Anda di halaman 1dari 10

Tidak ada yang tau betapa enggan shin yon hae

melangkahkan kaki di antara bagungan bangunan itu se pagi


ini, jam masih menunjukkan angka 8 lewat tapi pemilik baru
dari rumah yang membeli rumahnya lewat lelang dua minggu
yang lalu sudah datang dan membuatnya terpaksa harus
keluar dari rumah itu.
Saat pintunya di kedor tadi pagi, yoon hae hanya mengeliat di
tempat tidur, hidup sendiri setelah ibunya meninggal
membuatnya malas melakukan apa pun, bahkan untuk
sekedar membuka pintu, makanya ia mengabaikan kedoran
tersebut dan kembali tidur.
Setelah itu suasana kembali tenang namun tiba tiba
ponselnya berdering, yoon hae beranjak dengan gusar dan
hendak membanting ponsel itu namun nama dilayar tersebut
menghentikannya.
"Yoon hae, kau ada dirumah, kan?!" Yoon hae kenal suara itu,
suara pamannya.
"Ya, ada apa paman?!"
"Paman tadi dapat telepon dari pemilik rumah yang baru,
katanya mereka sudah mengetok pintu tapi kau tidak keluar"
ah, ternyata yang mengetok pintu pemilik baru.
"Oh, baik aku akan keluar" yoon hae segera menutup telepon
dan beranjak dengan engan.
Sebenarnya yoon hae sangat tidak ingin menjual rumah besar
peninggalan ibunya itu, ia memiliki banyak kenangan bersama
ibunya disana, tapi yang yoon hae miliki sekarang hanyalah
saudara laki laki ibunya, paman kang,
Setelah mengalami banyak pertimbangan akhirnya yoon hae
setuju melepas rumah itu dan bersedia tinggal bersama
pamannya. untungnya pamannya sudah tidak tinggal
bersama istri dan anaknya lagi.
Yoon hae berdiri di depan gedung berlantai dua di depannya
dengan bingung, rumah itu tampak sederhana dengan pagar
besi berwarna hijau yang sudah mulai mengelupas, ada
pohon
persik tumbuh sangat subur diperkarangan rumah dan
beberapa tanaman kecil menjadi pelengkap yang sangat
manis, rumah itu tampak besih dan nyaman untuk ukuran laki
laki paru baya yang tinggal seorang diri.
Yoon hae membuka pagar besi yang rendah itu perlahan,
rumahnya tampak sepi, pamannya bilang masih di toko dan
itu artinya tidak ada siapa pun dirumah, untungnya yoon hae
sudah dibekali kunci serep jadi ia bisa masuk dan
merebahkan tubuhnya.
yoon hae memutar kunci dengan gugup, walau katanya ia
pernah kerumah itu waktu kecil tapi yoon hae merasa datang
ke tempat asing. Saat membuka pintu, lagi lagi gadis itu
tercengang. Ia mengira isi dalam rumah akan sangat
berantakan dan bau alkohol dimana mana tapi ternyata tidak,
beberapa perabotan yang hampir seluruhnya berbahan kayu
tersebut tertata dengan sangat rapi, nyaris tidak ada debu
sama sekali, lantai rumahnya pun sangat mengkilat,
Pamannya dikenal
sangat rapi, lalu dia juga sangat pandai memesak, sehingga ia
membuka sebuah restoran yang cukup ramai di pinggiran
jalan itaewoon. Mungkin pamannya sedang dalam perjalanan
ketika yoon hae menelpon akan pindah hari ini.
Lalu beberapa foto masa kecil seorang anak laki laki dipajang
di dingding dan di atas lemari menarik perhatian yoon hae, ia
memandangi anak laki laki bermata besar itu sejenak,
mengingat wajah itu. Ia sangat mirip dengan paman kang,
mata dan bibirnya yang penuh, senyum mereka pun sama.
Tapi diantara foto foto itu tidak ada satu pun foto mantan istri
paman. Ya, yoon hae sudah mendengar soal perceraian
mereka setelah kelahiran anak mereka yang sangat melukai
paman kang, tapi untungnya ia bisa membesarkan putranya
dengan baik walau sampai saat ini yoon hae tidak berani
bertanya dimana keberadaan anak itu sekarang.
Beberapa saat kemudian bunyi pintu terbuka
membuyarkan lamunan yoon hae. Ia berbalik untuk melihat
siapa yang datang.
"Kau sudah datang?? Maaf, paman masih mengurus reatoran
tadi, kau tidak menyasar kan?!" Yoon hae memperhatikan laki
laki paruh baya yang menaruh sekantong besar plastik di
meja makan itu dengan canggung, meski laki laki itu adalah
kerabat dekatnya, mereka jarang sekali bertemu. "Duduklah,
paman akan membuat sarapan untukmu. Tapi setelah ini
paman harus pergi lagi, tidak apa apa kan kau sendiri di
rumah?! Jangan kawatir, anak paman tidak disini" seolah
membaca pikiran yoon hae laki laki itu menjelaskan prihal
keberadaan anaknya. Dan yoon hae memang berharap
demikian.
"Kau tidak melupakan kang ji hwan, kan?!" Yoon hae bingung
harus menjawab apa, karna ia nyaris tidak mengenali ji hwan
walau memandangi fotonya tadi.
"Dia sudah sebesar dirimu, dan kalau saja dia tidak pergi
untuk mimpi konyolnya itu, dia mungkin sudah sekelas
denganmu. Dia itu
aneh, punya mimpi ingin jadi idol, tapi paman tidak bisa
mencegahnya" sambil membersihkan sayuran dan
mengambil telur dilemari pendingin laki laki itu mulai
bercerita tentang anaknya, sekali ia tersenyum. Pamannya
bilang ji hwan sudah masuk agensi sebagai trainee di
perusahaan MQ entertaiment sejak berumur 12 tahun, yang
artinya sudah enam tahun berlalu dia tidak tinggal bersama
ayahnya, tapi setiap sebulan sekali dia akan datang kerumah,
memakai setelan serba hitam, dengan masker, topi dan kaca
mata, sampai pernah suatu hari dia di kira maling saat
ketahuan tetangga memanjat pagar, untungnya ji hwan
langsung menelpon ayahnya dan kesalah fahaman itu pun
berakhir.
"Padahal paman ingin sekali dia menjadi dokter tapi dengan
bangga dia bilang bahwa penghasilan idol lebih menjanjikan.
Untungnya dua tahun kemudian dia debut bersama
segerombolan anak muda yang sangat tampan tampan. kalau
paman melihatnya di TV
paman merasa malu sekaligus bangga. Paman tidak
menyangka, ternyata anak itu bisa melakukan hal sekeren itu.
Tapi... apa kau alergi pada sesuatu?! Atau apa kau tidak
menyukai makanan makanan tertentu?? Paman suka sekali
masak, tapi lidah setiap orang, kan. Berbeda. Paman tidak
mau kau tersiksa karna makan masakan paman. Tapi Maaf,
ya? kalau Paman sedikit banyak berbicara, mulai sekarang
kita akan tinggal bersama" Laki laki itu berkata sambil
menjulurkan kepalanya dari arah dapur, menunggu yoon hae
menanggapi perkataan dengan sabar.
"Tidak apa apa paman, aku menyukai segala jenis makanan,
kok"
"Untunglah. Kau mirip sekali dengan ibumu. Ibumu itu suka
sekali makan. Waktu kami muda kami sering nongkrong di
kedai mobil di dekat rumah kami dulu. Tapi anehnya meski
ibumu sangat rakus, dia tidak pernah gemuk" laki laki itu
tergelak, namun itu hanya berlangsung beberapa detik karna
setelah itu
ia diam dan yoon hae melihatnya ia mengusap matanya diam
diam. Ia berpikir ternyata bukan hanya dirinya yang merasa
kehilangan.
"Oh, ya. Kau sudah mulai sekolah besok, kan?!" Yoon hae
lupa bagian itu, setelah kematian ibunya ia sudah tidak
datang kesekolah lagi, dan itu sudah satu bulan. Apa ia akan
baik baik saja kalau datang ke sekolah, besok?
"Besok saya harus mengurus barang barang saya, jadi
mungkin lusa saya kembali sekolah" itu mungkin alasan yang
cukup sopan untuk menolak, yoon hae masih belum siap.
"Oh, kalau itu biar paman yang mengurus, paman akan
menelpon jasa pemindahan"
"Oh, ya. Paman sudah menyiapkan semuanya, sandal itu
juga" paman kang menunjuk kaki yoon hae dengan sendok
kayu dari arah dapur, yoon hae langsung menyadari benda
berwarna merah muda itu terasa sangat lembut di kakinya.
Padahal tadi ia berpikir laki laki itu memiliki kebiasaan aneh,
suka warna
merah muda, tapi ternyata itu untuknya?
"Paman tidak memiliki pengalaman ngurus anak perempuan,
saat kau setuju tinggal bersama paman, paman sangat
antuasias sekali. paman sampai bertanya pada pemilik
gedung di depan, tentang kesukaan anak perempuan. dia
menyarankan ini dan itu sampai paman kewalahan"
"Kenapa paman bertanya pada bibi itu, paman kan bisa
bertanya langsung padaku?"
"Dia mengurus 3 anak perempuan sekaligus dan sudah
berpengalaman, makanya paman bertanya padanya?
Kenapa? Apa kau tidak menyukai sandalnya?"
"Tidak, kalau paman bertanya padaku, kan lebih mudah"
"Benar juga, nanti pqman akan langsung bertanya padamu"
"Oh, ya. kamarmu ada di sebelah sana. Istirahatlah. Nanti
akan paman panggil kalau makanannya sudah siap" yoon hae
beranjak tanpa mengatakan apa pun dan berjalan kearah
kamar yang di tunjuk laki laki itu.
***

Anda mungkin juga menyukai