Kutemui album dikamar, kulihati seluruh memori tentangku
yang dulu. Dulu, aku bahagia. Tidak banyak pikiran dan masalah yang berat. Sekarang, aku lelah. Banyaknya pikiran dan masalah yang datang begitu rumit. Dulu, aku selalu mengikuti apa perintah orang dewasa. Aku belum tau apa apa. Sekarang, aku sudah beranjak dewasa. Aku harus memiliki pendirian, tidak ketergantungan lagi. Jika dibandingkan dengan kehidupanku yang dulu, aku yang dulu banyak merepotkan dan rewel, tetapi orang orang tetap mengerti aku. Sekarang, aku harus menghadapi semuanya sendirian. Tak ada bantuan dan uluran tangan. Yang ku rindukan hanyalah diriku yang dulu. Diri yang banyak mendapat kebahagiaan. Dulu, aku kira keluarga ini bahagia. Aku tak mengerti dan tak tahu mengapa dulu aku harus tinggal dirumah kakekku. Dulu, aku rasa orang tua aku sangat menyayangiku. Namun suatu saat, ketika aku tau yang sebenarnya. Hatiku sangat teriris iris. Pada saat aku menginjak umur 12, aku merasa kesepian. Setiap aku pulang ke rumah, begitu sepi dan sunyi. Selalu kunanti nanti kehadiran orang tua ku dirumah. Setelah malam, akhirnya mereka pulang. Tetapi mereka tidak melakukan apa yang biasanya orang tua lakukan. Yaitu, berinteraksi dengan anak. Diri ini selalu berharap mendapatkan kasih sayang oleh orang tua, sampai suatu saat. “papih itu sebenarnya gamau anak pertama nya itu perempuan,” ucap ibuku. Lalu aku menjawab “jadi itu alasan papih ga pernah perlakuin kaka sesayang Adit (adikku),” timbal aku. Kini aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman temanku. Sepulang sekolah, aku tak langsung kunjung ke rumah. Melainkan bermain dulu bersama teman, aku merasa bahagia. Tetapi aku sangat benci suasana rumah yang tak seperti rumah. Aku ingin keluarga ini begitu bahagia layaknya keluarga teman temanku. Di tahun 2019, pada malam saat bertepatan dengan ulang tahun ku. Aku harus menjadi saksi pertengkaran orang tuaku. Mereka bertengkar dikamarku, mereka mengira aku sudah tidur. Aku sebenarnya terbangun karena ayahku melempar hp dengan suara begitu keras. Aku tetap menutup mata berpura pura tidur. Sungguh aku benci suasana ini. Setelah aku beranjak dewasa, mereka semakin terbuka akan masalah mereka. Aku berada ditengah, aku lelah. Tidak seharusnya aku berada diposisi ini. Ayahku selalu berusaha menempatkan aku diposisi tengah ini, sedangkan aku tidak mau. Aku ikut dengan ibuku, kami tinggal dirumah kakekku. Tetapi hanya aku, adik keduaku, dan ibuku. Adik pertama ku (Adit) dibawa oleh ayahku. “Seandainya waktu bisa diputar, mamih seharusnya pisah sama papih ketika baru punya kaka aja, jadi adik adik kaka ga ngerasain sakit nya yang sama seperti kaka,” ucapku. “mamih dulu gak mau pisah karena mamih kira papih akan berubah, nyatanya tidak,” jawabnya. Aku stress, depresi, karena posisi aku yang sekarang ini. Aku ingin keluar dari zona ini. “ itu urusan papih sama mamih, kaka ga berhak ikut campur,” bantah ku ketika papih meminta aku membantunya memperbaiki hubungan mereka. Plakkk... suara tamparan itu ternyata jatuh kepada pipiku. Aku bukan memilih diantara mereka, tetapi memang ini kenyataannya. Ibuku tidak salah dan tidak mungkin akan melakukan kesalahan jika tidak ada alasannya. Aku sakit, aku lelah, aku ingin tumbang. Tetapi tidak akan kubiarkan diri ini tumbang. Membangun semangat sendirian itu sulit. Seluruh masalah dan beban aku angkat sendiri. Kuharap aku menjadi wanita yang kuat dan mandiri. Walaupun aku selalu ingin menjadi diriku yang dulu. Ini takdir, harus kujalani. Aku memang rindu diriku yang dulu, yang manja dan rewel. Dulu, aku merasa tidak kesepian. Namun sekarang, aku kesepian. Lebih banyak mengurung dalam kamar, menangis sendirian, dan berteman dengan kesendirian. November 2021, ku bertemu dengannya. Lelaki yang membuat aku merasa tak sendirian. Ia selalu memberi warna pada hari hariku. Ia bernama Tian. Namun, pertemuan itu berlangsung begitu singkat. Kami ternyata beda keyakinan, dan terpaksa aku harus menjauhi nya. Pada Desember 2021 itulah komunikasi kita yang terakhir sebelum aku harus pergi menjauh darinya. Ku tak ingin rasa ini menjadi begitu dalam padanya, benteng kita begitu tinggi. Tian... maaf aku harus pergi Kembali lagi ku merasa kesepian, ku jalani tahun baru dengan lembaran baru. Terus ku tekadkan dalam diri bahwa aku kuat. Biarkan masalah ini menjadi dorongan untuk kuat. Kuyakini masa depan dan kebahagiaan akan menanti ku. Yang dapat aku ambil yaitu, egois itu jahat, bahagia itu sementara, dan lelah itu adalah buah dari suatu kerinduan.