Oleh :
Nim : 1924041022
FAKULTAS TEKNIK
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang “Contoh Kasus Demokrasi di Indonesia” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak
Muhammad Asriadi S.Pd. M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan UNM yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai demokrasi di Indonesia. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah sayai buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
IV.2 Kritik
IV.3 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Lalu apa faham yang dianut oleh Negara yang besar ini? Ya, Indonesia
menganut Faham Demokrasi, dimana faham ini telah digunakan sejak ratusan
tahun sebelum masehi. Sistem demokrasi dalam setiap Negara tentu berbeda
mengingat setiap Negara memiliki kebudayaan dan kepribadian serta ideologi yang
tidak sama. Dalam pengimplementasian demokrasi di Indonesia, diadakan
Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih wakil rakyat, Kepala Daerah, dan
Presiden. Keberhasilan Pemilu dapat diartikan keberhasilan pelaksanaan sistem
demokrasi yang dianut. Akan tetapi keberhasilan tersebut bergantung pada rakyat.
Apabila rakyat faham akan pentingnya demokrasi, maka rakyat akan menggunakan
hak pilihnya dengan sebaik-baiknya tanpa terpengaruh dengan noda-noda politik
didalamnya. Oleh karena itu, makalah ini akan menjelaskan apa yang dimaksud
Demokrasi hingga contoh kasus terkait demokrasi di Indonesia.
I.3Tujuan Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar dapat dimanfaatkan
sebaik mungkin seehingga dapat memenuhi tugas pendidikan kewarganegaraan
yang diberikan dan sebagai sarana media pembelajaran serta menambah wawasan
pengetahuan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sulit mencari kesepakatan dari semua pihak tentang pengertian atau definisi
demokrasi. Ketika ada yang mendefinisikan demokrasi secara ideal atau juga
disebut sebagai definisi populistik tentang demokrasi, yakni sebuah sistem
pemerintahan ”dari, oleh, dan untuk rakyat” maka pengertian demokrasi demikian
tidak pernah ada dalam sejarah umat manusia. Tidak pernah ada pemerintahan
dijalankan secara langsung oleh semua rakyat; dan tidak pernah ada pemerintahan
sepenuhnya untuk semua rakyat (Dahl 1971; Coppedge dan Reinicke 1993).
Dalam praktiknya, yang menjalankan pemerintahan bukan rakyat, tapi elite yang
jumlahnya jauh lebih sedikit. Juga tidak pernah ada hasil dari pemerintahan itu
untuk rakyat semuanya secara merata, tapi selalu ada perbedaan antara yang
mendapat jauh lebih banyak dan yang mendapat jauh lebih sedikit.
Kata “demokrasi” berasal dari kata yunani kuno yang terdiri dari dua kata,
yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi
ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif ) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas dan berada dalam
peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam sejarah Negara republik inddonesia yang telah lebih dari setengah
abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode, yaitu:
Pada masa demokrasi terpimpin banyak aspek yang telah menyimpang dari
demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi
rakyat.
Pada masa demokrasi pancasila era reformasi berakar pada kekuatan multi
partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga
Negara, antara lain eksekutif, yudikatif, dan legislative. Kelebihan pada masa ini
adalah peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi
memperoleh nafas baru.
Yang kedua adalah demokrasi dipandang dari segi etika politiknya. Secara
subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang
pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral
senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Walaupun dalam
konteks politik berkaitan erat dengan masyarakat, bangsa dan negara, Etika politik
tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih
meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada
hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Tidak hanya korupsi, sikap atau perilaku keseharian para wakil rakyat
tersebut juga tidak menunjukkan etika politik yang baik sebagai seseorang yang
seharusnya mengayomi dan menjadi penyambung lidah rakyat demi mencapai
kesejahteraan rakyat. Mereka kehilangan semangat dan tekad untuk membela
rakyat yang bertujuan pada tercapainya kesejahteraan rakyat, yang mereka
ungkapkan ketika masih menjadi calon wakil rakyat. Mereka kehilangan jatidiri
sebagai seorang pemimpin dan justru menyalahgunakan kepercayaan rakyat
terhadap mereka demi kepentingan pribadi dan kelompok. Terbukti banyak
anggota DPR yang menginginkan gaji tinggi, adanya berbagai fasilitas dan sarana
yang mewah yang semuanya itu menghabiskan dana dari rakyat, dalam jumlah
yang tidak sedikit. Hal ini tidak sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan,
bahkan untuk sekedar rapat saja mereka tidak menghadiri dan hanya titip absen,
atau mungkin hadir namun tidak berpartisipasi aktif dalam rapat tersebut. Sering
diberitakan ada wakil rakyat yang tidur ketika rapat berlangsung.
Contoh lain adalah dalam lembaga yudikatif, atau lembaga yang bertugas
mengadili terhadap pelanggaran undang-undang. Hukum di Indonesia adalah
hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Siapa yang punya uang, tentu
akan mengalami hukuman yang ringan meskipun melakukan kesalahan yang besar.
Sebaliknya, apabila tidak punya uang, dia tidak bisa berkutik dengan hukuman
yang dijatuhkan padanya meskipun kesalahan yang dilakukan tergolong ringan.
Bukti bahwa hukum Indonesia bisa dibeli adalah adanya hakim yang tertangkap
akibat menerima suap untuk meringankan kasus yang sedang ia tangani. Atau
contoh lain adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sedang menjalani
hukuman, namun dapat dengan mudah keluar masuk penjara dengan berbagai
alasan atau kepentingan, dan tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan oleh rakyat
kecil.
Selain itu, partai politik telah beralih fungsi dari lembaga demokrasi
menjadi lembaga yang yang mirip dengan perusahaan, dengan tujuan memperoleh
keuntungan. Terbukti dengan keterlibatan partai politik dalam berbagai kasus
korupsi, transaksi-transaksi politik dalam pemilihan daerah, serta money politics.
Partai politik juga menjadi rumah bagi orang-orang tertentu yang mengejar
popularitas dan kekuasaan, serta untuk menguasai sumber daya alam tertentu.
Komersialisasi partai politik ini juga terlihat dalam kaderisasinya, dimana banyak
anggota partai politik yang direkrut adalah pengusaha-pengusaha, yang sebenarnya
hanya dijadikan tunggangan agar partai politik tersebut dapat dengan mudah
memperoleh dana, misalnya dari adanya proyek-proyek.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Tampaknya, jika diamati dari sisi sistemnya, maka bisa dibilang sistem
demokrasi yang ada di Negara ini sudah sukses. Akan tetapi, apabila dilihat dari
sisi fakta yang terdapat di lapangan, maka hal itu masih jauh dari kata demokrasi.
Misalnya saja pelaksanaan demokrasi yang kerap terjadi di Negara ini adalah
pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Agenda semacam itu biasa dikenal
dengan yang namanya pesta demokrasi dalam rangka memilih pemimpin terbaik
yang akan menjadi panutan. Namun, di dalam proses keberlangsungannya, pesta
demokrasi itu kerap memicu munculnya berbagai penyelewenangan yang buruk.
IV.3 Saran
Kepada elit politik secara khusus, mestinya mereka lebih memahami makna
demokrasi dan pelaksanaan pemilu. Tidak mementingkan ambisi kekuasaan dan
kepentingan golongan. Mengingat demokrasi sendiri adalah kepemimpinan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka segala kebijakan politik harus
mempertimbangkan suara rakyat dengan tidak melupakan unsur moralitas
kebudayaan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
https://irwansahaja.blogspot.com/2019/01/contoh-makalah-demokrasi-dan-
pemilu-di.html
https://www.kompasiana.com/anik.prihatini/5529d4126ea834e03d552d0c/permas
alahan-demokrasi-di-indonesia
https://rinoyuda.blogspot.com/2013/01/makalah-kewarganegaraan-analisis-
kasus.html
https://robihartopurba.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-demokrasi-di-
indonesia.html
https://agungborn91.wordpress.com/2011/03/29/apa-itu-demokrasi/
https://nasional.okezone.com/read/2019/04/26/337/2048581/pemilu-2019-pesta-
atau-bencana-demokrasi