Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

CONTOH KASUS DEMOKRASI DI INDONESIA

Dosen Pembimbing : Muhammad Asriadi S.Pd., M.Pd.


Nip :

Oleh :

Nama : Risaldi Fatul Rahmat

Nim : 1924041022

Kelas : Pendidikan Teknik Elektro 02

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang “Contoh Kasus Demokrasi di Indonesia” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak
Muhammad Asriadi S.Pd. M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan UNM yang telah memberikan tugas ini kepada saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai demokrasi di Indonesia. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah sayai buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya, sehingga dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Makassar, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2 Rumusan Masalah

I.3 Tujuan Penulisan

I.4 Manfaat Penulisan

I.5 Batasan Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

II.1 Konsep Dasar Demokrasi

II.2 Apa Itu Demokrasi?

BAB III PEMBAHASAN

III.1 Sejarah Demokrasi

III.2 Perkembangan Demokrasi di Indonesia

III.3 Situasi dan Contoh Kasus Demokrasi di Indonesia Saat Ini

BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

IV.2 Kritik

IV.3 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Faham yang dianut oleh suatu Negara sangat memengaruhi kesinambungan


pembangunan Negara tersebut. Menurut pendapat penyusun secara tersirat, faham
merupakan kartu mati Negara selain Ideologi, dimana ia akan membawa
kemakmuran bila dilaksanakan secara baik dan benar, dan membawa malapetaka
bila dalam pelaksanaannya ternoda tindakan tak bermoral. Walaupun faham suatu
Negara dapat dirubah seiring gejolak di lingkungan elit politik, namun hal itu akan
menjadi masalah besar karena sebuah faham dianut atas asas, tujuan, serta
maknanya yang sesuai dengan pemikiran/ideologi bangsa.

Lalu apa faham yang dianut oleh Negara yang besar ini? Ya, Indonesia
menganut Faham Demokrasi, dimana faham ini telah digunakan sejak ratusan
tahun sebelum masehi. Sistem demokrasi dalam setiap Negara tentu berbeda
mengingat setiap Negara memiliki kebudayaan dan kepribadian serta ideologi yang
tidak sama. Dalam pengimplementasian demokrasi di Indonesia, diadakan
Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih wakil rakyat, Kepala Daerah, dan
Presiden. Keberhasilan Pemilu dapat diartikan keberhasilan pelaksanaan sistem
demokrasi yang dianut. Akan tetapi keberhasilan tersebut bergantung pada rakyat.
Apabila rakyat faham akan pentingnya demokrasi, maka rakyat akan menggunakan
hak pilihnya dengan sebaik-baiknya tanpa terpengaruh dengan noda-noda politik
didalamnya. Oleh karena itu, makalah ini akan menjelaskan apa yang dimaksud
Demokrasi hingga contoh kasus terkait demokrasi di Indonesia.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang,identifikasi masalah pembatasan masalah maka


di dalam makalah ini akan membahas
1. Apa itu demokrasi?
2. Bagamaimana sejarah demokrasi?
3. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia?
4. Bagaimana situasi demokrasi di Indonesia saat ini?
5. Contoh kasus demokrasi di Indonesia

I.3Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:


1. Untuk mengetahui apa itu demokrasi
2. Untuk mengetahui sejarah demokrasi
3. Untuk Mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia
4. Untuk mengetahui situasi demokrasi demokrasi di Indonesia saat ini
5. Untuk mengetahui contoh kasus demokrasi di Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar dapat dimanfaatkan
sebaik mungkin seehingga dapat memenuhi tugas pendidikan kewarganegaraan
yang diberikan dan sebagai sarana media pembelajaran serta menambah wawasan
pengetahuan.

I.5 Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah agar pembahasan makalah yang telah di buat


tidak terlalu meluas dan fokus pada judul. Dan masalah yang akan di bahas yaitu
tentang contoh kasus demokrasi di Indonesia.

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Konsep Dasar Demokrasi

Sulit mencari kesepakatan dari semua pihak tentang pengertian atau definisi
demokrasi. Ketika ada yang mendefinisikan demokrasi secara ideal atau juga
disebut sebagai definisi populistik tentang demokrasi, yakni sebuah sistem
pemerintahan ”dari, oleh, dan untuk rakyat” maka pengertian demokrasi demikian
tidak pernah ada dalam sejarah umat manusia. Tidak pernah ada pemerintahan
dijalankan secara langsung oleh semua rakyat; dan tidak pernah ada pemerintahan
sepenuhnya untuk semua rakyat (Dahl 1971; Coppedge dan Reinicke 1993).
Dalam praktiknya, yang menjalankan pemerintahan bukan rakyat, tapi elite yang
jumlahnya jauh lebih sedikit. Juga tidak pernah ada hasil dari pemerintahan itu
untuk rakyat semuanya secara merata, tapi selalu ada perbedaan antara yang
mendapat jauh lebih banyak dan yang mendapat jauh lebih sedikit.

Karena itu, ketika pengertian”demokrasi populistik” hendak tetap


dipertahankan, Dahl mengusulkan konsep ”poliarki” sebagai pengganti dari konsep
”demokrasi populistik”tersebut. Poliarki dinilai lebih realistik untuk
menggambarkan tentang sebuah fenomena politik tertentu dalam sejarah peradaban
manusia sebab poliarki mengacu pada sebuah sistem pemerintahan oleh ”banyak
rakyat” bukan oleh ”semua rakyat”,oleh”banyak orang” bukan oleh”semua orang.”
II.2 Apa Itu Demokrasi?

Kata “demokrasi” berasal dari kata yunani kuno yang terdiri dari dua kata,
yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu


negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara)
atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Konsep demokrasi
menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi
wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan
politik suatu negara.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi
ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif ) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas dan berada dalam
peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Dengan adanya demokrasi maka memberikan manfaat bahwa pada tingkat


terakhir rakyat merasakan langsung manfaat demokrasi yang dilaksanakan. Rakyat
berhak menikmati demokrasi sebab hanya dengan demikianlah arah kehidupan
rakyat dapat diarahkan pada kehidupan yang lebih adil dalam semua aspek
kehidupan. Maka dari itu, negara demokrasi adalah negara yang berlandaskan
kehendak dan kemauan rakyat, karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Sejarah Demokrasi

Di zaman kuno, Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab politik


dan filsafat Yunani kuno di Negara-kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga
Athena mendirikan Negara yang umum dianggap sebagai Negara demokrasi
pertama pada tahun 508-507 SM. Cleisthenes disebut sebagai "bapak demokrasi
Athena." Dimana Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung .Demokrasi
Athena tidak hanya bersifat langsung dalam artian keputusan dibuat oleh majelis,
tetapi juga sangat langsung dalam artian rakyat, melalui majelis, boule, dan
pengadilan, mengendalikan seluruh proses politik dan sebagian besar warga
Negara terus terlibat dalam urusan publik. Meski hak-hak individu tidak dijamin
oleh konstitusi Athena dalam arti modern (bangsa Yunani kuno tidak punya kata
untuk menyebut "hak"), penduduk Athena menikmati kebebasan tidak dengan
menentang pemerintah, tetapi dengan tinggal di sebuah kota yang tidak dikuasai
kekuatan lain dan menahan diri untuk tidak tunduk pada perintah orang lain.
Pemungutan suara kisaran pertama dilakukan di Sparta pada 700 SM.
Apella merupakan majelis rakyat yang diadakan sekali sebulan.

Di Apella, penduduk Sparta memilih pemimpin dan melakukan


pemungutan suara dengan cara pemungutan suara kisaran dan berteriak. Setiap
warga Negara pria berusia 30 tahun boleh ikut serta. Aristoteles menyebut hal ini
"kekanak-kanakan", berbeda dengan pemakaian kotak suara batu layaknya warga
Athena. Tetapi Sparta memakai cara ini karena kesederhanaannya dan mencegah
pemungutan bias, pembelian suara, atau kecurangan yang mendominasi pemilihan-
pemilihan demokratis pertama. Kemudian selama Abad Pertengahan, muncul
berbagai sistem yang memiliki pemilihan umum atau pertemuan meski hanya
melibatkan sebagian kecil penduduk. Sistem-sistem tersebut misalnya pemilihan
Gopala oleh kasta atas di Bengal, Anak Benua India,, dan Althing di Islandia, serta
Løgting di Kepulauan Faeroe, dan lain-lain. Hingga di Era modern pada Abad ke-
18 dan 19, muncul bangsa pertama dalam sejarah modern yang mengadopsi
konstitusi demokrasi yaitu Republik Korsika pada tahun 1755. Konstitusi Korsika
didasarkan pada prinsip-prinsip Pencerahan dan sudah mengizinkan hak suara
wanita, hak yang baru diberikan di Negara demokrasi lain pada abad ke-20.
Kemudian pada masa Transisi abad ke-20 ke demokrasi liberal muncul dalam
serangkaian "gelombang demokrasi" yang diakibatkan oleh perang, revolusi,
dekolonisasi, religious and economic circumstances. Perang Dunia I dan
pembubaran Kesultanan Utsmaniyah dan Austria-Hongaria berakhir dengan
terbentuknya beberapa Negara-bangsa baru di Eropa, kebanyakan di antaranya
tidak terlalu demokratis. Dan Pada tahun 2010 pun , Perserikatan Bangsa-Bangsa
menyatakan 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional.

Negara-Negara berikut dikategorikan sebagai demokrasi penuh oleh


Democracy Index pada tahun 2011: Norwegia, Islandia, Denmark, Swedia,
Selandia Baru , Australia, Swiss, Kanada, Finlandia, Belanda, Luksemburg,
Irlandia, Austria, Jerman, Malta, Republik Ceko, Uruguay, Britania Raya, Amerika
Serikat, Kosta Rika, Jepang, Korea Selatan, Belgia, Mauritius, Spanyol.
Democracy Index memasukkan 53 Negara di kategori berikutnya, demokrasi tidak
sempurna: Argentina, Benin, Botswana, Brasil, Bulgaria, Tanjung Verde, Chili,
Kolombia, Kroasia, Siprus, Republik Dominika, El Salvador, Estonia, Perancis,
Ghana, Yunani, Guyana, Hongaria, Indonesia, India, Israel, Italia, Jamaika, Latvia,
Lesotho, Lituania, Makedonia, Malaysia, Mali, Meksiko, Moldova, Mongolia,
Montenegro, Namibia, Panama, Papua Nugini, Paraguay, Peru, Filipina, Polandia,
Portugal, Indonesia, Rumania, Serbia, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Sri
Lanka, Suriname, Taiwan, Thailand, Timor-Leste, Trinidad dan Tobago, Zambia.
III.2 Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Dalam sejarah Negara republik inddonesia yang telah lebih dari setengah
abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode, yaitu:

a. Periode 1945 – 1959 Masa Demokrasi Parlementer

Pada masa demokrasi parlementer lebih menonjolkan peranan parlemen


serta partai – partai. Kelemahan demokrasi parlementer memberi peluang untuk
dominasi partai – partai politik dan DPR.

b. Periode 1959 - 1965 Masa Demokrasi Terpimpin

Pada masa demokrasi terpimpin banyak aspek yang telah menyimpang dari
demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi
rakyat.

c. Periode 1966 – 1998 Masa Demokrasi Pancasila Era Orde Baru

Pada masa demokrasi pancasila era orde baru merupakan demokrasi


konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Namun dalam
perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga – lembaga
Negara yang lain. Kelemahan demokrasi ini adalah pancasila hanya digunakan
sebagai legitimasi politis penguasa saat itu, sebab kenyataannya yang dilaksanakan
tidak sesuai dengan nilai – nilai pancasila.

d. Periode 1999 - Sekarang Masa Demokrasi Pancasila Era Reformasi

Pada masa demokrasi pancasila era reformasi berakar pada kekuatan multi
partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga
Negara, antara lain eksekutif, yudikatif, dan legislative. Kelebihan pada masa ini
adalah peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi
memperoleh nafas baru.

Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menjelaskan bahwa Indonesia adalah


sebuah Negara demokrasi. Presiden dalam menjalankan kepemimpinannya harus
memberikan pertanggungjawaban kepada MPR sebagai wakil rakyat. Oleh karena
itu secara hirarki rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi melalui sistem
perwakilan dengan cara pemilihan umum. Pada era Presiden Soekarno, Indonesia
sempat menganut demokrasi terpimpin tahun 1956. Indonesia juga pernah
menggunakan demokrasi semu(demokrasi pancasila) pada era Presiden Soeherto
hingga tahun 1998 ketika Era Soeharto digulingkan oleh gerakan mahasiswa.
Gerakan mahasiswa yang telah memakan banyak sekali harta dan nyawa dibayar
dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika Presiden Soeharto mengumumkan
"berhenti sebagai Presiden Indonesia" pada 21 Mei 1998. Setelah era Seoharto
berakhir Indonesia kembali menjadi Negara yang benar-benar demokratis mulai
saat itu. Pemilu demokratis yang diselenggarakan tahun 1999 dimenangkan oleh
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada tahun 2004 untuk pertama kali
Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum presiden. Ini adalah sejarah
baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia.

III.3 Situasi dan Contoh Kasus Demokrasi di Indonesia Saat Ini

Demokrasi dipandang sebagai sebagai sesuatu yang penting karena nilai-


nilai yang dikandungnya sangat diperlukan sebagai acuan untuk menata kehidupan
berbangsa dan bernegara yang baik. Demokrasi merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama, atau masyarakat dan
pemerintahan yang baik (good society and good government). Kebaikan dari
sistem demokrasi adalah kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat, baik secara
langsung maupun perwakilan. Secara teoritis, peluang terlaksananya partisipasi
politik dan partisipasi warga negara dari seluruh lapisan masyarakat terbuka lebar.
Masyarakat juga dapat melakukan kontrol sosial terhadap pelaksanaan
pemerintahan karena posisi masyarakat adalah sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi.

Namun dalam praktek atau pelaksanaan demokrasi khususnya di Indonesia,


tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada. Demokrasi yang dilaksanakan di
Indonesia belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Partisipasi warga negara dalam bidang politik pun belum terlaksana sepenuhnya.
Untuk memaparkan lebih lanjut, permasalahan demokrasi yang ada perlu
dikelompokkan lagi menjadi tiga hal, yaitu dari segi teknis atau prosedur, etika
politik, serta sistem demokrasi secara keseluruhan.

Dari segi teknis atau prosedur, demokrasi di Indonesia sesungguhnya sudah


terlaksana. Hal ini dapat dibuktikan dengan terlaksananya pemilu pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon
legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres).
Bahkan, pemilu Indonesia tahun 1999 mendapat apresiasi dari dunia internasional
sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman,
tertib, jujur, adil, dan dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan
tingkat partisipasi politik ketika itu adalah 92,7%.

Namun sesungguhnya pemilu 1999 yang dipandang baik ini mengalami


penurunan partisipasi politik dari pemilu sebelumnya yaitu tahun 1997 yang
mencapai 96,6 %. Tingkat partisipasi ppolitik di tahun berikutnya pun mengalami
penurunan, dimana pada pemilu tahun 2004, tingkat partisipasi politik mencapai
84,1 % untuk pemilu Legislatif, dan 78,2 % untuk Pilpres. Kemudian pada pemilu
2009, tingkat partisipasi politik mencapai 10,9 % untuk pemilu Legislatif dan 71,7
% untuk Pilpres.
Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan
pemilu ini berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang
semakin meningkat. Tingginya angka golput ini menunjukkan apatisme dari
masyarakat di tengah pesta demokrasi, karena sesungguhnya pemilu merupakan
wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya dalam memilih orang-
orang yang dianggap layak untuk mewakili masyarakat, baik yang akan duduk di
kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
maupun Presiden dan Wakil Presiden.

Hak untuk memilih atau mengemukakan pendapat tergolong sebagai Hak


Asasi Manusia yang pelaksanaannya dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3).
Tingginya angka golput mungkin berasal dari pandangan masyarakat yang
memandang bahwa hak asai manusia merupakan suatu kebebasan, yang dalam hal
ini adalah kebebasan untuk menggunakan hak pilihnya ataupun tidak. Memang
tidak ada aturan atau hukum yang menjerat bagi orang-orang yang tidak turut serta
berpartisipasi politik dalam pemilu, namun apabila terus dibiarkan angka golput
terus meningkat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap demokrasi Indonesia
yang akan semakin tidak berkualitas akibat rendahnya partisipasi dari para
warganya.

Yang kedua adalah demokrasi dipandang dari segi etika politiknya. Secara
subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang
pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral
senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Walaupun dalam
konteks politik berkaitan erat dengan masyarakat, bangsa dan negara, Etika politik
tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih
meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada
hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.

Masih mengambil contoh yang sama yaitu mengenai pemilihan umum,


dimana pemilihan umum yang seharusnya terjadi sebagaimana tercantum dalam
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 adalah pemilihan umum secara langsung dan umum,
sera bersifat bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun bagaimanakah etika politik dari
para aktor dalam pemilihan umum, khususnya calon pemerintah dan calon wakil
rakyat di Indonesia ?

Pemilihan umum di Indonesia merupakan arena pertarungan aktor-aktor


yang haus akan popularitas dan kekuasaan. Sebagian besar petinggi pemerintahan
di Indonesia adalah orang-orang yang sangat pandai mengumbar janji untuk
memikat hati rakyat. Menjelang pemilihan umum, mereka akan mengucapkan
berbagai janji mengenai tindakan-tindakan yang akan mereka lakukan apabila
terpilih dalam pemilu, mereka berjanji untuk mensejahterakan rakyat, meringankan
biaya pendidikan dan kesehatan, mengupayakan lapangan pekerjaan bagi rakyat,
dan sebagainya. Tidak hanya janji-janji yang mereka gunakan untuk mencari
popularitas di kalangan rakyat melalui tindakan money politics.
Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak bermoral dan melanggar
etika politik. Hak pilih yang merupakan hak asasi manusia tidak bisa dipaksakan
oleh orang lain, namun melalui money politics secara tidak langsung mereka
mempengaruhi seseorang dalam penggunaan hak pilihnya. Selain itu, perbuatan
para calon petinggi pemerintahan tersebut juga melanggar prinsip pemilu yang
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tindakan mempengaruhi hak pilih
seseorang merupakan perbuatan yang tidak jujur, karena jika rakyat yang
dipengaruhi tersebut mau memilihnya pun hanya atas dasar penilaian yang
subyektif, tanpa memandang kemampuan yang dimiliki oleh calon tersebut.
Tindakan ini juga merupakan persaingan yang tidak sehat dan tidak adil bagi calon
lain yang menjadi pesaingnya.

Apabila calon petinggi pemerintahan yang sejak awal sudah melakukan


persaingan tidak sehat tersebut berhasil menduduki jabatan pemerintahan, tentu
sangat diragukan apakah ia dapat menjalankan pemerintahan yang bersih atau
tidak. Terbukti dengan begitu banyaknya petinggi pemerintahan di Indonesia saat
ini, khususnya mereka yang duduk di kursi DPR sebagai wakil rakyat, yang terlibat
kasus korupsi. Ini adalah buah dari kecurangan yang mereka lakukan melalui
money politics dimana mereka sudah mengaluarkan begitu banyak dana demi
membeli suara rakyat, sehingga ketika mereka berkuasa mereka akan cenderung
memanfaatkan kekuasaannya yang antara lain bertujuan untuk mengembalikan
uang yang telah mereka keluarkan tersebut.

Tidak hanya korupsi, sikap atau perilaku keseharian para wakil rakyat
tersebut juga tidak menunjukkan etika politik yang baik sebagai seseorang yang
seharusnya mengayomi dan menjadi penyambung lidah rakyat demi mencapai
kesejahteraan rakyat. Mereka kehilangan semangat dan tekad untuk membela
rakyat yang bertujuan pada tercapainya kesejahteraan rakyat, yang mereka
ungkapkan ketika masih menjadi calon wakil rakyat. Mereka kehilangan jatidiri
sebagai seorang pemimpin dan justru menyalahgunakan kepercayaan rakyat
terhadap mereka demi kepentingan pribadi dan kelompok. Terbukti banyak
anggota DPR yang menginginkan gaji tinggi, adanya berbagai fasilitas dan sarana
yang mewah yang semuanya itu menghabiskan dana dari rakyat, dalam jumlah
yang tidak sedikit. Hal ini tidak sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan,
bahkan untuk sekedar rapat saja mereka tidak menghadiri dan hanya titip absen,
atau mungkin hadir namun tidak berpartisipasi aktif dalam rapat tersebut. Sering
diberitakan ada wakil rakyat yang tidur ketika rapat berlangsung.

Terakhir atau yang ketiga adalah permasalahan demokrasi dipandang dari


segi sistemnya secara keseluruhan, mencakup infrastruktur dan suprastruktur
politik di Indonesia.Infrastruktur politik adalah mesin politik informasl berasal dari
kekuatan riil masyarakat, seperti partai politik (political party), kelmpok
kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group), media
komunikasi politik (political communication media), dan tokoh politik (political
figure). Disebut sebagai infrastruktur politik karena mereka termasuk pranata
sosial dan yang menjaid konsen masing-masing kelompok adalah kepentingan
kelompok mereka masing-masing.

Sedangkan suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik


formal di suatu negara sebagai penggerak politik formal. Kehidupan politik
pemerintah bersifat kompleks karena akan bersinggungan dengan lembaga-
lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang/kekuasaan antara lembaga yang
satu dengan yang lainnya. Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada
umunya elit politik pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana
undang-undang), legislatif(pembuat undang-undang), danyudikatif (yang
mengadili pelanggaran undang-undang), dengan sistem pembagian kekuasaaan
atau pemisahan kekuasaan.

Dalam pelaksanaan demokrasi, harus ada hubungan atau relasi yang


seimbang antar komponen yang ada. Tugas, wewenang, dan hubungan antar
lembaga negara itu pun diatur dalam UUD 1945. Relasi atau hubungan yang
seimbang antar lembaga dalam komponen infrastruktur maupun suprasruktur, serta
antara infrastruktur dengan suprastruktur akan menghasilkan suatu keteraturan
kehidupan politik dalam sebuah negara. Namun tetap saja, penyimpangan dan
permasalahan itu selalu ada dalam kehidupan masyarakat yang beragam dan
senantiasa berubah seiring waktu.

Dalam lembaga legiflatif (DPR) misalnya, sebagai lembaga yang dipilih


oleh rakyat, dan kedudukannya adalah sebagai wakil rakyat yang sebisa mungkin
harus memposisikan diri sebagai penyambung lidah rakyat, megingat pemegang
kekuasaan tertinggu dalam negara demokrasi adalah rakyat (kedaulatan rakyat).
Namun dalam pelaksanaannya, lembaga negara tidak memposisikan diri sebagai
penyampai aspirasi rakyat dan representasi dari kehendak rakyat untuk mencapai
kesejahteraan, namun justru lembaga negara tersebut sebagai pemegang kekuasaan
dalam sebuah negara, dan rakyat harus tunduk terhadap kekuasaan tersebut.

Contoh lain adalah dalam lembaga yudikatif, atau lembaga yang bertugas
mengadili terhadap pelanggaran undang-undang. Hukum di Indonesia adalah
hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Siapa yang punya uang, tentu
akan mengalami hukuman yang ringan meskipun melakukan kesalahan yang besar.
Sebaliknya, apabila tidak punya uang, dia tidak bisa berkutik dengan hukuman
yang dijatuhkan padanya meskipun kesalahan yang dilakukan tergolong ringan.
Bukti bahwa hukum Indonesia bisa dibeli adalah adanya hakim yang tertangkap
akibat menerima suap untuk meringankan kasus yang sedang ia tangani. Atau
contoh lain adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sedang menjalani
hukuman, namun dapat dengan mudah keluar masuk penjara dengan berbagai
alasan atau kepentingan, dan tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan oleh rakyat
kecil.

Permasalahan yang terkait dengan komponen infrastruktur politik belum


efektifnya peran lembaga-lembaga tersebut demi kepentingan rakyat, dan
terkadang justru pelaksanaannya hanya demi kepentingan kelompok atau individu.
Dalam hal kebebasan pers misalnya, meskipun sudah dijamin dalam UUD 1945
namun pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif. Contohnya adalah adanya
wartawan yang meliput kasus atau persoalan publik, justru diculik, dianiaya, atau
bahkan dibunuh.

Selain itu, partai politik telah beralih fungsi dari lembaga demokrasi
menjadi lembaga yang yang mirip dengan perusahaan, dengan tujuan memperoleh
keuntungan. Terbukti dengan keterlibatan partai politik dalam berbagai kasus
korupsi, transaksi-transaksi politik dalam pemilihan daerah, serta money politics.
Partai politik juga menjadi rumah bagi orang-orang tertentu yang mengejar
popularitas dan kekuasaan, serta untuk menguasai sumber daya alam tertentu.
Komersialisasi partai politik ini juga terlihat dalam kaderisasinya, dimana banyak
anggota partai politik yang direkrut adalah pengusaha-pengusaha, yang sebenarnya
hanya dijadikan tunggangan agar partai politik tersebut dapat dengan mudah
memperoleh dana, misalnya dari adanya proyek-proyek.

Permasalahan-permasalahan demokrasi yang terjadi di Indonesia ini harus


segera ditangani karena sudah mencapai titik kritis. Apabiladibiarkan tanpa ada
upaya penyelesaian, demokrasi di Indonesia akan mati, dan negara Indonesia justru
mengarah pada negara dengan pemerintahan yang otoriter. Kedaulatan rakyat tidak
lagi berlaku, aspirasi rakyat melalui kebebasab pers terlalu dibatasi. Bahkan
lembaga yang bertugas sebagai penyampai aspirasi rakyat seperti DPR dan partai
politik telah beralih fungsi menjadi lembaga yang menjadi rumah bagi pihak-pihak
yang menginginklan popularitas, kekuasaan, dan kekayaan.

Sebagai pejabat, pemerintah kurang berhasil membawa masyarakatnya


menuju perubahan dimana mereka dapat selalu berkicau menghiasi iklim
demokrasi di Negara ini. Namun, di sisi lain masyarakat juga masih kurang ilmu
dalam sistem yang ada sekarang ini. Masyarakat juga cenderung masih melakukan
banyak penyimpangan guna kepentingan mereka sendiri. Di sisi lain, juga masih
banyak warga Negara yang meras takut untuk menyampaikan kritik kepada
pemerintah guna kemajuan bersama.

Ketakutan-ketakutan dan penyimpangan-penyimpangan itulah yang tidak


sesuai dengan tujuan Pancasila sebagai dasar Negara. Masyarakat tidak menyadari
bahwa secara sistem, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi dan
seharusnya selalu mampu menjadi pengawas pemerintah dalam menjalankan
tugasnya.

Masih memebahas tentang pemilu, Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah


satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan
duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi
warga Negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung.
Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu
Negara selama jangka waktu tertentu.

Salah satu contoh konkret pengimplementasian demokrasi di Indonesia


adalah pemilu yang dilangsungkan secara serentak pada 17 April 2019 kemarin
menyisakan cerita pilu. Pesta demokrasi tahun ini, selain menjadi sejarah baru,
juga menyisakan banyak duka. Pasalnya, tercatat sebanyak 230 orang meninggal
dunia menjelang maupun saat perhitungan suara berlansung, itu beluum termasuk
yang sakit yang berjumlah 1.671 orang. Sebagian besar mereka meninggal dunia
akibat kelelahan usai bekerja selama 24 jam non-stop. Mereka bekerja untuk
menyiapkan, melaksanakan, dan menghitung suara yang telah masuk. Tentu hal ini
tidak terlepas dari pelaksanaan pemilu yang memang berubah dari sebelumnya.
Pada pemilu 2019 kali ini, masyaarakat Indonesia untuk kali pertama mencoblos
lima surat suara sekaligus yang terdiri dari presiden-wakil presiden, DPR RI,
DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten, dan DPD RI secara bersamaan. Secara
otomatis pelaksaan itu tentu membuat proses pemilu berjalan lebih lama, dan
beban pekerjaan para petugas pun semakin berat sehingga tidak sebanding dengan
tenaga, pikiran, waktu, dan bahkan nyawa yang dipertaruhkan. Ketika pemilu
kerap disematkan dengan pesta demokrasi rakyat, sementara ada ratusan rakyat
justru kehilangan nyawanya dalam pesta rakyat itu sendiri. Akankah hal ini
berlanjut ke pemiu berikutnya?

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Demokrasi merupakan kewajiban bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam hal


ini kita semua diwajibkan dalam mengembangkan demokrasi bangsa kita ke arah
yag lebih baik dan lebih maju. Dalam mengembangkan demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat diperlukan norma-norma, nilai-nilai, parameter yang
terikat. Semua hal tersebut selalu berkaitan dengan pancasila. Karena dalam
menegakan demokrasi, kita harus berpegang teguh pada pancasila. Sayangnya di
negera kita dalam penegakan dan pengembangan demokrasi sering kali
menyimpang dari pancasila sehingga sering menimbulkan kontroversi dalam
pemerintahan.

Apabila dalam penerapan demokrasi, kita selalu berpegangan pada


pancasila maka negara kita akan terus lebih maju dan semakin kokoh karena
dengan demokrasi yang benar maka negara akan mencapai kemajuan yang baik.
IV.2 Kritik
Negara Indonesia sendiri terkenal sudah memakai sistem pemerintahan
demokrasi yang seolah sangat mendewakan rakyat. Sehingga, muncullah
pertanyaan mendasar, Apakah Negara ini sudah sukses menjalankan paham
demokrasi secara baik?

Tampaknya, jika diamati dari sisi sistemnya, maka bisa dibilang sistem
demokrasi yang ada di Negara ini sudah sukses. Akan tetapi, apabila dilihat dari
sisi fakta yang terdapat di lapangan, maka hal itu masih jauh dari kata demokrasi.
Misalnya saja pelaksanaan demokrasi yang kerap terjadi di Negara ini adalah
pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Agenda semacam itu biasa dikenal
dengan yang namanya pesta demokrasi dalam rangka memilih pemimpin terbaik
yang akan menjadi panutan. Namun, di dalam proses keberlangsungannya, pesta
demokrasi itu kerap memicu munculnya berbagai penyelewenangan yang buruk.

IV.3 Saran

Kepada elit politik secara khusus, mestinya mereka lebih memahami makna
demokrasi dan pelaksanaan pemilu. Tidak mementingkan ambisi kekuasaan dan
kepentingan golongan. Mengingat demokrasi sendiri adalah kepemimpinan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka segala kebijakan politik harus
mempertimbangkan suara rakyat dengan tidak melupakan unsur moralitas
kebudayaan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

https://irwansahaja.blogspot.com/2019/01/contoh-makalah-demokrasi-dan-
pemilu-di.html

https://www.kompasiana.com/anik.prihatini/5529d4126ea834e03d552d0c/permas
alahan-demokrasi-di-indonesia

https://rinoyuda.blogspot.com/2013/01/makalah-kewarganegaraan-analisis-
kasus.html

https://robihartopurba.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-demokrasi-di-
indonesia.html

https://agungborn91.wordpress.com/2011/03/29/apa-itu-demokrasi/
https://nasional.okezone.com/read/2019/04/26/337/2048581/pemilu-2019-pesta-
atau-bencana-demokrasi

Anda mungkin juga menyukai