Anda di halaman 1dari 12

UJIAN TENGAH SEMESTER

MK Metodologi Riset dan Statistik Semester V/2020


Membuat Permasalahan Penelitian dan Kajian Pustaka
Senin, 13 Oktober 2020

Nama : Niabella Imania Putri


NIM : 21020118130095
Kelas : B

Judul:
PERAN ARSITEKTUR DALAM MENJALANKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT
GOALS PADA GEDUNG PARKIR LIFT KAMPUS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kawasan perkotaan yang padat penduduk rentan terjadi permasalahan yang krusial.
Dilihat dari segi fasilitas sarana prasarana, setiap kawasan terdapat aktivitas kehidupan
masyarakat yang beraneka ragam, serta kebutuhan hidup yang ingin dicapai, sehingga
menuntut adanya fasilitas yang mendukung. Pembangunan sarana prasarana yang terjadi
terus-menerus menyebabkan kepadatan suatu kawasan yang berdampak terhadap
lingkungan, permasalahan yang rentan terjadi dimulai dari kerusakan alam hingga
menimbulkan ketidakseimbangan ekologi. Eksploitasi sumber daya alam yang digunakan
untuk pembangunan sudah seharusnya diminimalisir, bangunan hendaknya menerapkan
sistem penghematan energi (Utina dan Baderan, 2009). Menerapkan desain bangunan
berkelanjutan menjadi tujuan utama perancang, setelah bangunan terwujud, muncul sebuah
pertanyaan, bagaimana desain pada bangunan berkelanjutan dinilai telah menjaga
keseimbangan ekologi?
Hidayat (2017) berpendapat bahwa bangunan hijau (green building) juga disebut
bangunan berkelanjutan yang menerapkan ilmu ekologi dalam manajemen pekerjaannya,
dimulai dari perancangan, pembangunan, pengoperasian, hingga pengelolaan yang
bertujuan menangangi dampak perubahan iklim. Aspek penting dalam arsitektur
berkelanjutan diperjelas oleh Sulistiawan, Al-Ghifari, Fadlilah, Pakuan, dan Zulfahmi (2019),
bahwa teknologi, sistem energi, material harus bersifat berkelanjutan yang tidak membebani
dengan permasalahan lingkungan dan keuangan pada generasi mendatang. Selain itu,
kebutuhan manusia pada segi kenyamanan fisik, mental, keselamatan, serta estetika harus
terpenuhi. Prinsip pembangunan pada arsitektur berkelanjutan dapat dilihat dari pengelolaan

1
efisiensi energi, air, limbah, bahan baku, hingga menciptakan teknologi yang berkualitas
serta efisien (Kamionka, 2019).
Seiring dengan berkembangnya populasi manusia, teknologi juga mengalami
perkembangan, salah satunya pada bidang transportasi. Kian hari alat transportasi semakin
marak dibutuhkan. Hal ini tentunya menyebabkan permasalahan, diantaranya kemacetan.
(Al-Faruq, 2018; Radityo, 2011). Terjadinya kemacetan ditimbulkan karena kurangnya
ketersediaan lahan parkir yang memadai, sesuai dengan jumlah kendaraan yang terus
meningkat, fasilitas gedung parkir sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Namun faktanya, menurut Syaifuddin (2010) gedung parkir di pusat perbelanjaan, alun-alun,
perkantoran, tempat wisata, bahkan pusat kota lainnya dirasa masih kurang efektif dalam
menampung parkir. Maka dari itu, terjadinya alih fungsi pada bahu jalan menjadi lahan parkir
yang menyebabkan peningkatan kemacetan (Pranata, 2015).
Konsep green building atau dapat disebut juga dengan bangunan berkelanjutan
sudah menjadi tren dunia industri bangunan yang berkontribusi besar dalam menahan laju
global warming dengan mengoptimalkan teknologi ramah lingkungan yang berdampak
langsung terhadap iklim skala mikro. Kementerian PUPR telah menerapkan konsep green
building di Gedung Kampus Kementerian PUPR. Konsep bangunan diarahkan untuk
pengembangan ruang terbuka hijau (RTH), zero run off, pengelolaan air hujan,
pengembangan sistem MEP, serta pengoptimalan aksesibilitas pejalan kaki. Bagian Kampus
Kementerian PUPR yang mengoptimalkan konsep tersebut dapat dilihat pada area Gedung
Parkir yang dilengkapi teknologi lift. Pengoptimalan konsep green building, berdampak
langsung terhadap penggunaan energi terbarukan dan berkelanjutan. Maka dari itu, peran
arsitektur sangat dibutuhkan dalam menjalankan Sustainable Development Goals.
Menganalisis aspek arsitektur berkelanjutan yang diterapkan pada Gedung Parkir Kampus
Kementerian PUPR menjadi langkah penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
arsitektur dalam menjalankan Sustainable Development Goals. Untuk mengungkapnya
diperlukan riset studi dan lapangan, oleh karenanya riset studi yang didapat dari jurnal dan
pengamatan lapangan pada Gedung Parkir Kampus Kementerian PUPR akan memberikan
gambaran bahwa konsep desain green building dan berkelanjutan pada Gedung Parkir
Kampus Kementerian PUPR membantu dalam menjalankan Sustainable Development
Goals yang diharapkan. Keberhasilan peran arsitektur dalam menjalankan SDGs pada
Gedung Parkir Kampus Kementerian PUPR sekaligus menjadi bahan untuk melakukan
evaluasi bagian mana dari gedung parkir yang sudah sesuai dengan harapan, dan bagian
mana dari kampus yang belum memenuhi harapan.

2
1.2. Rumusan Masalah
Penelitian menganalisis peran arsitektur dalam menjalankan Sustainable
Development Goals pada Gedung Parkir Kampus Kementerian PUPR menjadi sangat
penting untuk mengetahui apakah desain green building pada Gedung Parkir Kampus
Kementerian PUPR sudah sesuai dengan harapan pembangunan berkelanjutan, yaitu
gedung parkir yang efektif dan efisien dalam pemakaian sumber daya energi, menciptakan
kelestarian lingkungan, dan mampu menekan biaya operasional serta pemeliharaan
bangunan gedung. Oleh karena itu diperlukan analisis tujuan pembangunan berkelanjutan
(SDGs) terhadap arsitektur Gedung Parkir Kampus Kementerian PUPR tersebut.

1.3. Tujuan dan Sasaran


Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah menganalisis peran arsitektur dalam
menjalankan Sustainable Development Goals pada Gedung Parkir Kampus Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sasaran penelitian adalah melakukan identifikasi terstruktur bagian mana saja di
Gedung Parkir Kampus Kementerian PUPR yang menerapkan konsep green building dan
arsitektur berkelanjutan, serta elemen-elemen fisik pada bangunan untuk mempermudah
menganalisis dan mengevaluasi keberhasilan desain Gedung Parkir Kampus Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini akan memberikan manfaat teoritis yaitu pembelajaran kepada
mahasiswa bagaimana cara yang efektif untuk menganalisis dan mengevaluasi sebuah
desain berkelanjutan pada fasilitas sarana prasarana terutama yang berbentuk gedung
parkir, apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Sedangkan manfaat
praktisnya adalah memberikan masukan kepada desainer atau arsitek untuk mengkaji ulang
rancangan Gedung Parkir Kampus Kementerian PUPR bagian mana dari gedung parkir
yang belum memenuhi harapan pembangunan berkelanjutan.

1.5. Lingkup Penelitian


Lingkup penelitian terdiri dari dua bagian yaitu lingkup substansial dan lingkup
spasial. Lingkup substansial yaitu terkait dengan pembahasan tentang arsitektur
berkelanjutan sebagai instrumen evaluasi apakah rancangan gedung tersebut sudah
memenuhi harapan pembangunan. Lingkup spasial penelitian ini adalah Gedung Parkir
Kampus Kementerian PUPR.

3
BAB II
KAJIAN TEORITIK

Dalam sebuah penelitian, kajian pustaka menjadi komponen yang sangat penting
karena akan menjadi instrumen analisis bagi peneliti. Penelitian ini membutuhkan teori-teori
yang relevan untuk dikaji, terutama yang terkait dengan: [i] teori green building untuk
memahami objek penelitian, [ii] teori Sustainable Development Goals untuk memahami
substansi yaitu mengapa arsitektur harus berkontribusi menjalankan pembangunan
berkelanjutan, [iii] teori tentang hakekat hubungan arsitektur dengan lingkungan yang akan
digunakan dalam memahami pembangunan berkelanjutan, [iv] teori tentang analisis desain
gedung parkir dalam memahami sebuah pembangunan berkelanjutan.

2.1. Teori Green Building


Pemahaman terhadap teori green building akan memberikan pemahaman terhadap
objek bangunan secara fisik, dan sangat terkait dengan aspek desain, lingkungan, dan
teknologi berkelanjutan. Menurut Green Building Council Indonesia/GBCI (2010), green
building merupakan konsep pembangunan yang dimulai dari proses perencanaan,
pembangunan, pengoperasian, hingga pemeliharaannya yang menerapkan aspek
melindungi, menghemat, mengurangi eksploitasi sumber daya alam, menjaga kualitas udara,
memperhatikan kesehatan, mengelola limbah. Pada dasarnya, istilah green dapat diartikan
dengan sustainable, environmental, dan high performance. Berkaitan dengan sustainable
design, prinsip-prinsip yang harus di utamakan sesuai dengan konsep green building, yaitu
penghematan sumber daya alam, daur hidup, dan desain yang manusiawi.

2.1.1. Elemen Green Building


Menurut Widiati (2019), konsep bangunan yang sustainable dan green
terfokus pada penghematan lahan, material, energi, air, udara, dan mengelola limbah.
Poin-poin tersebut dikategorikan menjadi sebuah elemen penting yang harus
diperhatikan dalam mendesain green and sustainable building. Berikut penjelasan
elemen-elemen penting tersebut:
a. Lahan : penggunaan lahan tidak sepenuhnya digunakan untuk bangunan,
namun 30% dari luas lahan harus dipergunakan untuk daerah resapan dan
ruang terbuka hijau.
b. Material : pemilihan material pada bangunan yang dapat didaur ulang supaya
meminimalisir limbah yang dihasilkan.
c. Energi : mengoptimalkan penggunaan sumber energi dari alam dikarenakan
lebih ramah lingkungan.
d. Air : penggunaan air dalam bangunan dikelola sehemat mungkin.

4
e. Udara : memperhatikan kualitas udara dalam bangunan supaya terhindar
dari kelembaban yang dihasilkan dari material toxic, spora, mikroba, emisi gas.
f. Limbah : mengelola pengolahan limbah secara lokal supaya tidak mencemari
lingkungan dalam skala makro.

2.1.2. Sistem Penilaian Green Building


Aspek penilaian bangunan hijau (green building) menggunakan sistem rating.
Menurut Rizaldy (2019), sistem rating merupakan bentuk penilaian yang berisi butir-
butir aspek, dimana setiap butirnya memiliki nilai poin. Apabila suatu bangunan sudah
menerapkan aspek yang terdapat di penilaian, maka akan mendapat nilai poin (GBCI,
2010). Terdapat beberapa sistem penilaian pada bangunan hijau, diantaranya LEED,
GRIHA, dan CASBEE. Sistem LEED memiliki indikator yag sama dengan GRIHA,
yaitu dengan menggunakan penilaian poin, sedangkan sistem penilaian CASBEE
berbeda dari lainnya, menggunakan indikator kualitas dan efisiensi lingkungan
terbangun berdasarkan pengelompokkan level.
Menurut Setyowati, Alfata, Wibowo (2014), pada sistem LEED, di setiap aspek
penilaiannya terbagi menjadi tiga indikator, yaitu prerequisite (prasyarat) tanpa poin,
required (bersyarat) tanpa poin, mandatory (wajib) dengan poin. Poin maksimal pada
setiap bangunan yang dinilai berbeda tiap kategori bangunan, 136 poin untuk
bangunan rumah, 69 poin untuk bangunan baru, dan 92 untuk bangunan eksisting.
Begitu juga dengan sistem penilaian GRIHA penilaiannya sama dengan sistem LEED,
bedanya hanya nilai maksimum pada semua kategori bangunan dinilai sama yaitu
dengan poin maksimum 104. Dari ketiga sistem penilaian, CASBEE yang paling
berbeda dari yang lainnya, penilaiannya menggunakan aspek kualitas lingkungan
terbangun (Q), beban lingkungan terbangun (L), yang pada akhirnya dihitung efisiensi
lingkungan terbangunnya (BEE). Setelah hasil perhitungan nilai sudah keluar,
bangunan dikategorikan menurut level kondisi, yaitu : level 1 (kondisi sesuai standar),
level 2 ( kondisi antara level 1 dan 3), level 3 (common practice), level 4 ( kondisi
antara level 3 dan 5), level 5 ( kondisi terbaik).
Setiap negara memiliki lembaga sertifikasi bangunan hijau dengan metode
penilaiannya masing-masing. Fungsi dari penilaian tersebut digunakan untuk
mengetahui apakah bangunan yang menerapkan green building sudah layak
mendapat sertifikat Green Building atau belum. Indonesia sudah memiliki lembaga
mandiri dan nirlaba yang menangani sertifikasi green building, yaitu Green Building
Council Indonesia, yang menerapkan sistem penilaian bernama Greenship. Sistem
penilaian tersebut dapat menjadi pedoman pelaku industri bangunan dalam
merancang bangunan green building yang terukur sesuai standar (Rizaldy, 2019).

5
2.2. Teori Sustainable Development Goals
Memahami teori Sustainable Development Goals akan memberikan penjelasan yang
lengkap tentang memahami substansi yaitu mengapa arsitektur harus berkontribusi
menjalankan pembangunan berkelanjutan. Menurut Risfandini dan Sunardi (2017),
Pembahasan keberlanjutan telah berjalan selama 33 tahun sejak disahkannya Laporan
Brundlant oleh World Commission on Environment and Development pada tahun 1987.
Disebutkan dalam Laporan Brundlant bahwa pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai
pembangunan yang mampu menjaga kelestarian lingkungan dan sosial, sekaligus
memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Berawal dari Sustainable Development (SD)
memperhatikan aspek penting yang terfokus pada kebutuhan rakyat miskin di negara
berkembang dan memiliki keterbatasan teknologi dan lingkungan sosial untuk memenuhi
perkembangan generasi yang akan datang. Munculah Sustainable Development Goals
(SDGs) untuk menangani permasalahan tersebut, dapat diartikan juga sebagai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan dengan 17 tujuan yang ditotal mencapai 169 target yang telah
terukur dan ditentukan oleh PBB sebagai tujuan utama dunia dalam bidang pembangunan
dan diharapkan dapat mencapai target hingga tahun 2030.

2.2.1. Sustainable Development Goals di Indonesia


Sustainable Development Goals (SDGs) yang diterapkan di Indonesia
menggunakan sistem Customer Social Responsibility (CSR) dan Sustainable
Disclosure. Telah banyak organisasi di Indonesia yang beralih ke era modern dengan
melaporkan informasi yang transparan, akuntabel, dan tata kelola yang baik,
kemudian publikasi dari sustainability report tersebut ditindak lanjuti dengan
pemberian penghargaan tahunan yang diinisiasi oleh National Center for
Sustainability Reporting (NCSR) (Aldi dan Djakman, 2020). Tertuang dalam
Sustainable Development Goals Indonesia (2017), menyebutkan pembangunan
berkelanjutan memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Mengatasi kemiskinan dalam bentuk apapun dan dimanapun.
2. Mengatasi kelaparan dengan meningkatkan ketahanan pangan dengan
memberikan nutrisi yang lebih baik serta mendukung pertanian berkelanjutan.
3. Memastikan kehidupan yang sehat dan memberikan kesejahteraan bagi
semua orang.
4. Memastikan pendidikan dengan kualitas yang setara, serta mendukung
kesempatan belajar seumur hidup untuk semua kalangan.
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan.
6. Memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih dan sanitasi.

6
7. Menggunakan energi yang efisien, dapat diandalkan, berkelanjutan, serta
modern.
8. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
9. Membangun infrastruktur yang kokoh serta mendukung perkembangan inovasi
industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan.
10. Mengurangi ketimpangan di dalam maupun antar negara.
11. Membangun kota dan pemukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan
berkelanjutan.
12. Memastikan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan.
13. Mengambil aksi untuk menanggulangi perubahan iklim beserta dampaknya.
14. Mengkonservasi dan memanfaatkan sumber daya laut, samudra, dan maritim
secara berkelanjutan untuk pembangunan.
15. Melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan
terhadap ekosistem daratan serta menjaga keanekaragaman hayati.
16. Mendukung masyarakat yang damai.
17. Menguatkan implementasi dan merevitalisasi kemitraan global.

Gambar 1. Tujuh Belas Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


Sumber: Sustainable Development Goals Indonesia, 2017

7
2.2.2. Sustainable Development Goals dalam Bidang Arsitektur
Sustainable Development Goals (SDGs) yang diterapkan di Indonesia
merupakan gabungan dari beberapa bidang keahlian atau profesi. Khususnya, dalam
bidang arsitektur juga turut andil dalam mewujudkan tujuan pembangunan
berkelanjutan. Telah disebutkan 17 tujuan yang hendak dicapai pembangunan
berkelanjutan, namun terjadi pengerucutan untuk bidang arsitektur. Berikut beberapa
tujuan pembangunan berkelanjutan yang hendak dicapai dalam bidang arsitektur.

Gambar 2. Tujuh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam Bidang Arsitektur


Sumber: Sustainable Development Goals Indonesia, 2017

2.3. Hubungan antara Arsitektur dengan Lingkungan


Arsitektur merupakan ruang dimana dipergunakan sebagai tempat hidup manusia,
yang didalamnya memiliki kompleksitas dan keterikatan dengan pola kehidupan sosial,
budaya, serta perilaku manusia. Hubungan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan
lingkungannya, karena asal mula terwujudnya suatu arsitektur didapat dari respon
lingkungannya, berakibat munculnya perwujudan tampilan bentuk, orientasi, struktur,
konstruksi, bahkan material (Wijaya, 2016).
Frick (1996) mengajukan konsep kehidupan manusia memiliki dua sisi, yaitu alam
dan teknik. Perlu adanya korelasi yang seimbang supaya tidak terjadi dominasi yang
mengakibatkan hubungan menjadi kritis dan tidak sejalan dengan prinsip. Korelasi teknik
dan alam dapat dilihat pada arsitektur ekologik yang lingkupnya sangat luas dan kompleks
karena memperhatikan aspek pembangunan alternatif, bionik, iklim, lingkungan sekitar,
serta sifat fisis pada bangunan.

8
Gambar 3. Korelasi Arsitektur Ekologik
Sumber: Frick, 1996

Laurens (2004) berpendapat belakangan ini sudah banyak para ahli ilmu yang terjun
mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya, baik alami maupun buatan. Bahkan
arsitek dan perancangan lingkungan ikut turut andil dalam mempelajari hubungan perilaku
manusia dengan bangunan. Dalam ekosistem, manusia mempunyai peran yang relatif
sangat kecil karena dalam suatu ekosistem di luar campur tangan manusia sudah banyak
sekali mengalami perubahan. Namun, peran manusia yang sangat kecil dapat merusak
lingkungan dalam jangka waktu yang panjang jika tidak terlalu peduli terhadap lingkungan.
Dalam dunia perancangan, teori arsitektur mengutamakan logika untuk mendesain suatu
bangunan yang berkaitan dengan lingkungan. Berkaitan erat dengan lingkungan,
pendekatan desain arsitektur sangat membutuhkan studi pengamatan untuk menghasilkan
proses desain yang kreatif, serta dapat memprediksi suatu desain yang tetap bisa
digunakan apabila ada sesuatu hal yang akan terjadi nantinya, tentunya dapat bertahan
dalam jangka waktu yang lama. Teori positif merupakan teori yang sangat cocok digunakan
untuk mendesain arsitektur ekologik.

Gambar 4. Model Konseptual Teori Positif bagi Perancang


Sumber: Lang, 1987

9
2.4. Teori Analisis Desain Gedung Parkir
Suatu kendaraan tanpa pengemudi di dalamnya, tidak bergerak, dan hanya bersifat
sementara disebut juga dengan parkir. Sudah dijelaskan dalam hukum, adanya larangan
untuk parkir di tengah jalan raya, namun diperbolehkan untuk memparkirkan kendaraan di
sisi atau bahu jalan. Dalam suatu kawasan perkotaan yang padat dan rawan kemacetan,
tentunya harus menyediakan lahan parkir khusus di luar badan jalan, contohnya yaitu dapat
berupa taman parkir atau gedung parkir. Namun seiring dengan perkembangan era
globalisasi, pengguna kendaraan pribadi terutama mobil terjadi peningkatan pesat, sehingga
mengharuskan kebutuhan ruang parkir yang lebih banyak. Kebutuhan lahan parkir yang luas
juga berpengaruh terhadap luas lahan yang dibutuhkan, untuk menghemat penggunaan
lahan, dibuatlah gedung parkir (Muharani, 2018).
Kebutuhan ruang parkir disesuaikan berdasarkan kategori kendaraan, baik
kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Penyediaan ruang parkir dapat mengurangi
kepadatan jalan dan mengurangi angka kecelakaan. Fasilitas parkir tidak dapat dipisahkan
dari bangunan komersial karena parkir merupakan bagian penunjang dari kegiatan pokok.
Peruntukkan fasilitas parkir dibedakan menjadi dua jenis, yaitu parkir tetap dan sementara.
Parkir tetap dapat ditemukan di area perdagangan, perkantoran, pasar, sekolah, tempat
wisata, penginapan, dan rumah sakit. Sedangkan parkir yang sifatnya sementara, dapat
dilihat di area pertunjukan, tempat olahraga, dan tempat ibadah. Kapasitas ruang parkir
dapat diakumulasikan pada waktu atau periode tertentu dan dibagi menurut kategori jenis
kendaraan. Dapat juga diperhitungkan melalui pengamatan lapangan preseden, dengan
memperhatikan jumlah kendaraan parkir pada periode tertentu, rentang durasi parkir, serta
kebutuhan volume parkir.

2.5. Landasan Teoritik


Berdasarkan kajian teori yang sudah dilakukan pada sub bab sebelumnya, maka
dalam sub bab ini akan disusun landasan konstruksi teoritik yang akan digunakan sebagai
instrumen/alat meneliti.
Dalam memahami sustainable development pada dasarnya terjadi hubungan timbal
balik antara arsitektur dengan lingkungannya yang disebut sebagai proses dua arah yang
konstruktif, didukung baik oleh teori green building and sustainability yang digunakan untuk
menciptakan suatu rancangan bangunan yang mordern dan menggunakan teknologi tingkat
tinggi namun tetap ramah lingkungan. Dalam hubungan timbal balik tersebut, bangunan
berkelanjutan tampil dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1). Memanfaatkan sumber daya alami,
2). Penggunaan material bangunan yang non-toxic,
3). Desain bangunan bersifat efisien,

10
4). Terdapat area terbuka hijau dan area resapan,
5). Penggunaan teknologi tinggi yang ramah lingkungan,
Ciri-ciri bangunan berkelanjutan yang sudah disebutkan di atas, dapat digunakan
untuk berbagai macam fungsi bangunan, khususnya pada gedung parkir yang menghasilkan
emisi gas relatif banyak. Dikarenakan gas karbon yang dihasilkan kendaraan dan sirkulasi
udara yang kurang, berpotensi menyumbang emisi karbon dan meningkatkan global
warming. Pada Gedung Parkir Kampus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat yang berlokasi di Ibu Kota Jakarta, digunakan sebagai bahan penelitian apakah
gedung parkir tersebut sudah memenuhi kriteria bangunan berkelanjutan yang menerapkan
konsep green building atau belum.
Tingkat pemahaman mengenai Sustainable Development Goals (SDGs) terhadap
konsep green and sustainable building pada bangunan Gedung Parkir Kampus
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan memberikan implikasi terhadap
penilaian keberhasilan rancangan gedung parkir ini, apakah sudah sesuai dengan yang
diharapkan atau belum.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruq, Faishal, 2018, Rancang Bangun Prototype Intelligent Parking System Berbasis
Mikrokontroler ATMEGA 128, Transient. Vol. 7, No.2, Juni 2018: 608. ISSN: 2302-9927
Aldi, B., Djakman, C.D., 2020, Persepsi Manajemen dan Stakeholders pada Pencapaian
Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Sustainability Reporting, Jurnal Riset
Akuntansi dan Keuangan, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas
Pendidikan Indonesia. Vol. 8, No.2, Agustus 2020: 405-430. ISSN: 2541-061X
Frick, H., 1996, Arsitektur dan Lingkungan. Penerbit Kanisius. ISBN: 979-413-737-5
GBCI, 2010, Panduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP 1.0.
Jakarta: Green Building Council Indonesia.
Hidayat, Mohd. Syarif, 2017, Perencanaan Lingkungan dan Bangunan Berkelanjutan di
Indonesia: Tinjauan dari Aspek Peraturan Perundang-undangan, Tataloka. Vol. 19, No.1,
Februari 2017: 15-28. ISSN: 2356-0266
Kamionka, Lucjan W., 2019, Forms of Architectural Detail in Sustainable Design, IOP
Conference Series : Material Science and Engineering. Hal. 471.
Lang, J., 1987, Creating Architectural Theory, The Role of The Behavioral Sciences in
Environmental Design, Van Nostrand Reinhold Company Inc. ISBN:123-456-7890-12-3
Laurens, J.M., 2004, Arsitektur dan Perilaku Manusia. Penerbit PT. Grasindo. ISBN: 978-
979-7323-97-4
Muharani, Bella Zulita, 2018, Gedung Parkir di Kawasan Gajah Mada, Jurnal Online
Mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura. Vol. 6, No.1, Maret 2018: 331-343.
Pranata, Ardianto, 2015, Perancangan Prototipe Sistem Parkir Cerdas Berbasis
Mikrokontroler ATMEGA 8535, Jurnal SAINTIKOM. Vol. 14, No.2.
Radityo, R., 2011, Perancangan Sistem Pemesanan Parkir di Sun Plaza Medan. Medan:
Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan.

11
Risfandini, A., Sunardi, 2017, The Application of Sustainable Development Concept for
Tourism Development in Indonesia, International Conference “Sustainable Development
Goals 2030 Challenges and Its Solutions”. 11-12 Agustus 2017. ISBN: 978-979-3220-
41-3
Rizaldy, Fathan, 2019, Analisis Peningkatan Peringkat Sertifikasi Green Building terhadap
Efisiensi dan Konservasi Energi Gedung Alamanda Tower, Prosiding Seminar
Intelektual Muda #1: Inovasi atau Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni dalam
Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Terbangun, Universitas Trisakti. 11 April
2019: 9-13. ISBN: 978-623-91368-0-2
Setyowati, A.E., Alfata, M.N., Wibowo, A., 2014, Sistem Rating Bangunan Hijau Indonesia,
Jurnal Permukiman. Vol. 9, No.2, 2 Agustus 2014: 115-121.
Sulistiawan, A.P., Al-Ghifari, M.A.A., Fadlilah, F.N., Pakuan, G.M., Zulfahmi, M.H., 2019,
Identifikasi Material Berkelanjutan pada Ruang Luar dan Ruang Dalam Bangunan
Kantor, Jurnal Arsitektur Zonasi. Vol. 2, No.3, Oktober 2019. ISSN: 2620-9934
Syaifuddin, 2010, Analisa Kebutuhan Parkir Kendaraan pada Rumah Sakit Cut Meutia.
Lhokseumawe: Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Utina, Ramli dan Baderan, Dewi Wahyuni K., 2009, Ekologi dan Lingkungan Hidup, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. ISBN: 978-979-1340-13-7
Widiati, Iis Roin, 2019, Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang
Berkelanjutan, Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil, Bandung.
ISSN: 2477-00-86
Wijaya, I.K.M., 2016, Hubungan Arsitektur dan Lingkungan pada Perwujudan Rumah
Tinggal Tradisional di Desa Pengotan, Bangli, Prosiding Seminar Nasional Teknik 2016:
Tantangan Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Berwawasan
Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Hindu Indonesia. ISBN: 978-602-6012-20-3

WEBSITE

https://www.pu.go.id., Terapkan Green Building, Kementerian PUPR Turut Kontribusi Pada


Pengurangan Gas Rumah Kaca, diakses tanggal 10 Oktober 2020.
https://www.sdg2030indonesia.org., Sustainable Development Goals, diakses tanggal 11
Oktober 2020.
https://blog.spacestock.com., Mengenal Ciri-ciri Bangunan Berkonsep Green Building,
diakses tanggal 11 Oktober 2020.

12

Anda mungkin juga menyukai