Anda di halaman 1dari 7

Nama: Aprilla Anggraini

Npm: 196910285

Kelas: 1E

LANTAI

“Katan, cepat banguuunnnn! Nanti keburu bunda yang bangunin.”

“Masih lama loh, Vi. Bentaran lagiii..”

“Ih yaudah deh terserah.”

Begitu lah suasanaku menyambut pagi dengan teriakan lengking Vevi beberapa hari
terakhir ini, adik semata wayangku. Dan aku Tania, yang biasa dipanggil oleh Vevi dengan sebutan
Katan. Usia kami berjarak sekitar 4 tahun. Dan saat ini aku menginjak pendidikan menengah atas di
suatu sekolah yang cukup populer di kotaku. Sementara Vevi, sedang bersekolah di sekolah
menengah pertama yang cukup jauh dari rumahku. Vevi berasrama, hingga aku sudah terbiasa
sendiri di rumah jika ayah dan bunda sedang bekerja. Aku merasa sudah akrab dengan keadaan ini.
Sampai akhirnya ayah dan bunda memutuskan untuk pindah rumah karena hal pekerjaan. Ya cuma
pindah kota saja sih, tapi ya yang namanya suasana baru tetap perlu penyesuaian.

Kami pindah ke sebuah rumah yang cukup sederhana, bagiku. Desain cat yang berwarna
krem kecoklatan membuat aku agak kurang suka dengan rumah ini. Entah karena aku memang
tidak suka warna gelap apalagi kegelapan. Bagiku kegelapan bukan bagian dari hal yang aku sukai.
Bahkan aku sangat benci.

Rumah ini ada 3 lantai, lantai pertama isinya ruang keluarga, ruang tamu, kamar tamu,
kamar utama yang ditempati oleh ayah dan bunda, ruang makan keluarga serta dapur yang cukup
luas dan berdampingan dengan 1 kamar mandi. Lantai kedua isinya 2 kamar tidur yang
berseberangan dan 2 ruang kosong yang juga saling berseberangan, yang rencananya akan
digunakan oleh ayah satu ruangan untuk ruang kerja dan satu lagi seperti pustaka keluarga serta
ruang solat khusus. Jujur aku tidak suka dengan 1 ruang televisi, 1 ruang solat, 1 kamar kosong dan
di depan ada sebuah balkon yang mengarah ke halaman depan serta satu balkon lagi yang arahnya
ke halaman belakang rumah, tentunya sangat membosankan.
Sudah jelas aku tidak suka, tetap saja bunda menempatkan aku tidur di kamar lantai 2.
Menyebalkan memang, tapi ya sudah lah toh lama-kelamaan aku mungkin akan terbiasa, mungkin.
Dari awal aku ditempatkan di kamar ini, perasaanku tidak enak dan begitu lah yang terjadi terus-
menerus. Tetap saja aku berpikiran positif mungkin saja aku belum beradaptasi dengan baik disini.

Beberapa kejanggalan mulai terjadi. Tak seperti biasa aku seribet ini dalam suatu situasi.
Sudah cukup keras aku berusaha mengadaptasikan jiwa ku dengan rumah baru ini. Tetap saja aku
bebal. Bosan, jenuh dan sangat malas terjebak lama-lama dalam situasi ini. Andai aku bisa keluar
dari jebakan ini pasti sudah lama aku beranjak. Aku bingung, apa hanya aku yang merasakan ini?
Apa ayah dan bunda tidak terganggu sedikitpun? Atau ini hanya karena aku parno saja dengan
rumah ini? Benar-benar memuakkan. Sungguh memuakkan.

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥ

Semenjak kepulangan Vevi, beberapa suasana mencekam mulai terjadi. Pagi itu, setelah aku
dibangunkan Vevi, ia lalu bergegas meninggalkan aku ke lantai bawah untuk ikut olahraga pagi
dengan ayah dan bunda. Kebetulan hari ini ayah dan bunda sedang cuti dari pekerjaannya. Dan
kemudian kesempatan itu dimanfaatkan oleh mereka untuk menghabiskan waktu besama. Berbeda
dengan aku yang lebih suka menyendiri dan kurang berbaur dengan keramaian. Aku lebih suka
menghabiskan waktu di kamar, seperti banyak tidur, bermain gadget, mendengarkan musik, dan
membaca novel. Serta kegiatan-kegiatan kecil lainnya.

Tak lama kemudian aku bangun dan mengecek keadaan rumah.

“Vi…. Yah… Bun..!”

Tidak ada sahutan, hening. Sekali lagi aku coba memanggil mereka,

“Yah… Bun… Vevi….”

Tidak ada sahutan. Aku baru menyadari bahwa tidak ada seorang pun dirumah. Awalnya
aku menganggap semua biasa saja. Toh sebelumnya aku juga sudah biasa sendirian di rumah,
dirumah ku yang dulu. Tapi tidak dengan yang sekarang, aku tidak suka dan sangat benci dengan
keadaan ini.

Setelah mencuci muka, aku mulai menyusuri seisi rumah dengan perasaan yang sangat
malas, semalas aku yang akan menjalani kehidupan di rumah ini sepanjang hari, entah sampai
kapan. Keluar dari kamar aku menyusuri tangga turun untuk melihat-lihat keadaan di lantai bawah.
Kebetulan aku haus, langsung saja tujuan ku ke dapur lalu mencari kulkas dan mengambil sebotol
minuman. Belum sampai langkah ku ini ke dapur, tiba-tiba perhatianku teralihkan ke arah kamar
mandi. Aku acuhkan saja perhatianku.

Setelah aku minum air, aku tak bepikir panjang dan langsung ke kamar mandi. Awalnya sih
tidak ada apa-apa, yasudah aku lansung pergi meninggalkan kamar mandi tersebut. Tak lama
kemudian, tiba-tiba terdengar seperti suara yang aneh dari kamar mandi itu lagi, aku langsung
melihat di kamar mandi tersebut terdapat darah dan rambut. Bulu kuduk ku merinding. Aku pun
langsung berlari ke kamar dengan perasaan takut. Semua berlalu begitu saja.

Tak lama kemudian ayah, bunda dan Vevi pulang dari joging pagi, aku pun langsung turun
ke lantai bawah dan menceritakan apa yang terjadi tadi. Merka hanya tertawa mendengar cerita ku.
Lalu ayah berkata,

"Itu mungkin hanya imajinasi mu Katan."

Lalu Vevi melanjutkan kata-kata ayah,

"Makanya kak jangan suka baca cerita buku novel hantu terus dong kak."

Semua orang tidak percaya kecuali bunda, ia hanya diam lalu pergi ke kamar dengan begitu
saja, meninggalkan kami yang masih duduk di sofa.

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥ

Semakin hari, rumah ini terasa sangat menyeramkan. Hanya aku dan bunda yang merasakan
kejanggalan-kejanggalan yang ada di rumah ini khususnya di lantai bawah, sedangkan ayah bunda
dan Vevi tidak pernah merasakan kejanggalan–kejanggalan tersebut di rumah yang baru kami
tinggali ini.

Pada suatu hari bunda berada di dapur dan ayah sedang berada di taman rumah. Ketika
bunda sedang di dapur, tiba-tiba bunda melihat tetesan-tetesan darah di lantai dapur. Sontak bunda
teriak histeris di dapur.

“Aaaaaaahh!!!”

Bunda berteriak dengan histeris, kami pun datang menghampiri bunda dan menanyakan apa
yang terjadi pada bunda, lalu bunda mengatakan apa yang telah ia lihat tadi. Lagi–lagi ayah dan
Vevi tertawa mendengar cerita bunda. Lalu Vevi mengatakan,
“ Mungkin bunda hanya berimajinasi karena kecapean kerja Bun…, bunda itu harus banyak
istirahat, biar tubuh dan perasaan bunda lebih fresh gitu.. .”

Dan ayah melanjutkan kata–kata Vevi,

“ Iya Bun, mungkin bunda sedang berimajinasi tadi, karena bunda kecapean akhir-akhir ini
bunda kan lagi banyak pekerjaan.”

Bunda tidak diam saja, bunda ngotot dan menjelaskan kepada ayah dan Vevi tentang
kejadian yang menyeramkan tadi. Lalu aku pun mengatakan kepada semua orang khususnya ayah
dan Vevi,

“Benarkaaan…. rumah ini sangat menyeramkan. Lebih baik kita pindah rumah saja Yah..
Bun….”

Sontak ayah pun menjawab,

“ Tidak! Kita tidak akan pindah dari rumah ini! Menurut Ayah rumah ini sudah begitu
nyaman bagi ayah. Lagian rumah ini cukup strategis menurut juga. Semua sama sekali tidak ada
hubungan nya dengan kejadian-kejadian aneh yang menurut ayah tidak masuk akal sedikitpun.”

Ya begitulah ayah, memiliki watak yang cukup keras kepala dan tidak mau mendengar
pendapat kami jika ia merasa tidak masuk akal dengan pernyataan tersebut, termasuklah dengan
pendapat yang sudah kami sampaikan sepenuhnya tanpa ada yang dikurang-kurangi dan juga tidak
ada melebih-lebihkan. Percuma saja rasanya.

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥ

Setelah kejadian tadi, aku pun langsung melakukan kegiatan seperti biasa yaitu membaca
novel sambil mendengarkan musik. Tak lama kemudian aku merasakan hal aneh seperti suhu di
kamar yang dingin padahal tidak ada angin sedikit pun. Awalnya Tania tidak mengganggap hal
terlalu serius, Tania tetap melanjutkan membaca novel di kamarnya tersebut. Kejanggalan di kamar
Tania tidak berhenti disitu saja. Kebetulan Tania sedang sendirian di kamar. Tiba – tiba, benda –
benda yang ada di kamar Tania bergerak dengan sendirinya. Tania langsung lari ke lantai bawah
dan menceritakannya kepada Vevi, kali ini Vevi menanggapi cerita dari Tania. Vevi dan Tania
pergi ke kamar untuk memastikan apa yang dikatan Tania tadi atau Tania sedang berimajinasi,
sesampai kami di kamar, kami tidak merasakan hal – hal yang dirasakan oleh aku tadi, lalu Vevi
mengatakan,
“ Tidak apa – apa kok Katan, makanya Katan jangan sering membaca buku novel yang
seram terus dong Katan.”

Tania tidak mau diam, Tania tetap ngotot dan menjelaskan pada Vevi apa yang telah terjadi
tadi pada Tania.

“ Tidak Vevi, aku tadi tidak sedang berimajinasi kok. Kenapa sih cuma aku dan bunda yang
merasakan kejanggalan, sadangkan kamu dan ayah tidak pernah merasakan kejanggalan.”

Vevi hanya diam sambil mengusap–ngusap punggungku. Setelah Vevi dan aku mengecek
kamarnya, Vevi mengajak aku ke lantai bawah untuk menoton TV. Kebetulan ayah dan bunda baru
saja berangkat ke kantor karena mendapat pekerjaan dari atasan nya. Aku dan Vevi menonton TV
bersama sambil memakan cemilan. Tak lama kemudian tiba – tiba kami mendengar sesuatu dari
kamar mandi, sontak aku menyuruh Vevi lansung mengecek kamar mandi, pada saat Vevi cek
kamar mandi tersebut ternyata keran air terbuka. Lalu Vevi menutup keran air tersebut. Setelah itu,
kami melanjutkan menonton TV sambil memakan cemilan. Tiba–tiba kami mendengar sesuatu lagi
dari kamar mandi tersebut, kali ini kami mengecek kamar secara bersama–sama. Dari dapur kami
sudah melihat tetesan – tetesan yang pernah bunda lihat, pada saat kami telah sampai di depan pintu
kamar mandi, kami takut untuk membuka pintu kamar mandinya. Kami berusaha untuk
meyakinkan diri kami untuk membuka kamar mandi. Pada saat kami buka kamar mandi, kami
melihat rambut dan darah di lantai kamar mandi. Akupun lansung menutup pintu kamar mandi dan
mengatakan kepada Vevi,

“ Seperti ini lah yang pernah aku lihat pada hari itu!”

Lalu kami membuka pintu kamar mandi sekali lagi dan kami tidak melihat apa-apa di lantai
kamar mandi tersebut. Pada saat kami melihat langit – langit kami melihat ada sekelibat bayangan
putih di langit langit kamar mandi, kami pun lansung berteriak histeris.

“Aaaaaaaaahh!!!”

Setelah kami berteriak, hantu itu pun masuk kedalam tubuhnya Vevi. Vevi pun melayang ke
langit–langit rumah dan terbang ke balkon rumah. Vevi berdiri di balkon rumah dalam keadaan
tidak sadarkan diri atau kerasukan. Sontak aku berlari kerumah lalu menghubungi ayah dan bunda
untuk mengatakan bahwa Vevi sedang kerasukan. Aku mencoba menghubungi bunda tetapi nomor
bunda sedang sibuk. Aku mencoba menghubungi ayah dan telepon ku dijawab, aku pun lansung
mengatakan bahwa Vevi sedang kerasukan. Ayah pun shock lalu ayah dan bunda langsung pulang
ke rumah dengan cepat karena Vevi masih di balkon rumah. Lalu aku kambali keluar rumah dan
berusaha untuk menyadarkan Vevi dari kerasukannya tersebut.

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥ

Tak lama kemudian ayah dan bunda sampai di rumah dengan perasaan panik dan gelisah.
Aku dan bunda berusaha untuk menyadarkan Vevi sedangkan ayah berusaha untuk menghubungi
temannya yaitu bapak Indra. Dan kebetulan pak Indra adalah seorang indigo yang agak jauh dari
kediaman rumahnya.

Pada saat ayah menghubungi temannya terjadi permasalahan, nomor bapak Indra tersebut
tidak dapat dihubungi. Setelah mengulangnya berkali–kali akhirnya nomor bapak Indra tersebut
dapat dihubungi. Ayah mengatakan pada temannya bahwa Vevi sedang kerasukan oleh makhluk
halus. Lalu bergegas pak Indra datang kerumah kami yang agak jauh dari rumahnya. Pada saat
bapak Indra diperjalanan, Vevi sudah jatuh dari balkon dan tidak sadarkan diri. Kami pun lansung
lari menghampiri Vevi. Pada saat kami lari menghampiri Vevi kami melihat bayangan hitam yang
keluar dari tubuhnya. Ayah langsung menghubungi ambulan untuk segera membawa Vevi ke
rumah sakit. Kami pun berbagi tugas, ibu pergi bersama Vevi ke rumah sakit sedangkan aku dan
ayah menunggu pak Indra yang sedang diperjalanan menuju ke rumah kami. Setelah Vevi dibawa
ke rumah sakit, pak Indra baru tiba di rumah kami. Anehnya, pada saat pak Indra turun dari
mobilnya, pak Indra langsung masuk ke rumah kami dan melihat semua lantai bawah dan
mengatakan kepada kami bahwa sebelumnya ada suatu peristiwa yang mengerikan.

“Di bawah lantai ini dulunya ada kuburan seorang gadis cantik yang dibunuh pada saat ia
sedang sendirian di rumah. Dia tidak ingin ada orang lain tinggal di rumah ini kecuali dia sendiri.”

Sontak ayah mengatakan kepadaku,

“Kita harus pindah dari rumah dan kita tinggal di rumah lama kita.”

Kami pun mengemas barang-barang kami untuk dibawa ke rumah lama kami dan dibantu
oleh pak Indra sambil menjelaskan tentang rumah tersebut. Setelah kami memindahkan barang-
barang tersebut. Kami pun langsung pergi ke rumah sakit dulu untuk melihat keadaan Vevi
bersama dengan pak Indra.

Setelah Vevi sadar dari komanya kami pun langsung memilih untuk melanjutkan perjalanan
ke rumah lama kami. Keadaan Vevi mulai membaik. Tiba lah hari dimana saatnya Vevi untuk
pulang kembali ke asrama. Ayah dan bunda mengantarkan Vevi ke asrama. Setelah kejadian
kemarin, kami pun hidup seperti biasa lagi di rumah lama kami.

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥ

Anda mungkin juga menyukai