Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Jika kita berbicara masalah jahit menjahit di dalam ilmu bedah, apakah itu
menyangkut bedah veteriner ataupun bedah manusia, kita akan selalu berhadapan dengan
luka. Sedangkan luka itu sendiri bisa di dapat karena perolehan, sengaja ataupun tidak
sengaja, yang pada akhirnya proses luka itu akan mengalami suatukesembuhan luka baik
secara primer ataupun secara sekunder. Agar kesembuhan luka itu bisa dicapai, maka tepi
luka itu harus dipertautkan dengan benar yang disebut dengan aposisi. Proses
mempertautkan tepi luka inilah di dalam ilmu bedah diperlukan suatu jahitan. Pengaruh
baik buruknya jahitan juga sangat berpengaruh terhadap perlekatan luka. Misalnya kalau
luka itu masih baru kita tidak perlu menyimpulya terlalu kuat. Di samping itu kesembuhan
luka sangat tergantung dari macam atau tipe benangyang dipakai, macam atau pola jahitan
yang digunakan, penanganan dan perawatanbenang dan teknik menjahit.Pengetahuan
penjahitan luka sangat diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan biasanya
membuat luka sayatan dan penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang
terputus serta meningkatkan proses penyambungan dan penyembuhan jaringan dan juga
mencegah luka terbuka yang akan mengakibatkan masuknya mikroorganisme. Material
penjahitan luka yang baik dan berkualitas juga sangat menentukan proses penyambungan
dan penyembuhan jaringan (Sudisma,2016).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah
utama yang akan di bahas dalam penulisan makalah ini berupa pertanyaan sebagai
berikut.
1.2.1 Bagaimana klasifikasi benang berdasarkan material penyusun serta kegunaannya?
1.2.2 Apa sajakah kelebihan dan kekurangan benang yang dapat diserap (absorbable
sutures) dan benang yang tidak dapat diserap (non absorbable sutures)?
1.2.3 Apa sajakah tipe jarum Operasi dan bagaimana fungsinya?
1.2.4 Apa sajakah macam-macam simpul operasi?
1.2.5 Bagaimana macam pola jahitan luka?

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui klasifikasi benang berdasarkan material penyusun serta
kegunaannya.
1.3.2 Untuk megetahui kelebihan dan kekurangan benang yang dapat diserap
(absorbable sutures) dan benang yang tidak dapat diserap (non absorbable
sutures).
1.3.3 Untuk mengetahui tipe jarum Operasi dan bagaimana fungsinya.
1.3.4 Untuk mengetahui macam-macam simpul operasi.
1.3.5 Untuk mengetahui macam- macam pola jahitan luka.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Macam-macam benang operasi (suture material)


2.1.1 Absorbable suture material
Absorable suture material adalah benang yang dapat diserap oleh tubuh diwaktu
yang bersamaan dengan waktu kesembuhan luka terjadi. Misalnya Cat gut (terbuat
dari usus kucing, domba), Polyglycolic acid (misalnya dexon), polyglactin (vicryl).
(Sudisma, 2016).
Didalam tubuh benang absorbable ini diabsorpsi melalui 2 mekanisme yaitu :
- Benang diabsorpsi melalui pencernaan oleh enzim jaringan misalnya vicryl dan
dexon.
- Benang diabsorpsi melalui proses rejeksi immunologis misalnya cat gut.
(Sudisma, 2016)
Benang yang diserap (absorbable) jumlah dan jenisnya bermacam-macam :
- Plain cat gut disebut juga benang type A. Fungsinya untuk menjahit jaringan
lunak seperti sub kutan, otot, uterus, dan usus. Benang ini diserap tubuh 3-7 hari.
- Milk chromic cat gut disebut juga benang type B. Fungsinya adalah untuk
menjahit usus, uterus dan vesica urinaria. Benang ini diserap tubuh lebih lama
dari type A yaitu 14 hari
- Medium chromic cat gut, disebut juga benang type c. benang ini diserap tubuh 20
hari
- Extra chromic cat gut, disebut juga benang type D. Benang ini diserap tubuh 40
hari. (Sudisma, 2016)
2.1.2 Non absorbable suture material
Benang ini merupakan benang yang tidak dapat diserap tubuh pada saat
proses kesembuhan luka terjadi. Benang jenis ini ada dua yaitu benang berkapiler
dan tidak berkapiler. Kedua benang tersebut dalam praktek biasanya digunakan
untuk menjahit kulit dan setelah luka sembuh benangnya diambil. (Sudisma, 2016).
Benang yang berkapiler misalnya benang cotton dan benang sutera. Kedua
benang ini biasanya menyerap cairan sehingga kondisi benang akan basah sehingga

3
sedikit mengganggu kesembuhan luka. Sedangkan benang tidak berkapiler (non
kapiler suture) contohnya adalah nylon, stainless steel, fiber glass, metal, horse
hair, dan polypropylene. (Sudisma, 2016).
2.2 Keuntungan dan kekurangan benang operasi
2.2.1 Keuntungan
- Benang absorbable : Keuntungan menggunakan benang cat gut dalam operasi
adalah dapat diserap tubuh, dapat digunakan untuk jahitan kontinyukarena cepat
menutup luka dan dapat digunakan untuk jahitan terputus jika bekerja pada pada
daerah terinfeksi dan merupakan bahan pilihan.
- Benang nonabsorable : pambalutannnya terjamin dan tidak akan berubah dalam
beberapa hari, reaksi jaringan yang ditimbulkan lebih ringan, simpulnya tidak
mudah lepas, dan benang dapat dipotong tepat pada simpulnya sehingga lebih
sedikit benang ditinggalkan pada jaringan. (Sudisma, 2016).

2.3 Tipe Jarum Operasi Dan Fungsinya


Jarum bedah tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran jarum, pemilihan jarum
tergantung pada jenis jaringan yang akan dijahit (misalnya, penetrasi, kepadatan,
elastisitas, dan ketebalan), topografi luka (misalnya, dalam atau sempit), dan karakteristik
jarum (yaitu, jenis mata, panjang, dan diameter) (Tobias, 2012). Kekuatan jarum,
daktilitas, dan ketajaman adalah factor penting dalam menentukan karakteristik
penanganan dan penggunaan jarum. Ketajaman jarum berhubungan dengan sudut titik
dan rasio lancip jarum. Jarum yang paling tajam memiliki titik panjang, tipis, dan
meruncing dengan ujung tajam (Tobias, 2012).
Sebagian besar jarum bedah terbuat dari kawat stainless steel karena kuat, bebas
korosi, dan tidak mengandung bakteri (Tobias, 2012). Tiga komponen dasar dari jarum
adalah ujung attachment (mis., Ujung swaged atau eyed), tubuh, dan titik. Tubuh jarum
juga terdiri dari berbagai bentuk jenis dan kedalaman jaringan serta ukuran luka
menentukan bentuk jarum yang tepat. Berikut beberapa jenis jarum bedah antara lain:
2.3.1 Jarum bundar
Jarum-jarum ini harus selalu digunakan kecuali bila resistensi terhadap
jaringan menuntut titik potong untuk penetrasi yang mudah. Mereka tidak

4
memotong jaringan dan hanya menyebabkan trauma minimum. Jarum ini
digunakan khususnya untuk selaput tipis yang mudah sobek seperti peritoneum dan
untuk dinding saluran pencernaan, kandung kemih, selaput lender dan lemak
(Tobias, 2012).
a. Jarum melengkung dimanipulasi dengan pemegang jarum. Kedalaman dan diameter
luka penting ketika memilih jarum melengkung yang paling tepat.
b. Jarum lingkaran keempat terutama digunakan dalam prosedur bedah pada mata.
c. Jarum lingkaran tiga per delapan lebih mudah dimanipulasi karena membutuhkan
lebih sedikit pronasi dan supinasi pergelangan tangan. Jarum ini canggung untuk
digunakan di lokasi yang dalam atau tidak dapat diakses.
d. Jarum setengah lingkaran atau lima per delapan, meskipun membutuhkan lebih
banyak pronasi dan supinasi pergelangan tangan, lebih mudah digunakan di lokasi
terbatas.
e. Jarum Mayo. Jarum setengah lingkaran yang sangat kuat dengan titik potong dan
mata persegi yang besar. Jarum yang paling bagus untuk menembus jaringan keras
dan terutama saat menjahit dalam-dalam dan ketika dibutuhkan pengungkitan
berlebihan.

5
(A) Komponen dasar jarum. (B) Jenis jarum bermata. (C) Bentuk dan ukuran jarum. (D)
Detail ujung jarum. (Sumber: Small Animal Surgery, 2019)

2.3.2 Jarum potong


Jarum ini digunakan khususnya untuk jaringan kuat yang tidak mudah rusak seperti
kulit, fasia dan tendon.
a. Jarum potong, lurus. Digunakan pada jaringan kuat yang tidak mudah rusak seperti
kulit, fasia dan tendon.
b. Jarum potong, setengah melengkung. Satu setengah dari jarum lurus dan setengah
lainnya melengkung, sehingga titiknya terletakpada 45 ° dari garis mata jarum.
Jarum ini sangat berguna untuk menembus jaringan tebal dan keras seperti seperti
kulit hewan ternak.
c. Jarum potong, setengah lingkaran. Jarum ini memungkinkan titik untuk memotong
kejaringan pada hampir 180° dari arah mata. Digunakan pada semua jaringan yang
kuat di kedalaman luka. Jarum setengah lingkaran bertubuh bulat sangat popular
untuk operasi gastrointestinal

Jarum potong (Sumber: An Atlas Of Veterinary Surgery, 1995)

6
2.4 Ikatan Simpul

Jenis simpul: simpul persegi, granny knot,simpul kuadrat, dan surgeon’s knot,
(Fossum 2013). Simpul adalah titik terlemah dari jahitan. Simpul terdiri dari setidaknya
dua lilitan yang diletakkan di atas satu sama lain dan dikencangkan. lilitan dapat diikat
secara paralel, seperti pada simpul persegi, atau melintang, seperti pada simpul
granny. Teknik mengikat simpul yang benar itu penting karena simpul yang diikat tidak
benar (misalnya Simpul yang putus, setengah ikatan, atau simpul grany) dapat
menyebabkan dehiscence (terbukanya luka operasi). Faktor-faktor yang mempengaruhi
keamanan simpul adalah jenis lilitan, panjang ujung yang dipotong, bentuk struktural
simpul, jumlah lilitan yang digunakan dalam konstruksi simpul, dan pengalaman dokter
bedah.

Bentuk simpul yang paling baik adalah superimposisi simpul kuadrat. Surgeon
knot (friksi) melibatkan jalannya bahan jahitan dua kali pada lilitan pertama. Karena
bahan jahitan tambahan, simpul ini tidak dapat dengan mudah dikencangkan dan hanya
dapat menahan sedikit ketegangan pada loop jahitan. Meskipun sering digunakan di
daerah ketegangan, umumnya tidak direkomendasikan untuk digunakan dengan bahan
berlapis atau monofilamen, dan harus dihindari kecuali jika ketegangan jaringan
sedemikian rupa sehingga penggunaan simpul persegi standar akan mengakibatkan
aposisi jaringan yang buruk. Simpul dokter bedah tidak direkomendasikan untuk ligasi
pembuluh darah. Lilitan ahli bedah baru-baru ini terbukti kurang dapat diandalkan dalam
model ligasi pedikel vaskular bila dibandingkan dengan lima simpul friksi lainnya.
Simpul Miller, simpul konstriktor, dan simpul ikatan dianggap paling andal bila

7
digunakan sebagai lilitan pertama untukligase pembuluh darah. Ketiga konfigurasi ini
memiliki pergantian utama, yang merupakan bagian dari jahitan yang melewati bagian
atas jahitan lain, seringkali tegak lurus atau pada sudut ke bagian yang
mendasarinya. Ketegangan dipertahankan dengan memberikan tekanan pada putaran
yang mendasari jahitan.

Jahitan multifilament umumnya memiliki tepat baik simpul-memegang ikatan dari


bahan monofilamen; Namun, melapisi jahitan untuk mengurangi hambatan jaringan
mengurangi keamanan simpul. Untuk mencegah strangulasi jaringan, ketegangan
berlebihan harus dihindari ketika mengikat simpul (kecuali ketika simpul diterapkan
untuk hemostasis). Jahitan kulit yang terlalu ketat menyebabkan pasien merasa tidak
nyaman dan meningkatkan kemungkinan bahwa hewan tersebut akan melepaskan jahitan
sebelum waktunya (Fossum, 2013).

a. Ikatan Tangan
Ikatan tangan sangat berguna di daerah terbatas atau sulit dijangkau atau ketika
jahitan telah disiapkan sebelumnya, seperti pada penutupan torakotomi. Ikatan
tangan umumnya mengharuskan ujung jahitan dibiarkan lebih lama daripada untuk
dasi instrumen, tetapi dapat ditempatkan jauh lebih cepat dan lebih aman daripada
ikatan instrumen. Teknik satu tangan atau dua tangan dapat digunakan. Teknik dua
tangan umumnya memungkinkan kontrol dan akurasi yang lebih baik. Namun,
teknik satu tangan lebih bermanfaat di area terbatas (Fossum, 2013).

Ikatan Tangan. (A) Tempatkan ujung pemegang jarum di antara dua untaian
jahitan. Lilitkan untaian terdekat Anda (putih, atau ujung panjang) di sekitar tempat
jarum untuk membentuk lingkaran dan pegang ujung ujung jahitan yang jauh (hitam,

8
atau pendek) di tempat jarum Anda. (B) Bawa ujung pendek ke arah Anda (melalui
loop) dengan membalikkan tangan Anda, dan kencangkan jahitan dengan lembut. (C)
Untuk lemparan kedua, bungkus untaian terjauh dari Anda (putih, atau panjang) di
atas pemegang jarum untuk membentuk lingkaran, pegang ujung jahitan terdekat
Anda (hitam, atau ujung pendek), dan (D) tarik melalui loop, pas meletakkan simpul
ke bawah untuk mencegah pengetatan jahitan secara berlebihan. Jaga agar tangan
Anda tetap rendah dan sejajar saat mengencangkan jahitan untuk mencegah simpul
jatuh. (Fossum, 2013).

Sumber : Fossum, 1997

Simpul persegi satu tangan (tangan kanan). (A) Refleksikan jahitan kanan (putih) di antara
tiga jari tangan kanan (sarung tangan putih) dan pegang di antara jari telunjuk dan ibu jari.
(B) Pegang jahitan kiri (hitam) di tangan kiri (sarung tangan gelap) dan letakkan di antara
jari telunjuk dan jari kedua tangan kanan Anda. (C) Lenturkan phalanx distal dari jari
kedua tangan kanan Anda dan tarik untai kiri ke kanan untai kanan. Perpanjang ujung jari
kedua sehingga untaian putih ditarik dengan itu melalui loop. (D) Tarik untai kanan
melalui loop dengan ujung jari kedua dan ketiga tangan kanan Anda. (E) Silangkan tangan
Anda dan berikan ketegangan yang merata pada kedua helai. (F) Tempatkan jari telunjuk
tangan kanan Anda di antara untai kanan (hitam) dan kiri (putih) sehingga untaian tangan
kiri membentuk lingkaran dengan kanan. Lenturkan phalanx distal jari telunjuk kanan

9
Anda. Simpul persegi satu tangan (tangan kanan). (G) Rentangkan phalanx distal jari
telunjuk kanan Anda untuk menarik untai kanan melalui loop. (H) Tarik untai kanan
melalui loop dan (I) berikan tekanan genap untuk menyelesaikan simpul persegi. (Modified
from Knecht CD, Allen A, Williams DJ, et al. Fundamental Techniques in Veterinary
Surgery. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1981).

2.5 Macam Pola Jahitan Luka


Pola jahitan dibedakan menjadi dua yaitu pola jahitan putus-putus (Interrupted
Suture Pattern) dan Pola Kontinu atau berlanjut (Continuous Suture Pattern). Pola
jahitan putus-putus memiliki keunggulan dibandingkan pola kontinu, yaitu peningkatan
keamanan karena kegagalan satu jahitan tidak merusak seluruh garis jahitan, rekonstruksi
margin luka yang tidak teratur, kontrol ketegangan yang tepat pada setiap titik margin
luka, lebih sedikit gangguan pada suplai darah dari margin luka, dan tidak ada efek
seperti kantung ketika mengencangkan jahitan di viscera berongga. Selain itu, bagian dari
garis jahitan dapat dibuka kembali pada periode pasca operasi jika drainase diperlukan.
Di sisi lain, keuntungan dari pola kontinu meliputi: volume yang lebih kecil dari bahan
jahitan (dalam bentuk simpul) di jaringan, berkurangnya waktu operasi, distribusi
tegangan yang lebih merata, daya tahan yang lebih baik terhadap tegangan, dan segel
yang lebih rapat dari kulit dan jeroan berlubang. (Auer dan Stick, 2012; Fossum, 2019)
2.5.1 Pola Jahitan Putus-Putus
 Pola Putus-Putus Sederhana
Jahitan putus-putus sederhana dibuat dengan memasukkan jarum melalui
jaringan pada satu sisi sayatan atau luka, meneruskannya ke sisi yang
berlawanan, dan diikat (Gambar 8 A). Simpul diimbangi sehingga tidak bertumpu
di atas sayatan, dan ujung jahitan dipotong (untuk jahitan kulit, ujung dibiarkan
cukup panjang agar dapat digenggam selama pengangkatan). Jahitan harus
ditempatkan kira-kira 2 sampai 3 mm dari tepi kulit. Ahli bedah dengan tangan
kanan menempatkan jahitan dari kanan ke kiri secara horizontal; ahli bedah kidal
melakukan yang sebaliknya. Keuntungan utama dari jahitan terputus sederhana
adalah gangguan dari satu jahitan tidak menyebabkan seluruh garis jahitan gagal.

10
Namun, jahitan terputus sederhana membutuhkan waktu lebih lama daripada pola
kontinu dan menghasilkan lebih banyak simpul pada luka (Fossum, 2019).
 Pola Salib/Silang
Pola salib/silang dibentuk dengan dua jahitan terputus sederhana yang
ditempatkan sejajar satu sama lain dan kemudian diikat menyilang pada sayatan
membentuk "X" (Gambar 8 C). pola jahitan silang menggunakan bahan jahitan
yang lebih sedikit daripada jahitan sederhana (Fossum, 2019).
 Pola Horisontal Mattress
Jahitan horizontal mattress dibentuk dengan memasukkan jarum pada tepi
luka/sayatan, menyeberangi sayatan, dan mengeluarkannya di sisi seberang
seperti pada jahitan terputus sederhana, kemudian menyilang sehingga
membentuk lingkaran di satu sisi dan dua ujung benang yang bebas di sisi lain
yang kemudian diikat. Jahitan horizontal mattress umumnya dipisahkan 4 sampai
5 mm. Keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan yang kuat. Teknik ini
dipergunakan biasanya pada luka yang memiliki jarak kedua permukaan pinggir
luka yang cukup jauh, sehingga regangan cukup kuat. Teknik ini juga cukup
efektif dalam memegang permukaan kulit luka yang rapuh seperti kulit di telapak
tangan dan kaki (Hickman, et al., 1995, Fossum, 2019).
 Pola Vertical Mattress
Jarum dimasukkan sekitar 8 sampai 10 mm dari tepi sayatan di satu sisi, melewati
garis insisi, dan keluar pada jarak yang sama di sisi yang berlawanan (Gambar 8
D). Jarum dimasukkan melalui kulit di sisi yang sama pada posisi berbalik arah
dan keluar di sisi satunya, dan kedua ujung benang diikat (Fossum, 2019).
 Pola Halstead
Jarum masuk dan keluar tegak lurus ke dan pada sisi yang sama dari
sayatan, kemudian menyeberangi luka dan dikeluarkan dan dimasikkan dari kulit
dengan cara yang sama, lalu dimajukan ke bawah sayatan dan pola ini diulang
mundur, kembali melintasi sayatan, lalu simpul diikat (Gambar 8 E) (Fossum,
2019).
 Pola Gambee

11
Jahitan Gambee adalah pola terputus yang digunakan dalam operasi usus
untuk mengurangi eversi mukosa. Jahitan dimulai dari serosa melalui muscularis
dan mukosa ke lumen. Jarum kemudian dikembalikan dari lumen melalui mukosa
ke muscularis sebelum melintasi sayatan, lalu dimasukkan ke dalam muscularis
dan dilanjutkan melalui mukosa ke lumen. Jarum kemudian kembali melalui
mukosa dan muscularis untuk keluar dari permukaan serosa, dan jahitan diikat
simpul (Fossum, 2019).

Gambar 8. Pola jahitan putus-putus; (A) Pola putus-putus sederhana; (B) Horizontal mattress; (C)
Salib/silang; (D) Vertical mattress; (E) Halsted; (F) Gambee.
Sumber: Small Animal Surgery 5th Edition, 2019.

Gambar 10. Pola Gambee


Sumber: Veterinary Surgery Small Animal Volume One, 2012

2.5.2 Pola Jahitan Kontinu


 Pola Kontinu Sederhana
Jahitan kontinu sederhana terdiri dari serangkaian jahitan putus-putus
sederhana dengan simpul di kedua ujungnya (Gambar 11 A). Mulanya jahitan

12
terputus sederhana dibuat dan diikat, hanya ujung yang tidak melekat pada jarum
yang dipotong. Jarum kemudian melewati jaringan dari satu sisi ke sisi lain, tegak
lurus terhadap sayatan. Jahitan dilakukan diagonal di atas garis insisi. Garis
jahitan kontinu sederhana sering digunakan untuk menutup linea alba dan
jaringan subkutan (Fossum, 2019).
 Pola Running
Pola ini dikenal juga sebagai stitchbisbol karena penampilan akhir dari
garis jahitan terkunci. Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum.
Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir
dari jahitan terikat. Teknik ini mirip teknik jahitan kontinu sederhana, bedanya
pada jahitan ini dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya,
kemudian berlanjut ke tusukan jahit selanjutnya (Fossum, 2019).
 Pola Ford Interlocking
Pola ini merupakan modifikasi dari pola kontinu sederhana di mana setiap
bagian melalui jaringan sebagian terkunci (Gambar 11 C). Setiap melewati
jaringan jahitan terkait dengan bagian sebelumnya saat jahitan keluar dari
jaringan melalui loop bahan yang dibuat. Pola jahitan ini dapat dibuat dengan
cepat dan dapat membuat jaringan lebih baik daripada pola yang terputus
sederhana. Pola ini juga memberikan stabilitas yang lebih besar daripada pola
kontinu sederhana dalam hal terjadi pemutusan parsial sepanjang garis. Pola ini
menggunakan banyak bahan jahit dan lebih sulit dilepaskan jahitannya (Fossum,
2019).
 Pola Lembert
Jarum menembus serosa dan muscularis sekitar 8 sampai 10 mm dari tepi
sayatan dan keluar dekat margin luka di sisi yang sama. Setelah melewati
sayatan, jarum menembus sekitar 3 sampai 4 mm dari batas luka dan keluar 8
sampai 10 mm dari sayatan. Pola ini diulangi sepanjang sayatan. Pola ini sering
digunakan untuk menutup viscera berongga (Gambar 11 D) (Fossum, 2019).
 Pola Connell dan Cushing
Pola ini adalah pola pembalik, digunakan untuk menutup organ berlubang.
Teknik kedua pola ini serupa, yang membedakan adalah pola Connell memasuki

13
lumen, sedangkan pola Cushing hanya meluas ke lapisan submukosa. Garis
jahitan dimulai dengan jahitan vertical mattress. Jarum maju sejajar dengan
sayatan dan dimasukkan ke dalam serosa, melewati permukaan otot dan
submukosa. Dari permukaan dalam (lumen pada jahitan Connell), jarum
dimajukan sejajar sepanjang sayatan dan dikembalikan melalui jaringan ke
permukaan serosa. Begitu berada di luar visera, jarum dan jahitan dilewatkan
melintasi sayatan dan dimasukkan pada titik yang sesuai dengan titik keluar di
sisi kontralateral. Jahitan kemudian diulang. Jahitan harus melewati sayatan
secara tegak lurus. Ketika jahitan dikencangkan, sayatan akan terbalik (Fossum,
2019).
 Pola Subkutan dan Subkutikuler
Jahitan subkutan umumnya menggunakan cara kontinu sederhana; namun,
dalam beberapa kasus, seperti ketika drainase mungkin diperlukan, jahitan
subkutan menggunakan pola jahitan terputus sederhana. Penutupan subkutikular
atau intradermal dapat digunakan sebagai pengganti jahitan kulit untuk
mengurangi jaringan parut atau menghilangkan pengangkatan jahitan (misalnya,
pasien fraktur). Garis jahitan dimulai dengan mengubur simpul di dermis. Garis
jahitan dilengkapi dengan simpul yang terkubur dan biasanya menggunakan
benang ynag mudah diserap (Fossum,2019).

Gambar 12. Pola jahitan. (A) Subkutan. (B) Subkutikuler.


Sumber: Small Animal Surgery 5th Edition, 2019

14
Gambar 11. Pola jahitan berkelanjutan. (A) Simple continuous. (B) Running. (C) Ford interlocking. (D)
Lembert. (E) Connell. (F) Cushing.(Sumber: Small Animal Surgery 5th Edition, 2019)

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agar kesembuhan luka itu bisa dicapai, maka tepi luka itu harus dipertautkan dengan
benar yang disebut dengan aposisi. Proses mempertautkan tepi luka inilah di dalam ilmu bedah
diperlukan suatu jahitan. Di samping itu kesembuhan luka sangat tergantung dari macam atau
tipe benang yang dipakai, macam atau pola jahitan yang digunakan, penanganan dan perawatan
benang dan teknik menjahit. Material penjahitan luka yang baik dan berkualitas juga sangat
menentukan proses penyambungan dan penyembuhan jaringan (Sudisma,2016).
Benang terdiri dari absorable suture materials and nonabsorable suture materials. Absorable
suture material adalah benang yang dapat diserap oleh tubuh diwaktu yang bersamaan dengan
waktu kesembuhan luka terjadi. Benang ini merupakan benang yang tidak dapat diserap tubuh
pada saat proses kesembuhan luka terjadi. Benang jenis ini ada dua yaitu benang berkapiler dan
tidak berkapiler. (Sudisma, 2016).
Jarum bedah tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran jarum, pemilihan jarum tergantung
pada jenis jaringan yang akan dijahit (misalnya, penetrasi, kepadatan, elastisitas, dan ketebalan),
topografi luka (misalnya, dalam atau sempit), dan karakteristik jarum (yaitu, jenis mata, panjang,
dan diameter) (Tobias, 2012).
Jenis simpul: simpul persegi, granny knot,simpul kuadrat, dan surgeon’s knotSimpul adalah
titik terlemah dari jahitan. Simpul terdiri dari setidaknya dua lilitan yang diletakkan di atas satu
sama lain dan dikencangkan. (Fossum 2013).
Pola jahitan dibedakan menjadi dua yaitu pola jahitan putus-putus (Interrupted Suture
Pattern) dan Pola Kontinu atau berlanjut (Continuous Suture Pattern). (Auer dan Stick, 2012;
Fossum, 2019)

16
DAFTAR PUSTAKA

Auer, J. A., dan Stick, J. A. 2012. “Equine Surgery Fourth Edition”. Elsevier Saunders.
Fossum, T. W. 2019. “Small Animal Surgery Fifth Edition”. Elsevier Saunders.
Fossum, T.W. 2013. Small Animal Surgery Second Edition. C.V. Mosby. St Louis
Hickman, J., Houlton, J., dan Edwards, B. 1995. “An Atlas of Veterinary Surgery 3rd Edition”.
Blackwell Science.
Knecht CD, Allen A, Williams DJ, et al. Fundamental Techniques in Veterinary Surgery. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders; 1981.
Sudisma, I Gusti Ngurah. 2016. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi.
Denpasar : Plawa Sari

17

Anda mungkin juga menyukai