DEFINISI
Epilepsi ialah Gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan(gejala timbul dan hilang secara tiba-tiba), berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi.
(Mansjoer, 2000:27)
2. ETIOLOGI
b. Faktor herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan
f. Infeksi; radang yang disebabkan oleh bakteri/virus pada otak dan selaputnya,
toksoplasmosis.
c. Faktor mental: stress, gangguan emosi Dipicu oleh perangsangan sebagian besar
3. PATOFISIOLOGI
Epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam
otak, gaya mekanik/toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel syaraf
tersebut.
Beberapa penyidikan menunjukan peranan asetilkolin sebagian zat yang merendahkan potensial
membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja
sehingga manifestasi klinisnya muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolon sudah cukup tertimbun di
permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel syaraf kortikal dipermudah. Asetilkolin
diproduksi oleh sel-sel syaraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran
awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak daripada selama
tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin, daripada dalam otak sehat. Pada tumor
serebri/adanya sikatrik setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis,
ensefalitis, kontusio serebri/trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh
karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel syaraf. Penimbunan asetilkolin
setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran
sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya
simtomatik.
Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal , secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei
intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrephalic. Inti ini merupakan terminal dari
lintasan asenden aspesifik atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui
lintasan aferen spesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input
maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah
lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan talamokortikal
yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel syaraf
yang memelihara kesadaran untuk menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran
hilang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari
mensenfalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga
kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang- kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit
mal.
4. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala motorik
Fokal motorik tidak menjalar; bangkitan terbatas pada satu bagian tubuh saja.
Fokal motorik menjalar; bangkitan dimulsi dsri satu bagian tubuh dan menjalar.
disertai vertigo
disfasia; gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata/bagian kalimat.
merasa seperti melihatnya lagi. kognitif; gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah
ilusi; perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
berbicara, dll.
b. Dengan automatisme
A.1.Bangkitan Lena(Absence)
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi biladiajak
bicara.Biasanya bangkitan ini berlangsung selama ¼-1/2 menit dan biasanya dijumpai
pada anak.
b. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada
c. Dengan komponen atonik, Pada bangkitan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan.
e. Dengan automatisme
Dapat disertai:
B. Bangkitan mioklonik
C.Bangkitan Klonik
Pada bangkitan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.
D.Bangkitan tonik
Pada bangkitan ini tidak ada komponen klonik. Otot-otot hanya menjadi kaku,
E.Bangkitan Tonik-klonik
Bangkitan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenan dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dg aura yaitu tanda-tanda yang
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼-1/2 menit diikuti kejang
kelojot di seluruh badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, Dapat pula bangun dg kesadaran yang masih rendah,
F.Bangkitan atonik
Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
diagnosis epilepsi, bila ditemukan EEG yang bersifat khas epileptik baik terekan saat seranga
maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.
keracunan, breath holding spells, histeria, narkolepsi, pavor nokturnus, paralisis tidur migren
7. PENCEGAHAN
8. PENATALAKSANAAN
psikososial.
Pengobatan Medikamentosa
Pada epilepsi yang simptomatis , bangkitan yang timbul adalah manifestasi. Penyebabnya
seperti tumor otak, radang otak gangguan metabolik, mata disamping pemberian obat anti-epilepsi
1. Pada bangkitan yg sangat jarang & dapat dihilangkan faktor pencetusnya, pemberian obat
2. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien mengalami lebih dari
4. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena karena dengan cara ini toksisitas akan
6. Evaluasi hasilnya:
7. Pengobatan
Pengobatan dihentikan setelah bangkitan hilang minimal 2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara
Fokal/parsial
Umum
Pengobatan Psikososial
Pasien diberi penjelasan bahwa dengan pengobatan optimal sebagian besar akan terbebas
dari bangkitan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya, sehingga dapat terbebas dari
9. PROGNOSIS
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila
lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan pasien tidak mengalami bangkitan lagi,
dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun
Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering disapat pada bangkitan
tonik-klonik dan bangkitan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami
Status Epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus lebih dari 30
menit tanpa pulihnya kesadaran. Status mengancam adalah serangan kedua yang terjadi dalam
KONSEP KEPERAWATAN
PADA EPILEPSI
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Klien ditanya mengenai faktor/event yang mungkin dapat memicu terjadinya kejang.
Perawat menentukan bila klien memilki aura (premonitor atau sebuah sensasi peringatan) sebelum
kejang epileptic , yang mungkin dapat mengindikasikan asal kejang (ex: melihat sorot lampu
Observasi selama dan setelah kejang, Bantu mengidentifikasi jenis kejang dan penatalaksanaanya.
Mengkaji efek epilepsi pada gaya hidup pasien (Buelow, 2001). Hal apa yang dapat
memperberat kejang? Apakah klien memiliki program rekreasi? Kontrak sosial? Apakah klien
bekerja, Apakah klien memiliki pengalaman positif / penuh stress? Apakah mekanisme koping yang
digunakan?
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress yang dibebankan oleh epilepsy.
Status epileptikus
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan Utama untuk pasien termasuk Pencegahan injury; Kontrol kejang, Menghasilkan
Intervensi Keperawatan
A. Pencegahan Injury
Pencegahan injury untuk pasien kejang merupakan PRIORITAS. Bila terdapat risiko
Jangan memasukan benda apapun dalam mulut klien saat kejang terjadi.
Tindakan pencegahan pasien kejang, seharusnya menyediakan bantalan yang diaplikasikan pada
Kerjasama antara klien dan keluarga dan kepercayaan mereka dalam mengontrol konsumsi
obat merupakan hal yang essential untuk mengontrol kejang (Schacheter, 2001).
Identifikasi faktor pencetus: ex: gangguan emosional stressor lingkungan yang baru, awal
menstruasi pada klien perempuan, demam(Greenberg,2001). Klien diberi motivasi untuk melakukan
gaya hidup sehari-hari, makanan (mencegah stimulasi yang berlebihan), latihan, dan istirahat
(kesulitan tidur faktor rendah yang dapat memicu awal kejang). Aktivitas sedang merupakan terapi,
Photic stimulation (sorot lampu yang terang, tampilan televisi) mungkin memicu
menurut nilai. Karena kejang terjadik dg adanya intak ealkohol, mencegah konsumsi alkohol.
Epilepsi mungkin diiikuti oleh perasaan stigmatisasi, alienation(rasa benci), depressi, dan
rasa ketidakpastian. Klien harus menangani ketakutan terhadap kejang dengan konstan dan
konsekwensinya(Buelow, 2001).
Anak-anak dengan epilepsi mungkin dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Hal ini menjadi
masalah yang berlanjut selama masa remaja. Sebagai hasilnya, banyak orang dengan epilepsi
Konseling dapat membantu individu dan keluarga untuk memahami kondisi dan
keterbatasan klien. Sosial dan kesempatan rekreasi adalah penting untuk kesehatan mental pasien dg
epilepsi. Perawat dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dg epilepsi melalui edukasi klien dan
Seseorang yang pernah kejang memilki potensial kejang dan memilki rasa malu. Hal ini
mungkin menghasilkan rasa cemas, depresi, kebencian, dan kerahasiaan pada penderita dan
keluarganya. Edukasi berkelanjutan dan kata-kata motivasi seharusnya diberikan pada paien untuk
mengurangi perasaan-perasaan diatas. Pasien dan keluarganya perlu diberikan edukasi mengenai
pengobatan. Pasien dan keluarganya diinstruksikan mengenai efek samping dan diberikan
pengarahan yang spesifik untuk mengkaji dan melaporkan tanda dan gejala yang mengindikasikan
bahwa terjadi overdosis obat. Banyak pengobatan antikejang yang membutuhkan monitoring dosis.
Oral Hyegiene setelah makan, untuk mencegah Gingival hyperplasia pada klien yang menerima
Perawatan Lanjutan
Karena epilepsi merupakan gangguan jangka panjang, hal ini membutuhkan pengobatan yang cukup
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Kriteria Hasil:
a.Mematuhi pengobatan, mengontrol dengan ketat dan mengenali bahaya menghentikan konsumsi
obat.
b.Pasien & keluarga dapat mengetahui perawatan yang tepat selama serangan kejang.
b. Mencegah faktor / situasi yang dapat mencetuskan kejang. (sorot lampu, hyperventilasi, alkohol)
c. Membiasakan gaya hidup sehat melalui tidur yang adekuat dan makan makanan dengan waktu
Brunner and Suddarth’s. Medical Surgycal Nursing. (Textbook) Diagnosis Keperawatan NANDA
2012—2014
Kaplan, H.I & Sadock, B.J. 1994. Psikiatri Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara