > 0,3, dengan itu nilai albedo area atap
pada gedung ini memenuhi standard (diketahui bahwa Luas
atap metal 656m2, Luas atap genteng 140m2, Luas atap dag Gambar 5. Zonasi lansekap dan posisi jenis
1874m2, dan Luas atap keseluruhan 2730m2) pohon produktif
e. Storm Water Management, dengan poin mengenai pengurangan beban volume limpasan air hujan dari
luas lahan ke jaringan drainase kota terpenuhi karena dari empiri logic terlihat bahwa tidak terdapat
Konferensi Nasional Inovasi Lingkungan Terbangun – FTSP UII 2019
Pada kategori ini terdapat delapan kriteria yang terdiri dari 3 kriteria prasyarat dan 5 kriteria kredit
dimana setiap kriteria memiliki poin-poin penilaian. Ketersediaan dengan ketentuan “Ada” pada kategori
ini terdapat pada kriteria berikut;
a. Fundamental Refrigerant, dengan poin mengenai menggunakan Refrigeran non−CFC dan Bahan
Pemadam Kebakaran yang memiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP)<1 terisi 1 prasyarat
dimana bahan pemadam kebakaran yang disediakan berupa Dry Chemical Powder yang memiliki
nilai Ozone Depleting Potential (ODP)<1, namun refrigeran yang digunakan masih berupa jenis CFC.
b. Material Purchasing Policy, dengan poin mengenai adanya kebijakan manajemen puncak yang
memprioritaskan pembelanjaan semua material yang ramah lingkungan terisi 5 poin prasyarat dari
12 poin prasyarat.
c. Waste Management Policy, dengan poin mengenai adanya
komitmen manajemen puncak yang mengatur pengelolaan sampah
berdasarkan jenis dan kampanye dalam rangka mendorong
perilaku pemilahan sampah terpisah terisi 1 prasyarat dimana
managemen gedung menyediakan tong sampah yang terpisah Gambar 9. Lokasi dan model bak
menurut jenis sampah, ini termasuk kampanye dalam rangka sampah yang disediakan oleh
mendorong perilaku pemilahan sampah terpisah. managemen gedung
d. Waste Management Practice, dengan poin mengenai pemilahan organik dan anorganik dengan
melakukan pengolahan sampah organik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi
pengolahan limbah organik terisi 1 poin dimana dari informasi yang didapat diketahui bahwa UII
bekerjasama dengan badan resmi pengolahan limbah.
E. Indoor Health and Comfort
Pada kategori ini terdapat sembilan kriteria yang terdiri dari 1 kriteria prasyarat dan 8 kriteria
kredit dimana setiap kriteria memiliki poin-poin penilaian. Ketersediaan dengan ketentuan “Ada” pada
kategori ini terdapat pada kriteria berikut;
a. No Smoking Campaign, dengan poin mengenai adanya kampanye
dilarang merokok yang mencakup dampak negatif dari merokok
terhadap diri sendiri dan lingkungan dengan minimal pemasangan
kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain
berupa: stiker, poster, email terisi 1 prasyarat dimana pada area
dalam gedung terdapat kampanye dilarang merokok. Gambar 10. Stiker larangan merokok
b. Environmental Tobacco Smoke Control, dengan poin mengenai dilarang merokok di seluruh area
gedung dan tidak menyediakan bangunan/area khusus di dalam gedung untuk merokok terisi 2 poin
dimana jika dilihat dari denahnya, gedung ini tidak menyediakan smoking area bagi pengguna
gedung, dan terlihat juga beberapa kampanye dilarang merokok disetiap lantai gedung.
c. Thermal Comfort, dengan poin mengenai kondisi termal ruangan
secara umum pada suhu 24°C – 27°C dan kelembaban relatif 60% +
5% terisi 1 poin dimana dari studi lapangan dengan empiri
logic/pengawasan terlihat kondisi termal pada ruangan perpustakaan
masih dalam batas wajar, dimana AC yang digunakan diseting pada
suhu 17 dan 18°C (suhu terendah), namun peneliti tidak mendapatkan Gambar 11. Setingan remote AC
data kelembaban ruangan. pada gedung
d. Acoustic Level, dengan poin mengenai hasil pengukuran menunjukkan
tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03− 6386−2000 tentang
Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung
dan Perumahan terisi 1 poin dimana berdasarkan SNI yg dimaksud tingkat
bunyi untuk sebuah gedung Perpustakaan memiliki nilai 40-50dB (BSN,
2000), dari hasil pengukuran didapatkan hasil rata-rata pada waktu yang
berbeda, dimana pada waktu siang didapatkan nilai sebesar 32,57dB Gambar 12. Uji acoustic
sedangkan pada waktu malam sebesar 31,96dB. ruangan gedung
Konferensi Nasional Inovasi Lingkungan Terbangun – FTSP UII 2019
refrigerant dapat diganti dengan Hidrokarbon, namun penggunaannya harus sesuai prosedur yg telah
ditetapkan.
E. Indoor Health and Comfort
Pada kriteria Outdoor Air Introduction, peneliti merekomendasikan penerapan smart window
yang dapat terbuka/tertutup sendiri dengan mendeteksi kualitas uadara luar gedung. Pada kriteria CO2 and
CO Monitoring, peneliti merekomendasikan ruangan auditorium pada gedung menggunakan instalasi
sensor gas karbon dioksida ini, karena dengan banyaknya pengguna pada ruangan membuat kualitas
udara dan sisa karbon dioksida meningkat. Pada kriteria Visual Comfort, peneliti merekomendasikan
menggunakan material kaca yang lebih bening atau tidak menggunakan vertical blind pada jendela.
Pada kategori Building Environmental Management peneliti menentukan “Tidak Tersedia” pada
semua kriteria dimana pada kategori ini peneliti tidak dapat melakukan penilaian karena pada kategori ini
merupakan bagian dari perawatan dan mangemen dalam pembangunan yang merupakan lingkup privat
dari pihak gedung, sehingga poin pada kategori ini tidak menjadi bagian dari penilaian peneliti.
Ketersediaan dengan ketentuan “Tidak Ada” dan “Tidak Tersedia” pada setiap kriterian akan disajikan
pada lampiran. Modifikasi dalam penilaian dengan Greenship tools ini masih dalam tahap ujia coba
dimana hasil dari penelitian ini bisa saja tidak tepat dalam penentuan kriteria yang tersedia dan poin yang
diperoleh.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil modifikasi penilaian dengan ujicoba assessment Greenship tools pada gedung
Mohammad Hatta Universitas Islam Indonesia didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Pada kategori ASD didapatkan poin sebesar 16 dari 16 sub total, dengan persentase sebesar 28,85%
b. Pada kategori EEC didapatkan poin sebesar 6 dari 17 sub total, dengan persentase sebesar 7,69%
c. Pada kategori WAC didapatkan poin sebesar 0 dari 8 sub total, dengan persentase sebesar 0,00%
d. Pada kategori MRC didapatkan poin sebesar 1 dari 3 sub total, dengan persentase sebesar 1,92%
e. Pada kategori IHC didapatkan poin sebesar 4 dari 7 sub total, dengan persentase sebesar 5,88%
Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui nilai yang terkumpul berdasarkan kriteria
Greenship Existing Building yang dimodifikasi sebesar 27 poin dari 51 sub total dengan nilai persentase
sebesar 52,94%.
5.2. Saran
Pada kriteria penilai dengan ketentuan “Tidak Ada” membuat poin pada kategori yang tersedia
menjadi rendah. Diharapkan dengan adanya rekomendasi dari peneliti pada poin ketentuan “Tidak Ada”
dapat dijadikan sebagai rujukan dalam perbaikan nilai green pada bangunan, sehingga nantinya gedung
Mohammad Hatta ini dapat menjadi gedung yang memiliki nilai green yang tinggi. Jika rekomendasi yang
dipaparkan dapat diwujudkan maka gedung Mohammad Hatta dapat dijadikan sebagai salah satu gedung
yang mencerminkan nilai green dan sustainable di lingkungan UII terlebih lagi bagi universitas yang ada
di seluruh Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
[1] BSN. (2000). Standar Nasional indonesia (SNI) 03-6386-2000 - Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam
Bangunan Gedung dan Perumahan (Kriteria desain yang direkomendasikan). Retrieved from
https://kupdf.net/download/sni-03-6386-2000_59e4197b08bbc56971e65944_pdf
[2] Čeněk, M. (2013). Architecture : Concept , Form and Aesthetics From the Perspective of Sustainability. Central Europe
towards Sustainable Building, 1–4. Retrieved from http://www.cesb.cz/cesb13/index.html
[3] Chansomsak, S., & Vale, B. (2016). Sustainable Architecture : Architecture As Sustainability. Proceedings of the World
Conference SB08, (March), 2294–2301. Retrieved from http://www.sb08.org
[4] Fauzi, M. A., & Malek, N. A. (2013). Green Building assessment tools: Evaluating different tools for green roof system.
International Journal of Education and Research, 1(11), 1–14.
[5] GBCI. (2019). Green Building Council Indonesia - FAQ-Sertifikasi. 1–40. Retrieved from http://gbcindonesia.org/25-
Konferensi Nasional Inovasi Lingkungan Terbangun – FTSP UII 2019
faq/61-sertifikasi
[6] Grecu, V., & Ipiña, N. (2015). The Sustainable University – A Model for the Sustainable Organization. Management of
Sustainable Development, 6(2), 15–24. https://doi.org/10.1515/msd-2015-0002
[7] Green Building Council Indonesia. (2016). GREENSHIP Existing Building Version 1.1. 6–10.
[8] Harputlugil, T. (2017). Energy Efficient Building Design Development : a Retrospective Energy Efficient Building Design
Development : International Symposium on Energy Efficiency in Buildings, (February), 296–303.
[9] Jogjalibrary. (2014). Perpustakaan Universitas Islam Indonesia. Retrieved from http://jogjalib.com/institusi/detail?id=12
[10] Kates, R. W., Parris, T. M., & Leiserowitz, A. A. (2005). What is sustainable development? Goals, indicators, values, and
practice. Science and Policy for Sustainable Development, 47(3), 8–21. https://doi.org/10.1080/00139157.2005.10524444
[11] Manggiasih, N. V., Hakim, L., & Siswoyo, E. (2019). Kajian Greenship Kawasan GBCI Versi 1.0 Studi Kasus : Kawasan
Scientia Garden. Jurnal Teknik Lingkungan UII, 1–11.
[12] Marques, B., & Loureiro, C. R. (2013). Sustainable Architecture: Practices and Methods to Achieve Sustainability in
Construction. International Journal of Engineering and Technology, (April 2013), 223–226.
https://doi.org/10.7763/ijet.2013.v5.547
[13] Mou, Y., Song, Y., Xu, Q., He, Q., & Hu, A. (2018). Influence of urban-growth pattern on air quality in China: A study of
338 cities. International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(9).
https://doi.org/10.3390/ijerph15091805
[14] Nata, A. (2016). Islam Rahmatan Lil Alamin Sebagai Model Pendidikan Islam Memasuki Asean Community. Prosiding
Kuliah Tamu Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, 1–17.
[15] Pourdehqan, B., Rashidi, M., Firouzbakht, M. S., & Najafi, N. (2015). Environment and Sustainable Architecture. European
Online Journal of Natural and Social Sciences: Proceedings, 4(3(s)), 5-10–10.
[16] Puskompub. (2011). Kementerian Pariwisata RI _ Menbudpar Resmikan Candi Kimpulan.
https://doi.org/http://www.kemenpar.go.id/post/menbudpar-resmikan-candi-kimpulan
[17] Ragheb, A., El-Shimy, H., & Ragheb, G. (2016). Green Architecture: A Concept of Sustainability. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 216(October 2015), 778–787. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.12.075
[18] Safiuddin, M., & Sarbatly, R. (2016). Global ozone depletion : causes , effects and preventive measures. Research Gate.
[19] Sitorus, H. (2004). Kerusakan Lingkungan Oleh Limbah Industri Adalah Masalah Itikad. E-USU Repository, 1–10.
Retrieved from http://library.usu.ac.id/download/fisip/sosiologi-henry.pdf
[20] Soerjani, M. (2016). Ekologi Manusia. In Universitas Terbuka - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,
Banten – Indonesia. Retrieved from http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/pdf_files/904/BIOL4417_EDISI 3.pdf
[21] Tandong, Y., Armstrong, R., Corell, R. W., Jensen, D. D., Leslie, K. R., Rivera, A., & Winther, J.-G. (2009). Melting snow
and ice A call for action. Retrieved from
https://www.regjeringen.no/globalassets/upload/ud/vedlegg/klima/melting_ice_report.pdf
[22] Teknika, R. (2017). Evaluasi Kriteria Kelayakan Green Building pada Gedung Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1–14.
[23] Tzavali, A., Paravantis, J. P., Mihalakakou, G., Fotiadi, A., & Stigka, E. (2015). Urban heat island intensity: A literature
review. Fresenius Environmental Bulletin, 24(12B), 4537–4554.
[24] Waer, H. Al, & Sibley, M. (2005). Building Sustainability Assessment Methods: Indicators, Applications, Limitations and
Development Trends. Conference on Sustainable Building South East Asia, (April), 11–13. Retrieved from
https://www.irbnet.de/daten/iconda/CIB_DC23506.pdf
[25] Zainol, H., Ali, N. E., Fadzil, M., Rashid, A., & Ishak, S. N. (2017). a Review on Green Assessment Tool ’ S Criteria of
Greenre , Gbi , Green Ship and Leed. Academia Society and Industry Alliance.