Anda di halaman 1dari 7

Efek Relaksasi Autogenik pada Pengurangan Tekanan Darah pada Pasien Lansia Hipertensi

Banyaknya orang yang tidak tahu bahwa pikirannya tidak tenang atau rileks itu erat terkait dengan
kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hipertensi sampai sekarang masih menjadi salah satu
masalah kesehatan utama dalam kesehatan masyarakat di negara maju dan di negara berkembang.
Hipertensi dapat diobati dengan perawatan farmakologis dan nonfarmakologis. Satu pengobatan
nonfarmakologi adalah relaksasi autogenik terhadap tekanan darah tinggi. Itu Metode yang
digunakan oleh penulis adalah Quasi Eksperimen Design dengan pre and post, yang merupakan
desain yang memberikan pengobatan kepada kelompok, kemudian diamati sebelum dan sesudah
implementasi. Itu populasi semua lansia dengan hipertensi, sampel terdiri dari 10 responden.
Variabel bebas adalah relaksasi autogenik dan variabel terikat adalah hipertensi pada orang tua
atau lanjut usia. Data yang dikumpulkan melalui observasi dianalisis dengan statistik uji-t
berpasangan dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada
perubahan mean tekanan antara sebelum dan sesudah terapi relaksasi autogenik dengan nilai sistol
yang signifikan pada p - Value = 0,04 (α <0,05) dan nilai diastol signifikan pada p - Value = 0,01
(α <0,05) sehingga bahwa ada efek relaksasi autogenik pada penurunan tekanan darah pada orang
tua penderita hipertensi. Kesimpulannya melihat hasil penelitian ini maka autogenik ini terapi
relaksasi dapat digunakan sebagai terapi alternatif dalam mengobati masalah tekanan darah dalam
lansia atau orang tua selain terapi pengobatan.

Kesimpulan
Setelah para peneliti menyelesaikan penelitian di Lorong Baja, Pematangsiantar, para peneliti
dapat menarik kesimpulan dan saran yang membangun dan bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas menyusui, terutama meningkatkan kesehatan orang tua dan orang tua. Kesimpulannya
bisa diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan itu, ada perbedaan antara tekanan darah
rata-rata sebelum dan sesudah relaksasi autogenik dan itu membuktikan bahwa efeknya relaksasi
autogenik pada penurunan tekanan darah pada orang tua atau orang tua yang menderita hipertensi,
dengan sistole signifikan (pValue) = 0,04 di bawah 0,05 dan nilai signifikan diastole (pValue) =
0,01 di bawah 0,05, kemudian hasil pengamatan dilakukan oleh peneliti setelah itu responden
melakukan relaksasi autogenik, responden merasa nyaman, tenang, rileks, dan juga terkontrol
pernapasan, detak jantung dan suhu tubuh.

Bahan dan Metode


Metode dalam penelitian ini adalah Desain Eksperimen dengan pra dan pasca, yang dirancang
untuk memberikan perlakuan kepada kelompok, kemudian diamati sebelum dan sesudah
implementasi (Polit & Kembali, 2006). Desain dalam penelitian ini adalah one-group pretest-
posttest design dan ini desain yang digunakan untuk membandingkan hasil sebelum dan sesudah
intervensi (Notoatmodjo, 2010). Desain ini juga tidak memiliki grup pembanding (kontrol), tetapi
pengamatan pertama (Pretest) memungkinkan menguji perubahan yang terjadi setelah percobaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua atau orang tua yang menderita penyakit hipertensi
di Dusun Lorong Baja, Jln Rakutta Sembiring, Pematangsiantar. Para peneliti mengambil sampel
dengan kriteria inklusi oleh Teknik Acak Terkadang.

Latar Belakang
Dalam pemeriksaan kesehatan, banyak orang datang ke layanan kesehatan, dan mereka merasa
kaget ketika mendapatkan diagnosis bahwa mereka memiliki hipertensi. Mereka yang datang dari
segala usia, tidak pernah berpikir mereka memiliki masalah ini, karena mereka merasa kesehatan
mereka sempurna, dan tidak ada gejala bahwa mereka memiliki tekanan darah tinggi. Masalah
ini, ketika itu terjadi secara berlarut-larut cara tanpa tindakan balasan, dapat menyebabkan situasi
berbahaya seperti stroke, jantung serangan, dan masalah lain yang juga sangat serius.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, yaitu usia, stres, ras, obat-obatan,
variasi diurnal dan gender (Potter & Perry, 2005). Menurut Potter & Perry (2005) tekanan darah
menggambarkan keterkaitan output jantung, resistensi pembuluh darah perifer, volume darah, dan
viskositas darah dan elastisitas arteri.
Banyak orang yang menangani hipertensi sebagian besar dilakukan secara farmakologis, di
samping praktik Metode ini juga efektif. Namun, kestabilan dan efektivitas pengobatan hipertensi
tidak hanya diberikan dengan farmakologi, tetapi juga dengan non-farmakologis terapi, terutama
penanganan stres (Marliani, 2008). Stres telah dikenal sebagai salah satu faktor pemicu utama
hipertensi (Setiawan, 2008). Karena itu salah satu alternatifnya upaya terapi yang dapat dilakukan
untuk menstabilkan kondisi stres adalah ketentuan terapi modalitas dalam bentuk terapi relaksasi
autogenik, sehingga diharapkan dapat meningkat kualitas hidup orang tua atau orang tua (Beevers,
2002).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala terus menerus untuk target
organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan
untuk otot jantung (Guyton & Hall, 2007). Penyakit yang dikenal sebagai penyakit darah tinggi
adalah faktor risiko utama untuk pengembangan penyakit jantung dan stroke. Penyakit hipertensi
juga sering disebut "silent killer" karena kita tidak bisa tanda dan gejalanya dari luar.
Perkembangan hipertensi berjalan lambat, tetapi berpotensi sangat berbahaya (Martuti, 2009).
Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam kesehatan masyarakat di
negara maju dan berkembang negara karena diperkirakan bahwa sekitar 80% peningkatan kasus
hipertensi terutama terjadi di negara berkembang. Diperkirakan bahwa dari tahun 2000 hingga
2025, sekitar 80% kasus hipertensi, terutama di negara-negara berkembang, meningkat dari 639
juta menjadi 1,15 miliar. Hipertensi lebih banyak menyerang hingga 2,6% (7.224). Selanjutnya,
pada tahun 2006 hingga 2007 meningkat lagi sebesar 2,6% sehingga total penderita hipertensi
adalah 7.514 orang. Hipertensi di Indonesia rata-rata 17% hingga 21% dari total populasi orang
dewasa. Itu berarti satu dari lima orang dewasa menderita dari hipertensi, dan hipertensi lebih
banyak terjadi pada wanita, yaitu 37% daripada pria, yaitu 28%. Hipertensi di Indonesia
menunjukkan bahwa di daerah pedesaan masih banyak hipertensi penderita yang belum terjangkau
oleh layanan kesehatan karena tidak adanya keluhan dari sebagian besar pasien (Ardiansyah, 2012
dalam Wardani 2015).
Salah satu pengobatan penyakit hipertensi adalah dengan melakukan terapi non-farmakologis.
Modifikasi gaya hidup adalah salah satu bentuk non-farmakologis yang paling penting manajemen
untuk mencegah tekanan darah ke hipertensi ke tingkat berikutnya. Relaksasi teknik adalah salah
satu bentuk manajemen stres dalam upaya melakukan modifikasi gaya hidup. Relaksasi psikologis
memiliki manfaat kesehatan yang memungkinkan pengiriman energi untuk perbaikan dan
pemulihan, dan memberikan relaksasi untuk ketegangan kebiasaan (Goldbert, 2007). Relaksasi ini
terapi memiliki variasi - salah satunya adalah relaksasi autogenik (Potter & Perry, 2006)
Relaksasi autogenik adalah teknik relaksasi yang komprehensif dan komprehensif
(Saunders,2007). Autogenik memiliki signifikansi pengaturan sendiri, dan merupakan salah satu
teknik relaksasi berdasarkan konsentrasi pasif dan menggunakan persepsi tubuh (mis. tangan yang
berat dan hangat) yang difasilitasi oleh sugesti diri (Kanji et al, 2006; Saunders, 2007). Prosedur
pasif dari relaksasi dikembangkan dengan melatih individu untuk menguasai kemunculan yang
bersemangat emosi, sehingga pasien tidak lagi tergantung pada terapisnya tetapi pasien dapat
membuat perubahan dalam dirinya (Saunders, 2007). Selanjutnya, Widyaastuti (2004)
menambahkan bahwa autogenik relaksasi membantu individu untuk dapat mengendalikan
beberapa fungsi tubuh seperti darah tekanan, frekuensi jantung dan aliran darah.
Penelitian tentang relaksasi autogenik telah banyak dilakukan. Menguji efektivitas relaksasi
autogenik dalam upaya mengurangi kecemasan pada masalah tidur dan autogenik relaksasi dalam
penurunan kecemasan pada siswa keperawatan (Kanji, et al., 2006; Bowden, et al., 2012),
mengurangi rasa sakit (Ishinova, et al., 2009; Prato dan Yucha, 2012), meningkatkan tidur dengan
menggabungkan multi-modal dan teknik relaksasi (Simeit, et al., 2004), penurunan sakit kepala
(Zsombok, et al., 2003), peningkatan sindrom iritasi usus, dan peningkatan kualitas hidup
(SutherlaZsombo al., 2005). Di Indonesia, penelitian relaksasi autogenik juga telah dilakukan.
Setyawati (2010) menyatakan bahwa relaksasi autogenik dapat mengurangi kadar glukosa darah
dan tekanan darah dalam penderita diabetes mellitus dan hipertensi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menentukan efek relaksasi Aoutogenik pada pengurangan tekanan darah pada orang
tua dengan hipertensi.

Psikodemia.com – Terapi Relaksasi Autogenik: Apabila dalam kondisi yang tegang, seringkali kita
mendengar ada istilah relaksasi untuk mengurangi ketegangan yang kita alami.

Relaksasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesaia memiliki arti pengenduran, pemanjangan
(tentang otot), yang berarti melakukan suatu tindakan memberikan rasa relaks/kendur.
Ada beberapa macam teknik relaksasi, salah satunya adalah relaksasi autogenik.

Relaksasi Autogenik memiliki makna pengaturan sendiri


Relaksasi autogenik merupakan salah satu contoh dari teknik relaksasi yang berdasarkan pada
penggunaan persepsi tubuh (misalnya, tangan merasa hangat dan berat) yang difasilitasi oleh
sugesti diri sendiri.

Relaksasi autogenik digunakan sebagai teknik atau usaha yang sengaja diarahkan untuk
menyebabkan perubahan dalam kesadaran melalui autosugesti sehingga tercapailah keadaan rileks
(Kusyati, 2006).

Relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang efektif mengurangi rasa nyeri pada klien yang
mengalami nyeri akut atau kronis.

Relaksasi sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga
mencegah menghebatnya stimulus nyeri.
Pada relaksasi autogenik, klien menggunakan teknik sugerti diri (Auto suggestive), yaitu
seseorang dapat melakukan perubahan dalam dirinya sendiri, dan dapat mengatur ekspresi
emosinya (Kusyati, 2006).

Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui sugesti diri untuk
rileks sehingga dapat mengendalikan pernafasan, tekanan darah, denyut jantung serta suhu tubuh.

Imajinasi visual dan ucapan-ucapan verbal yang membuat tubuh yang membuat tubuh mensegesti
dirinya sendiri untuk santai merupakan standar latihan relaksasi autogenik (Varvogli, 2011).

Menurut (Varvogli, 2011) manfaat dari relaksasi autogenik adalah:

Mempengaruhi fungsi tubuh sehingga dapat mengalirkan hormon-hormonnya dengan baik ke


seluruh tubuh dan diduga latihan ini akan menurunkan kebutuhan akan terapi.
Relaksasi autogenik memberikan hasil setelah dilakukan sebanyak tiga kali latihan, setiap kali
latihan dilakukan selama 15 menit.
Membantu keseimbangan untuk memperbaiki keseimbangan antara organ tubuh dan sirkulasi
tubuh.
Menstimulasi pankreas dan hati untuk dapat menjaga gula darah dalam batas normal.
Menstimulasi sistem syaraf parasimpatis yang membuat otak memerintahkan pengaturan rennin
angiotensin pada ginjal sehingga membantu menjaga tekanan darah dalam batas normal.
Menjaga organ-organ yang terluka, artinya dengan relaksasi autogenik yang teratur maka akan
menjaga pasien dari situasi-situasi yang cepat berubah sehingga stressor terkurangi dan relaksasi
terjadi
Relaksasi ini baik dilakukan oleh individu yang memiliki ketegangan otot, individu dengan stres
atau kecemasan tinggi yang membawa dampak pada terganggunya peredaran darah
(Smeltzer&Bare, 2002).
Langkah-Langkah Relaksasi Autogenik
Persiapan klien
Terdapat tiga posisi dasar dalam melakukan relaksasi autogenik yaitu duduk di kursi menyandar
di atas kursi, atau berbaring. Pada posisi berbaring prinsipnya sama dengan yang dikemukakan
dalam National Safety Council (2004) memungkinkan gravitasi untuk mendukung.

Posisi tidur merupakan posisi tubuh terbaik melakukan relaksasi autogenik:

a) Sebaiknya dengan berbaring dilantai berkarpet atau tempat tidur.

b) Kedua tangan disamping tubuh dan telapak tangan menghadap ke atas dan tungkai lurus
sehingga tumit di permukaan lantai.

c) Bantal tipis diletakkan dibawah kepala atau lutut menyangga dan punggung lurus.

Konsentrasi dan kewaspadaan


a) Ketika pertama kali melakukan latihan ini yang akan dirasakan adalah bahwa pikiran
menerawang ke hal-hal yang tampaknya lebih penting.

b) Konsentrasi dalam latihan ini adalah hanya disini dan untuk saat ini, terutama dalam keadaan
tubuh saat itu.

c) Jika pada awalnya menemukan pikiran lain yang berusaha mengalihkan pikiran tersebut,
kemudian fokuskan kembali pikiran pada kewaspadaan tersebut (National Safety Counsil, 2004).

Fase Relaksai Autogenik


Latihan ini diawali dengan menarik nafas dalam dengan cara:

a) Memejamkan mata dan bernafas dengan pelan (menarik nafas melalui hidung dan keluarkam
melalui mulut)

b) Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dengan lambat setiap
inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekshalasi (“hembuskan, dua, tiga”)

c) menghitung dengan keras bersama klien pada awalnya akan membantu klien untuk beradaptasi

d) Ulangi prosedur 3-5 kali.

Setelah nafas dalam, maka dilanjutkan untuk masuk enam fase relaksasi autogenik.

Langkah 1: Merasakan berat

a) Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat. Selanjutnya, secara
perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali
sambil katakan “ aku merasa damai dan tenang sepenuhnya”.

b) Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki

Langkah 2: Merasakan kehangatan

Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan hangatnya aliran darah, seperti
merasakan minuman yang hangat, sambil mengatakan dalam diri “aku merasa tenang dan hangat”.

Langkah 3: Merasakan denyut jantung

a) Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.

b) Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang sambil katakan
“jantungku berdenyut dengan teratur dan tenang”.
c) Ulangi 6 kali.

d) Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang.

Langkah 4: Latihan pernapasan

a) Posisi kedua tangan tidak berubah.

b) Katakan dalam diri “napasku longgar dan tenang”.

c) Ulangi 6 kali.

d) Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”.

Langkah 5: Latihan Abdomen

a) Posisi kedua tangan tidak berubah.

b) Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat.

c) Katakan dalam diri “darah yang mengalir dalam perut terasa hangat”.

d) Ulangi 6 kali.

e) Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”.

Langkah 6 : Latihan Kepala

a) Kedua tangan kembali pada posisi awal.

b) Katakan dalam hati “kepalaku terasa benar-benar dingin”.

Akhir latihan
Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan lengan bersamaan
dengan napas dalam, lalu buang napas pelan-pelan sambil membuka mata.

relaksasi autogenik menekankan pada pentingnya sugesti diri, sehingga diperlukan latihan yang
rutin untuk tubuh menyesuaikan dan dapat mengikuti perintah dari apa yang telah disugestikan.

REFERENSI
Kusyati, dkk. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC
National Safety Council. T.C. Gilchrest. (2004). Manajemen Stres Alih Bahasa Widyastutik.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed. 8 Vol 1,2). Jakarta: EGC.
Varvogli, L dan Darviri, C. (2011). Stress management techniques: evidence-based procedures that
reduce stress and promote health:
Health Science Journal, 10(2) 75-80

Anda mungkin juga menyukai