OLEH :
P07120214018
3. Stuktur Keluarga
Struktur keluarga bermacam-macam, diantaranya :
a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
garis ayah.
b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara se-
darah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
garis ibu.
c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembi-
naan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga
karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Nasrul Effendy, 1998).
Ciri-ciri struktur keluarga, yaitu :
a. Terorganisasi
Saling berhubungan, saling ketergantungan antara aggota keluarga.
b. Ada Keterbatasan
Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempu-
nyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-
masing.
c. Ada Perbedaan dan Kekhususan
Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-
masing (Anderson Carter).
Menurut Friedman (1998), struktur keluarga terdiri atas :
a. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan
secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, dan ada hierarki kekuatan.
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal
ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen
komunikasi seperti : sender, chanel-media, message, environtment, dan
reciever. Komunikasi dalam keluarga yang berfungsi adalah:
1) Karakteristik pengirim yang berfungsi, yaitu yakin ketika
menyampaikan pendapat, jelas dan berkualitas, meminta feedback,
mene-rima feedback.
2) Pengirim yang tidak berfungsi.
a) Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan
dasar/data yang obyektif).
b) Ekspresi yang tidak jelas (contoh : marah yang tidak diikuti
ekspresi wajahnya).
c) Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang memutuskan/
menyatakan sesuatu yang tidak didasari pertimbangan yang
matang. Contoh ucapan salah benar, baik/buruk, normal/ tidak
normal, misal : ”kamu ini bandel…”, ”kamu harus…”
d) Tidak mampu mengemukakan kebutuhan.
e) Komunikasi yang tidak sesuai.
3) Karakteristik penerima yang berfungsi
a) Mendengar
b) Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengala-man)
c) Memvalidasi
4) Penerima yang tidak berfungsi
a) Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar.
b) Diskualifikasi, contoh : ”iya dech…..tapi….”
c) Offensive (menyerang bersifat negatif).
d) Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi).
e) Kurang memvalidasi.
5) Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi
a) Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih, gembira.
b) Komunikasi terbuka dan jujur.
c) Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga.
d) Konflik keluarga dan penyelesaiannya.
6) Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi
a) Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu).
b) Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi.
c) Kurang empati.
d) Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.
e) Tidak mampu memfokuskan pada satu isu.
f) Komunikasi tertutup.
g) Bersifat negatif.
h) Mengembangkan gosip.
b. Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan
posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status
adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai
istri/suami atau anak.
c. Struktur Kekuatan dan Struktur Nilai
Kekuatan merupakan kemampuan (potensi dan aktual) dari individu
untuk mengontrol, mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain
kea rah positif. Ada beberapa macam tipe stuktur kekuatan, yaitu :
1) Legitimate power (power)
2) Referent power (ditiru)
3) Reward power (hadiah)
4) Coercive power (paksa)
5) Affective power
6) Expert power (keahlian)
d. Struktur Norma dan Nilai
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan dan mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Norma adalah pola perilaku yang
diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan
lingkungan sekitar masyarakat keluarga.
4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau
sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya. Fungsi keluarga menurut
Friedman (1998) adalah antara lain :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada
anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai
budaya anak.
5. Tugas Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan ke-
tidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan kepera-
watan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan etiologi/
penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II bila ditemui
data malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang dimaksud, yaitu :
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana per-sepsi
keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala,
faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami
keluarga.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana
keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana masalah
dirasakan keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah yang dihadapi,
adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah sifat negatif dari keluarga
terhadap masalah kesehatan, bagaimana sistem pengambilan keputusan yag
dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti
bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan perkembangan
perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta
sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya
hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan
keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga,
kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan
lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan,
seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan
keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kese-
hatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang
dipersepsikan keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat
menyusun intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan
atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2008). Untuk menegakkan diagnosa
dilakukan 2 hal, yaitu :
a. Analisa Data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan
dengan standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
b. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi :
1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota
keluarga.
2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang
diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung atau
tidak yang mendukung masalah dan penyebab.
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu
pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu :
a. Diagnosa Sehat/Wellness/Potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi
kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya
terdiri dari komponen problem (P) saja dan sign/symptom (S) tanpa etiologi
(E).
b. Diagnosa Ancaman/Risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi
masalah aktual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa risiko ini
terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E), sign/symptom (S).
c. Diagnosa Nyata/Aktual/Gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan
memerlukan bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa aktual terdiri dari
problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk
dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah
diidentifikasi (Efendy,1998). Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2
tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana perawatan (Suprajitno, 2004).
a. Skala Prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor
tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah. Dalam
menyusun prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus
didasarkan beberapa kriteria sebagai berikut :
1) Sifat masalah (aktual, risiko, potensial)
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
3) Potensi masalah untuk dicegah
4) Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah
dari satu proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh
Bailon dan Maglay (1978) dalam Effendy (1998).
Tabel Proses Skoring
Kriteria Bobot Skor
Sifat masalah 1 Aktual = 3
Risiko = 2
Potensial = 1
Kemungkinan masalah 2 Mudah =2
untuk dipecahkan Sebagian =1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi =3
dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi =2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah
=0
b. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan
keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta
meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat
pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan
sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier
(Anderson & Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah
(P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada
bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya
adalah sebagai berikut :
1) Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai
masalah.
2) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum
diketahui dan meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang
salah.
3) Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang
faktor-faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara
perawatan, cara mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya
pengobatan secara teratur.
4) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk
kesehatan.
5) Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang
telah diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap
keluarga, yaitu :
a. Sumber daya keluarga.
b. Tingkat pendidikan keluarga.
c. Adat istiadat yang berlaku.
d. Respon dan penerimaan keluarga.
e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi
dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara
jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini dapat
berfungsi sebagai kriteria evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah dicapai
(Friedman,1998).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
- S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
- O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat meng-gunakan
pengamatan yang objektif.
- A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan
objektif.
- P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis (Suprajitno,
2004).
I.2 KONSEP DASAR PENYAKIT DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI
A. KONSEP DASAR HIPERTENSI
1. Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan
puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan
diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan
darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan
diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90.
Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam
proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan
untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang
elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan
bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).
2. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang peristen.
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Menurut
WHO (World Health Organization), batas tekanan darah yang masih dianggap
normal adalah 120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi,
seseorang disebut mengidap hipertensi bila tekanan darahnya selalu terbaca di
atas 140/90 mmHg. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyararakat yang
serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul
komplikasi, misalnya stroke (pendarahan otak), penyakit jantung koroner, dan
gagal ginjal.
3. Penyebab Hipertensi
Secara umum hipertensi disebabkan oleh :
a. Asupan garam yang tinggi
b. Strees psikologis
c. Faktor genetik (keturunan)
d. Kurang olahraga
e. Kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok dan alcohol
f. Penyempitan pembuluh darah oleh lemak/kolesterol tinggi
g. Peningkatan usia
h. Kegemukan
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetic, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin. Anglotensin dan peningkatan
Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko : obesitas,
merokok, alcohol dan polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan / atau tekanan diastolic sama dengan atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
e. Meningkatnya resisten pembuluh darah perifer
5. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pengukuran rata – rata 2 kali
pengukuran pada masing – masing kunjungan. Perbandingan klasifikasi tekanan
darah menurut JNC VII dan JNC VIII dapat dilihat di tabel berikut:
Kategori
Kategori
Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Dan/atau Sistolik (mmHg)
( JNC VII)
( JNC VII)
Normal Optimal < 120mmHg Dan < 80 mmHg
Pre
_ 120 – 139 mmHg Atau 80 – 89 mmHg
Hipertensi
_ Normal < 130 mmHg Dan < 85mmHg
_ Normal Tinggi 130 – 139 mmHg Atau 85 – 89 mmHg
Hipertensi Hipertensi
Derajat I Derajat 1 140 – 159 mmHg Atau 90 – 99 mmHg
Derajat II _ >160 mmHg Atau > 100 mmHg
_ Derajat 2 160 – 179 mmHg Atau 100 – 109 mmHg
_ Derajat 3 >180 mmHg Atau > 110 mmHg
6. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),
sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya
akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, Waren, et. al. 2009).
7. Pathway
8. Faktor Risiko Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu gangguan pada sistem kardiovaskular
yang sering sekali terjadi pada lansia. Dengan bertambahnya usia, jantung serta
pembuluh darah akan mengalami beberapa perubahan struktur dan fungsi. Salah
satu perubahan fungsional terkait dengan pembuluh darah adalah meningkatnya
tekanan sistolik yang akan terjadi secara progresif. Menurut American Heart
Association nilai sistolik 160 mmHg merupakan batas normal tertinggi untuk
lansia. Sedangkan menurut International Society of Hypertension (ISH) tekanan
sistolik diatas 140 mmHg sudah dapat dikatakan sebagai hipertensi derajat I.
Faktor risiko hipertensi secara umum terbagi menjadi dua, yakni faktor
yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi adalah umur serta genetik, sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi adalah pola makan, aktivitas dan sebagainya. Berikut ini akan
dijelaskan terlebih dahulu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Umur
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan
bahwa semakin tua seseorang maka risiko mengalami hipertensi akan
semakin tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh penurunan elastisitas pembuluh
darah arteri seiring dengan pertambahan umur. Hipertensi bisa dijumpai pada
semua usia, namun paling sering ditemukan pada usia 35 tahun atau lebih
dan meningkat ketika menginjak usia 50 dan 60 tahun. Selain itu pada wanita
menopause akan lebih berisiko mengalami hipertensi. Walaupun belum dapat
dibuktikan dalam penelitian, namun hormon estrogen diperkirakan dapat
meningkatkan konsentrasi HDL dan menurunkan LDL yang dapat
menurunkan risiko terjadi hipertensi.
b. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor resiko hipertensi yang
tidak dapat dimodifikasi dan telah terbukti dari banyak penelitian-penelitian
oleh beberapa ahli. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan.
Jika salah satu dari orang tua kita mempunyai hipertensi, sepanjang hidup
kita mempunyai 25% kemungkinan terkena pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan terkena penyakit tersebut 60% (Sheps,
2005). Selain itu peran faktor genetic juga dapat dibuktikan dengan
ditemukannya kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar
monozigot daripada heterezigot.
Selain dua faktor risiko di atas terdapat pula beberapa faktor risiko
lain yang dapat dimodifikasi, antara lain:
c. Merokok
Sampai sekarang merokok merupakan satu-satunya faktor risiko
paling penting yang dapat menyebabkan hipertensi pada lansia. Kandungan-
kandungan berbahaya yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan banyak
sekali kerugian pada tubuh, diantaranya adalah; menurunkan kadar HDL,
meningkatkan adhesivtas trombosit dan kadar fibrinogen, mengganti oksigen
dengan karbon dioksida pada molekul hemoglobin, serta meningkatkan
konsumsi oksigen di miokardium. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
memberikan penjelasan kepada lansia tentang keuntungan yang dapat
diperoleh dengan berhenti merokok serta kerugian-kerugian yang akan di
dapat apabila tetap mengkonsumsi rokok tersebut.
d. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol pada lansia akan secara alami meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Selain itu hiperlipidemia juga berkaitan dengan
konsumsi lemak jenuh yang erat kaitannya dengan peningatan berat badan
dan nantinya akan menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi. Peningkatan
LDL dan penurunan HDL adalah tanda yang penting untuk penyakit arteri
koroner atau aterosklerosis berkaitan dengan kenaikan tekanan darah baik
pada pria maupun wanita.
e. Diabetes melitus dan Obestitas
Diabetes merupakan penyakit kronik yang menjadi faktor risiko
independen untuk hipertensi. Ketika viskositas darah meningkat maka
tekanan darahpun akan ikut meningkat. Lansia yang mengalami diabetes
biasanya diikuti dengan obesitas. Penurunan berat badan pada lansia akan
sangat bukan hanya untuk diabetes namun untuk hipertensi dan
hiperlipidemia yang menyertainya.
f. Gaya hidup
Aktivitas fisik yang menurun pada lansia dapat pula menjadi faktor
risiko terjadinya hipertensi. Dengan penurunan aktivitas fisik ini maka tonus
otot akan mengalami kehilangan masa otot tak berlemak yang akan
digantikan dengan jaringan lemak yang akan mengakibatkan penigkatan
risiko penyakit kardiovaskular. Aktivitas fisik yang cukup juga akan menjaga
berat badan yang ideal. Selain itu stress dapat pula berpengaruh pada
hipertensi maka gaya hidup sehat sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko
hipertensi
g. Diet tinggi garam
Berdasarkan penelitian Radecki Thomas E J.D. Orang yang memiliki
kebiasaan konsumsi tinggi garam akan memiliki risiko hipertensi sebesar
4.35. Garam yang memiliki sifat menarik air, akan menyebabkan
peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Lansia dan ras Afrika
Amerika mungkin memiliki sensitivitas tinggi terhadap intak sodium
terhadap perkembangan hipertensi (Vollmer et a., 2001 dalam Miller ).
Selain faktor-faktor diatas terdapat pula peningkatan konsumsi kafein
yang dapat menjadi faktor risisko terjadinya hipertensi. Meskipun tidak
signifikan kafein dan alcohol akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis
yang dapat merangsang sekresi corticotrophin realizing hormone (CRH)
yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Hipertensi pada lansia dapat mengakibatkan timbulnya asma dan
kencing manis serta pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi
kelumpuhan, kesulitan berbicara sampai kematian.
9. Pencegahan Hipertensi
Ada tiga cara untuk mencegah hipertensi, yaitu :
a. Pencegahan dengan pola hidup sehat
Menerapkan pola hidup yang sehat dalam keseharian kita sangat
penting dalam pencegahan hipertensi. Sebaliknya pola hidup yang tidak sehat
beresiko tinggi terkena penyakit hipertensi.
Termasuk dalam pola hidup yang tidak sehat misalnya merokok,
minum alkohol, suka makan enak alias banyak mengandung kolesterol,
makanan yang gurih dengan kadar garam berlebih, minuman berkafein, dll.
Sementara pada saat yang sama kurang berolahraga atau kurang beraktifitas,
sering stress, minim air putih, serta kurang makan buah dan sayuran.
b) Kemampuan mobilisasi:
Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi d
itempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika pasien
berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
6) Istirahat tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri dada, sesak, dan
pusing yang dirasakannya.
7) Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya berada dalam rentang
normal yaitu 36o C - 37° C.
8) Kebersihan diri
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami masalah/ keluhan
kebersihan diri.
9) Rasa nyaman
Pada saat pengkajian, biasanya pasien mengatakan sakit pada bagian
kepala, nyeri pada dada, merasa sesak, serta kesemutan pada ekstremitas.
10) Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas dengan raut
wajah pasien tampak tidak tenang.
11) Sosial
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi atau
hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
12) Pengetahuan belajar
Meliputi kemampuan pasien dalam menerima informasi tentang
penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh perawat atau
dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
13) Rekreasi
Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau fasilitas
kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai hiburan atau
berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi ringan biasanya
dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti lari, jogging, jalan santai
atau bersepeda dan bersenang-senang. Pasien juga dianjurkan untuk
melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan
kecemasan.
14) Spiritual
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
15) Status Kesehatan
1) Status Kesehatan Saat Ini
Pada umumnya pasien hipertensi mengeluh nyeri kepala dan
kelelahan.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan pengobatan yang tidak
terkontrol dan tidak berkesinambungan .Adanya riwayat penyakit
ginjal dan adrenal.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
TTV, BB, GCS
2) Keadaan Umum : lemah
Kesadaran (E:M:V)
TTV, BB/TB
3) Integumen
Kulit lansia keriput ( kerena proses penuaan yang terjadi), kelenturan dan
kelembaban kurang.
4) Kepala
Normal cephali, distribusi rambut merata, beruban, kulit kepala dalam
keadaan bersih, tidak terdapat ketombe ataupun kutu rambut, wajah
simetris, nyeri tekan negatif.
5) Mata
Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur.
6) Telinga
Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan pendengaran yang
berkaitan dengan hipertensi.
7) Hidung dan sinus
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
8) Mulut dan tenggorokan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
9) Leher
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
10) Dada
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
11) Pernafasan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
12) Kardiovaskular
TD= 160/100 mmHg, Nadi = 88x/menit (nadi teraba cukup kuat). Lansia
biasanya mengeluh dadanya berdebar – debar. Terkadang terasa nyeri
dada.
13) Gastrointestinal
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
14) Perkemihan
Pada umumnya pasien mengalami proteinuria.
15) Genitourinaria
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
16) Muskuloskeletal
Lansia biasanya merasakan kesemutan dan keram pada lutut saat cuaca
dingin sehingga sulit berdiri. Tonus otot berkurang, tulang dada, pipi,
klavikula tampak menonjol, terjadi sarkopenia, ekstremitas atas bawah
hangat.
17) Sistem saraf pusat
Lansia biasanya mengalami sedikit penurunan daya ingat, tidak ada
disorientasi, emisi tenang, siklus tidur memendek.
18) Sistem endokrin
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Kelebihan volume cairan
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
f. Ketidakefektifan koping
g. Defisiensi pengetahuan
h. Anisetas
i. Resiko cedera
3. Intervensi Keperawatan
Salah interpretasi
informasi
Kurang pajanan
Kurang minat
dalam belajar
Kurang dapat
menginat
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan
kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:
a. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign
dalam batas normal
b. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
c. Tidak ada ortostatik hipertensi
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
e. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, K..A. 2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta :
Sagung Seto.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Carpenitto, L. J. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1988. Standar Praktek Kesehatan bagi
Perawat Kesehatan. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
EGC.
Friedman, M.M. 1998. Family Nursing Research. Jakarta:EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan 2012-2014.
Jakarta : EGC
Iqbal, Wahit dkk. 2005. Ilmu Keerawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalam
Praktek Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, Keluarga.
Jakarta : EGC.
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2. Jakarta :
MediAction
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta :
EGC
Putri, Puniari Eka. 2012. Aliran Darah dan Denyut Jantung. (Online). Available:
https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-Denyut-Jantung.
Diakses pada Jumat, 30 September 2016 pukul 20.45 WITA
Pembimbing Akademik/CT
…………………………………….
NIP.
…………………………………….
NIP.