Oleh :
Kelompok 3
Dosen pembimbing :
Nindy Oktaviani
Rahayu Agustina
Selly Oktaviani
Shindy Dewinda
Vani Oktavia
D III KEPERAWATAN
2018/1019
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kasih sayang Nya dan meluangkan waktu kepada kami untuk menyelesaikan
makalah Studi KMB II yang berjudul “Study Casetrauma Medulla Spinalis Dan
Shock Spinal.”
Makalah tentang Study Casetrauma Medulla Spinalis Dan Shock Spinal ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB II. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi lebih jauh tentang Study
Casetrauma Medulla Spinalis Dan Shock Spinal.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kesalahan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
3
PENDAHULUAN
Kejadian trauma medulla spinalis lebih dominan terjadi pada pria usia muda
sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera. Pada usia sekitar 45 tahunlebih fraktur
banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan,
dan kecelakaan bermotor. Tetapiwanita juga sangat memungkinkan terkena
penyakit ini karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause) (Reevs, Charlene J.,1999). Sedangkan syok spinal terjadi
sekunder akibat kerusakan pada medula spinalis (Kowalak, 2011).Syok pada
medula spinalis adalah keadaan disorganisasi fungsi medula spinalis yang
fisiologis dan berlangsung untuk sementara waktu, keadaan ini timbul segera
setelah cedera dan berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa minggu. Syok
spinal juga diketahui sebagai syok neurogenik adalah akibat dari kehilangan tonus
vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol umum. Syok ini
4
menimbulkan hipotensi, dengan penumpukan darah pada pembuluh penyimpan
atau penampung dan kapiler organ splanknik(Tambayong, 2000).
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
5
Memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawatan trauma medulla spinal
dan shock spinal dengan menggunakan konsep dan study case.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, terletak didalam
canalis vertebralis dan merupakan lanjutan dari medulla oblongata danujung
caudalnya membentuk conus medullaris. Panjangnya pada pria sekitar 45cm
dan wanita 42-43 cm dengan garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen intervetebra
(lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan
foramen intervertebra, kecuali saraf servical pertama yang keluar di antara tulang
oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf
servikal (dan hanya tujuh vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang
saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf koksigis (Akhyar,
2009). Segmen upper cervical & thoracal berbentuk silindris dan segmen lower
cervical dan lumbal berbentuk oval. Berawal dari dasar otak(atlas/V.C1), berakhir
setinggi L1-L2 (conus medullaris), ke bawah melanjutkandiri sebagai fillum
terminale. Di bawah Conus medullaris terbentuk anyaman akarsaraf (saraf tepi)
menyerupai ekor kuda (cauda equina).Saraf Spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligamen juga oleh meningen spinal dan CSF (Muttaqin, 2008).
7
Pada potongan melintang medulla spinalis terdapat substansia grisea atau gray
matter (abu-abu) dan substansi alba atau white matter (putih). Bagian central
membentuk huruf H (Gray Matter) dan dikelilingi oleh white matter.
2 bagian medulla spinalis dipisahkan oleh septum medianus (dorsal/posterior) dan
fissura medianus (ventral/anterior). Sulcus dorsolateral (posterior) adalah pintu
masuk akar saraf posterior (sensorik) dan sulcus ventrolateral (anterolateral)
adalah pintu keluar akar saraf ventral (motorik). 3 area white matter: funikulus
posterior, funikulus lateralis, funikulus anterio.
a. Substansia grisea (gray matter)
1) Cornu Anterior (anterior horn cell/ AHC) berisi akar saraf motorik.
2) Cornu Intermediolateral terbatas pada regio thoracal dan upper lumbal.
3) Cornu Posterior (posterior horn cell/ PHC) berisi akar saraf sensorik
4) Canalis Centralis terletak di tengah substansia abu-abu,membagi
medulla spinalis menjadi 2 daerah commisura grisea anterior &
posterior
b. Substansia alba (white matter)
1) Berisi serabut-serabut sensorik, motorik dan otonom
2) Terdiri dari tiga area funikulus, yaitu
a) Anterior (berisi fasikulus descending/motorik)
b) Lateral (berisi fasikulus decsending & ascending)
c) Posterior (berisi fasikulus ascending/sensorik)
3) Tiap funikulus terdiri dari satu atau lebih traktus ataufunikulus
Medulla spinalis melewati dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang
bersifat perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara
umum berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat
mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1)
informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan
raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot
dan sendi (Akhyar, 2009)
Menurut Mahadewa & Maliawan (2009) medula spinalis diperdarahi oleh
2 susunan arteria yang mempunyai hubungan istimewa. Arteri - arteri spinal
terdiri dari arteri spinalis anterior dan posterior serta arteri radikularis.
a. Arteri spinalis anterior dibentuk oleh cabang kanan dan dari segmen
intrakranial kedua arteri vertebralis.
8
b. Arteri spinalis posterior kanan dan kiri juga berasal dari kedua arteri
vertebralis.
c. Arteria radikularis dibedakan menjadi arteria radikularis posterior dan
anterior.
9
yang terangkat
Abduksi lengan ke garis M. deltoideus Saraf aksilaris
horizontal C5-C6
10
Oposisi metakarpal I M. oponens polisis brevis C6-C7
Fleksi falangs proksimal Mm. lumbrikalis Saraf medianus
dan ekstensi sendi lain Jari II dan III tangan C8-T1
11
Ekstensi siku M. biseps brakhii dan M. Saraf radialis
ankoneus C6-C8
Ekstensi falangs
proksimal jari II
Elevasi iga; ekspirasi; Mm. toracis dan abdominalis N. toracis
kompresi abdomen; T1-L1
12
anterofleksi dan
laterofleksi tubuh.
III.Pleksus lumbalis T12-L4
Fleksi dan endorotasi M. iliopsoas Saraf femoralis
pinggul L1-L3
M. sartorius L2-L3
Fleksi dan endorotasi
tungkai bawah
M. quadriseps femoris L2-L4
Ekstensi tungkai bawah
pada tungkai lutut
Aduksi paha M. pektineus Saraf obturatorius
M. aduktor longus L2-L3
M. aduktor brevis L2-L3
M. aduktor magnus L2-L4
M. grasilis L3-L4
L2-L4
Aduksi dan eksorotasi M. obturator eksternus L3-L4
paha
IV. Pleksus sakralis L5-S1
Abduksi dan endorotasi M. gluteus medius dan Saraf glutealis
paha minimus superior
L4-S1
M. tensor fasia lata
Fleksi tungkai atas pada L4-L5
pinggul; abduksi dan
endorotasi
M. piriformis
Eksorotasi paha dan L5-S1
abduksi
13
Ekstensi paha pada M. gluteus maksimus Saraf glutealis
pinggul, M. obturator internus inferior
Eksorotasi paha Mm. gemeli L4-S2
M. quadratus L5-S1
L4-S1
Fleksi tungkai bawah M. biseps femoris Saraf skiatikus
M. semitendinosus L4-S2
M. semimembranosus L4-S1
L4-S1
Dorsifleksi dan supinasi M. tibialis anterior Saraf peronealis
kaki profunda
M. ekstensor digitorum L4-L5
Ekstensi kaki dan jari-jari longus L4-S1
kaki
M. ekstensor digitorum L4-S1
Ekstensi jari kaki II-V brevis
L4-S1
Ekstensi ibu jari kaki M. ekstensor halusis
longus L4-S1
Ekstensi ibu jari kaki
M. ekstensor halusis brevis
Pengangkatan dan pronasi Mm. Peronei Saraf peronealis
bagian luar kaki superfisialis
L5-S1
Fleksi plantar dan kaki M. gastroknemius Saraf tibialis
dalam supinasi, M. triseps surae L5-S2
Supinasi dan fleksi plantar M. soleus
dari kaki M. tibialis posterior
L4-L5
Fleksi falangs distal jari M. fleksor digitorum L5-S2
kaki II-V (plantar fleksi longus
kaki dalam supinasi)
14
Fleksi falangs distal ibu L5-S2
jari kaki M. fleksor halusis longus
15
tulang belakang biasanya memiliki defisit neurologis permanen dan sering
mengalami kecacatan (Lawrence, 2014).
Trauma medula spinalis bisa meliputi fraktur, kontusio, dan kompresi
kolumna vertebra yang biasa terjadi karena trauma pada kepala atau leher.
Kerusakan dapat mengenai seluruh medula spinalis atau terbatas pada salah
satu belahan dan bisa terjadi pada setiap level (Kowalak, 2011).
1. Cedera tulang
a. Stabil, bila kemapuan fragmen tulang tidak mempengaruhi kemapuan
tulang untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera.
Komponen arkus neural intak serta ligamen yang menghubungkan ruas
tulang belakang, terutama ligamen longitudinal posterior tidak robek.
b. Tidak Stabil, kondisi trauma menyebabkan adanya pergeseran tulang
yang terlalu jauh sehingga cukup mapu untuk merobek ligamen
longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural.
2. Cedera neurologis
a. Tanpa defisit neurologis
b. Disertai defisit neurologis
16
1. FRANKEL SCORE A: kehilangan fungsi motorik dan sensorik lengkap
(complete loss).
2. FRANKEL SCORE B: fungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh.
3. FRANKEL SCORE C: fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak
berguna (dapat menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan).
4. FRANKEL SCORE D: fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi
tidak dengan nomal "gait").
5. FRANKEL SCORE E: tidak terdapat gangguan neurologik.
Cedera umum medula spinalis dapat dibagi menjadi komplit dan Inkomplit
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan dibawah lesi. Terdapat 5
sindrom utama cedera medula spinalis inkomplit menurut American Spinal
Cord Injury Association yaitu:
Nama Pola dari Lesi saraf Kerusakan
Sindroma
Central Cord Cedera pada posisi central dan Menyebar ke daerah sacral.
syndrome sebagian daerah lateral.
Kelemahan otot ekstremitas
Sering terjadi pada trauma atas lebih berat dari
daerah servikal ekstermitas bawah.
Anterior Cord Cedera pada sisi anterior dan Kehilangan perioperatif dan
Syndrome posterior dari medula spinalis. kehilangan fungsi motorik
secara ipsilateral
Cedera akan menghasilkan
gangguan medula spinalis
unilateral
Brown Sequard Kerusakan pada anterior dari Kehilangan fungsi motorik dan
Syndrome daerah putih dan abu-abu sensorik secara komplit.
medula spinalis.
17
Posterior Cord Kerusakan pada saraf lumbal Kerusakan sensori dan lumpuh
Syndrome atau sacral sampai ujung flaccid pada ekstremitas bawah
medulla spinalis dan kontrol berkemih dan
defekasi
18
2. Incomplete injury
Apabila masih terdapat fungsi sensorik dan motorik yang masih dalam
keadaan baik dibawah tingkat neurologis, termasuk pada segmen sacral
S4-S5 (Kirshblum dkk, 2011).
a. Complete transaction
Kondisi ini menyebabkan semua traktus di medulla spinalis terputus
menyebabkan semua fungsi yang melibatkan medulla spinalis di
bawah level terjadinya transection semua terganggu dan terjadi
kerusakan permanen.
Secara klinis menyebabkan kehilangan kemampuan motorik berupa
tetraplegia pada transeksi cervical dan paraplegia jika terjadi pada
level thorakal. Terjadi flaksid otot, hilangnya refleks dan fungsi
sensoris dibawah level trabsseksi. Kandung kemih dan susu atoni
sehingga menyebabkan ileus paralitik. Kehilangan tonus vasomotor
area tubuh dibawah lesi menyebabkan tekanan darah rendah dan tidak
stabil. Kehilangan kemampuan perspirasi menyebabkan kulit kering
dan pucat, juga terjadi gangguan pernapasan.
19
Gambar Complete Transection
20
b. Incomplete transaction : Central cord syndrome
Sindrom ini ditandai dengan hilangnya kekuatan motorik lebih banyak pada
ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas bawah, dengan kehilangan
sensorik yang bervariasi. Biasanya sindrom ini terjadi setelah adanya trauma
hiperekstensi pada pasien yang telah mengalami kanalis stenosis servikal
sebelumnya. Dari anamnesis didapatkanadanya riwayat jatuh kedepan dengan
dampak pada daerah wajah. Dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang
servikal atau dislokasi.
21
atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologic
permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling sering
adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis
C6 dengan lesi LMN.
22
d. Brown Sequard Syndrome
Sindrome ini terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis, biasanya akibat luka tembus.
Namun variasi gambaran klasik tidak jarang terjadi. Pada kasus murni, sindrom ini
terdiri dari kehilangan sistem motorik ipsilateral (traktus kortikospinalis) dan hilangnya
sensasi posisi (kolumna posterior), disertai dengan hilangnya sensasi suhu serta nyeri
kontralateral mulai satu atau dua level di bawah level trauma (traktus spinothalamikus).
Walaupun sindrom ini disebabkan trauma tembus langsung ke medulla spinalis,
biasanya masih mungkin untuk terjadi perbaikan.
Kondisi ini terjadi parese ipsilateral di bawah level lesi disertai kehilangan fungsi
sensoris sentuhan, tekanan, getaran dan posisi. Terjadi gangguan kehilangan sensoris
nyeri dan suhu kontralatetal.
23
2.2.3 Etiologi Trauma Medulla Spinalis
Trauma Medula Spinalis bisa disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya
adalah akibat trauma langsung yang mengenai tulang belakang dan melampaui
batas kemampuan tulang belakang dala melindungi saraf-saraf yang ada di
dalamnya. Trauma tersebut meliputi kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri,
jatuh dari bangunan, pohon, luka tusuk, luka tembak dan terbentur benda keras
(Muttaqin, 2008).
Trauma Medula Spinalis dibedakan menjadi 2 macam:
1. Cedera medula spinalis traumatik
Terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula
spinalis. Cedera medula spinalis traumatic ditandai sebagai lesi traumatik
pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau
paralisis.
2. Cedera medula spinalis non traumatik
Terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor
mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi
pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal.
Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit
motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori,
penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan
gangguan kongenital dan perkembangan.
24
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit yang
mengakibatkan cedera progresif terhadap medula spinalis dan akar; mielitis
akibat inflamasi infeksi maupun non-infeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh
fraktur kompresi pada vertebra; siringmielia; tumor infiltrasi maupun kompresi;
dan penyakit vaskuler.
25
5. Minum Obat saat Berkendara
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera tulang
belakang untuk orang dewasa, sementara jatuh adalah penyebab paling tinggi
cedera pada orang dewasa yang sudah tua. Dengan meminum obat obatan
dengan efek samping mengantuk, maka kesadaran seseorang akan menurun
dan akan mengganggu konsentrasi dalam berkendara.
6. Penyakit Osteomyelitis dan Spondilitis TB
Pada penyakit osteomielitis dan spondilitis TB bisa terjadi komplikasi fraktur
patologis. Hal ini terjadi pada keadaan osteomielitis vertebra yang akan
menyebabkan kolaps vertebra dan kompresi medula spinalis. Keadaan ini
dapat menyebabkan terjadinya cedera pada tulang belakang.
26
setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka
beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid
dan obat-obat anti-inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan
sebagian dari perkembangannya,masuk kedalam kerusakan total dan menetap.
27
tangan, dada,
abdomen dan
ekstrimitas
bawah.
28
di bawah area dada tengah gangguan otot
dada, termasuk intercostal
otot di batang
tubuh
T6- Paraplegia: Hilangnya Fungsi pernapasan Kontrol
T12 kehilangan setiap sensasi tidak terganggu defekasi atau
kontrol di bawah berkemih tidak
motorik di pinggang berfungsi
bawah
pinggang
L1-L3 Paraplegia: L2-L4 Hilangnya Fungsi pernapasan Kontrol
hilangnya (sentakan sensasi tidak terganggu defekasi atau
sebagian besar lutut) abdomen baah berkemih tidak
kontrol tungkai dan tungkai ada
dan pelvis
L3-S5 Paraplegia: S1-S2 Saraf sensori Fungsi pernapasan Kontrol
inkomplet (sentakan lumbal tidak terganggu defekasi atau
Kontrol pergelanga menginervasi berkemih
motorik n kaki) tungkai atas mungkin
segmental dan bawah terganggu
L4-S1: abduksi L5: aspek Segmen S2-S4
dan rotasi medial kaki mengendalikan
internal S1: aspek kontinensia
pinggul, lateral kaki urin
dorsifleksi S2: aspek Segmen S3-S5
pergelangan posterior mengendalikan
kaki dan betis/paha kontinensia
inversi kaki Saraf sensori feses (otot
L5-S1: eversi sakral perianal)
kaki menginervasi
L4-S2: fleksi tungkai bawah,
29
lutut kaki dan
S1-S2: fleksi perineum
plantar S1-S2:
(sentakan
pergelangan
kaki)
S2-S5: kontrol
usus/kandung
kemih
Sumber: Patricia G. Morton. Keperawatan Kritis Vol. 2 Hal 1089-1093
Lokasi Fungsi Motorik dan Sensorik
Funsi Motorik Funsi Sensorik
Lokasi Fungsi Lokasi Area Sensasi
C1-C6 Fleksor Leher C5 Deltoid
C1-T1 Ekstensor Leher C6 Ibu jari
C3-C5 Diafragma C7 Jari tengah
C5 Fleksor Siku C8 Jari-jari
C6 Ekstensor pergelangan tangan T4 Batas putting susu
C7 Ekstensor siku T10 Umbilikus
C8 Fleksi pergelangan tangan L5 Empu kaki
T1-T6 Interkosta otot dada S1 Little toe
T7-L1 Otot abdomen S2-S5 Perineum
L1-L4 Fleksi pinggul
L2-L4 Adduksi pinggul ekstensi lutu
L4-S1 Abduksi pinggul
Dorsofleksi kaki
L5-S2 Ekstensi pinggul
Plantar Fleksi kaki
L4-S2 Fleksi Lutut
a. Perubahan reflex
Setelah cedera medulla spinalis terjadi edema medulla spinalis sehingga stimulus
reflex juga terganggu misalnya reflex pada bladder, aktivitas visceral, reflex
ejakulasi.
b. Spasme otot
30
Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal, dimana
pasien terjadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
c. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flaccid paralisis dibawah garis kerusakan,
hilangnya sensasi, hilangnya refleks-refleks spinal, hilangnya tonus vasomotor
yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat
dibawah garis kerusakan dan inkontinensia urin dan retensi feses.
d. Autonomic dysreflexia
Autonomic dysreflexia terjadi pada cidera thorakal enam ke atas, dimana pasien
mengalami gangguan refleks autonom seperti terjadinya bradikardi, hipertensi
paroksimal, distensi bladder.
e. Gangguan fungsi seksual
Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi, menurunnya
sensasi dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.
31
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
5. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot
interkostal).
6. GDA: Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
7. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
8. Urodinamik, proses pengosongan bladder.
32
5. Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur
dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
6. Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan
mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.
2.2.8 Komplikasi Medulla Spinalis
Komplikasi yang dapat terjadi pasca cedera medula spinalis antara lain yaitu
instabilitas dan deformitas tulang vertebra, fraktur patologis, syringomyelia pasca
trauma, nyeri dan gangguan fungsi seksual. Komplikasi lain yang bisa terjadi yaitu:
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Instabilitas spinal
4. Ileus paralitik
5. Infeksi saluran kemih
6. Kontraktur
7. Dekubitus
8. Konstipasi
33
Faktor –faktor resiko dominan untuk cedara medulla spinalis meliputi usia, jenis
kelamin, dan penyalahgunaan obat. Frekuensi factor resiko ini dikaitkan dengan cedera
medulla spinalis bertindak untuk menekankan pentingnya pencegahan primeruntuk
mencegah kerusakan dan bencana cedera ini, langkah – langkah berikut perlu dilakukan:
Pengkajian Keperawatan
Adapun beberapa hal penting yang perlu dikaji dalan Spinal Cord Injury dapat
meliputi, sbb:
Mekanisme trauma
34
1.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot
diafragma
Intervensi keperawatan :
6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada
perut disebabkan karena kelumpuhan diafragm
35
8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan
pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan.
Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan
pernapasan.
10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan
keadaan isufisiensi pernapasan.
Intervensi keperawatan :
Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
36
4. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional :
mengetahui adanya hipotensi ortostatik
Intervensi keperawatan :
37
6. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk
menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan istirahat.
Intervensi keperawatan :
3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional :
pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat
trauma dan stress.
Intervensi keperawatan:
38
1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional :
mengetahui fungsi ginjal
Intervensi keperawatan :
39
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma Medulla Spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis akibat trauma
langsung atau tidak langsung pada medulla spinalis sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sensorik, motorik, autonomi dan reflek. Sedangkan syok spinal
adalah kerusakan medulla spinalis sekunder yang menyebabkan kehilangan aktifitas
otonom, reflex, motoric, dan sensorik pada daerah di bawah tingkat terjadinya
medulla spinalis.
Baik trauma medulla spinal dan syok spinal keduanya membutuhkan penanganan
yang tepat. Perawat mempunyai peran penting dalam tindakan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif dalam kasus trauma medulla spinalis dan syok spinal.
3.2 Saran
Bagi petugas pelayanan kesehatan lebih memperhatikan klien dengan kasus
trauma medulla spinalis dan syok spinal untuk mencegah komplikasi dari kedua kasus
tersebut serta menurunkan angka kematian disebabkan oleh trauma medulla spinalis
ataupun syok spinal.
40
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
41
42