London Smog, Hujan Asam, Urban Heat, dan Efek Rumah Kaca
ZILMI NUGROHO
12016004
London Smog atau Kabut Asap London adalah suatu peristiwa polusi udara parah yang melanda
Kota London, Inggris pada bulan Desember 1952. Peristiwa ini terjadi pada musim dingin
diakibatkan oleh cuaca dingin yang bercampur dengan fenomena meteorologi antisiklon dan
kondisi cuaca yang berangin. Polusi udara sebagian besar berasal dari penggunaan batubara yang
kemudian membentuk lapisan tebal kabut asap di langit kota. Peristiwa ini berlangsung dari hari
Jumat, 5 Desember sampai hari Selasa, 9 Desember 1952, dan kemudian tersebar dengan cepat ke
seluruh kota setelah perubahan cuaca.
Peristiwa tersebut mulai terjadi saat masyarakat di London menggunakan bahan bakar batubara
daripada bahan bakar kayu untuk menghangatkan rumahnya. Batubara akan memberikan polusi
asap yang lebih tinggi daripada bahan bakar kayu. Lalu peristiwa pengumpulan kabut asap terjadi
saat sebuah cuaca yang bertekanan tinggi berhenti dan menyebabkan pembalikan suhu. Akibatnya,
lapisan udara yang hangat akan naik ke atas dan menjebak udara dingin yang ada di permukaan.
Pembalikan suhu tersebut mencegah asap batubara untuk lepas naik ke udara bebas serta
menyebabkan tidak adanya angin untuk menghilangkan asap-asap tersebut, akibatnya asap
terperangkap di dekat permukaan. Polusi yang ditimbulkan penuh dengan partikel belerang (SO2)
yang menimbulkan bau telur busuk. Hal tersebut semakin memburuk dari hari ke hari.
Peristiwa ini memakan korban hingga 12.000 jiwa. Peristiwa ini dianggap sebagai polusi udara
terburuk dalam sejarah Inggris dan menghasilkan pengaruh besar terhadap penelitian lingkungan,
peraturan pemerintah, dan kesadaran publik tentang hubungan antara kondisi udara yang bersih
dengan kesehatan.
Hujan asam adalah hujan yang bersifat asam daripada hujan biasa (Hunter BT, 2004 dalam
Rahardiman, Arya. 2009). Istilah keasaman berarti bertambahnya ion hidrogen ke dalam suatu
lingkungan. Suatu lingkungan akan bersifat asam jika kemasukan ion hydrogen yang bersal dari
asam sulfat (H2SO4) dan atau asam nitrat (HNO3). Hujan yang normal seharusnya adalah hujan
yang tidak membawa zat pencemar dan dengan pH 5,6 (Howard, Rhonda, 2010). Air hujan
memang sedikit asam karena H2O yang ada pada air hujan bereaksi dengan CO2 di udara. Reaksi
tersebut menghasilkan asam lemah H2CO3 dan terlarut di air hujan. Apabila air hujan tercemar
dengan asam-asam kuat, maka pH-nya akan turun dibawah 5,6 maka akan terjadi hujan asam.
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen
oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang
ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun
kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya
akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung
belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang
tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu
selanjutnya berubah menjadi asam sulfat.
- Proses Terbentuknya Hujan Asam
Deposisi asam terjadi apabila asam sulfat, asam nitrat, atau asam klorida yang ada do
atmosfer baik sebagai gas maupun cair terdeposisikan ke tanah, sungai, danau, hutan, lahan
pertanian, atau bangunan melalui tetes hujan, kabut, embun, salju, atau butiran-butiran
cairan (aerosol), ataupun jatuh bersama angin.
Asam-asam tersebut berasal dari prekursor hujan asam dari kegiatan manusia
(anthropogenic) seperti emisi pembakaran batubara dan minyak bumi, serta emisi dari
kendaraan bermotor. Kegiatan alam seperti letusan gunung berapi juga dapat menjadi salah
satu penyebab deposisi asam. Reaksi pembentukan asam di atmosfer dari prekursor hujan
asamnya melalui reaksi katalitis dan photokimia. Reaksi-reaksi yang terjadi cukup banyak
dan kompleks, namun dapat dituliskan secara sederhana seperti dibawah ini.
1. Pembentukan Asam Sulfat (H2SO4)
Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil dan oksigen melalui reaksi
photokatalitik di atmosfer, akan membentuk asamnya.
SO2 + OH → HSO3
HSO3 + O2 → HO2 + SO3
SO3 + H2O → H2SO4
Selanjutnya apabila diudara terdapat Nitrogen monoksida (NO) maka radikan
hidroperoksil (HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi
kembali seperti:
NO + HO2 → NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO
diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak
SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang terbentuk.
Urban Heat merupakan bagian dari fenomena heat island yang terjadi di perkotaan, disebabkan
oleh lokasi yang terisolasi (berbeda kondisi) yang memiliki suhu permukaan/udara lebih tinggi
dari daerah disekitarnya pada pengukuran in situ (American Meteorological Society, 2014). UHI
berdampak negatif karena menyebabkan perubahan kualitas udara, pengaruh terhadap kesehatan
manusia, penggunaan energi, dan perubahan iklim (Lai dan Cheng, 2009; Ng dan Ren, 2017; Road
et al., 2010; Skelhorn et al., 2016; Stone et al., 2010; Tan et al., 2010). UHI juga berpengaruh
terhadap sistem pertanian hingga 10 km dari batas kota dan perubahan curah hujan (McLeod et al.,
2017; Streutker, 2002).
Konsep dasar UHI adalah interaksi energi termal dari matahari yang diterima objek di permukaan
bumi memberi level termal yang berbeda antara desa dan kota akibat perbedaan konduktivitas
termalnya (Oke, 1982). Area terbangun di kawasan perkotaan memiliki konduktivitas termal yang
tinggi sehingga menyimpan energi termal lebih banyak dibanding kawasan perdesaan. Hal tersebut
yang menyebabkan kawasan perkotaan lebih hangat dari kawasan perdesaan di sekitarnya.
Di alam terbuka, di atas permukaan bumi efek rumah kaca juga bisa terjadi, dapat diterangkan
sebagai berikut. Energi matahari yang masuk ke bumi mengalami:
Energi yang diabsorpsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan
permukaan bumi. Namun, sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan
dan gas CO2 dan gas-gas lainnya untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal
efek rumah kaca dibutuhkan. Dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan
malam di bumi tidak jauh berbeda, artinya pada waktu malam suhu rata-rata di permukaan bumi
yang tidak terkena sinar matahari sangat rendah apabila tidak terjadi efek rumah kaca. Di bawah
ini gambar yang memperlihatkan ilustrasi terjadinya efek rumah kaca.
Berikut ini gas-gas di atmosfer beserta persentasi kontribusinya pada efek rumah kaca:
- Uap air (H2O), 36-70%
- Karbon dioksida (CO2), 9-26%
- Methana (CH4), 4-9%
- Ozon (O3), 3-7%
- Nitrous Oxide (N2O)
- CFC dan HFC
Sebenarnya, gas-gas diatas diatas diperlukan juga agar bumi tidak terlalu dingin, akan tetapi sejak
revolusi industri, gas-gas seperti karbon dioksida, methana, dan gas berbahaya lainnya menjadi
semakin bertambah di atmosfer sehingga konsentrasinya makin meningkat akibat ulah manusia.
Jika konsentrasi gas-gas rumah kaca makin meningkat di atmosfer, maka efek rumah kaca akan
semakin besar.
Berikut ini adalah penyebab-penyebab makin tingginya konsentrasi gas-gas rumah kaca di
atmosfer:
- Penebangan dan pembakaran hutan
- Penggunaan bahan bakar fosil
- Pencemaran laut
- Industri pertanian
- Limbah industri dan tambang, dll
REFERENSI