Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PENERAPAN KONSEP BANGUNAN HIJAU ( GREEN CONSTRUCTION )


STUDY KASUS: DI NEGARA RUSIA

Disusun Oleh:

1) Aldorius Bura Suda ( 2005222010026 ) Ketua


2) Oktavianus Norwis Bore ( 2005222010048)
3) ( Anggota Kelompok)
4) ( Anggota Kelompok)
5) ( Anggota Kelompok )

KELAS : VlB
TUGAS : 2 PWL
MATA KULIAH : Perencanaan Wilayah Dan Lingkungan

PROGRAM STUDY TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin meningkatnya populasi manusia menyebabkan berbagai kebutuhan semakin banyak. Manusia
harus memenuhi berbagai kebutuhan seperti tempat tinggal dan berbagai penunjang kehidupan seperti sekolah,
kantor, rumah sakit juga pusat perbelanjaan. Kebutuhan tersebut yang mendorong terjadinya pembangunan yang
akan mengurangi lahan hijau yang ada sehingga mempengaruhi berkurangnya daya dukung lingkungan sebagai
penghasil sumber daya alam. Berkurangnya lahan hijau berdampak pada semakin meningkatnya gas CO2 yang
disebut sebagai salah satu penyumbang meningkatnya gas rumah kaca yang biasa dikenal dengan global warming.
Dampak dari global warming yang secara langsung dirasakan, yaitu semakin hari bumi mengalami peningkatan
suhu. Menurut analisis yang dilakukan oleh NASA, suhu permukaan global bumi pada tahun 2017 adalah yang
terpanas kedua sejak pencatatan modern dimulai pada tahun 1880. Selanjutnya menurut para ilmuwan di Goddard
Institute for Space Studies (GISS) NASA di New York, suhu global rata-rata pada tahun 2017 adalah 1,62 derajat
Fahrenheit (0,90 derajat Celcius) lebih hangat daripada tahun 1951 hingga 1980.
Peningkatan gas rumah kaca berasal dari berbagai aktivitas manusia, salah satunya yaitu kegiatan
konstruksi. Berdasarkan data dari United Nations Environment Programme (UNEP, 2007), secara global hampir 40%
dari seluruh energi dan sumber daya alam digunakan untuk kegiatan konstruksi dan operasional bangunan, 40% dari
emisi gas rumah kaca dihasilkan dari industri konstruksi, dan lebih lagi 40% dari total limbah yang dihasilkan
merupakan hasil dari kegiatan konstruksi dan demolisi bangunan. Dari data The First National Communication
diketahui bahwa pada tahun 1994, konsumsi energi di Indonesia yang terdiri dari pemakaian di rumah tangga dan
bangunan komersial, industri, transportasi, dan pembangkit listrik, menimbulkan emisi CO2 sekitar 170,02 juta ton.
Emisi dari konsumsi energi tersebut merupakan 25% dari emisi keseluruhan Indonesia pada tahun 1994 yang
sebesar 748,61 juta ton CO2 (RAN PI, 2007). (Ruhenda,2016) Kegiatan pembangunan yang dilakukan di Indonesia
tidak dapat dihindari, mengingat Indonesia yang merupakan negara berkembang saat ini sedang gencar dalam
melakukan berbagai pembangunan, salah satunya yaitu pembangunan gedung. Berdasarkan data pada Gambar 1.1
yang didapat dari Badan Pusat Statistik terlihat bahwa kegiatan konstruksi pembangunan gedung dari tahun 2004
sampai tahun 2016 terus mengalami peningkatan.
Dalam proyek pembangunan, baik tahap konstruksi maupun operasional, tidak dapat dipungkiri akan
menimbulkan beberapa dampak. Proyek pembangunan berdampak baik terhadap aspek sosial dan ekonomi, yaitu
dapat meningkatkan perekonomian negara dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun disisi lain juga berdampak
buruk terhadap aspek lingkungan, yaitu ada banyaknya lahan hijau yang beralih fungsi, eksploitasi sumber daya
alam yang dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan, banyaknya limbah bangunan yang terbuang dari proses
konstruksi, dan menghasilkan polusi udara yang mencemari lingkungan serta polusi suara yang dapat mengganggu
daerah di sekitar proyek konstruksi.
Dari berbagai macam dampak yang diakibatkan oleh proyek konstruksi, maka diperlukan adanya perbaikan
proses pembangunan, yaitu pembangunan yang berkelanjutan. Isu berkelanjutan mulai disuarakan di Indonesia
pada tahun 1978 dengan dibentuknya Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Isu
berkelanjutan telah dimuat dalam Dokumen Konstruksi Indonesia 2030 yang dinyatakan secara tegas bahwa
konstruksi Indonesia mesti berorientasi untuk tidak menyumbangkan terhadap kerusakan lingkungan, namun justru
menjadi pelopor perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan. Salah satu agendanya adalah melakukan promosi
sustainable construction yang bertujuan untuk menghemat bahan dan pengurangan limbah/bahan sisa serta
kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, 2007).
Tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan berdasarkan desain yang memperhatikan ekologi,
menggunakan sumberdaya alam secara efisien, dan ramah lingkungan selama operasional bangunan (Council
International du Batiment, 1994). Du Plessis (2003) menyatakan bahwa bagian dari sustainable construction adalah
green construction yang merupakan proses holistik yang bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga
keseimbangan antara lingkungan alami dan buatan. (Ervianto, 2017)
Penerapan green construction belum sepenuhnya dijalankan dalam setiap proyek konstruksi di Indonesia.
Salah satu kontraktor yang sudah menerapkan green construction yaitu PT. Pembangunan Perumahan (Persero)
yang mendeklarasikan diri sebagai green contractor pada tahun 2008. Kontraktor merupakan pihak yang memiliki
peran utama dalam melaksanakan proses pembangunan. Pada praktiknya, menerapkan green construction
bukanlah hal yang mudah perlu adanya keinginan dan kesiapan dari kontraktor agar dapat menerapkan green
construction secara efektif. Mengingat hal tersebut, dimungkinkan adanya berbagai macam kesulitan atau kendala
bagi kontraktor yang dapat menghambat penerapan green construction. Untuk itu, perlu adanya kajian tentang
penerapan green contruction agar dapat diidentifikasi kesulitan atau kendala yang dihadapi kontraktor dalam
melaksanakan green construction, serta dapat disusun strategi dalam meningkatkan penerapannya yang akan
sangat bermanfaat bagi kontraktor Indonesia khususnya di Kota Bandung agar dapat mewujudkan pelaksanaan
proses pembangunan yang selaras dengan aspek lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, timbul rumusan masalah yang akan dikaji yaitu sebagai berikut.
1) Bagaimana gambaran penerapan green construction di Negara Rusia ?

2) Kendala apa saja yang dihadapi kontraktor dalam penerapan green contruction?

3) Strategi atau upaya apa yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan penerapan green contruction?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan green construction pada beberapa proyek
gedung yang ada di Kota Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kendala penerapan green
construction, dan menganalisis apa saja strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerapan green
construction.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Green Building


Menurut Ir. Rana Yusuf Nasir pada Persatuan Insinyur Indonesia (2016) green building adalah bangunan yang
sejak perencanaan, pembangunan dalam masa konstruksi dan dalam pengoperasian serta pemeliharaan selama
masa pemanfaatannya menggunakan sumberdaya alam seminimal mungkin, pemanfaatan lahan dengan bijak,
mengurangi dampak lingkungan serta menciptakan kualitas udara di dalam ruangan yang sehat dan nyaman.
Konsep green building akan mengurangi konsumsi energi secara signifikan melalui beberapa metode desain pasif
dan desain aktif. Menggunakan konsep green building tidak perlu mengorbankan kenyamanan dan produktivitas
akibat penghematan energi. Green building tidak hanya hemat energi tapi juga hemat air, melestarikan sumberdaya
alam, dan meningkatkan kualitas udara serta pengelolaan sampah yang baik. Dalam mengantisipasi krisis air bersih,
dikembangkan konsep pengurangan pemakaian air (reduce) dengan produksi alat saniter yang hemat air,
penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle),
dan pemanfaatan air hujan yang jatuh di atap bangunan (rain water harvesting).
Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia) adalah lembaga
mandiri (non government) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan
praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. GBC
Indonesia bertujuan untuk melakukan transformasi pasar serta diseminasi kepada masyarakat dan pelaku bangunan
untuk menerapkan prinsip-prinsip bangunan hijau. Khususnya di sektor industri bangunan gedung di Indonesia.
Salah satu program GBCI yaitu menyelenggarakan kegiatan sertifikasi bangunan hijau berdasarkan perangkat
penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP. GREENSHIP merupakan sistem penilaian yang digunakan
sebagai alat bantu para pelaku industri, bangunan, baik pengusaha, arsitek, teknisi mekanikal elektrikal, desain
interior, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar. GREENSHIP memiliki
panduan penerapan untuk Neighborhood, Homes, New Building, Existing Building, serta Interior Space dengan
kriteria dan poin yang berbeda-beda pula.

2.2 Konsep Green Construction


Secara umum, konstruksi hijau (green construction) merupakan proses konstruksi dengan menekankan
peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, dan material bangunan mulai dari desain, pembangunan,
hingga pemeliharaan pembangunan tersebut ke depan. Dalam aktivitas konstruksi harus ditekankan kelestarian
lingkungan, keseimbangan ekologis untuk peningkatan kualitas kehidupan segenap lapisan warga yang harus
menjadi acuan dan landasan utama dalam pembangunan. (Abduh dan Fauzi, 2012)
Green construction mengedepankan keseimbangan keuntungan jangka pendek terhadap resiko jangka
panjang yaitu dengan bentuk usaha yang tidak merusak kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan masa depan.
(Tanubrata, 2016). Green construction didefinisikan sebagai suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi
yang didasarkan pada dokumen kontrak untuk meminimalkan dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan
agar terjadi keseimbangan antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang
dan mendatang. Konsep green construction merupakan konsep yang populer di bidang pembangunan konstruksi
dalam rangka merespon pemanasan global. Manfaat paling penting dari penerapan konsep ini tidak hanya sekedar
melindungi sumber daya alam, tetapi juga mewujudkan efisiensi penggunaan energi dan meminimalisir kerusakan
lingkungan. (Ervianto dkk, 2011)

2.3 Manfaat Green Construction


Green construction bertujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari proses konstruksi.
Menurut Media Tren Konstruksi (2010) yang dikutip oleh Ervianto, dkk dinyatakan bahwa manfaat green contruction
adalah sebagai berikut:
1) Penghematan energi (Konsumsi energi di sektor konstruksi tergolong tinggi sehingga perlu diupayakan
menekan konsumsi energi. )
2) Penghematan air (Pekerjaan konstruksi membutuhkan sumber daya air yang cukup besar, apabila dalam
proses konstruksi tidak dikelola dengan baik/ceroboh maka akan berdampak pada inefisiensi dan bencana
lingkungan. Oleh karena itu sudah saatnya diperlukan standar efisiensi air dalam pekerjaan konstruksi )
3) Pengendalian buangan limbah padat, cair dan gas (Minimalisasi jumlah buangan yang dihasilkan dari
proses konstruksi dan proses recycle harus dilakukan guna mengurangi dampak terhadap lingkungan. Tiga
hal yang dilakukan adalah reduce, reuse, dan recycle )

2.4 Aspek Green Construction


Menurut Ervianto (2015) aspek green construction mencakup tujuh aspek sebagai berikut:
1) Aspek kesehatan dan keselamatan kerja, tujuan dalam aspek ini adalah mengurangi dampak asap rokok
terhadap udara, mengurangi polusi zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia, menjaga kebersihan
dan kenyamanan lingkungan proyek.
2) Aspek kualitas udara, tujuan dalam aspek ini adalah untuk mengurangi terjadinya pencemaran udara yang
ditimbulkan oleh bahan bangunan dan peralatan yang digunakan selama proses konstruksi.
3) Aspek manajemen lingkungan bangunan, tujuan dalam aspek ini adalah untuk mengurangi terjadinya
limbah sehingga beban di tempat pembuangan akhir berkurang. Mendorong gerakan pemilahan sampah
secara sederhana agar mempermudah proses daur ulang.
4) Aspek sumber dan siklus material, tujuan dalam aspek ini adalah untuk menahan eksploitasi sumberdaya
alam tidak terbarukan untuk memperpanjang daur hidup material.
5) Aspek tepat guna lahan, tujuan dalam aspek ini adalah memelihara kehijauan lingkungan, mengurangi
emisi CO2 serta polutan. Selain itu, telah dilakukan berbagai usaha untuk mengurangi beban drainase kota
yang disebabkan oleh limpasan air hujan baik volume maupun kualitas air akibat proses konstruksi.
6) Aspek konservasi air, tujuan dalam aspek ini adalah melakukan pemantauan dan pencatatan pemakaian
air, penghematan konsumsi air, dan melakukan reuse pemakaian air yang bersumber dari dewatering,
tampungan air hujan, menggunakan limpasan air hujan selama proses konstruksi.
7) Aspek konservasi energi, tujuan dalam aspek ini adalah melakukan pemantauan dan pencatatan
pemakaian energi, penghematan konsumsi energi, dan pengendalian penggunaan sumber energi yang
berdampak terhadap lingkungan selama proses konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Analisis Kendala Dalam Penerapan Green Construction” A.A. Diah Parami Dewi, 2015
2. “Kendala Kontraktor Dalam Menerapkan Green Construction Untuk Proyek Konstruksi di Indonesia”
Wulfram I. Ervianto
3. “Analisis Kendala Dalam Penerapan Green Construction dan Strategi Untuk Mengatasinya” Anak Agung
Diah Parami Dewi ST., MT., Ph.D dan Ir. GD Astawa Diputra (2015),
4. “Tantangan Dan Hambatan Penerapan Konsep Sustainable Construction Pada Kontraktor Perumahan Di
Surabaya” Alfonsus Dwiputra W, Yulius Candi, Ratna S. Alifen
5. ”Critical Barriers And Challenges in Implementation of Green Construction in China ” Mohammed Shareef
M.S.Hasan dan Rong-jun Zhang

Anda mungkin juga menyukai