Social Media
@deevcaz @0nlyrna
@__rcv @reg.ptrcia
Part of Content
Chapter II : Ayah
Chapter IV : Terbongkar
Bonus Chapter
Genre
Drama, Horror
Chapter I
Seorang Diri
Dan, akhirnya..
Sesudah diizinkan masuk, aku kegirangan sendiri, karena sudah lama tidak
bermain ke rumah Mentari. Mataku sedikit berkaca-kaca.
Aku membereskan barang bawaanku dan mulai menata satu persatu. Tak
sadar waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Tetapi tetap saja, aku
masih belum ngantuk. Akhirnya aku scroll tiktok supaya cepat tertidur.
Dhara.. bangun.
Dhara.. cek handphonemu.
"Hoaamm. Diem ah, Tari! Jangan ganggu!" Aku berkata demikian dengan
keadaan mata tertutup. Aku tidak sanggup membuka mata.
Entah apa yang merasuki diriku, setelah ada kata-kata 'Ayah', diriku
terbangun mendadak.
"Hah? Apa? Kenapa? Ayah?" Aku berkata dengan posisi masing mematung di
kasur.
"Mentari!! Tari! Tarrr..?" Mentari tidak ada di rumah. Aku mengecek bagian
garasi rumahnya, motornya tidak ada. Tandanya Ia sedang diluar, Ia pergi.
Hah? Aku ngigo apa gimana, sih? Batinku.
Aku heran dan berjalan kesana kemari di kamar. Jika Mentari pergi, siapa
yang mengatakan demikian sedaritadi?
Aku mengabaikan panggilan misterius tadi, tetapi menanggapi perintahnya.
Aku langsung membuka handphoneku di nomor yang kini aku pakai. Tetapi
ternyata, tidak ada apa-apa. Kosong.
Apa pemanggil misterius tadi hanya makhluk halus penghuni sini, yang ingin
mengerjai aku saja, ya? Batinku.
Aku sempat terdiam beberapa saat. Makhluk itu benar, dia tidak berusaha
untuk membohongiku. Ada notifikasi dari Ayah di nomorku yang satunya,
yang sempat aku matikan. Tetapi, apa yang aneh? Aku merasa biasa saja, tidak
ada yang mencurigakan dari itu. Ayah hanya menanyakanku, menyuruhku
pulang, dan minta maaf, kan, karena kejadian malam itu? Walaupun minta
maafnya baru pagi tadi, tetapi tidak ada yang salah sama sekali, kan?
Aku sebenarnya malu untuk membalas pesan dari Ayah, karena canggung dan
juga aku masih menaruh amarah, walau tidak banyak. Walaupun begitu juga,
Ayah dan Ibu tetap orangtua kandungku, jika mereka meninggalkanku, aku
tetap menyayangi mereka. Aku hanya sedikit kecewa.
Aku sudah lumayan bosan untuk rebahan saja di kasur sambil bermain
handphone dan menunggu Mentari pulang. Aku ingin mencoba untuk
menghibur diri dengan menonton tv saja. Dulu, channel tv favoritku adalah
Nickelodeon, antara nomor 123-125, aku sangat ingat. Nickelodeon berisi
kartun animasi, seperti stasiun tv pada umumnya, hanya saja dari luar negeri.
Tetapi, ketika aku menyalakan tv, aku agak penasaran dengan berita baru
yang heboh di beberapa media masa. Aku coba cek di handphone juga banyak,
hingga masuk trending twitter. Berita ini berisikan artikel kurang lebih
seperti ini 'Seorang pria inisial HD berumur sekitar 45 tahun menyetubuhi
dan membunuh gadis kembar yang masih di bawah umur (sekitar 2 tahun).
Korban ditemukan di semak-semak dekat lampu merah Jl. Wakatobi.' Aku
sedikit tercengang ketika membaca beritanya, karena pria itu segila dan
sekejam itu. Aku tidak habis pikir, bagaimana perasaan orangtua dari korban?
Pasti sangat terpukul. Dan juga, nama jalannya tidak asing, sepertinya aku
mengenalnya.
Aku tertarik dan mencari tahu lebih dalam tentang ini. Aku mencari di tiktok
dengan judul 'wajah pelaku kejadian 1 Mei 2023' dan yang aku dapati..
Aku menampar pipiku sendiri, seolah kejadian ini adalah kebohongan media
sosial. Aku menangiss sejadi-jadinya, memastikan kebenarannya di internet.
Dan benar saja, itu wajah Ayah. Inisial namanya juga benar, nama Ayah. HD
singkatan dari 'Hafidh Devendra'.
"Tar!"
"Ya??"
"Chat-in temenmu yang itu, yang katanya nyalurin kost-an."
"Ohh, Jeneth namanya, bentar."
"Ho'oh, kirimin kontaknya sekalian."
"Syap nyonya."
Sesudah itu, benar saja, aku dikirimi pesan oleh nomor tak dikenal yang tidak
lain tidak bukan adalah Jeneth. Jeneth adalah teman satu kampus Mentari.
Aku tidak tahu banyak tentang dia. Namun, aku sudah mendapat kost-annya.
Di luar kota. Ya, karena kuliahku juga di luar kota. Kuliah yang akau pilih ini
baru, jadi berkesan aku sebagai orang asing. Walaupun baru-baru begitu,
tempt perkuliahannya langsung terkenal dan banyak disegani di mayarakat.
'Big love for you, save flight.' Aku tersenyum melihat pesan darinya, air mataku
sedikit menetes. Hingga 4 jam lamanya perjalanan, aku tertidur. Tibalah di
kota baru. Semoga disini ada hidup baru juga, yang pastinya lebih baik. Aku
turun dari pesawat dan mencari ojek untuk mengantarku ke kost-an yang
sudah dijanjikan oleh Jeneth. Suasana di kota itu sangat dingin dan juga
derajatnya lumayan berbeda jauh dengan kotaku. Di kotaku biasanya 29
derajat celcius jika panas, tetapi normalnya 27 derajat celcius. Jika di kota ini
yang panas 26 derajat celcius, dan dingin 23 derajat celcius. Terkesan tidak
terlalu dingin, tetapi untuk yang tidak terbiasa seperti diriku akan merasakan
hal yang berbeda dari biasanya.
Aku turun dari motor ojek tersebut dan membayar sesuai apa yang diminta.
Aku sampai di perjalanan baruku, aku sangat senang. Aku harap, perasaanku
yang lalu, sedih dan semacamnya memudar. Di kost-an tidak hanya aku, ada
teman yang lain yang tentunya dari berbeda-beda kampus. Kami bertukar
nama satu sama lain dan tertawa ria di hari pertama ini.
Alarm kesayanganku yang berjudul 'Rain Wet The Bird' itu, telah
membangunkanku pukul 05.00. Aku bergegas mandi dan mempersiapkan
buku-buku untuk pergi hari pertama ke tempat kuliah. Tidak sabar. Aku
segera memesan ojek supaya cepat sampai, karena jika nebeng dengan teman
se-kost-an rasanya tidak enak, karena kita belum kenal dekat, dan jalan
menuju tujuan tidak searah. Takutnya merepotkan.
Benar saja. Sesampainya aku disana, aku sudah terlambat. Waktu sudah
menunjukkan pukul 07.30. Sedaritadi di perjalanan, aku merasa melewati rute
yang bersamaan tiap menit. Walau aku berbincang dengan abang gojeknya,
aku tetap merasa ada yang janggal. Tetapi, aku mencoba mengabaikannya.
Hari pertama ini aku masih dibolehkan masuk karena hanya pengenalan dan
materi biasa saja, tidak ada tugas dan semacamnya. Dan pengumuman untuk
besok, diadakan pembelajaran jarak jauh atau secara daring. Jadi, aku tidak
perlu repot repot lagi untuk mempersiapkan seperti tadi pagi.
'Tadi pagi aku bangun pukul 4 subuh? Tetapi masih saja terlambat? Apa memang
kampusku saja yang jauh? Atau alarm tadi pagi rusak?' Batinku.
"Eh, maaf buka topik, kalian tahu kan yang viral kemarin? yang bapak-bapak itu?"
"Eh iya, tau-tau."
"Kejam banget gak sih? Gimana ya anaknya dia kalo tau? Kalo aku jadi anaknya
udah aku benci sih sampe tuh bapak-bapak m*ti."
"Sama sih, aku juga."
Deg.
'Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Mengapa mereka menggosipkan hal seperti itu di
depan diriku? Andai mereka tahu, aku adalah anaknya. Bagaimana tanggapan
mereka?' Batinku.
Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan sekarang, rasanya campur aduk,
seperti pertama kali aku mengetahui kebusukan keluargaku. Tetapi aku tidak
pernah sama sekali menaruh dendam. Aku berdiam diri duduk sambil
mendengar mereka menggosip. Aku tidak ingin makan, aku sudah tidak nafsu
untuk makan. Inikah yang diperbuat orangtuaku hingga sampai-sampai
membuat jati diriku pecah?
Aku beranjak dari kursiku dan masuk kedalam kamar. Aku membanting pintu
kamarku dan membuat reaksi teman-teman disana heran. Mereka
memanggil-manggil diriku dari luar, tetapi tidak aku tanggapi. Isak tangisku
bercucuran sangat deras, disambut dengan suara petir dan hujan lebat.
Rasanya benar-benar luar biasa. Aku sedikit marah dengan membuang
sebagian barang-barangku, dan berteriak layaknya seperti orang gila. Aku
sudah tidak bisa lagi mengontrol diriku.
Setelah aku seperti itu, ada gempa yang menyambar. Dipikiranku itu adalah
petir yang menyambar kost-an, tetapi tidak. Ini benar-benar gempa. Gempa
itu magnitudenya lumayan keras dan kuat, hingga lampu tidurku yang aku
simpan di tas saja pecah, LCD hpku yang aku pegang saja retak seketika.
'Hidupku disini sepertinya semakin buruk. Aku sepertinya sudah lelah dengan semua
ini, apa aku menyerah saja untuk cita-citaku?' Pikirku saat itu.
Hari-hari berikutnya. Aku masih tetap diliputi oleh kejadian-kejadian aneh.
Aku hanya butuh bantuan dari Ustadz sekitar komplek, aku tak tahan. Entah
ini kost-an horror atau bagaimana, aku juga tidak paham. Aku bergegas
menuju rumah Ustadz, tetapi ternyata tidak ada Ustadz yang tinggal disana.
Aku sedikit heran, baru desa ini yang aku ketahui tidak ada orang pintar atau
Ustadz. Hanya ada Kyai. Nama Kyainya yaitu Kyai Rahman. Aku bergegas
mengunjunginya, dan beliau ada. Beliau memperhatikanku seakan Ia telah
menunggu kehadiranku. Aku menatap bingung, 'ada apa?'.
Kyai sedaritadi hanya duduk dan menatap Dhara, hingga akhirnya memulai
pembicaraan kembali.
Ketika aku berjalan di sekitaran komplek, ada yang berjualan di sekitar sana.
Kebetulan aku haus, dan segera membeli 1 gelas es teh. Aku memberanikan
diri untuk bertanya ke Ibu-ibu tersebut. Barangkali kenal bapak 'Samsul
Mahendra'. Dan ternyata benar. Ibu itu tahu. Ia memberikan nomor
handphone pak Mahen kepadaku, danlangsung kuucapkan terimakasih.
Setelah itu aku pulang ke kost-anku dengan keringat yang lumayan banyak
bercucuran. Segera aku menghubungi pak Mahen. Aku mengajak beliau ke
kost-anku saja. Berharap bisa berbicara baik-baik demi penjelasan. Aku butuh
kebenaran.
Sebelum itu, aku ingin menanyakan kabar Ibu, dan mengajaknya kesana nanti,
kira-kira, apakah mau? Feelingku berkatatidak, karena Ibu sifatnya moody-an
dan tipe orang yang hidupnya tidak suka di usik. Tetapi coba aku tanyakan
dulu.
Sudah ku duga, beliau tidak akan mau. Ok tidak apa-apa. Ajak Mentari aja,
deh. Eh, tunggu. 'I'll, succed, do it?'
THE END
Aku tidak pernah berandai atau meminta untuk dilahirkan di
dunia ini. Sama sekali tidak. Namun, kenapa semua ini harus
menjadi kesalahanku? Kenapa harus aku yang merasakan? Apakah
dosaku dari tempat asalku, dari aku bayi, dari aku sebelum lahir,
sangatlah banyak? Sebanyak apakah?
Aku tidak membenci mereka. Aku tahu, aku tahu kondisinya. Aku
sangat paham. Hanya saja aku heran, dan tentunya tidak habis
pikir, mengapa tidak jujur dari awal? Mengapa harus ketika aku
dewasa? Karena ketika dewasa aku akan lebih menderita. Tetapi
dengan semua ini, bukan berarti aku tidak bisa menyelesaikannya
secara individual, kan?
©2023
All Right Reserved