Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

KETOASIDOSIS DIABETIK

DISUSUN OLEH:

LINALDI ANANTA
INDAH RAGIL
EMI TAMAROH
HAFIFA F. NISA
NI PUTU DIAN AYU P.

PROGRAM INTERNSHIP

INSTALANSI GAWAT DARURAT

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

MALANG

2012
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat


RahmatNya kami diberi kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan
tulisan ini. Tidak lupa sholawat serta salam kami hanturkan kepada idola
kami, perantara penunjuk jalan kebenaran yang telah memperjuangkan
kehidupan umat manusia menghantarkan manusia kezaman yang penuh
dengan kemenangan Nabi Muhammad SAW. Semua ini tidak akan terjadi
kecuali dengan kehendak Allah.
Dalam kesempatan ini izinkanlah kami untuk mengucapkan rasa
Terima Kasih kepada:
1. Dr. Benidictus SU selaku dokter pembimbing Instalansi
Gawat Darurat (IGD) dan rawat inap
2. Dr. Hendryk K. selaku dokter pembimbing rawat jalan
3. Dokter jaga 2 selaku pembimbing kami dalam menangani
pasien kegawat daruratan di IGD
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu
menangani pasien-pasien IGD dan rawat inap
Semoga yang kami hormati diatas tidak akan pernah bosan dan
lelah untuk mengabdikan dirinya dalam membagi ilmunya kepada
mahasiswa, dan pahala kebaikan akan terus mengalir hingga kehidupan
dunia ini berganti menjadi kehidupan yang kekal.
Terakhir terimakasih untuk teman-teman kelompok
Kegawatdaruratan dan Kritis yang telah bekerja keras berusaha
megerjakan makalah ini. Semoga ilmu yang kita dapatkan dapat
bermanfaat untuk proses pembelajaran kita

Malang, 11 Juni 2012


Penyusun
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Sumber Data

Sumber data yang didapatkan dalam makalah ini berdasarkan


anamnesis yang didapatkan dari pasien dan keluarga pasien saat datang
ke Instalansi Gawat Darurat RSUD Kanjuruhan Kepanjen pada tanggal 6
Juni 2012 pukul 23.00 WIB

II. Data Diri Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 46 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Kepanjen, Malang

Status perkawinan : Kawin

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP

Suku : Jawa

Agama : Islam

Tanggal MRS : 6/6/2012

III. Perjalanan Penyakit

Keluhan utama :

luka di kaki kiri tidak sembuh-sembuh sejak 1 minggu

Riwayat Penyakit Sekarang :


1BSMRS pasien mengeluhkan badannya sering terasa lemas
Sebelumnya pasien sering merasa lapar dan haus, sering minum,
dan sering kencing terutama malam hari (>3x/malam). Pasien tidak
merasa berat badannya menurun akhir-akhir ini.

1MSMRS pasien mengeluhkan luka di jari manis kaki kiri yang tidak
sembuh-sembuh setelah terkena bambu di halaman rumahnya.
Pasien mengatakan saat itu pasien tidak merasakan nyeri saat
terkena bambu Awalnya luka kecil dan pasien tidak memeriksakan
ke dokter, namun semakin lama semakin membesar dan dalam,
nyeri, dan keluar darah serta nanah, namun tidak bau.

6HSMRS pasien ke klinik pribadi untuk rawat luka tapi luka tetap
tidak sembuh dan semakin memburuk.

HMRS pasien merasa lemas, demam naik turun, pusing, sesak dan
mual,tetapi muntah -

Pasien tidak pernah memeriksakan gula darahnya sebelumnya dan


tidak mengetahui bahwa ia menderita DM. Tidak ada riwayat
hipertensi. Riwayat DM dan hipertensi pada keluarga, pasien tidak
tahu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

o Riwayat penyakit serupa (-)

o Riwayat alergi (-)

o Riwayat DM (-)

o Riwayat Penggunaan obat-obatan (+) obat hipertensi,


namun saat ini pasien tidak meminumnya lagi

o Riwayat Penyakit Jantung (-)

o Riwayat Penyakit Ginjal (-)

o Riwayat ngamar sebelumnya (-)


Riwayat Penyakit Keluarga

o Riwayat Penyakit Serupa (-)

o Riwayat Penyakit jantung (-)

o Riwayat Penyakit DM (-)

o Riwayat alergi obat-obatan (-)

Riwayat Pribadi:

Pasien adalah seorang wanita usia 46 tahun. Seorang istri dan ibu
dari 2 orang anak. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
tamatan SMP dengan ekonomi cukup.

Anamnesis Sistem

Kepala : nyeri kepala (+), pusing (+), nggliyeng (-), pingsan (-)

Mata : pandangan normal, pandangan dobel (-)

Telinga : pendengaran normal.

Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

Tenggorok : nyeri telan (-), kelainan suara (-)

Leher : perasaan seperti tercekik (+)

Jantung : nyeri dada (-), berdebar-debar (+)

Paru : sesak (+), batuk dahak (-), batuk darah (-)

Sal. Cerna : mual(+),muntah(-),kembung (+), makan turun(+)

Sal. Kemih : anyang-anyangan (-), pipis teh (-)

Alat kelamin : fungsi seks normal

Neurologi : pasien sadar penuh, kesemutan (-), kejang (-)

Psikologik : orientasi normal

Kulit : gatal (-), ruam (-), infeksi (+) di jari manis kaki kiri.

Endokrin : gemetar (-), kencing manis (-)


Sist. Gerak : bengkak, nyeri, keluar nanah serta darah pada jari
manis kaki kiri (+)

IV Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : CM, tampak kesakitan

Vital Sign :

TD : 100/60, berbaring, lengan kanan,manset dewasa

Nadi : 110x/menit, reguler, isi nadi cukup, kualitas cukup

RR : 32x/menit, teratur, , nafas bau keton

T : 36,5 derajat menggunakan suhu aksila

Kepala : Insp : SI (-), CA (+)

Palp : dbn

Leher :Insp : dbn

Palp : dbn

Ausk : dbn

Thorax

Jantung : Insp : ictus cordis tidak terlihat

Palp : ictus cordis teraba di SIC 5 LMCS

Perk : kesan kardiomegali (-)

Ausk : S1 S2 murni, gallop S3 (-)

Paru : Insp : otot bantu nafas (-)

Palp : nyeri tekan (-),KG (-), simetris (+), taktil


fremitus ( ka=ki )

Perk : sonor (+/+)

Ausk : vesicular (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

Abd. : Insp : supel, flat

Ausk : BU (+) N, peristaltik (dbn)

Perk : tympani (+),


Palp : NT (-), H/L (dbn),

Extremitas Insp : edema (-)

Palp : akral hangat, pitting edem (+).

Perk : dbn

Ausk : dbn

Status lokali regio digiti IV pedis sinistra

Insp :tampak ulkus ukuran 2x0,5x1cm, darah (+), pus


(+), bengkak kehitaman, abses (+)

Palp : nyeri (+), dingin pada perabaan

IV. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Nilai Laboratorium Nilai

Leukosit 18.660 Na 140

Hemoglobin 12,1 K 4,4

hematokrit 13,1 Cl 110

Trombosit 257.000 SGOT 24

GDS 496 SGPT 29

Ureum 28,8

Creatinin 0,42

V. Diagnosis

Krisis Hiperglikemia e.c KAD

DM type 2

Diabetic foot ulcer


VIII. Tata Laksana

Krisis Hiperglikemia e.c KAD

Diabetic foot ulcer :

 Rawat luka

 Injeksi Cefotaxime 3x1gr IV (skin test)

 injeksi Metronidazole 3x5oomg

 Injeksi Ketorolac 3x30mg IV

 Injeksi Ranitidin 2x1

 Kultur pus dan sensitifitas antibiotik

 Konsul ke bagian bedah untuk dilakukan amputasi jika diperlukan.


BAB II

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya.

Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin


dapat menurun, atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin. Hal ini menimbulkan hiperglikemia dapat mengakibatkan
komplikasi metabolic akut seperti diabetes ketoasidomsis dan sindrom
hiperglikemia hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hipergllikemia jangka
panjang menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit
ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf

Diabetes tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan.


Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi kunci utama. Data
menunjukkan lebih dari 80 juta diabetesi (orang dengan diabetes) berada
di wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Di seluruh dunia, diabetes
melitus (DM) membunuh lebih banyak manusia dibanding HIV/AIDS.

Sedemikian besarnya angka kejadian dan kematian akibat penyakit


terkait kadar gula darah itu. Sejak 2007, badan dunia PBB menjadikan 14
November sebagai Hari PBB untuk Diabetes (UN World Diabetes Day). Di
Indonesia, Hari Diabetes Nasional diperingati 12 Juli.

Angka penyandang penyakit yang populer dengan sebutan kencing


manis itu memang cukup fantastis, menempati urutan keempat terbesar di
dunia. Pada 2006 ditemukan 14 juta diabetesi. Dari 50% yang sadar
mengidapnya,hanya 30% yang rutin berobat. WHO memperkirakan, pada
2030 nanti sekitar 21,3 juta orang Indonesia terkena diabetes.

Ada empat kala atau tipe diabetes,yaitu tipe 1,tipe 2,tipe lain
(disebabkan adanya penyakit atau faktor lain),dan DM pada kehamilan
(gestasional). Diabetes tipe 1 bisa dialami sejak kanak-kanak atau remaja
dan harus mendapat asupan insulin rutin seumur .Sementara itu,diabetes
tipe 2 umumnya dialami orang dewasa dan tidak terkait insulin.
BAB III
PEMBAHASAN

I. Pengertian
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan
berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
(Barbara C. Long, 1996)
Diabetes mellitus adalah penyakit karena kekurangan hormone
insulin sehingga glukosa tidak dapat diolah tubuh dan kadar glukosa
dalam darah meningkat lalu dikeluarkan kemih yang menjadi merasa
manis (Ahmad Ramali, 2000)
Diabetes mellitus adalah masalah yang mengancam hidup atau
kasus darurat yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolute
(Mariyinn E. Donges, 2000)
Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smletzer C.
Suzanne, 2001).

II. Etiologi
Etiologi dari diabetes mellitus tergantung pada tipenya, tipe I yaitu
Diabetes mellitus yang tergantung insulin (IDDM) Insulin dan Tipe II yaitu
diabetes mellitus yang tidak tergantung oleh insulin (non IDDM).
1. Diabetes mellitus tipe I (IDDM) yaitu disebabkan oleh genetik, faktor
imunologi, lingkungan dan virus
2. Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) penyebabnya belum diketahui
dengan pasti namun ada beberapa faktor risiko : yaitu usia,
obesitas, herediter, kurang gerak badan dan diit tinggi lemak
rendah karbohidrat
III. Klasifikasi diabetes mellitus
Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yang tergantung pada insulin / Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) 5% - 10% dari seluruh
penderita diabetes mellitus Pada diabetes mellitus tipe I ciri-ciri
klinisnya antara lain : awitan terjadi pada segala usia, tetapi
biasanya usia muda (< 20 tahun), biasanya bertubuh kurus pada
saaat diagnosis dengan penurunan berat badan yang baru saja
terjadi. Etiologi mencakup faktor genetik, imunologik, lingkungan
atau virus, sering memiliki antibodi sel pulau langerhans terhadap
insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin, sedikit /
tidak memiliki insulin endogen, memerlukan insulin untuk
mempertahankan hidup, cenderung mengalami ketosis jika tidak
memiliki insulin serta komplikasi akut hiperglikemia ketosis diabetic
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu diabetes mellitus yang tidak
tergantung oleh insulin / Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus
(NIDDM) 90% - 95% dari seluruh penderita diabetes mellitus,
obesitas 80% dan non obesitas 20%. Pada tipe II ciri-ciri klinisnya
antara lain awitan terjadi disegala usia, biasanya diatas 30 tahun,
bertubuh gemuk pada saat diagnostik. Etiologi mencakup faktor
obesitas, herediter, usia, diet tinggi lemak rendah karbohidart dan
kurang gerak badan. Tidak ada antibodi di pulau Langerhans,
penurunan produksi insulin endogen / peningkatan resistensi
insulin, mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar
gula dalam darah melalui penurunan berat badan agens
hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila
memodifikasi diet dan latihan, bila tidak berhasil mungkin akan
memerlukan insulin dalam waktu yang pendekj / panjang untuk
mencegah hiperglikemia, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam
keadaan stress / menderita infeksi serta komplikasi akut sindrom
hiperosmalor non ketotik.
3. Diabetes mellitus dengan Malnutrisi (DMTM) Diabetes mellitus jenis
ini biasanya ditemukan didaerah tropis yang disebabkan oleh
adanya malnutrisi dan disertai kekurangan protein. DMTM ini
dimasa mendatang masih akan banyak terjadi, mengingat jumlah
penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan yang
masih tinggi.
4. Diabetes Gestasional
Diabetes mellitus jenis ini adalah diabetes mellitus yang timbul
selama kehamilan. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena
dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan
tepat.

IV . Proses Penyakit Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus tipe I (IDDM) disebabkan oleh genetik, faktor
imunologi, lingkungan, virus. Pada diabetes mellitus tipe I terdapat
pankreas untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa dari
makan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tidak tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut keluar dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik). Sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang berlebihan (polidipsi). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan, pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (poligfagia) akibat menurunannya simpanan kalori. Gejala lain dari
tipe diabetes mellitus mencakup kelelahan dan kelemahan. Diabetes
mellitus tipe II (NDDM) belum diketahui penyebabnya dengan pasti namun
ada beberapa faktor risiko yaitu usia, obesitas, herediter, diit tinggi lemak
rendah karbohidrat dan kurang gerak badan. Diabetes mellitus tipe II
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
mellitus tipe II disertai penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Pada orang yang terkena diabetes mellitus tipe II dimana
produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhan, maka selalu mengalami
kekurangan glukosa dan glukosa tersebut menumpuk di pembuluh darah
sehingga ginjal tidak mampu menyerap glukosa yang harusnya di saring
oleh ginjal, keluar melalui urine atau disebut glukosaria sehingga
mengakibatkan diuresis osmotik (pengeluaran cairan dan elektrolit). Jika
tidak ditangani segera akan menyebabkan dehidrasi dimana dari dehidrasi
akan mengakibatkan syok hipovolemik.

V. Manifestasi klinik
Adapun manifestasi klinik pada penyakit diabetes mellitus yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yaitu : hiperglikemia post prandial
(peningkatan kadar glukosa dalam darah sesudah makan,
glukosuria (glukosa muncul dalam urine), diuretik osmosis
(pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan), poliuria
(peningkatan rasa haus), penurunan berat badan, kelelahan dan
kelemahan, nafas bau keton serta hiperventilasi, nyeri abdomen,
mual, muntah, perubahan kesadaran, koma.
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu : kelelahan, iritabilitas, poliuria
(peningkatan dalam berkemih), polidipsi (peningkatan rasa haus),
bila terjadi luka pada kulit, lama sembuhnya

VI. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang
abnormal rendah), ketoasidosis diabetik, dan sindrom HHNK
(hiperosmolar non ketotik)
a. Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50
hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berlebihan.
b. Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
c. Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis (HHNK) yaitu
keadaan yang dideminasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia
dan disertai perubahan tingkat kesadaran.

2. Komplikasi jangka panjang


a. Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung
koroner yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam
pembuluh arteri koroner, pembuluh darah serebral atau
pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah
dan penyakit vaskuler perifer disebabkan perubahan aterosklerotik
dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah.
b. Komplikasi mikrovaskuler seperti retingpati diabetic disebabkan
oleh perubahan pembuluh-pembuluh darah pada retina mata, dan
juga terdapat 3 stadium utama neuropati yaitu Retinopati non
proliferatif dan retinopati praproliferatif dan retinopati proliferatif.
c. Komplikasi oftalmologi antara lain : katarak dikarenakan opasitas
lensa mata, perubahan lensa dikarenakan kadar glukosa darah
meningkat sehingga meningkat, hipoglikemia dikarenakan kadar
glukosa darah yang abnormal rendah dibawah 50 – 60 mg/dl (2,7 –
3,3 mmol/L). Glukoma terjadi dengan frekuensi yang agak lebih
tinggi pada populer diabetik. Kelumpuhan ekstra okuler jadi akibat
neuropati diabetik, neuropati dikarenakan kadar glukosa darah
meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres
terjadi kebocoran protein darah ke dalam urine dan neropati dabetik
menyerang semua tipe saraf termasuk saraf perifer (sensori motor)
otonom dan spinal.
BAB IV

KETOASIDOSIS DIABETIK

I. Definisi
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat
mengancam nyawa pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini
terjadi terutama pada mereka dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka
yang menderita DM tipe dalam keadaan tertentu. Kejadian KAD
(Ketoasidosis Diabetik) ini sering terjadi pada usia dewasa dan lansia
dengan DM tipe 1. KAD ini di sebabkan karena kekurangan insulin,
dimana yang dapat mengancam kehidupan metabolism. Dikarenakan sel
beta dalam pancreas tidak mampu menghasilkan insulin, selain itu
hiperglikemi yang disebabkan karena hiperosmolaritas.
Gangguan metabolisme glukosa mempunyai tanda-tanda:
 Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL),
 Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH
darah < 7,3 dan bikarbonat darah < 15 mEq/ L)
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam
sel ke serum, hal ini menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga
terjadi perubahan elektrolit dan dehidrasi total pada tubuh. Gangguan
metabolic lainnya terjadi karena insulin tidak memungkin glukosa untuk
masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan protein yang
digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini menyebabkan pembentukan
keton. Keton menurunkan pH darah dan konsentrasi bikarbonat
dikarenakan ketoasidosis.
Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya:
 Ringan : pH darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 mEq/L
 Sedang : pH darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 mEq/L
 Berat : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L
II. Patogenesis Diabetik Ketoasidosis
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
Diabetic Ketoacidosis (DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma,
ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang
ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh


akan menimbulkan hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria.
Meningkatnya lipolysis akan menyebabkan over-produksi asam asam
lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (dirubah) menjadi
ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria.
Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan
kehilangan air dan elektrolite-seperti sodium, potassium, kalsium,
magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock
hypofolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi
oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah-muntah
juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolite. Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian
dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk
membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal

III. Manifestasi Klinis KAD


1. Dehydration
2. Progressive obtundation and loss of consciousness
3. Increased leukocyte count with left shift
4. Non-specific elevation of serum amylase
5. Fever only when infection is present
6. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering
yang ditemukan, dimana beratnya gejala tersebut tergantung dari
beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.
7. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-
anak) dapat dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen.
Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian besar
gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka
dengan adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah yang
berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.
8. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik)
dan dilatasi lambung dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi
terjadinya aspirasi.
9. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai
kompensasi terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
10. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris,
sebagian penderita lain dengan penurunan kesadaran dan 10%
penderita bahkan sampai koma.

IV. Etiologi KAD


KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi
fungsi insulin. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan
dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan faktor-faktor
pencetus yang penting :

1. Infeksi
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan
infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang
biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada
keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia
usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak
menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu
dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses
perirektal).

2. Infark Miokard Akut (IMA)


Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk
menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis.

3. Pengobatan insulin dihentikan


Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis
osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.

4. Stres
Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD,
kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.

5. Hipokalemia.
Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya
kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik.

6. Obat
Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah
resistensi insulin. Obat-obatan yang sering digunakan dan harus
dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara lain:
hidroklortiazid, β-blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol.
Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan
pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel .

V. Nilai Laboratorium KAD


1. Glukosa
Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa
mencerminkan derajat kehilangan cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan
yang berat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan menurunnya
ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya
sampai 340 mOsm/kg).
2. Keton
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat,
dan aseton. Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat
meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L).
Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun
berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya
asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum
dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
3. Asidosis.
Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di
bawah 15 mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama
disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di
dalam serum.
4. Elektrolit.
Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi.
Hiperglikemia menyebabkan masuknya cairan intraseluler ke ruang
ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi
dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga
menyebabkan menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar
kalium mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan
derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas dan hal lain, kadar
kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh
total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang
terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal pemeriksaan harus
dikelola dengan cepat.
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit.
Seperti halnya kadar kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh
yang sesungguhnya, walaupun terjadi perpindahan fosfat intraseluler ke
ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat
kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotik.
5. Lain-lain
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl.
Lekosit sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari
itu tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi. Amilase
serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal
dari pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah.
Transaminase juga meningkat.
IV. Kriteria Diagnosis
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan
gejala seperti pada kriteria berikut ini

1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun,


napas cepat dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut,
infark miokard akut, stroke, dan sebagainya.
3. Laboratorium :
- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).
- asidosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).
- ketosis (ketonuria dan ketonemia).

VI. Intervensi dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien KAD


1. Memonitor peningkatan serum glukosa setiap 2 jam. Peningkatan
serum glukosa harus di monitor setiap 1 atau 2 jam ketika pasien
menerima infuse insulin secara terus-menerus
2. Mengganti apabila kekeurangan cairan dan elektrolit yang dapat
mengancam jiwa. Cairan yang digunakan biasanya normal salin
0,9%. Yang baik digunakan untuk mengganti kekurangan voleme
cairan ekstraselular. Menggunakan normal saline biasanya diguyur,
tetapi ketika tekanan darah pasien sudah normal maka hypotonic
saline (0,45% NS) dapat digunakan.
3. Memonitor asidosis dengan menilai ABC. Memeriksa
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akan memungkinkan ginjal
untuk mempermudah bikarbonat dalam mengembalikan
keseimbangan acied – base. Penderita asidosis biasanya diberikan
bikarbonat ketika pH serumnya 7,10 atau lebih. Dalam pengaturan
bikarbonat dapat ditambahkan hipotonik NS dan diganti secara
perlahan.
4. Mengatur insulin secara cepat dan tanggap. Pengaturan insulin
intravena harus rutin pada tingkat 0,1 sampai 0,2 u/kg/jam
disarankan melalui infuse terus-menerus untuk mencapai
penurunan bertahap dalam serum glukosa.
5. Memonitor jantung, paru-paru dan status neuro
6. Memonitor keseimbangan elektrolit. IV sebagai pengganti kalium,
fosfat, klorida, dan magnesium mungkin diperlukan. Dieresis
osmotic dapat mengakibatkan deficit kalium. Jika tidak ada
kontrindikasi seperti adanya penyakit ginjal amaka penggantian
kalium dimulai dengan terapi cairan yang berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium serum dan urin.
7. Memeriksa timbulnya gejala biasanya terjadi infeksi
8. Memeberi dukungan dan pendidikan kepada pasien dan juga
keluarganya. Pendidikan ini sangat penting dalam pencegahan
terjadinya kembali krisis penderita diabetic. Lebih diperhatikan
pemantauan glukosa dan peraturan jadwal makan, diet, olahraga,
dan istirahat.
9. Menghindari komplikasi terapi.
BAB IV

PENATALAKSANAAN

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:


a) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
b) Penggantian cairan dan garam yang hilang
c) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati
dengan pemberian insulin.
d) Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
e) Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis
normal serta menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian
pengobatan.

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

I. Penilaian Klinik Awal

1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda


asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat
dehidrasi.

2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran


lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa
gas darah.
II. Resusitasi
a. Pertahankan jalan napas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB
bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik
tube untuk menghindari aspirasi lambung.

III. Observasi Klinik


Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekuensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :

f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda


hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat
fasilitas).
IV. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia


(corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72
jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

VII. Penggantian Natrium


a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi
hiperglikemia yang terjadi.

d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6


mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di
atas 100 mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48
jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan
koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan
meningkatkan risiko edema serebri.

VIII. Penggantian Kalium


Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh
walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat
akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi
Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian
cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan
adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus
ditunda, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine
cukup adekuat.

IX. Penggantian Bikarbonat


a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal
resusitasi.Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang
berat.
b. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:

 Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas


bikarbonat.
 Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
 Hipertonis dan kelebihan natrium
 Meningkatkan insidens hipokalemia
 Gangguan fungsi serebral
 Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.

c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH <


7,1 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan
rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent. walaupun demikian
komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap
merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
c. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan
pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit
basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
X. Pemberian Insulin

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan


resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar
gula darah walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg
BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan
pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat
dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah
dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-
100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan
D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL
(target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti
cairan dengan D10 ½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05
unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan
untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan
penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin,
pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara
intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan
menghambat absorpsi insulin.
XI. Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis


edema serebri dibuat, meliputi:

a. Kurangi kecepatan infus.


b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit
(keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada
respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi
stabil.

XII. Fase Pemulihan


Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan
untuk: 1) Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.

a. Memulai diet per-oral.

1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik


(KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar
dan tidak mual/muntah.

2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan


menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir.

3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai


makanan utama.

4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan


menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.


1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik,
metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan
utama.

2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan


utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah
insulin subkutan diberikan.

3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis


individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang
dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan
dosis basal sebelumnya.

c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7


sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7
sebelum snack menjelang tidur.
XIII. Terapi KAD
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi,
hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit
penyerta yang ada.Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
1. Rehidrasi
NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm
selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. Insulin
4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
3. Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS)
o Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
o Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
o Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
o Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
4. Infus Bicarbonat
o Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
o Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
5. Antibiotik dosis tinggi

Batas fase I dan fase II s ekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/maintenance:
1. Cairan maintenance
o Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
o Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
2. Kalium
o Perenteral bila K+ <4mEq
o Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
3. Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
4. Makanan lunak karbohidrat komplek
Penanganan diabetic ketoacidosis secara rinci diperlihatkan pada
dibawah ini, yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan
elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi
kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan suplement potasium
ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas
seorang pasien penderita DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui
monitoring klinis dan biokimia yang cermat.

Kepentingan skema cairan yang baik, seperti halnya dalam


gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang serius, tidak boleh
terlalu diandalkan. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan
pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik.
Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan
pompa otomatis, dan supplement potasium ditambahkan kedalam
regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien
penderita DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring klinis dan
biokimia yang cermat.
Perbedaan antara KAD dan HHNK

KAD HHNK
 Bingung,
 Bingung , lesu lesu
 Anoreksia ,  Lemah
mual  Terlihat
 Nyeri pada kemerah-
abdomen merahan
 Takikardi pada kulit
Gejala
 Nafas berbau  Takikardi
aseton  Nafas cepat
 Pernapasan  Napas
cepat dan berbau
dalam aseton
 Merasa haus  Merasa
haus
Nilai laboratorium
Glukosa darah Tinggi Tinggi > 1000 mg/dl
Serum sodium Tinggi Tetap
Serum pottasium Tetap Tetap
Tinggi (tetapi < 330 Tinggi sampai > 350
Serum osmolarity
mOsm/L) mOsm/L
Asidosis metabolic
penurunan pH dengan Normal  asidosis
AGD
kompensasi alkalosis ringan
pernafasan
Keton urin Positive Negative

Insulin, cairan dan Insulin, cairan dan


Intervensi
penggantian elektrolit penggantian elektrolit
BAB V

KESIMPULAN

1. Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat


mengancam nyawa pada pasien yang menderita diabetes
mellitus.ini terjadi terutama pada mereka dengan DM tipe 1, tetapi
bisa juga mereka yang menderita DM tipe dalam keadaan tertentu
2. Penyebab ketoasidosis diabetic: Pasien baru DM tipe 1,
Menurunnya atau menghilangnya dosis insulin, Stress, Penyakit
atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism sehingg
kebutuhan insulin meningkat (infeksi, trauma), Kehamilan,
Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin,
kortisol)
3. Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi,
hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi
penyakit penyerta yang ada
4. Fase Gawat :
a. Rehidrasi : NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam
pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama
18 jam (4-6L/24jam)
b. Insulin: 4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi
minimal
c. Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS): Bila K+ < 3mEq/L(beri
75mEq/L), Bila K+ 3-3.5mEq/L(beri 50 mEq/L), Bila K+ 3.5 -
4mEq/L(beri 25mEq/L), Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
d. Infus Bicarbonat. Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L,
berikan dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm, Pemberian
Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
e. Antibiotik dosis tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Bakta IM, Suastika IK. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1999.

Boswick, John A. 1998. Kep. Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta:


EGC

Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA.


Elsevier Science

DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and
Endokrinology. Mosby

Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K,


Suprohaita. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2000

Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care).


Bandung. PT Alumni

PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta.


2002

Simandibrata M, Setiati S, Alwi A, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer A.


Pedoman Diagnosis dan Terapi Di Bidang Penyakit Dalam, Pusat
Informasi Dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
Jakarta. 2004

Sjaifoellah, Noer., Waspadji S, Rahman AM. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, jilid 1, edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2006

Anda mungkin juga menyukai