Anda di halaman 1dari 7

THE CHARACTERISTICS OF ASSESSMENT

I. Prinsip Penilaian Bahasa


a. Practicality
Tes yang efektif adalah yang praktis. Hal ini berarti bahwa:
- Tidak terlalu mahal
- Tetap dalam batasan waktu yang tepat/sesuai
- Relatif mudah untuk dijalankan
- Memiliki prosedur scoring/evaluasi yang spesifik dan hemat waktu

b. Reliability (Konsisten)
Sebuah tes yang reliability adalah yang konsisten dan dapat diandalkan. Jika
pengajar memberikan tes yang sama kepada peserta didik yang sama atau siswa yang
sama pada dua kesempatan yang berbeda, tes harus menghasilkan hasil yang sama.
Masalah keandalan tes mungkin sebaiknya ditangani dengan mempertimbangkan
sejumlah faktor yang dapat berkontribusi pada ketidakreliabilitasan tes tersebut.
Pertimbangkan kemungkinan, seperti fluktuasi siswa, dalam penilaian, dalam tes
administrasi, dan dalam tes itu sendiri. (diadaptasi dari Mousavi, 2002, hal 804).
Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan,
keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang
terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya.
Kata reabilitas sering diterjemahkan dengan keajegan (stability) atau kemantapan
(consistency). Apabila dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur mengenai
keberhasilan belajar peserta didik, maka sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable
apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan hasil tes tersebut
secara berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang
tetap sama atau bersifat stabil.
Menurut Sugiyono (2005) pengertian reliabilitas adalah serangkaian pengukuran
atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan
dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan
(konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan
skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda.

Menurut Sukadji (2000) reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes
mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk
angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi.
Menurut Nursalam (2003) reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam
waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang
peranan penting dalam waktu yang bersamaan.
Lebih lanjut, Sukardi (2008:43) berpendapat reliabilitas adalah karakter lain dari
evaluasi. Reliabilitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu
instrument evaluasi dikatakan memiliki nilai reliabilitas tinggi apabila tes yang dibuat
memiliki hasil konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.

c. Validity (Validitas)
Karakter pertama dan memiliki peranan sangat penting dalam instrument evaluasi
adalah valid. Suatu instrument dikatakan valid, seperti yang duterangkan oleh Gay (1983)
dan Johnson & Johnson (2002), apabila instrument yang digunakan dapat mengukur apa
yang seharusnya diukur (Sukardi, 2008).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Scarvia B. Anderson (dalam Arikunto,
1997) bahwa “A test is valid if it measures what is purpose to measure”. Atau jika
diartikan krang lebih, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “Valid” disebut dengan istilah “Sahih”.
Hal ini lebih lanjut juga tertuang dalam buku Brown yang berjudul Language
Assessment: Principles and Classroom Practices (2004) yaitu pernyataan bahwa kriteria
yang paling penting adalah validitas, "sejauh mana kesimpulan yang dibuat dari hasil
penilaian yang tepat, bermakna, dan berguna dalam hal tujuan dari penilaian" (Gronlund,
1998, hal. 226 dalam Brown: 2004).
Validitas memiliki arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Tes
yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai
tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).
Menurut Sudijono (2013), kata valid diartikan tepat, benar, shahih, absah.
Sedangkan, validitas adalah ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Apabila
kata valid itu dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur, maka sebuah tes
dikatakan valid apabila tes tersebut dengan secara benar dan secara abash dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur.

d. Authenticity
Bachman and Palmer (1996, p.23) define authenticity as “the degree of correspondence
of the characteristics of a given language test task to features of a target language task,”
and the suggest an agenda for identifying those target language tasks and for
transforming them into valid test items. Artinya "tingkat korespondensi karakteristik
tugas tes bahasa diberikan kepada fitur dari tugas bahasa target," dan menyarankan
agenda untuk mengidentifikasi tugas-tugas bahasa target dan untuk mengubah mereka ke
dalam item tes yang valid.

e. Washback
Sebuah aspek validitas konsekuensial, dibahas di atas, adalah "efek pengujian pada
pengajaran dan pembelajaran" (Hughes, 2003, hal.1), atau yang dikenal di kalangan ahli
pengujian-bahasa sebagai washback. Dalam penilaian skala besar, washback umumnya
mengacu pada efek tes terhadap instruksi dalam hal bagaimana siswa mempersiapkan diri
untuk ujian. Sudut pandang lain dari washback dicapai dengan pertimbangan cepat
perbedaan antara tes formatif dan sumatif.

II. Prinsip-prinsip Asesmen Berbasis Kelas

Prinsip adalah sesuatu yang harus dijadikan pedoman. Prinsip asesmen berbasis kelas adalah
patokan yang harus dipedomani ketika Anda sebagai guru melakukan asesmen hasil dan proses
belajar. Terdapat ada enam prinsip dasar asesmen hasil belajar yang harus dipedomani
(Depdiknas, 2004 dan 2006) yaitu:

a. Prinsip Validitas
Validitas dalam asesmen mempunyai pengertian bahwa dalam melakukan penilaian harus
“menilai apa yang seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan sesuai dengan
apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur
kompetensi”.
Sebagai contoh:
Kompetensi Alat Penilaian
A:Kemampuan siswa berbicara untuk X: Wawancara, observasi tes performa
menceritakan dirinya dan keluarganya
(dalam tema: Aku dan Keluargaku)

B: Kemampuan menggunakan mikroskop Y: Tes perbuatan (performa), observasi

Jika guru menilai kompetensi A dan alat penilaian yang digunakan adalah X,
penilaian ini valid. Jika yang hendak dinilai kompetensi A dengan alat penilaian X, dalam
kenyataan yang dinilai bukan kompetensi A tetapi B, penilaian ini tidak valid. Jika yang
hendak dinilai kompetensi A dengan alat penilaian X, dalam kenyataan yang dipakai
justru alat penilaian Y, penilaian ini tidak valid.

b. Prinsip Reliabilitas
Pengertian Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian
yang ajeg (reliable) memungkinkan perbandingan yang reliable, menjamin konsistensi,
dan keterpercayaan. Misal, dalam menilai unjuk kerja, penilaian akan reliabel jika hasil
yang diperoleh itu cenderung sama bila unjuk kerja itu dilakukan lagi dengan kondisi
yang relatif sama. Untuk menjamin reliabilitas petunjuk pelaksanaan unjuk kerja dan
penskorannya harus jelas. Contoh yang lain adalah dalam menguji kompetensi siswa
dalam melakukan eksperimen di laboratorium. Sepuluh siswa melakukan eksperimen dan
masingmasing menulis laporannya. Penilaian ini reliable jika guru dapat membandingkan
taraf penguasaan 10 siswa itu dengan kompetensi eksperimen yang dituntut dalam
kurikulum. Penilaian ini reliable jika 30 siswa yang sama mengulangi eksperimen yang
sama dalam kondisi yang sama dan hasilnya ternyata sama.
Kondisi yang sama misalnya:
1) tidak ada siswa yang sakit
2) penerangan/pencahayaan dalam laboratorium sama
3) suhu udara dalam lab sama
4) alat yang digunakan sama Penilaian tersebut tidak reliable jika ada kondisi yang
berubah, misalnya ada 3 siswa yang sakit tetapi dipaksa melakukan eksperimen yang
sama, dan ternyata hasilnya berbeda.

c. Terfokus pada Kompetensi


Konsekuensi perubahan kurikulum juga akan menuntut perubahan dalam sistem
penilaiannya. Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, penilaian harus
terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan
materi (pengetahuan). Untuk bisa mencapai itu penilaian harus dilakukan secara
berkesinambungan, dimana penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus
menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun
waktu tertentu.

d. Prinsip Komprehensif
Dalam proses pembelajaran, Anda sebagai pendidik pasti telah menyusun rencana
pembelajaran yang secara jelas menggambarkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang harus dikuasai siswa serta indikator yang menggambarkan keberhasilannya.
Untuk itu penilaian yang dilakukan harus menyeluruh mencakup seluruh domain yang
tertuang pada setiap kompetensi dasar dengan menggunakan beragam cara dan alat untuk
menilai beragam kompetensi atau kemampuan siswa sehingga tergambar profil
kemampuan siswa.
e. Prinsip Objektivitas
Obyektif dalam konteks penilaian di kelas adalah bahwa proses penilaian yang dilakukan
harus meminimalkan pengaruh-pengaruh atau pertimbangan subyektif dari penilai.
Dalam implementasinya penilaian harus dilaksanakan secara obyektif. Dalam hal tersebut,
penilaian harus adil, terencana, berkesinambungan, menggunakan bahasa yang dapat
dipahami siswa, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau
pemberian angka (skor).

f. Prinsip Mendidik
Prinsip ini sangat perlu Anda pahami bahwa penilaian dilakukan bukan untuk
mendiskriminasi siswa (lulus atau tidak lulus) atau menghukum siswa, tetapi untuk
mendiferensiasi siswa (sejauh mana seorang siswa membuat kemajuan atau posisi
masing-masing siswa dalam rentang cakupan pencapaian suatu kompetensi). Berbagai
aktivitas penilaian harus memberikan gambaran kemampuan siswa, bukan gambaran
ketidakmampuannya. Jadi, penilaian yang mendidik artinya proses penilaian hasil belajar
harus mampu memberikan sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil belajar
peserta didik, dimana hasil penilaian harus dapat memberikan umpan balik dan motivasi
kepada peserta didik untuk lebih giat belajar. Pada akhirnya Proses dan hasil penilaian
dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru,
meningkatkan kualitas belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang
secara optimal.

Dalam asesmen berbasis kelas untuk pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi serta
implementasi dari standar penilaian dari BSNP perlu ditambahkan pedoman penilaian pada
setiap kelompok mata pelajaran yang secara rinci dirumuskan sebagai berikut (Depdiknas, 2006):
a. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
• Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan
kepribadian peserta didik.
• Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif siswa.
b. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur
melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi
yang dinilai.
c. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan
terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi
psikomotorik peserta didik.
d. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dilakukan
melalui:
• Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan
psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
• Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

PUSTAKA ACUAN

Arikunto, S. (1997). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara


Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas (Ed. 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brown, Douglas H. 2004. Language Assessment: Principles and Classroom Practices. New
York: Longman
Nursalam. 2003. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: Salemba Medika
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Sukadji, Soetarlinah. 2000. Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah (Direvisi dan
Dilengkapi). Depok: Universitas Indonesia
Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

http://storage.kopertis6.or.id/kelembagaan/Applied%20Approach/MATERI/Drs.%20Suwarno,%
20M.Si/1-Konsep-Dasar-Asesmen-Pembelajaran.pdf

Anda mungkin juga menyukai