Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DIAGNOSA MEDIS EPILEPSI

DI RUANG ANAK RSUD JEND AHMAD YANI METRO

DISUSUN OLEH :

GANDES ZAHRA KHARISMA

1914301048

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

T.A 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang yang terjadi dengan
sendirinya, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang (Wong, 2008). Epilepsi adalah
gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikan oleh kejang
berulang keadaan ini dapat di hubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan
atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi dan
persepsi sehingga epilepsy bukan penyakit tetapi suatu gejala (Smeltzer & Bare, 2011).

2. ETILOGI
Epilepsi disebabkan dari gangguan listrik disritmia pada sel saraf pada salah satu bagian
otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang dan tidak
terkontrol (Smeltzer & Bare, 2011).
Menurut Arif (2008), Tarwoto (2009) dan Wong (2008) etiologi dari epilepsi adalah
1. Idiopatik ; sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik
2. Faktor herediter
3. Faktor genetik ; pada kejang demam dan breath holding spell
4. Kelainan kongenital otak ; atrofi, poresenfali, agenesis korpus kolosum
5. Gangguan metabolik.
6. Infeksi ; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,
toksoplasmosi
7. Trauma ; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10. Keracunan, demam, luka dikepala dan pasca cidera kepala
11. Kekurangan oksigen atau asfiksia neonatorum, terutama saat proseskelahiran
12. Hydrocephalus atau pembesaran ukuran kepala
13. Gangguan perkembangan otak
14. Riwayat bayi dan ibu menggunakan obat antikolvusan yang digunakan sepanjang hamil.
Riwayat ibu-ibu yang memiliki resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang
sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes atau hipertensi)

3. TANDA DAN GEJALA


Menurut Hidayat (2009) dan Batticaca (2008) yaitu :
1. Dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat fokus Epileptogen
4. Mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptic (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau- bauan tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5. Satu atau kedua mata dan kepala bergerak menjauhi sisa focus
6. Menyadari gerakan atau hilang kesadaran
7. Bola mata membalik ke atas, bicara tertahan, mati rasa, kesemutan, perasaan ditusuk-
tusuk, dan seluruh otot tubuh menjadi kaku.
8. Kedua lengan dalam keadaan fleksi tungkai, kepala, dan leher dalam keadaan ekstensi,
apneu, gerakan tersentak-sentak, mulut tampak berbusa, reflek menelan hilangdan saliva
meningkat.

4. KLASIFIKASI
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi epilepsi dengan sindrom
epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang
a) Klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsy
Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada anak dengan
paroksimal oksipital
2. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus otak
b) Klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)
1. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
Dengan gejala motorik:
 Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian
tubuh saja
 Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh
dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi
Jackson.
 Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
 Postural: epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam
sikap tertentu
 Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang
terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan
bangkitan yang disertai vertigo).
 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-
tusuk jarum.
 Visual: terlihat cahaya
 Auditoris: terdengar sesuatu
 Olfaktoris: terhidu sesuatu
 Gustatoris: terkecap sesuatu
 Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi
epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)


 Disfagia: gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata,
kata atau bagian kalimat.
 Dimensia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin
mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti
melihatnya lagi.
 Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
 Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
 Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil
atau lebih besar.
 Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara,
musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.

b. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.


Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran
mula-mula baik kemudian baru menurun.
 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti
pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang
timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah,
menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata
sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak
menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
sejak permulaan kesadaran.
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme

c. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-


klonik, tonik, klonik).
- Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
- Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
- Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.

2. Epilepsi kejang umum


a. Lena Atau Kejang absant (Petit mal)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi
bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½
menit dan biasanya dijumpai pada anak.
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot
lainnya bilateral.
 Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot
leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak
mengulai.
 Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala,
badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul
atau mengedang.
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom

Lena tak khas (atipical absence)


Dapat disertai:
 Gangguan tonus yang lebih jelas.
 Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

b. Grand Mal
- Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali
atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua
umur.
- Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,
lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
- Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi
lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
- Kejang tonik-klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura,
yaitu tandatanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otototot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang
kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri.
Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing
ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur
beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang
masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan
pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
- Kejang atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau
menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada
anak.

3. Epilepsi kejang tak tergolongkan


Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang
mendadak berhenti sederhana.

5. PATOFISIOLOGI
Menurut Kleigman (2008) Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik
saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat
yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiricacid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang dinamakan
fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neuron-neuron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer
otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan
terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh atau
anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia
retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke
belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang
disertai penurunan kesadaran.
Pathway
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
 Elektrolit (natrim dan kalium), ketidak seimbangan pada Na + dan K+ dapat
berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
 Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
 Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas
kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang berhubungan dengan
pengobatan
 Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapy obat
 Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi yang teurapetik
 Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi, perdarahan\Foto
rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya sel, fraktur
 DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan metabolik

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis
1. Farmakoterapi : Anti kovulsion.
2. Pembedahan : Untuk pasien epilepsy akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler
Penatalaksanaan keperawatan
Cara menanggulangi kejang epilepsy
a. Selama Kejang
1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
2) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan.
3) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
4) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan
5) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
6) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yang
biasa disebut “aura”. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti
melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
7) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.

b. Setelah Kejang
1) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
2) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas tidak mengalami gangguan.
3) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal.
4) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang.
5) Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
6) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
7) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan memberi restrein yang
lembut.
8) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.

8. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG

DATA MASALAH KEPERAWATAN


DS : - Risiko Cidera

DO :
Pasien kejang (kaki menendang-nendang,
ekstremitas atas fleksi), gigi geligi terkunci,
lidah menjulur
DS : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
- Dyspnea
- Sulit bicara
- Ortopnea

DO :
- Mengi/wheezing/ronkhi kering
- Gelisah
- Pola nafas berubah
- Frekuensi nafas berubah
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebih
- Meconium dijalan nafas (pada
neonatus)
- Bunyi nafas menurun
- Sianosis
DS : Gangguan Persepsi Sensori
- Mendengar suara bisikan atau melihat
bayangan
- Merasakan sesuatu melaui indera
perabaan, penciuman, atau pengecapan
- menyatakan kesal

DO :
- Distorsi sensori
- Respon tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, atau mencium
sesuatu
- Menyendiri, melamun
- Konsentrasi buruk
- Bicara sendiri

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN (MINIMAL 3 DIAGNOSA)


1. Risiko cidera b.d kegagalan mekanisme pertahanan tubuh (kejang yang tidak terkontrol)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas
3. Gangguan persepsi sensori b.d hipoksia serebral

10. TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN DAN KRITERIA HASIL


1. Setelah dilakukan asuhan keperwatan diharapkan risiko cedera tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
- Kejadian cidera menurun
- Luka/lecet menurun
- Ketegangan otot menurun
- Fraktur menurun
- Tekanan darah membaik
2. Setelah dilakukan asuhan keperwatan diharapkan bersihan jalan nafas meningkat atau
efektif dengan kriteria hasil :
- Batuk efektif meningkat
- Produksi sputum menurun
- Dyspnea menurun
- Ortopnea menurun
- Mengi/wheezing menurun
- Pola nafas membaik
- Frekuensi nafas membaik
- Gelisah menurun
3. Setelah dilakukan asuhan keperwatan diharapkan persepsi sensori membaik dengan
kriteria hasil :
- Respon sesuai stimulus membaik
- Distorsi sensori menurun
- Perilaku halusinasi menurun
- Konsentrasi membaik
- Melamun menurun

11. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL

No. INTERVENSI RASIONAL


Dx
1 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan 1. Untuk mengetahui kebutuhan
2. Monitor perubahan status keselamatan keselamatan saat terjadi kejang
lingkungan 2. Untuk mengetahui hal yang
3. Hilangkan bahaya keselamatan, Jika membahayakan ketika kejang
memungkinkan 3. Mengurangi cidera jika aktivitas
4. Modifikasi lingkungan untuk kejang tidak terkontrol
meminimalkan risiko 4. Mengurangi terjadinya cidera
5. Sediakan alat bantu kemanan 5. Penjagaan untuk keamanan untuk
linkungan (mis. Pegangan tangan) mencegah cidera atau jatuh
6. Gunakan perangkat pelindung (mis. 6. Agar tetap terlindungi dan aman
Rel samping, pintu terkunci, pagar) 7. Agar keluarga dan klien tahu
7. Ajarkan individu, keluarga dan risiko-risiko bahaya pada
kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan
lingkungan
2 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Untuk mengetahui pola nafas klien
kedalaman, dan usaha napas)  2. Untuk mengetahui bunyi nafas
2. Monitor bunyi napas tambahan tambahan pada klien
(missal nya : gurgling, mengi, 3. Untuk mengetahui seberapa banyak
wheezing, ronkhi kering) sputum, jumlah, aroma
3. Monitor sputum (jumlah, warna, 4. Untuk memudahkan klien bernafas
aroma) dan menghindari cidera
4. Posisikan semi fowler atau fowler 5. Untuk melegakan jalan nafas
5. Berikan minum hangat 6. Untuk mengeluarkan mukus
6. Keluarkan sumbatan benda padat berlebih
dengan forcep mcgill 7. Untuk menjaga keseimbangan
7. Anjurkan asupan cairan 2000 cairan klien
ml/hari, jika tidak kontraindikasi 8. Agar memudahkan klien dalam
8. Kolaborasi pemberian bernafas
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika itu perlu
3 1. Monitor perilaku yang mengindikasi 1. Agar dapat mengetahui perilaku
halusinasi halusinasi klien
2. Monitor isi halusinasi 2. Agar dapat mengindetifikasi
3. Pertahankan lingkungan yang aman penyebab halusinasi
4. Lakukan tindakan keselamatan 3. Agar klien tetap aman
ketika tidak dapat mengontrol 4. Agar perawat dan klien tetap
perilaku dalam keadaan aman
5. Anjurkan melakukan distraksi 5. Agar klien lebih rileks
6. Ajarkan pasien dan keluarga cara 6. Agar keluarga dan klien dapat
mengontrol halusinasi mengontrol halusinasi jika
7. Kolaborasi pemberian obat sewaktu-waktu kambuh
antipsikotik dan antiansietas, jika 7. Untuk menenangkan klien
perlu

12. DAFTAR PUSTAKA


DPP PPNI, Tim Pokja SDKI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI

DPP PPNI, Tim Pokja SLKI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat PPNI

DPP PPNI, Tim Pokja SIKI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat PPNI
Andhini, N. F. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Epilepsi. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Ismainar. (2015). No TitleÉ?__. Ekp, 13(3), 1576–1580.

Anda mungkin juga menyukai