Anda di halaman 1dari 9

َ ‫َّللاَ َو ْليَقُولُوا قَ ْو ًًل‬

‫سدِيدًا‬ َّ ‫علَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُوا‬ ِ ً‫ش الَّذِينَ لَ ْو ت َ َر ُكوا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم ذ ُ ِريَّة‬


َ ‫ض َعافًا خَافُوا‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.

Tafsir jalalain; (Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim
(orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka)
sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka
khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah)
mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu
apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan
hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya
menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris
hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.

Quraish shihab: Manusia sekali-kali tidak boleh berlaku zalim terhadap anak-anak yatim. Hendaklah
mereka merasa takut terhadap keturunannya yang lemah akan menerima perlakuan zalim sebagaimana
yang dirasakan oleh anak-anak yatim. Bertakwalah kepada Allah dalam menghadapi anak-anak yatim.
Berbicaralah dengan ucapan yang mengarah kepada kebenaran tanpa berlaku zalim kepada siapa pun.

Ali Yusuf mengatakan bahwa ayat ini adalah peringatan terhadap kalangan orang tua untuk
menunaikan tanggungjawab kepada anaknya. Orang tua adalah pilar dan penanggung jawab utama
pendidikan anak. Keluarga adalah al-Madrasah al-Uula (sekolah pertama dan utama). Orang tua
khususnya Ibu adalah Guru Utama dalam mendidik anak dalam keluarga.

Keluargalah yang akan melahirkan generasi dzurriyatan dhia’fan (anak cucu yang lemah) atau
sebaliknya, dzurriyatan thoyyibatan (anak cucu yang berkualitas). Untuk itu, orang tua harus bekerja
keras menyiapkan jalan penghidupan yang layak.
Sahabat Rasulullah Saw, Saad Bin Abi Waqqas yang kaya dan dermawan sedang sakit keras. Ia ingin
mewasiatkan seluruh hartanya bagi kemaslahatan umat. Rasulullah Saw melarangnya. Saad pun
berniat mewasiatkan separohnya. Itu pun tetap dilarang Rasulullah Saw.

Ia mewasiatkan sepertiganya. Rasulullah Saw lalu bersabda : “… dan sepertiga itu pun sudah banyak.
Sesungguhnya, jika engkau tinggalkan pewaris-pewarismu dalam keadaan mampu, lebih baik
daripada mereka dalam keadaan melarat, menadahkan telapak tangan kepada sesama manusia.” (HR.
Bukhari Muslim).

“Orang mukmin yang kuat lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah”. Demikian Hadits Nabi
Saw. Tapi, apakah warisan harta saja sudah cukup? Tentu saja tidak.
Kecukupan ekonomi hanyalah untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs), tapi belum bisa
menyelamatkan dari keburukan dan kekesengsaraan (QS. 66:6). Warisan yang lebih utama adalah
iman (akidah yang kuat), ilmu pengetahuan, ketaatan beribadah dan akhlak karimah.

Jika demikian, jangan sampai kita meninggalkan generasi yang lemah, yakni lemah ekonomi, iman
(akidah), ilmu pengetahuan dan akhlak mulia. Namun, orang tua wajib mendidik anak-anaknya lebih
dahulu dengan akidah yang kuat sejak dini, ketaatan dalam ibadah dan keutamaan dalam akhlak
mulia. (QS. 31:13-19).
TAFSIR SURAT AN-NISA’ AYAT 9

22.17 1 comment

BAB I

KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb

Alhamdulilah, kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehigga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan penuh kemudahan. Shalawat dan
salamsemoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah memberi petunjuk
kepada umatnya lewat ilmu-ilmu yang di bawah oleh Beliau.

Makalah ini kami sajikan berdasarkan pengamatan dari penafsiran surat an-Nisa’ ayat 9. Dengan
demikian,diharapkan agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang ayat-ayat pendidikan

Kami sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang membantu kami
dalam proses penyusunan makalah ini. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan
dalam makalah ini. Saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan
agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.Aminya robbal alamin

BAB II

PEBAHASAN
|·÷‚u‹ø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.t•s? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp-
ƒÍh‘èŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)-
Gu‹ù=sù ©!$# (#qä9qà)u‹ø9ur Zwöqs% #´‰ƒÏ‰y™

Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar! .[1]

2. Arti Kata

Dan hendaklah takut ‫ش‬ َ ‫فَ ْل‬


َ ‫س ْخ‬

Bila mereka meninggalkan ‫لَ ْوت ََر ُك ْو‬

Anak-anaknya (yang dibelakangnya) ‫خ َْل ِف ِه ْم‬

Dalam keadaan ً‫ذ ُ ِريَّة‬

Lemah ‫ض ْعفًا‬
ِ

Mereka khawatirkan (takutkan) ‫خَافُ ْوا‬

Hendaklah mereka bertakwa ‫فَ ْليَتَّقُ ْو‬

Dan mengucapkan ‫َو ْليَقُ ْولُ ْوا‬

Perkataan َ‫قَ ْوًل‬

Yang benar ‫س ِد ْيدًا‬


َ

Asbabul nuzul surat An-Nisa’ ayat 9

Allah SWT. berfirman dalam ayat ini hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak dan ahli waris yang lemah, janganlah sampai membuat
wasiat yang akan membawa mudharat da mengganggu kesejahteraan mereka yang ditinggalkan itu.
Berkata Ibnu Abbas menurut Ali bin Abi Thalhah bahwa ini mengenai seorang yang sudah mendekati
ajalnya yang didengar oleh orang lain bahwa ia hendak membuat wasiat yang bermudharat dan akan
merugikan ahli warisnya, maka Allah memerintahkan kepada yang mendengarnya itu agar
menunjukkannya kepada jalan yang benar dan agar diperintahkansupaya ia bertakwa kepada Allah
mengenai ahli waris yang akan ditinggalkan.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa tatkala Rasulullah SAW datang menjenguk Saad bin
Abi Waqqash yang sedang sakit, bertanyalah Saad kepadanya: “Ya Rasulullah, saya mempunyai harta
dan hanya putriku satu-satunya yang akan mewarisiku, dapatkah kusedekahkan dua pertiga
kekayaanku?”

Jawab Rasulullah, “Jangan.”

Dan kalau separuh, bagaimana? tanya Saad lagi.

“Jangan.”Jawab Rasulullah.

Dan kalau sepertiganya, bagaimana ya Rasulullah?” tanya Saad lagi.

Rasulullah menjawab, “Sepertiga pun masih banyak, kemudian Beliau bersabda:

َ َّ‫عا لَةً يَت َ َكفَّفُونَ الن‬


‫اس‬ َ ‫اِنَّكَ ا َ ْن تَذَ َر َو َرثَتَكَ ا َ ْغ ِنيَا َء َخي ٌْرمِ ْن ا َ ْن تَذَ َر ُه ْم‬

“Sesunggunya lebih baik meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya daripada meninggalkan
mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta”.

Penafsiran ;

Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Sepatutnya orang turun dari sepertiga ke seperempat
(mengenai wasiat), karena Rasulullah telah bersabda bahwa sepertiga pun banyak”.

Berkata para ulama ahli Fiqh: “Jika ahli waris yang ditinggalkan oleh si mayat adalah orang-orang
kaya, maka sebaiknya diwasiatkan penuh sepertiga, tetapi jika yang akan ditinggalkan itu orang-orang
miskin, maka sebaiknya dikurangi dari sepertiga.

Pembicaraan dalam ayat ini masih berkisar tentang para wali dan orang-orang yang diwasiati, yaitu
mereka yang dititipi anak-anak yatim. Juga, tentang perintah tehadap mereka agar memperlakukan
anak-anak yatim dengan baik, berbicara berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada
anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik, dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan anakku,
sayangku, dan sebagainya.

Dalam ayat ini yang diingatkan adalah kepada mereka yang berada di sekeliling para pemilik harta
yang sedang menderita sakit. Mereka seringkali memberi aneka nasehat kepada pemilik harta yang
sakit itu, agar yang sakit itu mewasiatkan kepada orang-orang tertentu sebagian dari harta yang akan
ditinggalkannya, sehingga akhirnya anak-anaknya sendiri terbengkalai. Kepada mereka itu ayat 9
diatas berpesan: Dan hendaklah orang-orang yang memberi aneka nasehat kepada pemilik harta agar
membagikan hartanya kepada orang lain sehingga anak-anaknya sendiri terbengkalai, hendaklah
mereka membanyangkan seandainya mereka akan meninggalkan di belakang mereka, yakni setelah
kematian mereka, anak-anak yang lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta, yang mereka
khawatir terhadap kesejahteraan mereka atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak yang lemah
itu. Jika keadaan serupa mereka alami, apakah mereka akan menerima nasehat-nasehat seperti yang
merekaberikan itu? Tentu saja tidak! Kerena itu, hendaklah mereka takut kepeda Allah SWT., atau
keadaan anak-anak mereka di masa depan. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
SWT. Dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.
Seperti terbaca di atas, ayat ini ditujukan kepada yang berada di sekeliling seorang yang sakit dan
diduga segara akan wafat. Pendapat ini adalah pilihan banyak pakar tafsir, seperti at-Thabari, ar-Razi,
dan lain-lain. Ada juga yang memahaminya sebagai ditujukan kepada mereka yang menjadi wali
anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim itu seperti perlakuan yang mereka harapkan
kepada anak-anaknya yang lemah, bila kelak para wali itu meninggal dunia. Pendapat ini menurut Ibn
Katsir, didukung pula oleh ayat berikut yang mengandung ancaman kepada mereka yang
menggunakan harta anak yatim secara aniaya.

Muhammad Sayyid Tanthawi berpendapat bahwa ayat di atas ditujukan kepada semua pihak,
siapapun, karena semua diperintahkan untuk berlaku adil, berucap yang benar dan tepat, dan semua
khawatir akan mengalami apa yang digambarkan di atas.

Kandungan Al Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 9 diatas, berpesan agar umat islam menyiapkan generasi
penerus yang berkualitas sehingga anak mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal
kehidupan dimasa mendatang.[2]

Jadi, Allah SWT. memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya
mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang
kesejahteraan hidup mereka dikemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi
tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.[3]

PEMBAHASAN

A. Teks Al-Qur’an dan Terjemahannya

َ‫َللا‬ َ ‫ش الَّ ِذينَ لَ ْو ت ََركُوا ِم ْن َخ ْلف ِِه ْم ذ ُ ِ ِّريَّةً ِضعَافًا َخافُوا‬


َّ ‫علَي ِْه ْم فَ ْليَتَّقُوا‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬

َ ‫َو ْليَقُولُوا قَ ْو ًًل‬


‫سدِيدًا‬

Artinya:“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-
anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.
(an-Nisa’: 9)

B. Makna Kosakata

Dan hendaklah takut ‫ش‬ َ ‫ َو ْليَ ْخ‬Bila mereka meninggalkan ‫ لَ ْوت ََرك ُْو‬Anak-anaknya (yang
dibelakangnya) ‫ َخ ْلف ِِه ْم‬Dalam keadaan ً‫ ذ ُ ِ ِّريَّة‬Lemah ‫ ِض ْعفًا‬Mereka khawatirkan
(takutkan) ‫ َخافُو ا‬Hendaklah mereka bertakwa ‫ فَ ْليَتَّقُ ْو‬Dan mengucapkan ‫ َو ْليَقُ ْولُ ْوا‬Perkataan َ‫ قَ ْوًل‬Yang
benar‫س ِد ْيدًا‬
َ

C. Tafsir Ayat
1. Abu Ja’far berkata: Pendapat yang representatif sebagai tafsir ayat tersebut adalah pendapat
yang mengatakan bahwa makna firman Allah tersebut adalah,”Hendaklah takut (kepada Allah) orang-
orang yang seandainya meraka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatirkan (anak-anak itu) akan terlantar bila mereka membagikan harta mereka semasa
hidup, atau membagikannya sebagai wasiat dari mereka kepada keluarga mereka, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, mereka menyimpan harta mereka untuk anak-anak mereka,
karena mereka takut anak-anak mereka akan terlantar sepeninggal mereka, di samping (karena
kondisi) anak-anak mereka itu (memang) lemah dan tidak mampu memenuhi tuntutan. Itulah
sebabnya mereka harus memerintahkan orang yang mereka hadiri (maksudnya orang yang akan
memberikan wasiat) saat memberikan wasiat untuk kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
dan yang lainnya agar berlaku adil terhadap hartanya, takut kepada Allah, serta mengatakan perkataan
yang benar, yaitu memberitahukan kepada orang yang akan memberikan wasiat tentang apa-apa yang
telah Allah bolehkan bagi dirinya, yaitu boleh memberikan wasiat, dan apa-apa yang telah Allah
pilihkan untuknya yakni (harus memberikan wasiat tersebut kepada) orang-orang yang beriman
kepada Allah, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya.

Pendapat tersebut paling representatif sebagai tafsir ayat tersebut daripada beberapa pendapat lainnya,
karena alasan yang telah dikemukakan tadi, yaitu bahwa makna firman Allah,

‫ار ُز قُو ُه ْم مِ ْنهُ َوقُولُوا لَ ُه ْم قَ ْو ًًل َم ْع ُروفًا‬ َ ‫ض َر ْال ِق ْس َمةَ أُولُو ْالقُ ْربَى َو ْاليَت َا َمى َو ْال َم‬
ْ َ‫سا ِكينُ ف‬ َ ‫َوإِذَا َح‬

”Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah
mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” adalah,
“Apabila kerabat, anak yatim, dan orang miskin, hadir sewaktu pembagian (harta), maka berilah
mereka bagian dari harta itu.”Makna ini sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami kemukakan.

Apabila makna tersebut merupakan makna bagi firman Allah, ‫ض َر ْال ِق ْس َمةَ أُولُو‬
َ ‫َوإِذَا َح‬

َ ‫“ ْالقُ ْربَى َو ْاليَت َا َمى َو ْال َم‬Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
ُ‫سا ِكين‬
miskin...” maka seharusnya firman Allah Ta’ala, ... ‫ش الَّ ِذينَ لَ ْو ت ََركُوا مِ ْن َخ ْلف ِِه ْم‬ َ ‫“ َو ْليَ ْخ‬Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan sebuah
pembelajaran dari Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam persoalan wasiat, yakni agar disesuaikan
dengan ketentuan yang telah Allah izinkan bagi mereka dalam masalah itu, sebab firman
Allah,. ‫ش الَّ ِذينَ لَ ْو ت ََركُوا ِم ْن َخ ْلف ِِه ْم‬
َ ‫“ َو ْليَ ْخ‬Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang...” merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang berbicara tentang
hukum wasiat. Dalam hal ini pendapat atau penafsiran yang telah kami kemukakan merupakan makna
yang paling kuat untuk firman Allah tersebut. Dengan demikian, menyamakan hukum yang
terkandung dalam firman Allah tersebut (maksudnya walyakhsya...) dengan hukum yang terkandung
dalam ayat sebelumnya adalah lebih baik karena makna keduanya hampir sam daripada menyamakan
hukum dalam firman Allah tersebut kepada hukum yang terkandung dalam firman Allah yang lain,
yang tidak ada kesamaan dalam hal makna.

2. Tafsir Al Mishbah : dan hendaklah orang-orang yang memberi nasihat kepada pemilik harta,
agar memberikan hartanya kepada orang lain sehingga anak-anaknya terbengkalai, hendaknya mereka
membayangkan seandainya mereka akan meninggalkan dibelakang mereka, yakni setelah kematian
mereka anak-anak yang lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta, yang mereka khawatir
terhadap kesejahteraan atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak lemah itu. Apakah jika
keadaan serupa mereka alami, mereka akan menerima nasihat-nasihat seperti yang mereka berikan itu
? tentu tidak ! karena itu – hendaklah mereka takut k65epada Allah, atau keadaan anak-anak mereka
dimasa depan. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dengan mengindahkan sekuat
kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi-Nya dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar lagi tepat.

D. Pendidikan Life Skill (Kecakapan Hidup)

1. Pengertian life skill

Menurut Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan
pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam
menghadapi situasi tertentu.

Menurut Brolyazin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup
merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup
mandiri.

Menurut kent davis (2000:1) kecakapan hidup adalah “manual pribadi” bagi tubuh seseorang
kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi
dirinya, bekerjasama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi
dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.

Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan
kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai
macam persoalan hidup dan kehidupan.

2. Pendidikan life skill

Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan
mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik
sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.

Peranan Orangtua sangatlah penting dalam membentuk dan membimbing anak-anaknya.


orangtua adalaha guru pertama yang dibutuhkan oleh anak, kedekatan anak dan kedua orangtua
merupakan selah satu hal yang sangat menentukan watak dan karakter dari anaknya. Pengawasan dan
perhatian orangtua yang optimal akan mambantu mempermudah pendidikan yang diberikan oleh
anak. kerja sama orangtua dan sekolah yang baik akan membuat pendidikan yang direncanakan untuk
anak semakin mudah dan lancar.

Orang tua adalah sumber pendidikan utama bagi anak. Parenting, merupakan istilah yang
merujuk pada penyiapan anak pada dunianya. Bagaimana ia nanti akan bersikap serta bersosialisasi
dalam keluarga dan masyarakat. Orang tua perlu sensitif dalam mengambil peran yang tepat dalam
kehidupan anak dan harus sepakat dalam mendidik.

Kecakapan keorangtuaan merupakan proses kegiatan membesarkan anak. Dalam hal ini ada
pada tataran membina, meningkatkan perkembangan fisik, emosi, sosial, dan intelektual anak mulai
dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Selanjutnya, kegiatan membesarkan anak tidak hanya
bertumpu pada keterikatan hubungan orang tua dan anak secara biologis semata. Ada beberapa faktor
lain yang perlu dikembangkan dalam kapasitas kecakapan sebagai orang tua.

Sebagai gambaran, berikut beberapa fungsi penting orang tua dalam keluarga. Diantara fungsi-
fungsi tersebut antara lain:

1. Fungsi Religius

Artinya, orang tua mempunyai kewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota lainnya
kepada kehidupan beragama. Untuk melaksanakan fungsi ini, orang tua sebagai tokoh inti dalam
keluarga itu harus terlebih dahulu menciptakan iklim yang religius dalam keluarga itu, yang dapat
dihayati oleh seluruh anggotanya.

2. Fungsi Edukatif

Pelaksanaan fungsi edukatif keluarga merupakan salah satu tanggung jawab yang dipikul oleh orang
tua. Sebagai salah satu unsur pendidikan, keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama
bagi anak. Orang tua harus mengetahui tentang pentingnya pertumbuhan, perkembangan, dan masa
depan seorang anak secara keseluruhan. Di tangan orang tuanyalah masalah-masalah yang
menyangkut anak, apakah dia akan tumbuh menjadi orang yang suka merusak dan menyeleweng atau
ia akan tumbuh menjadi orang baik.

3. Fungsi Protektif

Yaitu dengan cara melarang atau menghindarkan anak dari perbuatan-perbuatan yang tidak
diharapkan, mengawasi atau membatasi perbuatan anak dalam hal-hal tertentu menganjurkan atau
menyuruh mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diharapkan mengajak bekerja sama
dan saling membantu, memberikan contoh dan tauladan dalam hal-hal yang diharapkan.

4. Fungsi Sosialisasi

Tugas orang tua dalam mendidik anaknya tidak saja mencakup pengembangan pribadi, agar menjadi
pribadi yang mantap tetapi meliputi pula mempersiapkannya menjadi anggota masyarakat yang
baik. Sehubungan dengan itu perlu dilaksanakan fungsi sosialisasi anak. Melaksanakan fungsi
sosialisasi itu berarti orang tua memiliki kedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan
sosial dan norma-norma sosial, dan membutuhkan fasilitas yang memadai.

5. Fungsi Ekonomis

Dalam hal ini meliputi pencarian nafkah, perencanaan, serta pembelajarannya. Keadaan ekonomi
sekeluarga mempengaruhi pula harapan orang tua akan masa depan anaknya serta harapan anak itu
sendiri. Orang tua harus dapat mendidik anaknya agar dapat memberikan penghargaan yang tepat
terhadap uang dan pencariannya, disertai pula pengertian kedudukan ekonomi keluarga secara nyata,
bila tahap perkembangan anak telah memungkinkan.

Paparan tersebut hanyalah salah satu sebagian contoh yang sebaiknya dilakukan orang tua.
Peningkatan kecakapan orang tua tidak berlaku pada anak saja, tetapi menyangkut aspek pribadi,
keluarga, dan lingkungan. Selain itu, untuk meningkatkan kecapakan sebagai orang tua setidaknya
perlu memahami bahwa usaha tersebut berhubungan dengan proses. Dalam hal ini, prose pendidikan
dan kecakapan hidup (life skill) orang tua berawal dari mulai anak dalam kandungan hingga sang
anak mampu mengembangkan dirinya bila telah cukup umur. Hal ini tiada lain sebagai bentuk
tanggung jawab hidup bahwa anak adalah manusia yang mesti dibina dan juga diarahkan.

Anda mungkin juga menyukai