Anda di halaman 1dari 16

1.

DEFINISI

Epilepsi ialah Gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam

serangan-serangan(gejala timbul dan hilang secara tiba-tiba), berulang-ulang yang disebabkan lepas

muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi.

(Mansjoer, 2000:27)

2. ETIOLOGI

a. Idiopatik: Epilepsi pada anak sebagian besar merupakan epilepsi idiopatik.

b. Faktor herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan

kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal,

fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

c. Faktor genetik; pada kejang demam & breath holding spells.

d. Kelainan konginetal otak; atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum.

e. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.

f. Infeksi; radang yang disebabkan oleh bakteri/virus pada otak dan selaputnya,

toksoplasmosis.

g. Trauma; kontusio serebri, hematoma subarakhnoid, hematoma subdural.

h. Neoplasma otak dan selaputnya.

i. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

j. Keracunan; Timbal(Pb), kamper(kapur barus), fenotiazin, air

k. Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral,dll.

Faktor Presipitasi: Faktor yg mempermudah terjadinya serangan

a. Faktor sensoris: cahaya yg berkedip-kedip, buny-bunyian yg mengejutkan, air panas.


b. Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu(gol fenotiazin, klorpromid,

hipoglikemia, kelelahan fisik)

c. Faktor mental: stress, gangguan emosi Dipicu oleh perangsangan sebagian besar

neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkronsehingga menyebabkan aktivasi fungsi

motorik(kejang), sensorik(kesan sensorik), otonom(ex:salivasi), /fungsi kompleks(kognitif,

emosional) secara lokal/umum.

3. PATOFISIOLOGI

Epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam

otak, gaya mekanik/toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel syaraf

tersebut.

Beberapa penyidikan menunjukan peranan asetilkolin sebagian zat yang merendahkan potensial

membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja

sehingga manifestasi klinisnya muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolon sudah cukup tertimbun di

permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel syaraf kortikal dipermudah. Asetilkolin

diproduksi oleh sel-sel syaraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran

awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak daripada selama

tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin, daripada dalam otak sehat. Pada tumor

serebri/adanya sikatrik setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis,

ensefalitis, kontusio serebri/trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh

karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel syaraf. Penimbunan asetilkolin

setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran

sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya

simtomatik.

Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal , secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei

intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrephalic. Inti ini merupakan terminal dari
lintasan asenden aspesifik atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui

lintasan aferen spesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input

maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah

lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan talamokortikal

yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel syaraf

yang memelihara kesadaran untuk menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran

hilang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari

mensenfalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga

kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang- kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit

mal.

4. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Commision of Classification and Terminology of the International League againts

Epilepsi (ILAE) tahun 1981, Klasifikasi epilepsi sebagai berikut;

1.Bangkitan parsial (fokal,lokal)

A. Bangkitan parsial sederhana; bangkitan parsial dg kesadarn tetap normal

1. Gejala motorik

 Fokal motorik tidak menjalar; bangkitan terbatas pada satu bagian tubuh saja.

 Fokal motorik menjalar; bangkitan dimulsi dsri satu bagian tubuh dan menjalar.

 Versif; bangkitan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.

 Postural; bangkitan disertai dengan lengan/tungkai kaku dalam sikap tertentu.

 Disertai gangguan fonasi; bangkitan disertai arus bicara yang terhenti/pasien

mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.


2. Gejala somatosensoris/sensoris spesial; Bangkitan disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indra & bangkitan yang disertai vertigo.

 Somatosensoris; timbul rasa kesemutan/seperti ditisuk-tusuk jarum.

 visual terlihat cahaya.

 auditoris: terdengar sesuatu

 olfaktoris; terhidu sesuatu

 gustatoris: tekecap sesuatu

 disertai vertigo

3.Dengan gejala /tanda gangguan syaraf otonom (sensasi epigastrium,

 Pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)

4.Dengan gejala psikis (gangguan fungsi psikis)

 disfasia; gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata/bagian kalimat.

 dismnesia; gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami,

mendengar, melihat, atau sebaliknya tidak pernah mengalami.mendengar, melihat,

mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa, di masa lalu,

merasa seperti melihatnya lagi. kognitif; gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah

 afektif; merasa sangat senang, susah, marah, takut

 ilusi; perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.

 f.halusinasi kompleks(berstrukstur); mendengar ada yang bicara,musik,

B.Bangkitan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran.)

1.Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran; kesadaran

mula-mula baik kemudian baru menurun.

a.Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti pada

golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.


b.Dengan automatisme. Automatisme yaitu gerakan-gerakan,

perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan

mengunyah-ngunyah, menelan-nelan, wajah muka berubah

seringkali seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang

megang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu,

berbicara, dll.

2.Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun

sejak permulaan serangan.

a. Hanya dengan penurunan kesadaran

b. Dengan automatisme

c. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum

(tonik-klonik, tonik, klonik)

II. Bangkitan umum (konvulsif/nonkonvulsif)

A.1.Bangkitan Lena(Absence)

Pada bangkitan ini, kegiatan sedang dikerjakan terhenti, muka tampak

membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi biladiajak

bicara.Biasanya bangkitan ini berlangsung selama ¼-1/2 menit dan biasanya dijumpai

pada anak.

a. Hanya penurunan kesadaran.

b. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada

kelopak mata atas, sudut mulut, /otot-otot lainnya bilateral.

c. Dengan komponen atonik, Pada bangkitan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan.

Tangan tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai


d. Dengan komponen tonik. Pada bangkitan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,

leher/punggung mendadak mengejang, kepala badan, menjadi melengkung

kebelakang, lengan dapat mengetul/mengedang

e. Dengan automatisme

f. Dengan komponen autonom

(b hingga f dapat tersendiri/kombinasi)

2.Lena tak khas (atypical absence)

Dapat disertai:

a. Gangguan tonus yang lebih jelas

b. Permulaan & berakhirnya bangkitan tidak mendadak

B. Bangkitan mioklonik

Pada bangkitan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat

kuat/lemah sebagian otot/semua otot-otot, sekali/berulang-ulang.

Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.

C.Bangkitan Klonik

Pada bangkitan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.

Dijumpai terutama sekali pada anak

D.Bangkitan tonik

Pada bangkitan ini tidak ada komponen klonik. Otot-otot hanya menjadi kaku,

juga terdapat pada anak.

E.Bangkitan Tonik-klonik

Bangkitan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenan dengan

nama grand mal. Serangan dapat diawali dg aura yaitu tanda-tanda yang

mendahului suatu bangkitan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh

badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼-1/2 menit diikuti kejang
kelojot di seluruh badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan

napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika

kejang meningkat, mulu menjadi berbusa karena hembusan napas Mungkin

pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien

tidur beberapa lamanya, Dapat pula bangun dg kesadaran yang masih rendah,

langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,nyerikepala.

F.Bangkitan atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga

pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik/menurun sebentar. Bangkitan ini

terutama sekali dijumpai pada anak.

III. Bangkitan Tak Tergolongkian

Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata

yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil,

/pernapasan yang mendadak berhenti sebentar.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Elektroensefalografi(EEG), pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan

diagnosis epilepsi, bila ditemukan EEG yang bersifat khas epileptik baik terekan saat seranga

maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.

Pemeriksaan lain:Pemeriksaan foto polos kepala(mendeteksi adanya fraktur tulang

tengkorak); CT-scan (mendeteksi infark, hematom, tumor, hidrosefalus); Pemeriksaan

Lab(Memastikan adanya kelainan sistemik, ex: hipoglikemi, hiponatremia,uremia,dll)


6. DIAGNOSIS BANDING

Sinkop, gangguan jantung, gangguan sepintas peredaran darah otak, hipoglikemia,

keracunan, breath holding spells, histeria, narkolepsi, pavor nokturnus, paralisis tidur migren

7. PENCEGAHAN

Hindari factor presipitasi diatas.s

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan: mencegah timbulnya bangkitan tanpa mengganggu kapasitas

fisik&intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi Pengobatan medikamentosa&pengobatan

psikososial.

Pengobatan Medikamentosa

Pada epilepsi yang simptomatis , bangkitan yang timbul adalah manifestasi. Penyebabnya

seperti tumor otak, radang otak gangguan metabolik, mata disamping pemberian obat anti-epilepsi

diperlukan juga terapi kausal, Prinsip dasar yang harus dikembangkan:

1. Pada bangkitan yg sangat jarang & dapat dihilangkan faktor pencetusnya, pemberian obat

yang harus dipertimbangkan.

2. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien mengalami lebih dari

dua kali bangkitan y6g sama.

3. Obat yang diberikan sesuai dengan jenis bangkitan

4. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena karena dengan cara ini toksisitas akan

berkurang, mempermudah pemantauan & menghindari interaksi obat.

5. Dosis obat yang disesuaikan secara individual.

6. Evaluasi hasilnya:

Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:


 Salah etiologi:kelainan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi, adanya penyakit

degenerasis susunan saraf pusat.

 Pemberian obat anti-epilepsi yang kurang tepat.

 Kurang penerangan; menelan obat tidak teratur

 Faktor emosional sebagai pencetus

 Termasuk intrctable epilepsy

7. Pengobatan

Pengobatan dihentikan setelah bangkitan hilang minimal 2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara

berangsur dengan menurunkan dosiskan

Bangkitan Jenis obat

Fokal/parsial

Sederhana CBZ, PB, PHT

Hompleks CBZ, PB, PHT, Val

Tonik-klonok umum sekarang CBZ, PB, PHT, Val

Umum

Tonik klonik CBZ, PB, PHT,Val

Mioklonik CLON, Val

Absesns/petitmal CLON, Val

CBZ=Karbamazepin PHT: fenitoin

CLON: Klonazepam PB:Venobarbital

Val: Asam valproat

Dosis obat anti epilepsi&konsentari dalam plasma

Jenis obat Dosis Cara Konsentrasi dalam

(mg/kgBB/hari) pemberian plasma (Ug/mm3)


Fenobarbital 1-5 1x/hari 20-40

Fenitoin 4-20 1-2x/hari 10-20

Karbamezepin 4-20 3x/hari 4-10

Asam Valproat 10-60 3x/hari 50-100

Klonazepam 0,05-0,2 3x/hari 10-80

Diazepam 0,05-0,015 IV 0,3-0,7

0,4-0,6 Per rektal

Pengobatan Psikososial

Pasien diberi penjelasan bahwa dengan pengobatan optimal sebagian besar akan terbebas

dari bangkitan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya, sehingga dapat terbebas dari

bangkitan dan dapat belajar, bekerja, bermasyarakat secara normal.

9. PROGNOSIS

Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila

lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan pasien tidak mengalami bangkitan lagi,

dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun

minum obat dg teratur.

Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering disapat pada bangkitan

tonik-klonik dan bangkitan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami

relaps sesudah remisi.


10. KOMPLIKASI

Status Epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus lebih dari 30

menit tanpa pulihnya kesadaran. Status mengancam adalah serangan kedua yang terjadi dalam

waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran anti serangan.

KONSEP KEPERAWATAN

PADA EPILEPSI

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Perawat memperoleh informasi mengenai riwayat kejang.

Klien ditanya mengenai faktor/event yang mungkin dapat memicu terjadinya kejang.

Perawat mendokumentasikan adanya konsumsi alkohol/tidak.

Perawat menentukan bila klien memilki aura (premonitor atau sebuah sensasi peringatan) sebelum

kejang epileptic , yang mungkin dapat mengindikasikan asal kejang (ex: melihat sorot lampu

mengindikasikan asal kejang pada lobus oksipital.)

Observasi selama dan setelah kejang, Bantu mengidentifikasi jenis kejang dan penatalaksanaanya.

Mengkaji efek epilepsi pada gaya hidup pasien (Buelow, 2001). Hal apa yang dapat

memperberat kejang? Apakah klien memiliki program rekreasi? Kontrak sosial? Apakah klien

bekerja, Apakah klien memiliki pengalaman positif / penuh stress? Apakah mekanisme koping yang

digunakan?

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

 Risiko Injury berhubungan dengan aktivitas kejang


 Ketakutan berhubungan dengan kemungkinan kejang

 Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress yang dibebankan oleh epilepsy.

 Kurang pengetahuan berhubungan dengan epilepsi dan kontrol diri.

Masalah Kolaboratif / Komplikasi yang Berpotensial timbul

 Status epileptikus

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tujuan Utama untuk pasien termasuk Pencegahan injury; Kontrol kejang, Menghasilkan

kepuasan penyesuaian diri, Psychosocial; Memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang

kondisi dan komplikasi.

Intervensi Keperawatan

A. Pencegahan Injury

Pencegahan injury untuk pasien kejang merupakan PRIORITAS. Bila terdapat risiko

injury(bergantung pada type kejang),

 Pasien seharusnya di tempatkan pada lantai.

 Jauhkan Pasien dari benda-benda tajam sekitar pasien.

 Pasien seharusnya tidak boleh diubah posisinya.

 Jangan memasukan benda apapun dalam mulut klien saat kejang terjadi.

 Tindakan pencegahan pasien kejang, seharusnya menyediakan bantalan yang diaplikasikan pada

pagar bed klien.

B. Menurunan Ketakutan saat Kejang

Kerjasama antara klien dan keluarga dan kepercayaan mereka dalam mengontrol konsumsi

obat merupakan hal yang essential untuk mengontrol kejang (Schacheter, 2001).
Identifikasi faktor pencetus: ex: gangguan emosional stressor lingkungan yang baru, awal

menstruasi pada klien perempuan, demam(Greenberg,2001). Klien diberi motivasi untuk melakukan

gaya hidup sehari-hari, makanan (mencegah stimulasi yang berlebihan), latihan, dan istirahat

(kesulitan tidur faktor rendah yang dapat memicu awal kejang). Aktivitas sedang merupakan terapi,

namun latihan yang berlebihan harus dicegah.

Photic stimulation (sorot lampu yang terang, tampilan televisi) mungkin memicu

kejangTindakan preventiv:Memakai kacamata gelap/menutup mata. Status tekanan (Kecemasan,

frustasi) membangkitkan kejang pada beberapa pasien. Menggolongkan management strees

menurut nilai. Karena kejang terjadik dg adanya intak ealkohol, mencegah konsumsi alkohol.

C. Meningkatkan Mekanisme Koping

Epilepsi mungkin diiikuti oleh perasaan stigmatisasi, alienation(rasa benci), depressi, dan

rasa ketidakpastian. Klien harus menangani ketakutan terhadap kejang dengan konstan dan

konsekwensinya(Buelow, 2001).

Anak-anak dengan epilepsi mungkin dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Hal ini menjadi

masalah yang berlanjut selama masa remaja. Sebagai hasilnya, banyak orang dengan epilepsi

memiliki masalah psikologis dan masalah tingkah laku.

Konseling dapat membantu individu dan keluarga untuk memahami kondisi dan

keterbatasan klien. Sosial dan kesempatan rekreasi adalah penting untuk kesehatan mental pasien dg

epilepsi. Perawat dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dg epilepsi melalui edukasi klien dan

keluarganya mengenai gejala dan penanganan epilepsi(Rice,2000).

D. Memberi Edukasi pada Pasien dan Keluarga

Seseorang yang pernah kejang memilki potensial kejang dan memilki rasa malu. Hal ini

mungkin menghasilkan rasa cemas, depresi, kebencian, dan kerahasiaan pada penderita dan

keluarganya. Edukasi berkelanjutan dan kata-kata motivasi seharusnya diberikan pada paien untuk
mengurangi perasaan-perasaan diatas. Pasien dan keluarganya perlu diberikan edukasi mengenai

pengobatan dan perawata selama kejang.

E. Memonitor dan Mengatur Komplikasi yang Berpotensial

Status epilepticus merupakan komplikasi mayor. Komplikasi lainnya adalah keracunan

pengobatan. Pasien dan keluarganya diinstruksikan mengenai efek samping dan diberikan

pengarahan yang spesifik untuk mengkaji dan melaporkan tanda dan gejala yang mengindikasikan

bahwa terjadi overdosis obat. Banyak pengobatan antikejang yang membutuhkan monitoring dosis.

F. Meningkatkan Perawatan Rumah dan Komunitas

Mengajarkan Klien Perawatan Diri

Oral Hyegiene setelah makan, untuk mencegah Gingival hyperplasia pada klien yang menerima

pengobatan Phenyntoin(Dilantin). Bantu klien untuk mengajarkan perawatan diri.

Perawatan Lanjutan

Karena epilepsi merupakan gangguan jangka panjang, hal ini membutuhkan pengobatan yang cukup

mahal yang mungkin dapat menimbulkan beban finansial.

4. IMPLEMENTASI

Sesuai intervensi diatas.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Kriteria Hasil:

1. Menahan tidak adanya injury selama aktivitas kejang.

a.Mematuhi pengobatan, mengontrol dengan ketat dan mengenali bahaya menghentikan konsumsi

obat.

b.Pasien & keluarga dapat mengetahui perawatan yang tepat selama serangan kejang.

2. Memperlihatkan penurunan ketakutan


3. Memenuhi koping individu yang efektif.

4. Memperlihatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai epilepsi

a. Mengidentifikasi efek samping pengobatan

b. Mencegah faktor / situasi yang dapat mencetuskan kejang. (sorot lampu, hyperventilasi, alkohol)

c. Membiasakan gaya hidup sehat melalui tidur yang adekuat dan makan makanan dengan waktu

teratur untuk mencegah hypoglikemia.

5. Tidak terjadi komplikasi


DAFTAR RUJUKAN:

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Brunner and Suddarth’s. Medical Surgycal Nursing. (Textbook) Diagnosis Keperawatan NANDA

2012—2014

Videbeck, S.L. Psychiatric Mental Health Nursing.(Textbook)

Kartini-kartono. 1986. Pathologi sosial3 Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: CV rajawali.

Kaplan, H.I & Sadock, B.J. 1994. Psikiatri Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara

Copel, L.C. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai