Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kesehatan, kekuatan, dan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
sebuah buku pegangan bagi mahasiswa untuk mata kuliah bimbingan dan konseling.
Buku ini merupakan ide pemikiran penulis yang dilatarbelakangi oleh terdapatnya
mata kuliah bimbingan dan konseling di semua program studi yang mengambil bidang
keguruan di perguruan tinggi, namun buku yang beredar sebagian besar buku bimbingan
dan konseling untuk program studi bimbingan dan konseling, sedangkan untuk program
studi pendidikan matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan sebagainya belum ada
buku pegangannya. Oleh karena itu, penulis mencoba mengkolaburasikan materi
bimbingan dan konseling untuk para mahasiswa di luar program studi bimbingan dan
konseling.
Apalagi dengan kondisi sekarang ini yang secara jujur ketidakberhasilan pendidikan
formal nampak dengan berbagai kejadian yang seyogyanya tidak terjadi, seperti
menjamurnya tawuran antar pelajar, narkoba di lingkungan pelajar, sex bebas di
lingkungan pelajar, tawuran mahasiswa dan lain-lain. Begitu juga di pendidikan nonformal
(luar persekolahan) atau masyarakat yang setelah reformasi ini semakin berani yang tidak
didasari oleh pikiran-pikiran yang positif , seperti tawuran antar warga, penyerangan aparat
pemerintah (Polisi, Kantor Kantor Pemerintahan), dan baku hantam di dunia pemerintahan
pusat dan daerah yang saling menuduh akibat dari sebuah korupsi.
Dengan kondisi, itulah guru mata pelajaran, tutor pendidikan kesetaraan, aparat
pemerintah (tingkat kab/kota sampai RT/RW), maka diperlukan pemberian tentang
layanan bimbingan dan konseling di seting guru mata pelajaran dan seting di masyarakat
dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan pencegahan-pencegahan kegiatan yang
mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan lingkungannya dimasa kini dan masa mendatang.
Dari pemikiran tersebutlah, penulis mencoba membuat buku bimbingan dan
konseling dengan judul “ Bimbingan dan Konseling (Pendidikan Formal, Nonformal, &
Informal)” yang sekaligus sebagai buku wajib bagi mahasiswa yang bukan program studi
bimbingan dan konseling di Universitas Singaperbangsa Karawang dengan harapan guru
mata pelajaran dapat berperan sebagai pembimbing ketika mereka menjadi guru mata
pelajaran yang tidak merebut hak dan tanggung jawab guru bimbingan dan konseling di
sekolah serta harapan kedua terinspirasinya pihak pemerintah untuk memprogramkan
layanan bimbingan dan konseling di masyarakat (nonformal dan informal).
Dalam perjalanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta regulasi dari
pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan, maka buku bimbingan dan konseling ini
perlu direvisi dengan memperhatikan perkembangan tersebut, oleh karena itu semoga buku
ini akan menjadi wawasan bagi semua insane pendidikan di tanah air.
Ucapan terima kasih yang setinggi tingginya saya sampaikan kepada Prof. H. Aas
Syaefuddin, M.A (Alm) selaku Ketua STKIP Siliwangi Bandung, Prof. Dr. H. Engking
Soewarman Hasan, M.Pd. (Alm) selaku Direktur Pascasarjana STKIP Siuliwangi Bandung
beserta seluruh staf yang telah memberikan dorongan serta seluruh sivitas akademik
Universitas Singaperbangsa Karawang dan kepercayaan selama ini kepada penulis untuk
memberikan mata kuliah bimbingan dan konseling. Selanjutnya ucapan terima kasih
kepada keluarga yang telah mendukung pembuatan buku ini, yaitu Hj. Intisari, S.Pd.
M.Pd., (Isteri tercinta), Anak-anakku tercinta (Febrian Mulyana, S.Pd., M.Pd.; Tiara Sari
Nisa, S,.Pd., M.Pd. Muhamad Rizki Hidayat; Dinda Intan Nurfadillah).
Pada akhir kata pengantar ini, saya mohon maaf jika dalam buku perdana ini banyak
kekurangan dan kehilapan, terutama dalam struktur ilmu, substansi materi dan terminologi.
Atas segala kekurangan dengan hati lapang dada saya menunggu saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan buku ini dimasa yang akan datang.
Semoga buku ini bermanfaat dan berarti untuk semua orang yang prihatin terhadap
pembangunan pendidikan bangsa kita dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia dibidang akademik dan nonakademik. Terima kasih.
Bandung, 06 Desember 2012
Dr. H. Sutirna, M.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin hari semakin terus
berkembang seperti tanpa batas dan ruang serta waktu, bahkan dapat diakses dengan cepat
dimanasaja, kapan saja dan oleh siapa saja, sehingga dituntut setiap manusia untuk dapat
menyikapinya dengan cepat dan tepat terhadap dampak negatif yang ditimbulkan, baik
untuk diri sendiri maupun bagi orang lain. Apalagi dengan perkembangan dunia
pendidikan, jarak, ruang dan waktu bukan lagi merupakan penghalang bagi manusia untuk
mengetahui apa yang sedang terjadi di berbagai penjuru dunia. Misalnya kejadian di luar
negeri maupun di dalam negeri secara cepat dapat diakses dengan cepat melalui media
elektronik yang serba canggih, informasi-informasi negative pun akan cepat diterima oleh
seluruh pengguna internet (khususnya bagi para peserta didik dan mahasiswa). Oleh karena
itu layanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan sebagai sarana membantu (to help)
peserta didik agar tidak terjadi salah langkah dalam menyikapi perkembangan dunia yang
semakin canggih bagaikan kilat, baik itu peserta didik di pendidikan formal
(persekolahan), pendidikan nonformal (luar persekolahan) dan informal (lingkungan
keluarga) bahkan bagi guru, dosen, tutor, calon guru, calon tutor dan tidak menutup
kemungkinan bagi para orang tua serta masyarakat.
Apalagi ditengah posisi Indonesia yang menjadi negara dengan jumlah pengguna
internet terbesar se-ASEAN dengan jumlah 93,4 juta atau sama dengan 36% dari total
populasi pada tahun 2015, bahkan emarketer menyebutkan pada tahun 2018 pengguna
internet di Indonesia akan mencapai 123 juta, jumlah ini mengalahkan Jepang dan
membuat Indonesia termasuk dalam Top 5 Dunia. Secara lengkap dapat diperhatikan data
pengguna Internet dari 25 negara atau the top 25 centries by internet users.
Tabel. 1: The Top 25 Centries By Internet Users
Dari data tabel di atas, jelas sekali bahwa Indonesia sebagai ke-6 terbesar dunia
pengguna internet tidak bisa dibendung keberadaannya, dari sejak anak usia pendidikan
dasar sampai dengan mahasiswa, apalagi diprediksi oleh emarketer di tahun 2018 akan
mengalahkan Jepang. Pertanyaannya apakah hal tersebut dapat dimanfaatkan kearah positif
dalam pembelajaran di sekolah-sekolah atau di perguruan tinggi? Hal ini banyak faktor
yang sangat berpengaruh, salah satunya faktor guru atau dosen, oleh karena itu dalam buku
Teaching 2030, Barnnet (2013) mengatakan bahwa guru di abad millienium diwajibkan
menguasai IT.
Guru/Dosen/Tutor/Fasilitator/Nara Sumber sebagai tenaga pendidik yang memiliki
peran terdepan untuk dapat memberikan pengajaran, pendidikan dan pembimbingan
sehingga penggunaan internet sesuai apa yang diharapkan yaitu sebagai alat (tool) untuk
menjadi pendorong peningkatan pengetahuan sebagai pondasi masa depan bukan
sebaliknya menjadi rusak etika peserta didik akibat dari tidak adanya bimbingan dari guru,
dosen, tutor, dan orang tua.
Kita tentu mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi di dunia pendidikan
sekarang-sekarang ini. Penyelenggara pendidikan kurang optimal dalam memberikan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah bahkan di tingkat perguruan tinggi
nampaknya layanan bimbingan dan konseling sebagian besar belum melaksanakan,
akhirnya seperti tawuran para pelajar dan mahasiswa yang sering terjadi, guru yang
dianiyaya oleh peserta didik, dan tidak tersalurkannya peserta didik yang memiliki
kemampuan tinggi yang diakibatkan oleh faktor ekonomi, penggunaan obat-obat terlarang,
pesta minuman keras, dan sulitnya mahasiswa untuk berkonsultasi mengatasi
permasalahan yang mereka miliki.
Kita perlu memahami manfaat pentingnya layanan bimbingan dan konseling
diselenggarakan dengan baik oleh guru dan dosen layanan bimbingan dan konseling
maupun untuk guru mata pelajaran di pendidikan formal, nonformal dan informal, di
bawah ini akan diuraikan terlebih dahulu tentang Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling
yang terdiri pengertian bimbingan, konseling, hubungan antara bimbingan dan konseling,
Tujuan Bimbingan dan Konseling, Fungsi Bimbingan dan Konseling, Prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling Asas Bimbingan dan Konseling serta sejarah singkat
perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika Serikat sebagai awal munculnya
bimbingan dan konseling di Indonesia.
2. Pengertian Konseling
Makna bimbingan selalu berdampingan dengan makna konseling atau dengan kata
lain bahwa makna dari bimbingan dan konseling tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu
akan diuraikan beberapa pengertian konseling dari pendapat para pakar pendidikan untuk
memperkuat dan mempelajari bimbingan dan konseling yang lebih mendalam.
Jones (dalam Bimo Walgito, 2010:7) menyampaikan pengertian konseling sebagai
berikut:
‘Counseling is talking over a problem with some one. Usually but not always, one of
the two has facts or experience or abilities not possessed to the same degree by the other.
The process of counseling involves a clearing up of the problem by discussion’
Jones mengatakan bahwa konseling itu membicarakan masalah seseorang dengan
berdiskusi dalam prosesnya, hal ini dapat dilakukan secara individual atau kelompok, jika
dilakukan secara individual dimana masalahnya sangat rahasia dan kelompok masalahnya
yang umum (bukan rahasia).
Rochman dan M, Surya (1986:25) menyampaikan bahwa konseling adalah semua
bentuk hubungan antara dua orang, dimana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih
mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
Wrenn (dalam Bimo Walgito, 2010:7) mengemukakan pengertian konseling sebagai
berikut:
‘Counseling is personal and dynamic relationship between two people who
approach a mutually defined problem with matual consideration for each other to the end
that the younger, or less mature, or more troubled of the two is aided to a self determined
resolutionof his problem’
Definsi ini mengatakan bahwa konseling adalah hubungan pribadi dan dinamis
antara dua orang yang bermasalah dengan tujuan agar diketahui permsalahannya sehingga
ditemukan solusinya.
Shertzer dan Stone (dalam Syamsu Yusuf & Juntika 2010:6) menyampaikan
pengertian konseling adalah
“Counseling is an interaction process which facilitates meaningful understanding of
self and environment and result in the establishment and/or clarification of goals and
values of future behavior”.
Pengertian di atas memberikan arti yang sangat sederhana dimana dikatakan bahwa
konseling itu merupakan proses interaksi dalam rangka memberikan pengertian diri dan
lingkungannya dan dampaknya atau akibatnya membentuk tujuan dan prilaku untuk masa
depannya.
Selanjutnya Pietrofesa (dalam Syamsu Yusuf & Juntika 2010:6) menunjukkan ciri-
ciri konseling yang profesional, yaitu: (1) konseling merupakan suatu hubungan
profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya
itu; (2) dalam hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari keterampilan
pengambilan keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru dan
(3) hubungan profesional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara klien dan konselor.
Dari beberapa pengertian konseling di atas beragam sesuai dengan sudut
pandangnya masing-masing, namun dalam hal ini terdapat satu kesamaan dalam makna
konseling, yaitu pemecahan masalah (problem solving). Dalam proses konseling ada tujuan
secara langsung yang tertentu, yaitu pemecaham masalah yang dihadapi klien. Proses
konseling pada dasarnya dilakukan secara individu (between two persons), yaitu antara
klien dan konselor, pemecahan masalah dalam proses konseling itu dijalankan dengan
interview atau diskusi antara klien dan konselor yang saling berhadapan tatap muka (face
to face). Dengan perkembangan jaman yang semakin canggih teknologi, maka tidak
menutup kemungkinan dalam proses konseling dapat menggunakan Teknologi Informatika
Komputer melalui jaringan jarak jauh, yaitu Internet. (E_mail, Whasapp (WA), Face Book
(FB)).
Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34)
mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan
dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah
usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Dari uraian di atas juga dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan sebuah
bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah hidup dan
kehidupannya yang dihadapi klien dengan cara wawancara atau dengan cara yang
disesuaikan dengan keberadaan lingkungannya. Perlu diperhatikan oleh semua konselor
bahwa keputusan akhir dari sebuah proses konseling diserahkan kepada klien, bukan
sebaliknya konselor yang mengambil keputusan pemecahan masalahnya. Dengan demikian
konseling lebih bersifat kuratif atau korektif, artinya sebagai proses
penyembuhan/perbaikan klien dengan masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian pengertian bimbingan dan pengertian konseling, marilah kita
renungkan pertanyaan di bawah ini, kemudian simpulkan manakah pernyataan yang benar
menurut anda?
(1) Apakah bimbingan merupakan bagian dari konseling? atau
(2) Apakah konseling merupakan bagian dari bimbingan?
B. Landasan Psikologis
Karena perkembangan manusia terus mengalami perubahan dari tahap ke tahap atau
dari fase ke fase, maka perilaku manusia dan tahap perkembangan akan sangat
berpengaruh besar terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di berbagai
setting. Oleh karena itu, landasan yang kedua untuk memperkuat layanan bimbingan dan
konseling, yaitu Landasan Psikologis. Landasan psikologis merupakan landasan yang
dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan (klien). (Sudrajat, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25)
Juntika (2000:1) menyampaikan bahwa landasan psikologis berkaitan erat dengan
proses perkembangan manusia yang sifatnya unik, berbeda dari individu lain dalam
perkembangannya. Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian
psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b)
pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya tidak ada
yang sama satu dengan lainnya. Diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa
dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek
perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan
individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan
atau dengan kata lain layanan pemberian bimbingan dan konseling setiap peserta didik
berbeda-beda.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia
belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu.
Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-
tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan.
Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-
fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang
dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005)
menemukan hampir lima puluh definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat
dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian
yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian
adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian
diri sebagai
“Suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental
dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,
frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.”
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga
dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung
oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang,
hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
Abin Syamsuddin (2003, 2009) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian,
yang mencakup:
2) Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
3) Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
4) Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
5) Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
6) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau
perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
7) Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami
dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku
individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat
mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk
memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat
mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap
potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor
dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar
yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor
kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh
karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya
terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi
umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi
kepribadian.
E. Landasan Pedagogis
Berkenaan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, ditambahkan
oleh Prayitno (2003) bahwa dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam
segala setting diperlukan pula landasan pedagogis yang ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1. pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan salah satu bentuk
kegiatan pendidikan;
2. Pendidikan sebagai ini proses bimbingan dan konseling; dan
3. Pendidikan lebih lanjut sebagai ini tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Artinya bahwa pengembangan individu (peserta didik/mahasiswa) di jalur
pendidikan formal, non formal dan informal hanya akan berkembang optimal jika hanya
jika seluruh rangkaian kegiatan pendidikan berjalan dengan optimal, yaitu
penyelenggaraan pendidikan, pengajaran dan bimbingan.
F. Landasan Religius
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga
hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong
perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-
kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya
secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan
beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula
oleh Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah
bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa
barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak
memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini
sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-
nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan
dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Dari latihan jawaban yang kedua ini, maka terlihat dan terdeteksi tindakan apa yang
harus dilakukan oleh seorang pembimbing dalam memberikan layanan bimbingan kepada
peserta didik sehingga menghasilkan peserta didik yang diharapkan.
Dari uraian di atas, maka yang perlu diperhatikan bagi seorang pendidik sebelum
melakukan perannya sebagai pembimbing, Thio Riyanto menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
1. Mengapa saya ingin menjadi seorang pendidik yang sekaligus seorang pembimbing?
2. Siapa saja yang ingin saya bimbing?
3. Apa faedahnya kalau saya membimbing orang lain?
4. Bagaimana saya mengusahakan agar saya dapat diterima oleh orang lain yang sedang
saya bimbing?
5. Perasaan apa yang muncul ketika saya membimbing seseorang?
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak
sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu (1) beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan
dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian
yang mantap dan mandiri, (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Tujuan-tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan)
bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses
pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti
disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara
sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini
merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara
proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli berserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif
dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan
konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional
dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, maka hanya akan menghasilkan
konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki
kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian. (Sunaryo, 2008)
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan
konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remidial, klinis, dan terpusat
pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.
Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Development Guidance and
Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and
Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya
pencapaian tugas-tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-
masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang
harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling
berbasis standar (Standard Based Guidance and Counseling).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dan
para personal penyelenggara pendidikan lainnya (Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Guru
dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi
pemerintah/swasta dan para ahli: psikologi dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan
proses pendidikan dipendidikan kesetaraan secara keseluruhan dalam upaya membantu
para konseli agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh,
baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di pendidikan formal
diorientasikan upaya memfasilitasi perkembangan konseli, yang meliputi aspek pribadi,
sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai
makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual)
Dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling untuk guru mata pelajaran
dilakukan pada waktu proses belajar mengajar berlangsung atau dengan kata lain
pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling.
Dengan demikian peran guru sebagai pembimbing sangat luas sekali, bukan hanya
dalam mengajar sebagai guru mata pelajaran tertentu saja. Disisi lain juga bagaimana sikap
dan profesionalisme dalam mengajar akan menjadi sebuah peranan yang sangat
menentukan bagi pengembangannya ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, guru adalah
pemberi kemudahan dalam belajar bukan sebaliknya menjadi pemersulit dalam belajar
siswa.
Lebih jauh lagi Gibson et. al (dalam Kadri, 1992:37) menyampaikan bahwa guru
adalah kunci dan tenaga ahli yang sangat profesional dalam keseluruhan kegiatan sekolah.
Guru memberikan dukungan dan partisipasi yang penting terhadap suatu program yang
diberikan kepada siswa.
Hery Kusmiyanto (FBS Univ Wijaya Kusuma Surabaya, (2010) menyampaikan
bahwa guru dalam proses belajar mengajar dia tidak hanya memakai pendekatan
instruksional tetapi juga melalui pendekatan pribadi (personal approach) dengan demikian
dia dituntut untuk memahami siswa secara mendalam sehingga dia dapat membantu dalam
keseluruhan proses belajarnya. Sebagai ‘director of learning’ guru sekaligus berperan
sebagai pembimbing dalam proses belajar siswanya. Yang harus dilakukan guru ialah sbb:
1) mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok;
2) memberikan informasi-informasi yang diperlukan dalam proses belajar;
3) memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan
karakteristik pribadinya; (Uji personalitas.xls Memletics-Learning-Styles-
Inventory[1].pdf )
4) membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya;
5) menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan.
Dari uraian tersebut jelas sekali pentingnya guru mata pelajaran memahami tentang
layanan bimbingan dan konseling (bukan artinya merebut tugas guru BK, melainkan
perannya dalam proses pembelajaran mata pelajaran yang ampunya) sehingga dapat
berjalan sistematis dan/atau bekerjasama dengan guru BK dalam memberikan layanan
bimbingan dan konseling.
BAB IV
BIMBINGAN KOMPREHENSIP
Program Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari penyelenggaraan
program pendidikan di Sekolah, namun program BK memiliki rangkaian kegiatan yang
dirancang secara terorganisir dan diimplementasikan pada naskah akademik yang disusun
oleh organisasi ABKIN sebagai payung organisasi profesi konselor.
Pentingnya program Bimbingan dan Konseling setara dengan pentingnya program
pendidikan di Sekolah bahkan berperan fungsional dalam pengembangan kompetensi
peserta didik secara maksimal dan berkesinambungan.
Hakikat program Bimbingan dan Konseling komprehensif dalam tatanan reformasi
terlihat sebagai target pengembangan guru, pimpinan sekolah, orangtua, dan masyarakat
sebagai mitra kerja. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang sesuai
dengan kemajuan jaman, begitupun dengan bimbingan dan konseling.
Untuk lebih memahami serta mengetahui secara umum dapat diperhatikan uraian di
bawah ini.
LAYANAN LAYANAN
DASAR RESPONSIF
(KURIKULUM
BK) BK
KOMPREHENSIF
DUKUNGAN LAYANAN
PERENCANAAN
Gambar : Komponen Bimbingan Komprehensif
2. Perencanaan Individual
Satu hal yang perlu dilakukan konselor adalah memahami klien/peserta didik
/konseli secara mendalam beserta aspek kepribadiannya melalui berbagai assesmen dan
menyajikan informasi yang akurat tentang potensi diri dan lingkungan seta peluang yang
tersedia sehingga klien dapat:
1. Menganalisis kekuatan dan kelemahannya baik yang berkaitan dengan potensi, bakat,
minat, kepribadian dan lingkungannya.
2. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan yang sesuai dengan dirinya
sehingga dapat mengikuti pendidikan lanjutan dengan suasana yang kondusif.
3. Mengukur dan menilai ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4. Mempertimbangkan dan selanjutnya memilih serta menentukan pilihan melalui
keputusan yang tepat dan bijak, sehingga apa yang nantinya dilakukan adalah buah dari
perencanaan yang matang.
Fokus pelayanan perencanaan individual adalah berbagai aktivitas yang terarah pada
pengembangan: (1) Aspek pribadi sosial, (2) Aspek akademik, dan (3) Aspek karir.
Strategi yang dikembangkan oleh Gysber dan Henderson (2006: 75) meliputi:
1. Individual appraisal, yaitu suatu strategi dimana konselor membantu peserta didik
untuk dapat menilai dan menafsirkan potensi-potensi yang dimilikinnya, minat,
keterampilan, prestasi dan aspek kepribadiannya.
2. Individual advisement, yaitu suatu strategi yang mebantu klien agar dapat menggunakan
segala informasi untuk mengarahkan dirinya sendiri.
3. Transition planning, yaitu suatu strategi yang dimaksudkan untuk mebantu peserta
didik dalam memahami dunia kerja melalui transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja.
4. Follow up, yaitu suatu stategi guna memberikan layanan tindak lanjut melalui berbagai
kumpulan data untuk evaluasi dan perbaikan program mendatang.
Strategi menurut yang lain langkahnya sebagai berikut: (1) Menganalisis kekuatan
dan kelemahan diri sendiri; (2) Merumuskan tujuan dan perencanaan kegiatan; (3)
Melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan; dan (4)
Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan.
3. Pelayanan Responsif
Layanan responsif merupakan layanan yang harus diberikan kepada peserta yang
memiliki sifatnya segera artinya jangan ditunda-tunda dalam memberikan bantuan jika
peserta didik memiliki masalah. Ruang lingkup layanan responsif terdiri dari layanan
bidang pribadi, bidang sosial, bidang akademik, dan bidang karir.
a. Bidang Pribadi
1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
a) kurang motivasi untuk mempelajari agama
b) kurang memahami bahwa agama sebagai pedoman hidup
c) kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi Tuhan.
d) masih merasa malas melaksanakan shalat
e) kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur.
2) Perolehan sistem nilai
a) masih memiliki kebiasaan berbohong
b) masih memiliki kebiasaan menyontek
c) kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan)
3) Kemandirian emosional
a) belum mampu membebaskan diri dari perasaan kekanak-kanakan
b) belum mampu menghormati orangtua atau orang lain secara ikhlas
c) masih kurang mampu menghadapi frustasi (stress) secara positif
4) Pengembangan ketarampilan intelektual
a) masih kurang mampu mengambil keputusan
b) masih suka melakukan sesuatu, tanpa memperhitungkan baik-buruk, untung-rugi.
5) Menerima diri dan mengembangkannya secara positif.
a) kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri.
b) merasa rendah diri, apabila bergaul dengan orang lain yg mempunyai kelebihan.
b. Bidang Sosial
1) Berprilaku sosial yang bertanggung jawab
a) kurang menyenangi kritikan
b) kurang memahami tata krama
c) kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah dan di masyarakat.
2) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya
a) merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis
b) merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik.
3) Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
a) sikap yang kurang positif terhadap pernikahan
b) sikap yang kurang positif terhadap hidup berkeluarga
c. Bidang Akademik
1) Kurang memiliki kebiasaan belajar yang baik
2) Kurang memahami cara belajar yang efektif
3) Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar
4) Kurang memahami cara membaca buku yang efektif
5) Kurang memahami cara membagi waktu belajar
6) Kurang menyenangi pelajaran-pelajaran tertentu.
d. Bidang Karir
1) Kurang memahami cara memilih program studi yang cocok dengan kemampuan dan
minat
2) Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi tentang dunia kerja
3) Masih bingung untuk memilih pekerjaan
4) Masih kurang mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuandan
minat.
5) Merasa cemas untuk mendapat pekerjaan setelah tamat sekolah
6) Belum memiliki PT tertentu, jika setelah tamat sekolah.
4. Dukungan sistem
Komponen dukungan sistem mencakup dua bagian: (1) program bimbingan dan
konseling, dan (2) layanan pendukung. Strategi yang digunakan dalam dukungan sistem ini
berupa: (1) Pengembangan jejaring (networking) yaitu upaya menjalin kerjasama dengan
guru, orang tua dan masyarakat serta seluruh personil sekolah agar tercipta suasana
kondusif dalam proses pembelajaran dan layanan bimbingan dan konseling. (2)
Pengembangan konselor yang meliputi: pelatihan-pelatihan yang tekait dengan bimbingan
dan konseling, aktif dalam organisasi seperti ABKIN, aktif dalam pertemuan ilmiah seperti
seminar, workshop, dan lain sebagainya. (Sugiyo, 2011)
a. Pemberian Layanan
1) konsultasi dengan guru-guru
2) menyelenggarakan kerjasama dengan ortu/masyarakat
3) berpartisipasi
4) bekerja sama dengan personil sekolah lainnya.
5) melakukan penelitian
b. Kegiatan Manajemen
1) Pengembangan program
2) Pengembangan staf
a) Kepala sekolah
b) Wakasek dan para PKS (pembantu kepala sekolah)
c) Guru mata pelajaran
d) Guru bimbingan dan konseling (konselor)
c. Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat
d. Pengembangan atau Penentuan Kebijakan
BAB V
BIMBINGAN DAN KONSELING
BAGI GURU MATA PELAJARAN
Fenomena kualitas pendidikan di Indonesia secara perorangan memang telah diakui
keberadaannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia, hal ini dibuktikan dengan berbagai
kegiatan akademik, seperti lomba Olympiade Matematika, Fisika, Bumi Antariksa,
Teknologi dan Informatika dan Merakit Robot. Sedangkan kegiatan non-akademik, seperti
cabang olagraga (bulutangkis, sepak bola ditingkat Asia). Indonesia selalu muncul menjadi
pemenang. Namun, ketika dikomulatifkan secara keseluruhan bangsa Indonesia masih jauh
dibandingkan negara-negara tetangga dalam pencapaian prestasi di bidang akademik, hal
ini dibuktikan dengan hasil laporan UNICEP tentang Peringkat Sumber Daya Manusia
tahun 2010 bangsa Indonesia termasuk ke dalam kategori Medium Human Development
yaitu rangking ke-108. Laporan tersebut secara lengkap dapat diperhatikan bagan berikut:
Dari hasil laporan tersebut dapat ditarik benang merahnya bahwa hasil pendidikan
bangsa Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga, bahkan bangsa
Indonesia SDM-nya ditempat yang kritis, yaitu bisa masuk ke dalam kategori Low Human
Development.
Permasalahannya, mengapa hal ini terjadi secara terus menerus bahkan usaha
berbagai pihak terus menerus dilakukan. Guru mata pelajaran yang selama ini menjadi
pasukan terdepan yang selalu bertemu dengan peserta didik masih berperan sebagai
pengajar saja tidak berperan sesuai dengan perannya yang lengkap, yaitu sebagai pengajar,
pendidik dan pembimbing. Padahal pemerintah telah berusaha dengan memberikan
tambahan penghasilan berupa tunjangan profesional (program sertifikasi guru) dengan
dibayar sebesar gaji pokok pegawai.
Sebagai pengajar, guru berperan memberikan transfer ilmu pengetahuan yang
dimilikinya kepada seluruh peserta didik tanpa pilih kasih atau diskriminasi, sedangkan
berperan sebagai pendidik, guru seyogyanya memberikan sesuatu yang terbaik sebagai
individu yang digugu dan ditiru. Selanjutnya peran sebagai pembimbing inilah yang belum
dilakukan guru dalam kegiatan proses belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar
kelas, bahkan peran yang ketiga inilah kebanyakan guru berpersepsi bahwa tugas
membimbing adalah tugasnya guru bimbingan dan konseling.
Pada uraian Bab V ini akan diberikan penjelasan pentingnya guru mata pelajaran
memberikan bimbingan dan konseling pada saat pelaksanaan PBM di dalam kelas maupun
di luar kelas, sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirancang dalam RPP (Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran) dapat tercapai.
Dari tabel perbedaan di atas ternyata pelaksanaan BK bagi guru mata pelajaran
merupakan bagian dalam pelaksanaan PBM, oleh karena itu setiap guru mata pelajaran
seyogyanya melaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.
Selanjutnya strategi apa yang harus dijalankan oleh seorang guru mata pelajaran
dalam melaksanakan perannya sebagai pembimbing? Hal ini dapat diperhatikan contoh
strategi pembelajaran bagi guru mata pelajaran matematika berikut:
Table 1
Activity Strategy of Math Teaching based on BK Service Principles
No BK Service Principle Teaching Strategy Activities
1 Guidance is an individual helping Mathematics teachers are obliged to
process so that they can help assist students in solving the problems
themselves in solving the problems of learning mathematics without
they face complaints and complaints with the
principle that humans / students have
the potential so that students can solve
it yourself.
2 Should guidance be focused Differences between students is a
(focused) on the guided individuals certainty of the existence, the teacher
should focus on students who are
being given guidance or in other words
the student is unique meaning there is
no equal.
3 Guidance is directed at the Differences in the characteristics of
individual and each individual has students should be understood by
its own characteristics teachers of mathematics, therefore in
the implementation of teaching should
not be generalized ability of students
4 Problems that can not be resolved If you find students who are deemed
by the coaching team within the incomplete teaching, the math teacher
institutional environment should be coordinates with the student's parents
handed over to the authorized expert for the next step.
or institution
5 Guidance begins with the Teachers in implementing teaching
identification of the perceived needs strategies should see or identify the
of the individual to be mentored perceived needs of students in learning
the mathematics or completion
keywords.
6 Guidance should be flexible Mathematics teachers' actions should
according to individual and be flexible and flexible in teaching,
community needs frightening math teachers will be the
focus of students and the nuances of
teaching will be unsuccessful.
7 Guidance programs in certain Teachers of mathematics in teaching
educational institutions must be in should be relevant to the school's
accordance with educational mission vision program where it is and
programs at the institutions according to circumstances.
concerned
8 The implementation of the guidance Mathematics subjects must have a
program should be managed by a mathematical education discipline.
person who has expertise in the field
of counseling, can work together
and use relevant sources within or
outside the education provider
9 Should implement guidance In the teaching of the mathematics
program in evaluation to know teacher must provide or carry out
result and implementation of evaluation continuously.
program
Sutirna (2017). Asia Fasific of Education Conference at UMP.
melakukan atau
mengerjakan sesuatu
PENGEMBANGAN lebih baik.
mendorong siswa untuk
mencari alternatif
pemecahan yang lebih
baik.
B E L A J A R
Penutupan pembelajaran
dapat berupa Review,
Transfer, atau Serendipiti.
bentuknya seperti:
Memberi bimbingan
secara khusus
PENUTUP Memberikan PR
Memberikan kesimpulan
materi
Wilayan Manajemen
Manajemen & Supervisi
& Kepemimpinan Tujuan:
Perkembangan
Wilayah Pembe Pembelajaran Bidang Optimal
lajaran yang men Studi Setiap
didik Peserta
Wilayah Bimbing
Didik
an & Konseling Bimbingan &
yang Memandirikan
Konseling
Gambar 2.1:
Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal dan
Nonformal (Depdiknas, 2008)
2) Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah dengan semuah komponennya merupakan mesosystem
(Bronfenbrenner, 1989), yang juga sebagai sistem sosial dan sekaligus merupakan
lingkungan perkembangan siswa (Blocher, 1974: 236). Sebagai lingkungan perkembangan,
selayaknya sekolah merupakan faktor di luar anak yang memfasilitasi secara positif
pertumbuhan dan perkembangan siswa. Karakter sentral dari pada sekolah adalah
memahami proses perkembangan manusia dan bertanggungjawab dalam mengorganisir
dan mempolakan semua pengalaman dan aktivitas sekolah, dengan cara-cara yang
memungkinkan dapat memfasilitasi proses perkembangan itu (Blocher, 1974: 242)
Lingkungan sekolah dengan semua komponennya akan mempengaruhi
perkembangan dan bahkan kepribadian siswa-siswanya/peserta didiknya. Alasan sekolah
dan guru (tutor) mempengaruhi perkembangan kepribadian siswanya, adalah karena semua
anak-anak harus memperhatikan sekolah tanpa menghiraukan pilihan atau preferensinya,
anak-anak menghabiskan atau menggunakan banyak waktu di sekolah dari pada di tempat
lain kecuali di rumah. Di samping itu, alasan lainnya adalah lembaga pendidikan (sekolah
dan luar sekolah) itu memberi kesempatan kepada siswa pada kesempatan pertamanya
untuk menilai kekuatan dan kelemahannya secara realistik (Hurlock, 1974: 349).
3) Lingkungan Masyarakat
Latar lingkungan lain selain keluarga dan sekolah adalah lingkungan masyarakat,
yaitu faktor-faktor yang ada di sekitar tempat anak dan keluarganya berdomisili; yang
disebut juga sebagai exosystem dan macrosystem (Bronfenbrenner, 1974: 86-88)
Latar sosial seperti tempat kerja orang tua, sistem pemerintahan daerah, suasana
kehidupan keagamaan masyarakat, yang merupakan exosystem, peristiwa sejarah, dan
budaya masyarakat, yang merupakan macrosystem dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Palayanan Dasar BK
Peserta Didik
Palayanan
Komponen Responsif BK
Program BK
Komprahenshif
Palayanan
Perencanaan
Individual BK Pengembangan Profesional,
konsultasi, kolaburasi, dan
Dukungan Sistem kegiatan manajemen
Asesmen Harapan
Perkemba dan
ngan Kondisi
Konseli Konseli
ResultReports
S
choolCounselorPerformanceEvaluation
TheP rogram Audit
MANAGEMENTSYSTEM DELIVERYSYSTEM
Agreem ents SchoolG uidanceCurriculum
AdvisoryCouncil IndividualStudentPlanning
UseofData ResponsiveS ervice
ActionP lans System Support
Calendars
BeliefsandP hilosophy
M issionS tatem ent
Dom
ain(Academ ic,Career,P ersonal/S
ocial)
Com petencies(AS CANational
S tandards)
Apalagi dengan desakan keadaan ekonomi, masyarakat saat ini cenderung lebih
memilih bagaimana cara mendapatkan uang untuk bisa bertahan hidup (survival) yang
akhirnya dengan keberadaan tersebut, masyarakat yang akhir-akhir ini dengan mudah
untuk dipropokatori melakukan hal-hal yang sifatnya negatif atau dengan kata lain
mendapatkan “uang” tidak perduli dengan permasalahannya, inilah yang terjadi sekarang-
sekarang ini.
Pertanyaan unik dalam tulisan ini adalah fenomena-fenomena yang terjadi
dikalangan peserta didik maupun masyarakat di atas merupakan sebuah kebanggaan untuk
melakukan perilaku-perilaku negatif yang mengarah pada tindakan anarkis, melanggar
hukum dan norma-norma dalam masyarakat. Bahkan jika terjadi sesuatu yang mereka
lakukan dan ditangkap oleh yang berwajib untuk dimintai keterangan, nampaknya tidak
terdapat ekspresi wajah yang menyesal bahkan terlihatnya merasa bangga dengan apa yang
dilakukakannya.
Dengan demikian proses pelaksanaan pendidikan dengan sistem pendidikan nasional
nomor 20 tahun 2003 perlu segera mengembangkan pendidikan masuk ke masyarakat luas
di wilayah NKRI melalui berbagai kegiatan yang melibatkan semua komponen masyarakat
dalam rangka memberikan nuansa-nuansa pendidikan karakter yang positif. Mengapa hal
ini penting? Karena pendidikan merupakan lingkungan strategis dalam memberikan
pembinaan, pelatihan dan pendidikan nilai, baik yang terkait dengan moral, sosial, maupun
lingkungan ekologi. Bahkan dalam konteks tertentu, pendidikan dapat dijadikan sebagai
lembaga pengatur arah dalam membangun citra masa depan generasi muda. Karenanya,
citra kualitas masa depan dapat diprediksi dari kinerja pendidikan saat ini. Dengan kata
lain, sekolah merupakan salah satu instrumen dalam membangun masa depan. (Danny
Setiawan, Oktober 2006, dalam sambutan buku Sekolah Berbudaya Lingkungan). Hal ini
senada dengan Irianto P (2011:1) bahwa pendidikan merupakan hal yang paling penting di
dalam penentuan masa depan suatu bangsa dimana pendidikan sebagai suatu alat atau
metode untuk membentuk kepribadian dan karakter bangsa dan Sholehuddien (2010:12)
menyatakan bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam
mengembangkan budaya-budaya dan kearifan-kearifan lokal serta meningkatkan
solidaritas nasional.
1. Konseling Keluarga
Menurut Pujosuwarno (1994:11), menyatakan bahwa keluarga adalah suatu ikatan
persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang
hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian atau
tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Dari penjelasan ini dapat dibuat unsur-unsur didalamnya yaitu:
a. Keluarga merupakan perserikatan hidup anta manusia yang paling dasar dan kecil.
b. Perserikatan itu paling sedikit terdiri dari dua orang dewasa yang berlainan jenis
kelamin.
c. Perserikatan itu berdasar atas ikatan darah, perkawinan, dan atau adopsi.
d. Adakalanya keluarga hanya terdiri dari seorang laki-laki saja atau perempuan saja
dengan atau tanpa anak-anak.
Adapun dari keluarga akan memiliki fungsi-fungsi dalam keluarga. Keluarga akan
tentram, damai dan sejahtera jika fungsi-fungsi di dalam keluarga berjalan dengan baik.
Tetapi jika fungsi-fungsi di dalam keluarga tidak dapat dilaksanakan oleh anggota keluarga
dengan baik, makan akan menimbulkan problema-problema di dalam keluarga. Berikut
merupakan fungsi-fungsi keluarga menurut Pujaswarno (1994:13) yaitu:
1. Fungsi pengaturan seksual
2. Fungsi reproduksi
3. Fungsi perlindungan dan pemeliharaan
4. Fungsi pendidikan
5. Fungsi sosialisasi
6. Fungsi afeksi dan rekreasi
7. Fungsi ekonomi
8. Fungsi status sosial
Fungsi-fungsi di dalam keluarga tersebut harus dijalankan oleh seluruh anggota
keluarga agar tidak menimbulkan masalah didalam keluarga. Sesuai dengan Undang-
undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 BAB IV pasal 30 menyebutkan bahwa “Suami-
isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar susuna masyarakat”. Artinya bahwa didalam keluarga, suami dan isteri memiliki
suatu kewajiban yang luhur. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan oleh suami dan isteri.
Jika kewajiban tersebut tidak dilaksankan akan menimbulkan masalah yang dapat meluas
dan bisa menimbulkan perceraian yang berdampak pada anak. Selain itu, pada pasal 31
juga adanya hak yang diperoleh dari sumai atau isteri, yaitu:
1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
3. Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga.
Dengan adanya aturan tentang perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974, maka telah diatur hak dan kewajiban dari suami dan isteri yang diharapkan menjadi
keluarga bahagia. Keluarga yang bahagia akan meminimalkan masalah-masalah yang akan
timbul. Jika dalam keluarga tidak ada kebahagiaan, maka akan menimbulkan persoalan-
persoalan dari suami, isteri, atau dari anak-anaknya dari tingkat ringan, sedang maupun
berat yang serius dan mengganggu kehidupan manusia di dalam keluarga maupun di luar
keluarga. Jika problema tersebut tidak terselesaikan akan tertekan jiwanya. Jika tekanan
jiwa secara terus menerus makan akan menimbulkan gangguan jiwa. Jika terus menerus
terbiarkan maka akan menimbulkan sakit jika dan bukan lagi menjadi sasaran bimbingan
dan konseling.
Oleh karena itu, bimbingan dan konseling diperlukan yang bertugas membantu
seseorang dalam mencegah datangnya problem (usaha preventive/ pencegahan),
mempertahankan agar seseorang tetap pada keadaan yang telah sedemikian baik (usaha
preventive/ pencegahan) dan membantu seseorang dalam menemukan dan memecahkan
problema (usaha currative/ pengobatan) (Pujosuwarno, 1994:70).
Adapun problem-problem keluarga menurut Pujosuwarno (1994:72) akibat dari
tidak berfungsinya keluarga yaitu Problem Seks, Problem Kesehatan, Problem Ekonomi,
Problem Pendidikan, Problem Pekerjaan, Problem Hubungan Intern dan Antar Keluarga.
Problema tersebut harus segera ditangani agar terselesaikan dan tidak menimbulkan dapat
yang lebih luar yang berujung pada perceraian. Dengan hal tersebut, ada jenis-jenis
konseling keluarga, yaitu:
2. Pendekatan psikodinamik
Pendekatan-pendekatan dalam konseling keluarga dapat dibagi ke dalam enam
kelompok, yaitu:
a) Psikodinamik
b) Eksistensial/humanistic
c) Bowenian
d) Structural
e) Komunikasi/strategis
f) Behavioral
Hal yang membedakan pendekatan-pendekatan tersebut adalah
a) Orientasi teoritis, dalam investasinya apakah menekankan pada masa lalu atau masa
sekarang.
b) Proses konseling, apakah menekankan peran ketidaksadaran atau kesadaran
c) Apakah menekankan wawasan atau tindakan
d) Fungsi konselor diutamakan atau tidak
e) Analisisnya apakah menggunakan individual dyad, atau triad
f) Tujuan-tujuan treatment
Sebagian besar, pandangan psikodinamik berdasar pada model psikoanalisis,
memberikan perhatian terhadap latar belakang dan pengalaman setiap anggota keluarga
sebanyak pada unit keluarga itu sendiri.
Nathan Acherman, pelopor konselor keluarga berupaya menintegrasi teori
psikoanalitik yang berorientasi intrapsikis dengan teori sistem sengan menekankan
hubungan antar pribadi. Upaya-upaya terapeutiknya berujuan untuk membebaskan
“pathologies” yang berperan satu sama lain. James Framo, konselor keluarga generasi
pertama, meyakini bahkan konflik intrapsikis yang tidak terselesaikan dibawa dari
keluarganya, diteruskan dalam bentuk proyeksi ke dalam hubungan-hubungan yang terjadi
aat ini, seperti hubunan suami isteri atau anak.
3. Pendekatan Eksperensial/Humanistik
Para konselor keluarga eksperensial/humanistic menggunakan “immediacy”
terapeutik dalam menghadapi anggota-anggota keluarga untuk membantu memudahkan
keluarga itu berkembang dan memenuhi potensi-potensi individunya. Pendekatan ini lebih
menekankan pada tidakan daripada wawasan dan interpretasi. Pendekatan ini memberikan
pengalaman-pengalaman dalam meningkatkan perkembangan, yaitu melalui interaksi antar
konselor dan keluarga.
Virginia Sati, dalam pendekatanya ia memadukan kesenjangan komunikasi antara
anggota keluarga dan orientasi humanistic dalam membangun harga diri dan penilaian dari
seluruh anggota keluarga. Dia meyakini bahwa dalam diri manusia terdapat sumber-
sumber yang diperlukan manusia untuk berkembang.
4. Pendekatan Bowen
Pendekatan Muray Bowen terkenal dengan teori sistem keluarga. Landasan teori
Bowen adalah konsep diferensial diri konsep ini berkembang dimana anggota keluarga
dapat memisahkan fungsi intelektualnya dengan emosionalnya. Bowen mengungkapkan
konsep emotional cutoff untuk menjelaskan bagaimana anggota keluarga berupaya
memutuskan hubungan dengan keluarga mereka atas anggapan yang keliru bahwa mereka
dapat mengisolasi diri mereka dari fusi. Posisi saudara kandung dari setiap pasangan
perkawinan akan mempengaruhi interaksi mereka. Dalam pengembangan teorinya
terhadap masyarakat lebih luas, Bowen percaya bahwa tekanan-tekanan eksternal yan
kronis merendahkan tingkat berfungsinya diferensiasi masyarakat, hal itu hasil pengaruh
regresi masyarakat.
5. Pendekatan Stuktural
Pendekatan struktural dalam konseling keluarga terutama dikaitkan dengan
Salvador Minuchin dan koleganya di pusat Bimbingan Anak Philadelphia. Pendekatan ini
dilandasi sistem. Teori keluarga memfokuskan pada kegiatan, keseluruhan yang
terorganisasi dari unit keluarga, dan cara-cara dimana keluarga mengatur dirinya sendiri
melalui pola-pola transaksional diantara mereka. Secara khusu, sistem-sisem keluarga,
batas-batas, blok-blok, dan koalisi-koalisi ditelaah dalam upaya memahami struktur
keluarga. Tidak berfungsinya struktur menunjukan bahwa aturan-aturan yang tidak tampak
yang membangun transaksi keluarga tidak berjalan atau membutuhkan negosias kembali
aturan-aturan.
6. Pendekan Strategis/Komunikasi
Karakteristik khusus pendakatan ini menggunakan double blinds terapeutik atau
teknik-teknik paradoksial untuk mengubah aturan-aturan keluarga dan pola-pola hubungan.
Pradoks kontradiksi yang mengikuti deduksi yang tepat dan premis-premis yang konsisten
digunakan secara terapeutik untuk mengarahkan individu atau keluarga yang tidak mau
berubah sesuai dengan apa yangdiharapkan, prosedur ini mempromosikan perubahan
tersebut bukan dalam bentuk penolakan atau tindakan. Jakcson, Watzlawick dan ahli
strategi lainnya menggunakan “prescribing” simptom-simptom sebagai teknik paradox
untuk mengurangi penolakan berubah dengan menggunakan simptomnya itu tidak
berguna.
Pendekatan konseling keluarga strategi ditandai oleh taktik-taktik yang terencana
dan hati-hati, serta lngsung menangani masalah-masalah keluarga yang ada. Haley sangat
memengaruhi para praktisi dalam menggunakan perintah-perintah atau penyelesaian tugas-
tugassebaik intervensi-intervensi paradoksial yang sifatnya tidak langsung. Madanes,
konselor strategis keluarga lainnya menggunakan teknik-teknik “pretend” (menganggap
diri) dan investasi-investasinya yang tidak konfrontatif diarahkan pada tercapainya
perubahan tanpa mengundang penolakan.
7. Pendekatan Behavioral
Konseling keluarga behavioral, terakhir masuk dalam bidang konseling keluarga,
berupaya membawa metode ilmiah dalam proses-prose terapeutik mengembangkan
monitoring secara tepat dan mengembangkan prosedur-prosedur intervensi berdasarkan
data. Pendekatan ini mengambil prinsip-prinsip belajar manusia, seperti classical dan
operant conditioning, penguatan positif dan negative, pembentukan, extinction, dan belajar
social. Pendekatan behavioral menekankan lingkungan, situasional dan faktor-faktor sosial
dari prilaku. Pendekatan behavioral memberikan hasil yang signifikan terhadap empat
bidang yang berbeda, yaitu konseling perkawinan behaviaoral, pendidikan dan latihan
keterampilan orang tua behavioral, konseling keluarga fungsional, serta penanganan tidak
berfungsinya seksual.
Konseling perkawinan behavioral memadukan prinsip-prinsip teori belajar sosial
dan teori pertukaran sosial. Konseling perkawinan behavioral mengajarkan pasangan
suami isteri bagaimana mencapai suatu hubungan timbal balik yang positif.
Pendidikan dan latihan keterampilan-keterampilan orang tua behavioral, sebagian
besar didasarkan pada teori belajar sosial, berupaya untuk melatih orang tua dengan
prinsip-prinsip behavioral dalam pengelolaan anak. Secara khusus, Patterson
memfokuskan terhadahubungan dua orang (dyad), biasanya antara ibu dan anak, serta
menekankan bahwa perilaku anak itu memungkinkan dikembangkan dan dipelihara
melalui hubungan timbal balik mereka. Secara khusus, intervensinya berupaya membantu
keluarga mengembangkan sejumlah kontingensi penguatan baru dengan maksud memulai
belajar perilaku-perilaku baru.
Konseling keluarga fungsional berupaya mengintegrasikan sistem teori sistem,
behavioral, dan kognitif dalam bekerja dengan keluarga. Konseling keluarga funsional
berpandangan, bahwa semua perilaku sebagai fungsi antar pribadi mengenai hasil khusus
dari konsekuensi-konsekuensi perilaku
Kerjasama konselor adalah satu program yang dibatasi waktunya, melibatkan kedua
pasangan perkawinan dan berupaya untuk menyelesaikan masalah-masalah tidak
berfungsinya seksual. Treatment-nya memperkuat perkawinan dengan cara mengoreksi
hal-hal yang secara potensial merusak aspek-aspek hubungan. Konseling ini pertama kali
dikembangkan oleh Masters dan Johnson, lalu dikembangkan oleh Kaplan. Treatment
tidak berfungsinya seksual sekarang menggunakan berbagai teknik behavioral secara jelas.
Kerjasama konseling seks ini menyajikan bentuk yang dikonseptualisasikan sebagai jenis
konseling kognitif behavioral/program pendidikan kembali yang diaplikasikan terhadap
pasangan suami isteri yang mempunyai masalah seksual.
E. Bimbingan Karier
Pemahaman terhadap dunia kerja menjadi hal penting bagi masyarakat sebagai bekal
dan persiapan memasuki dunia kerja. Hal-hal yang menjadi permasalahan umum bagi
seseorang adalah kurangnya pemahaman untuk mengenal diri, yaitu mengetahui potensi
dan mewaspadai kelemahannya, kurangnya kesiapan mental untuk bersaing di dunia kerja,
kekurangtahuan tentang lingkup pekerjaan pada bidang pekerjaan yang ada di pasar tenaga
kerja, serta pemahaman mengenai bagaimana strategi meniti karir mulai dari awal karir
sampai dengan bagaimana upaya untuk meraih puncak karir yang dicita-citakan. Untuk itu,
konseling karir dapat menjadi media bagi masyarakat untuk berbagi mengenai masalah-
masalah karir dan atau hal-hal lain yang terkait karir.
F. Konseling Traumatik
Konseling traumatik adalah upaya konselor untuk membantu klien yang mengalami
trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan
dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik
mungkin.
Konseling traumatik ini berbeda dengan konseling biasa. Perbedaan itu terletak pada
waktu, focus, aktivitas dan tujuan. Dilihat dari segi waktu, konseling traumatik pada
umumnya memerlukan waktu lebih pendek dibandingkan dengan konseling biasa.
Konseling traumatik memerlukan waktu satu hingga enam sesi. Sedangkan konseling
biasa, memrlukan waktu satu hingga dua puluh sesi.
Dilihat dari fokus, konseling traumatic lebih memerhatikan pada satu masalah, yaitu
trauma yang terjadi dan dirasakan. Adapun konseling biasa, pada umumnya suka
menghubungkan satu masalah dengan masalah lainnya. .
Dilihat dari aktivitas, konseling traumatic lebih banyak melibatkan banyak orang
dalam membantu klien dan yang lebih banyak aktif adalah konselor. Konselor berusaha
untuk mengarahkan, mensugestikan, member saran, mencari dukungan dari keluarga dan
teman klien, menghubungi orang yang lebih ahliuntuk referral, menghubungkan klien
dengan ahli lain untuk referral, melibatkan orang /agen lain yang kompeten secara legal
membantu klien, dan mengusulkan berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan
klien.
Dilihat dari tujuan, konseling traumatic lebih menekankan pada pulihnya kembali
klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan yang baru.
Tujuan konseling traumatic adalah:
a. Berfikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan
b. Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma.
c. Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma
d. Belajar keterampilan baru untuk mengatasi trauma.
c) Fleksibilitas
Konseling traumatic memerlukan fleksibilitas, karena keterbatasan – keterbatasan
yang ada, konseling traumatic mungkin lebih fleksibel dalam pelaksanaannya. Karena
keterbatasan tempat, mungkin konseling melalui telepon akan lebih tepat. Karena
keterbatasan waktu, ada kemungkinan terjadi perubahan waktu dalam konseling.
Kemungkinan konseling di rumah klien terjadi daripada di kantor konselor. Perpanjangan
waktu dalam setiap sesi konseling mungkin saja terjadi. Melibatkan keluarga dalam sesi
konseling mungkin saja terjadi dan konselor memberikan sugesti pada klien juga bisa
terjadi.
Dalam konseling traumatic, konselor tidak banyak waktu untuk melakukan
konfrontasi, berlama – lama, non direktif, interpretasi perilaku dan mimpi, serta tidak
terlalu mempermasalahkan terjadinya transferensi ataupun conter tansferensi antara klien
dan konselor. Kondisi trauma menuntut konselor untuk bertindak cepat menangani klien.
Sumber:http://yoshimorishumimura.blogspot.com/2012/02/bimbingan-konseling-luar-
sekolah.html. Diunduh tanggal 27 Oktober 2012,Pukul 24.10.
2. Masyarakat multikultural
a. Konsep Pluralisme dan Multikulturalisme
Dewasa ini istilah pluralisme dan multikulturalisme sering di perbincangkan dalam
masyarakat. Kedua istilah tersebut sering kali dikaitkan atau disepadankan (Barry
dkk,1999:569), meski ada yang membedakan. Nur Zein Hae dkk (2000) menyebut
pluralisme menitikberatkan keragaman dunia manusia pada tingkat individual, sedang
multikulturalisme menekankan keragaman dunia manusia pada tingkat puak, kaum,
golongan. Dalam multikulturalisme etnisitas terkesan dititikberatkan, oleh karena itu
sering kali multikulturalisme dopandang rasialis.
Multikulturalisme menunjukan pengakuan adanya keragaman budaya dalam hidup
bersama. Keragaman tersebuat dapat berupa keragaman etnik, golong, faham, aliaran,
agama dan sebagainya. Huntington (2000:4) menyebut agama sebagai inti peradaban, dan
peradaban sebagai etnis dari kebudayaan. Multikulturalisme adalah suatu sikap, faham,
kebijakan yang mengakui dan menghargai adanya keragaman budaya dan memungkinkan
keragaman tersebut berkembang/lestari. Berry dkk (1999:569) menyebut masyarakat
multikultural adalah “,asyarakat majemuk (populasi pada umumnya, berbagai kelolmpok
yang berakulturasi dan pemerintah) yang menghargai pluralisme dan memungkunkan
keberagaman tetap lestari. Oleh krena itu masayrakat multikulturalisme adalah masyarakat
yang terdiri dari berbagai kelompok, budaya, yang hidup bersama, berdampingan,
berinteraksi, saling menghormati. Sebaliknya masyarakat multikultural adalah masyarakat
monokultural, yaitu masyarakat yang hanya terdiri dan menghendaki adanya satu
kelompok/budaya, dan menolak keberadaan dan interaksi dengan budaya lain yang
berbeda.
Umumnya masyarakat yang hidup dalam suatu wilayah negara tidak hanya terdiri
dai satu tradisibudaya tunggal (monokultural), tetapi terdiri dari sejumlah kelompok
budaya, berinteraksi dengan berbagaicara dalam suatu kerangka kerja nasionalyang lebih
luas.
Masyarakat multikultural muncul akibat berbagai peristiwa sejarah, termasuk
kolonisme ( satu budaya oleh budaya lain, negara satu oleh negara lain, dsb), pembentukan
bangsa ( dengan menempatkan batas-batas sekitar jumlah kelompok budaya yang
beragam), proses percampuran budaya, peristiwa migrasi dalam segala bentuknya,
perdagangan, kemajuan teknologi terutama komunikasi.
Keragaman budaya dalam masyarakat dapat ditinjau dari berbagai aspek, Ivey, Ivey
dan Simek (1993) mengemukakan dimensi-dimensi multikultural yaitu :
1. Dimensi tempat (locus) yaitu kebudayaan di bedakan dalam budaya individu, keluarga,
kelompok, masyarakat di suatu wilayah,dan negara.
2. Dimensi multicultural assue,terdiri dari budaya bahasa, jenis kelamin, etnik, agama,
orientasi afikasi, usia, masalah fisik, situasi sosial-ekonomi, dan trauma.
3. Dimensi level of cultural identity development mencakup multiperspective internation
reflectin/redifinition naming/resistence,acceptance.
Dalam pergaulan antar budaya,di jumpai berbagai sikap yang berkaitan dengan
budaya. Budi Munawar Rahman (2001:176) mengemukakan tiga sikap dalam beragam,
yaitu sikap ekseklusif, inklusif, dan paralisme. Sikap ekseklusif dalam budaya berarti
orang menutup diri dalam budayan sediri, mereka merasa bahwa budayanya sendiri yang
terbaik, dan menganggap remeh budaya orang lain , sehingga muncul sikap chauvinistik.
Sikap inklusif dalam budaya memandang bawa setiap budaya memiliki nilai-nilai yang
berbeda, setiap budaya memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga antar budaya saling
melengkapi. Sikap paralelisme memandang antar budaya ada kesamaan/kesejalan, semua
menuju terpenuhinya kebutuhan manusia.
Sikap negatif terhadap keragaman budaya dikemukakan oleh paul Ngganggun
(2000) yaitu :
1. Sikap solidaritas buta menunjukan sikap yang menganggap budayanya paling baik,
sehingga mereka membela budayanya dengan cara apapun.
2. Sikap thnosentrisme adalah suikap yang mengutamakan kelompoknya sendiri.
3. Sikap partikulasi yaitu sikap yang membuat seseorang selalu mengutamakan orang-
orang yang memiliki hubungan partikural atau hubungan khusus.
4. Sikap ekseklusif yaitu sikap yang memisahkan diri dari orang atau kelompok budaya
lain.
Menurut Berry (1999), dalam melakukan kontak atau komunikasi antar budaya akan
melahirkan berbagai gejala akulturasi, seperti asimilasi, integrasi, separasi dan
marginalisasi.
Beberapa tahap politik identitas, yaitu :
1. Princium identities (prinsip kontradiksi),yaitu setiap orang dalam kelompok budaya
memiliki kesadaran, pola pikir dan perilaku yang sama berdasarkan kaidah,adat, kultur
atau agama yang mereka percayai.
2. Principium contradiction (prinsip kontradiksi),setelah terbentuknya identits budaya
kelompok mulai terlihat perbedaan-perbedaan dengan kelompok lain, mereka mulai
membedakan mana budaya kita dan mana budaya mereka.
3. Princpium exclusitertii (prinsip penyingkiran) karena adanya perbedaan-perbedaan
yang ada mereka anggap sebagai penyimpangan dari identitas kultikultural, mereka
lambat laut laut akan berkembang penyingkiran terhadap etnis budaya lain yang
dianggap menodai kemurnian budayanya.
Yuswono Sudarsono (1999) mengemukakan lima prinsip dasar toleransi yaitu :
1. Proses pemahaman sejarah dan kebudayaan tiap kelompok.
2. Sikap dalam perbedaan ciri-ciri khas.
3. Pemanfaatan perbedaan ciri khusus untuk memeperkokoh rasa kebangsaan.
4. Upaya membangun kepercayaan antara anggota masyarakat.
5. Upaya menetapkan keadilan sosial.
Tilaar (1999:160) mengemukakan prinsip-prinsip piagam Madinah yang dikutip
Sukadi, yaitu :
1. Prinsip kebebasan beragama
2. Prinsip persaudaraan seagama
3. Prinsip kesatuan politik dalam meraih cita-cit bersama
4. Prinsip saling membantu
5. Prinsip persamaan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara.
6. Prinsip persamaan di depan hukum bagi setiap warga negara
7. Prinsip penegaan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu
8. Prinsip pemberlakuan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan
kebenaran.
9. Prinsip perdamaian dan kedamaian.
10.Prinsip pengakuan hak atas setiap individu.
Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak
hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan. Saat ini sedang dikembangkan pula
pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam pra nikah,
pernikahan, keluarga, keagamaan, lingkungan pekerjaan, lanjut usia, dan masyarakat luas
lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekuensi tersendiri untuk kepentingan
tersebut. Bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan masyarakat karena populasi yang
beragam dan sejumlah tipe serta ciri problem manusia yang makin meluas.
Dengan populasi yang beragam maka ciri problem manusia pun meluas. Oleh karena
itu, diperlukan konselor sebagai profesi penolong (helping profession). Konselor
diharapkan dapat membantu problema-problema masyarakat saat yang makin meluas
sehingga dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan potensi masyarakat mandiri.
Dengan berkaca dari hal tersebut, maka diperlukan konselor dalam bidang bimbingan dan
konseling pernikahan dan keluarga, keagamaan, lingkungan pekerjaan, serta pula untuk
lanjut usia.
1. Konseling Islami
Islam memandang bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan yang
diciptakan sebagai khalifah di muka bumi untuk mengabdi kepada-Nya. Dari hal tersebut
dapat dirumuskan bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islami adalah untuk
meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran manusia tentang eksistensinya sebagai
makhluk dan khalifah Allah Swt di muka bumi ini, sehingga setiap aktifitas dan tingkah
lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya, yakni menyembah atau mengabdi kepada Allah
Swt.
Secara kodrati, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk religius yang
memiliki keeksistensiannya dan hidup secara bersama-sama. Oleh karena itu, dengan
bimbingan dan konseling daimaksudkan agar manusia mampu memahami potensi-potensi
insaniahnya, dimensi-dimensi kemanusiaanya, termasuk memahami berbagai persoalan
hidup dan mencari alternati pemecahannya. Dengan pemahaman ajaran-ajaran Islam,
secara preventif dapat mencegah manusia dari berbagai bentuk perbuatan negatif yang
dapat merugikanya dirinya maupun orang lain.
Di era globalisasi ini, ditemukan banyak individu yang terbuai dengan urusan dunia
sehingga melahirkan sikap individualistik dan sifat-sifat negatif semacamnya. Sikap dan
perilaku yang demikian telah menyimpang dari perkembangan fitrah manusia yang telah
Allah berikan. Bahkan hal tersebut dapat menjauhkan hubungan manusia sebagai hamba
kepada Tuhannya meskipun hubungan sesama manusia tetap berjalan dengan baik. Hal
demikian dapat terjadi dikarenakan kekurang perhatian pendidikan dan bimbingan yang
diberikan sebelumnya terhadap hal tersebut.
Dari penjelasan diatas bahwa konseling Islami adalah suatu usaha membantu
individu dalam menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah beragama yang
dimilikinya, sehingga ia kembali menyadari peranannya sebagai khalifah dibumi dan
berfungsi untuk menyembah kepada Allah Swt., sehingga akhirnya tercipta kembali
hubungan baik dengan Allah Swt, manusia dan alam semesta.
Tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual.
Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kemajuan ekonomi yang dialami oleh manusia, ternyata menimbulkan suasana kehidupan
yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan hanya menimbulkan perasaan hampa.
Akhir-akhir ini sedang berkembang kecenderuangan manusia untuk menata kehidupan
yang berlandaskan pada nilai-nilai spiritual. Keadaan ini telah mendorong perkembangan
bimbingan dan konseling yang berlandaskan nilai spiritual dan religi.
Dalam agama, terutama agama Islam, menempatkan manusia pada kedudukan yang
mulia. Manusia diberi jabatan oleh Allah sebagai khliafah di muka bumi dengan
keistemewaan-keistemewaan yang telah dibawanya sejak lahir (fitrah). Dan fitrah tersebut
tidak akan berkembang dengan tanpa adanya bimbingan dan pengajaran. Dengan
perjalanan perkembangan fitrah manusia, akan menghadapi berbagai permasalaah. Dengan
pendekatan agama, konselor akan dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien.
Karena agama mengatur segala aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan rasa tentram,
damai dalam batin manusia dalam menuju kebahagiaan yang hakiki.
Pendekatan Islami dalam bimbingan dan konseling dapat diakaitkan dengan aspek-
aspek psikologis yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dan lain-lain yang
berkaitan dengan klien dan konselor. Bagi pribadi muslim yang berlandaskan tauhid,
merupakan pribadi yang bekerja keras untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah
berikan dan percayakan kepadanya, yang mana baginya merupakan suatu ibadah. Sehingga
pada pelaksanaan bimbingan dan konseling, pribadi muslim berprinsip pada hal-hal
sebagaimana yang disampaikan oleh Nelly Nurmelly dalam papernya peran agama dalam
bimbingan konseling berikut ini:
a. Selalu memiliki prinsip landasan dan prinsip dasar yaitu hanya beriman kepada Allah
swt.
b. Memiliki prinsip kepercayaan, yakni beriman kepada malaikat.
c. Memiliki prinsip kepemimpinan, yakni beriman kepada Nabi dan Rosul-Nya.
d. Selalu memiliki prinsip pembelajaran, yakni berprinsip pada Al-Quran.
e. Memiliki prinsip masa depan, yakni beriman kepada hari akhir.
f. Memiliki prinsip keteraturan, yakni beriman kepada ketentuan Allah.
a. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada di dalamnya merupakan obat bagi
jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam jiwa manusia.
b. Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi
cobaan dan mengatasi kesulitan.
c. Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada
allah dalam jiwa seorang mukmin.
d. Bagi seorang mukmin, ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan
terealisasi dengan keimanannyakepada Allah yang akan membekali harapan akan
pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
Teori-teori konseling dalam Islam adalah landasan yang benar dalam melaksanakan
proses bimbingan dan konseling agar dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan
perubahan-perubahan positif bagi klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara
menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah
laku berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Konseling merupakan aktifitas untuk menciptakan perubahan-perubahan dan
perbaikan-perbaikan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, ada perlunya dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan teknik-teknik yang memadai.
Berikut ini adalah beberapa teknik konseling sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Hamdani Bakari (2002), yakni:
a. Teknik yang bersifat lahir
Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat di lihat, di dengar atau
dirasakan oleh klien (anak didik) yaitu dengan menggunakan tangan atau lisan antara lain:
b. Teknik yang Bersifat Batin
Teknik yng hanya dilakukan dalam hati dengan do'a dan harapan namun tidak usaha
dan upaya yang keras secara konkrit, seperti dengan menggunakan potensi tangan dan
lisan. Oleh karena itulah Rosululloh bersabda "bahwa melakukan perbuatan dan
perubahan dalam hati saja merupakan selemah-lemahnya iman".
Teknik konseling yang ideal adalah dengan kekuatan, keinginan dan usaha yang
keras dan sungguh-sungguh dan diwujudkan dengan nyata melalui perbuatan, baik dengan
tangan, maupun sikap yang lain. Tujuan utamanya adalah membimbing dan mengantarkan
individu (anak didik) kepada perbaikan dan perkembangan eksistensi diri dan
kehidupannya baik dengan Tuhannya, diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan
pendidikan dan lingkungan masyarakat.
2. Konseling Pastoral
Pastoral Konseling adalah suatu interpersonal relationship, suatu dialog (dan bukan
monolog) yang terjadi antara pendeta dan konselinya, yang bisa melibatkan, seluruh aspek
kehidupan mereka masing-masing. Sebagai konselor, pendeta tidak hadir sebagai
pengkotbah di atas mimbar di dalam gereja pada konselinya tetapi juga berhadapan muka
dengan konselinya sebagai dua pribadi yang utuh, yang masing- masing punya hak (dan
kebebasan) untuk mengekspresikan dirinya.
Peran seorang konselor sebagai seorang hamba Tuhan membawakan peran sebagai
imam. Konselor menyadari bahwa satu-satunya kemungkinan adanya percakapan
konseling itu pada suasana yang ideal (condusive atmosphere) adalah jika konseli betul-
betul merasa diperlakukan sebagai satu subyek, pribadi yang utuh yang persoalannya,
perasaannya, cara berpikirnya bahkan segala sesuatu yang ada padanya mempunyai nilai
untuk dihargai. Adapula sikap merugikan dari pihak konseli. Dalam hubungan
interpersonal relationship, konselor mesti menyadari adanya berbagai kemungkinan yang
merugikan, ditimbulkan oleh sikap konseli terhadap konselornya. Dalam hubungan
"transference" (pemindahan perasaan) dalam setiap interpersonal relationship (hubungan
timbal balik) antara dua pribadi. Kemudian dorongan yang merugikan dari dalam diri
konselor sendiri. Dalam interpersonal relationship itu, konselor sendiri mesti waspada
terhadap dorongan dan rangsangan, yang sering kali timbul justru dari dalam dirinya
sendiri, yang bisa menjadi penyebab kegagalan pelayanan konselingnya yaitu kebutuhan
untuk melakukan counter-transference.
Yang patut mendapat perhatian ialah, ternyata kebutuhan yang merugikan ini sering
kali bukan hanya sekedar ekspresi dari kebutuhan manusiawi pada umumnya (kebutuhan
akan pujian dan penghargaan), tetapi kebutuhan tidak sehat dari kepribadian yang sakit
yang sering kali disebut dengan istilah 'narcissism'.
Di Amerika terdapat bagian dalam American Counseling Association terdapat
bagian-bagiannya. Salah satunya American Association of Pastoral Counseling (AAPC)
yang sebagai naungan bagi konselor yang beragama kristen dan katolik dalam membantu
klien atau masyarakat yang beragama kristen atau katolik yang mengalami masalah. Para
konselor akan disertivikasi dan akreditasi program-program pelatihan untuk para konselor.
Dalam konseling pastoral juga menangani masalah-masalah yang dialami seseorang
atau masyarakat. Konseling pastoral di Amerika sering dilakukan di tempat ibadah
(gereja). Rumah ibadah menawarkan konseling untuk problem-problem keluarga,
pernikahan, pasangan, anak muda, perawatan anak, dan manula (Gibson and Mitchell,
2011:180).
Fokus dari konselor pekerjaan adalah penempatan yang benar klien bekerja.
Konselor diharapkan dalam prosesnya melakukan konselingproblem pribadi dan
membantu mereka mengembangkan sikap, keterampilan, dan kemampuan yang tepat yang
akan membantu mereka lulus wawancara kerja. Dengan demikian para konselor terlibat
dalam pengumpulan data dari klien dalam pemberian dan penginterpretasikan tes-tes
standar.
1. Keterampilan Konseling
2. Keterampilan Asesmen Individu dan Kelompok
3. Konseling Kelompok
4. Pengembangan dan Penggunaan Informasi Terkai Pekerjaan
5. Keterampilan Terkai komputer
6. Pengembangan Rencana Pekerjaan, Pengimplementasian, dan Manajemen Kasus
7. Keterampilan Penempatan
8. Keterampilan Menjalin Hubungan dengan Komunitas
9. Manajemen Muatan-Kerja dan Keterampilan Hubungan Intra-Lembaga
10.Keterampilan Pengembangan Profesi
11.Isu-isu Etnis dan Hukum
Berdasarkan uraian Bab VII di atas, jelas sekali dan tidak disangkal lagi bahwa
setiap lapangan kehidupan dan kegiatan manusia memerlukan bimbingan dan konselin,.
termasuk dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, beragama, dan pekerjaan.
Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan tidak hanya dalam
dunia pendidikan, tapi juga di masyarakat. Dengan adanya layanan bimbingan dan
konseling, dapat membantu masyarakat untuk menemukan jalan keluar dalam masalahnya
dan juga mengenali dan mengembangkan potensi dalam diri. Sehingga hal ini sangat
berpengaruh dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Sesuai dengan esensi Bimbingan dan Konseling dimana Esensi bimbingan dan
konseling adalah memandirikan individu, kemandirian adalah tujuan bimbingan dan
konseling. Perkembangan kemandirian terarah kepada penemuan makna diri dan dunia,
dan pemaknaan itu akan beragam sesuai dengan persepsi manusia akan diri dan dunianya.
Proses memaknai adalah proses selektif, ditentukan melalui proses memilih, dank arena itu
bangun kehidupan dalam setiap manusia akan berbeda-beda (Kartadinata, 2007).
Bimbingan dan konseling di Indenesia masih dititik beratkan di dalam pendidikan
dan belum bisa menyebar luas di kalangan masyarakat umum, namun bimbingan dan
konseling dalam masyarakat sudah mulai berkembang meskipun. Dimana di masyarakat
sudah mulai berkembang konseling religious. Untuk kalangan masyarakat muslim dikenal
dengan konseling islami dan pemeluk agama Kristen dengan konseling pastoral.
Perkembangan masyarakat aka berjalan dengan baik bila diimbangi oleh
perkembangan pribadi yang baik pula dan dengan adanya bimbingan konseling di
masyarakat maka memungkinkan terbentuknya pribadi yang bisa berkembang dengan
baik.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di Amerika berbeda jauh dimana di setiap
jenjang bidang layanan mendapat payung hokum yang kaut, tetapi di Indonesia hanya
masih beberapa asosiasi yang memayungi bimbingan konseling dan yang menjadi induk
payung hukum bimbingan dan konseling di Indonesia adalah ABKIN (Assosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia).
BAB VIII
PROSEDUR UMUM
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Prosedur Umum Pelaksanaan BK
Prosedur umu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling diberbagai
seting/adegan dapat diperhatikan bagan berikut:
Remidial/Referal
Evaluasi/Follow Up
1. Identifikasi Kasus
Identifikasi Kasus merupakan upaya untuk menemukan peserta
didik/masyarakat/pekerja/orang yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan
konseling. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga
membutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta
didik/masyarakat/orang secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat
ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban
sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik.
Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada
hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah
penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara
mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes,
seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama
serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui
tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang
diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
Nampaknya yang diharapkan dalam langkah pertama ini belum optimal seperti
orang sakit mendatangi seorang dokter di klinik atau di rumah sakit. Kedepan layanan
bimbingan dan konseling dalam identifikasi kasus, klien atau peserta didik bisa datang
sendiri menghubungi guru bimbingan dan konseling untuk menyampaikan permasalahan
yang dihadapinya.
2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah lanjutan dari setelah mengidentifikasi kasus
yang ditemukan serta merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan
atau masalah yang dihadapi peserta didik/masyarakat/orang. Dalam konteks Proses
Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1)
substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality.
Untuk mengidentifikasi masalah peserta didik/ masyarakat/orang, Prayitno dkk.
telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa
yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk
mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan
kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan
pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan muda-
mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.
3. Melakukan Diagnosis
Melakukan sebuah diagnosis merupakan sebuah upaya untuk menemukan faktor-
faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam
konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta
didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton
membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan
atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari
dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan,
bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor
eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor
guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
Dalam melakukan diagnosis, pembimbing atau konselor harus berhati-hati ketika
menyimpulkan dari temuan permasalahan yang diketahui, karena kesalahan mengdiagnosis
permasalahan akan mengakibatkan fatal dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling, oleh karena itu diperlukan kerja sama antar seluruh komponen terkait, sehingga
diagnosis akan menjadi tepat.
4. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan atau memprediksi apakah masalah yang dialami
peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan
hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini
seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak
yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.
Standar Kompetensi / Mencapai kematangan dalam peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia dengan cara
Tugas Perkembangan => bersedia mengembangkan keterampilan intelektual untuk menjadi warga masyarakat yang
baik
Kompetensi Dasar => Siswa mampu mengenal sekolah secara benar, bersikap terpelajar, dan mampu beradaptasi
secara bertanggungjawab, serta menjadi warga sekolah yang baik sebagai bukti pribadi
yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia
...................................................... .....................................................................
Format Silabus dan RPP BK tidak mutlak harus sama, tetapi sesuaikan dengan situasi dan kondisi dilapangan/tempat kerja
C. Hasil-Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling
Sutirna (2004) melaporkan hasil penelitiannya dengan judul model
pembelajaran matematika bernuansa bimbingan dan konseling di SLTP sebagai
berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran matematika bernuansa bimbingan berpengaruh
positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SLTP.
2. Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa yang dalam
pembelajarannya bernuansa bimbingan dengan yang pembelajarannya seperi
biasa (konvensional).
3. Ada hubungan yang signifikan hasil pretes dan postes untuk siswa yang dalam
pembelajaran matematika bernuansa bimbingan.
4. Respon siswa berdasarkan angket menunjukkan sangat baik terhadap proses
belajar mengajar yang pembelajarannya memperoleh bimbingan dibandingkan
dengan yang pembelajarannya tidak memperoleh bimbingan atau pembelajaran
biasa (konvensional).
Hasil penelitian berikutnya juga dilakukan oleh Sutirna (2011) tentang model
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik program
pendidikan kesetaraan melaporkan hasilnya sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penyelenggaraan bimbingan dan konseling bagipeserta didik
program pendidikan kesetaraan belum optimal dilaksanakan oleh penyelenggara
pendidikan kesetaraan. Hal ini dibuktikan oleh hasil studi pendahuluan bahwa
hampir setengahnya penyelenggara belum memiliki filosofi, sistem
penyelenggaraan, dan pertanggungjawaban layanan bimbingan dan konseling.
2. Model hipotetik sangat efektif dalam meningkatkan layanan bimbingan dan
konseling untuk aspek akademik, prinadi, sosial, dan karir. Hal ini dibuktikan
oleh hasil perbandingan antara sebelum pelaksanaan model dan sesudah
pelaksanaan model.
3. Model pelaksanaan bimbingan dan konseling bagi peserta didik program
pendidikan kesetaraan cukup signifikan keefektifannya dalam meningkatkan
155
layanan bimbingan dan konseling untuk aspek akademik, pribadi, sosial dan
karir.
Dari dua hasil penelitian di atas, jelaslah bahwa layanan bimbingan dan
konseling sangat berarti bagi peningkatan prestasi hasil belajar siswa dan sangat
berarti bagi peningkatan layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan
(non formal atau masyarakat).
Sutirna (2017) menyampaikan pada forum internasional di Asia Fasific of
Education Conference di Universitas Muhammadiyah Purwokerto tentang Strategi
PBM Matematika berbasis pada Prinsip Layanan Bimbingan dan Konseling dengan
kesimpulannya sebagai berikut: The conclusion of this research is that the Strategy
of Teaching and Learning Mathematics is very important to be patterned through
the use of guidance and counseling service principles from the preparation,
implementation and evaluation phase. The preparation phase of the harmonious,
happy, and warm of the situation will greatly affect the process of implementation of
learning that PAIKEM (active learning innovative creative effective and fun) will
produce qualified students. Sunaryo et al (2008) states that quality education if the
three areas implemented synergistically, namely the field of administration,
academic and student guidance.
156
RIWAYAT PENULIS
Hari Sabtu pukul 08.00 pagi WIB tepatnya tanggal 11 Juli 1964 atau 48
tahun yang silam di bantaran sungai Citarum Kabupaten Karawang yang bersih dan
indah pemandangannya, terlahirlah seorang anak laki-laki dari pasangan suami-isteri
antara Ibu Saanih (Alm, 21 Desember 2011) dan Bapak Tirin ( September 2015)
dengan keseharian yang bekerja sebagai seorang buruh kasar yang kadang-kadang
menjadi penarik becak di Kota Karawang sedangkan Ibunya sebagai ibu rumah
tangga yang apa adanya.
Berangkat dari keberadaan tersebut, Sutirna diasuh oleh Nenek (Ny.
Tiung) yang dinikahi oleh seorang warga Negara keturunan asing, yaitu Yo Beng
Liang (nama Indonesia : Kohir) dari sejak lahir sampai dengan sekolah. Didikan dari
Kakek inilah yang membuat Sutirna dapat berpikir dan berpengetahuan yang sangat-
sangat berarti bagi kehidupannya masa sekarang. Konon cerita para tetangga yang
ketika masih hidup, bahwa Kakek dari Sutirna, jika mengajarkan pelajaran sangat-
sangat galak dan sampai dibentak dengan perkataan “Kalau Lu Goblok Nanti
Disuruh Orang dan Kalau Lu Goblok Jangan Sekolah” sampai Neneknya juga
menangis ketika Sutirna terus dibentak dan diomeli oleh Kakeknya ketika
memberikan pelajaran.
Perjalanan kehidupan inilah yang membuat Sutirna terus bersekolah
dengan modal apa adanya dan semangat belajar yang terus membakar dirinya
dibandingkan dengan saudara-saudaranya ketika itu. Sekolah Dasar ditempuh di SD
Bhinneka II Karawang dengan sering diantar oleh Nenek ketika masih kelas 1
sampai dengan kelas 3, namun ketika di kelas 6, Sutirna mencoba mengikuti diam
157
bersama dengan Kaka Pembina Pramuka SD, yaitu Abdul Kholik Yulias selama 1
tahun.
Lulus SD tahun 1976, Sutirna melanjutkan pendidikan di SMP Swasta
Kertabumi Karawang yang sekarang SMP tersebut sudah tidak ada lagi karena tidak
ada siswanya. Sutirna dengan keberadaan orang tua yang tidak mampu untuk
membiayai biaya pendidikan, Sutirna melakukan dagang asongan roko dengan
modal pertama dari sang Kakek tercinta, subuh berdagang ke Pasar Baru Karawang
sampai siang hari, tepat pukul 12.00 WIB, Sutirna berangkat sekolah, dan malam
hari melanjutkan dagang asongan roko, hal ini ia lakukan secara kontinu sampai
tamat sekolah. Namun, menjelang akhir sekolah SMP, Sutirna pernah berhenti atau
tidak sekolah selama 1 bulan karena keadaan, ketika itu Bapak Tarja (Kepala
Sekolah SMP Kertabumi) dan Bapak Hasan Basri (Wali Kelas, Almarhum tahun
2004 ) memiliki peduli dengan keberadaan Sutirna, akhirnya beliau berkunjung ke
rumah (Istilah sekarang disebut dengan Home Visit) dan memberikan semangat serta
motivasi kepada Sutirna untuk tetap bersekolah, akhirnya Sutirna lulus SMP pada
tahun 1979.(ada tambahan ½ tahun perubahan tahun pelajaran karena peraturan
menteri pendidikan dan kebudayaan pada saat itu)
Tahun 1979 pun, Sutirna melanjutkan pendidikan ke SMA Swasta Pangkal
Perjuangan Karawang yang sekarang sekolah tersebut juga tidak ada lagi
(kesimpulan SMP dan SMA nya, tidak berdiri lagi). Majalah dan Teka Teki Silang
menjadi tumpuan untuk membiayai sekolahnya, kereta api Senja Utama Jurusan
Yogya yang berangkat dari Station KA Senin Jakarta menjuju Yogya menjadi
tempat berjualan, hal ini dilakukan setiap hari dari mulai pukul 19.00 s.d 24.00
setelah pulang sekolah. Nenek dan Kakek merasa khawatir dengan Sutirna yang
berlari dan berjalan di kereta api untuk berjualan, akhirnya Sutirna memutuskan
untuk mencari jalan lain. Ketika itu, Karawang dilanda dengan permainan Judi yang
meraja lela, akhirnya Sutirna bekerja sebagai karyawan harian lepas untuk
mengambil kupon-kupon judi dari para agen se Kota Karawang untuk disampaikan
kepada penampung agen Judi di Karawang, hal ini ia lakukan semata-mata hanya
untuk bisa membiayai sekolahnya. Akhirnya tahun pelajaran 1982/1983, Sutirna
lulus SMA dengan memperoleh Ijazah untuk Jurusan IPA.
158
Harapan untuk melanjutkan perguruan tinggi pun sangat tinggi bagi
Sutirna, namun 2 kali ia lakukan mengikuti seleksi ke IKIP Bandung (pada saat itu
namanya PP IV (Proyek Perintis IV IKIP Bandung), SIPENMARU) selalu gagal,
impian menjadi Guru selalu gagal. Nenek dan Kakek yang begitu peduli rasa
terpukul, karena teman Sutirna yang dibawa untuk ikut seleksi selalu lulus diterima
sedangkan cucunya gagal setiap diumumkan. Akhirnya, Sutirna bekerja sebagai
karyawan Toko Buku Rakyat Karawang yang pada saat itu salah satu toko buku dan
percetakan sewilayah IV (Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi) yang paling
terkenal. Pucuk di cinta ulan tiba, itulah pribahasa yang sangat tepat diberikan
kepada Sutirna, karena ketika sedang mencetak buku-buku tentang keolahragaan
yang dipesan dari SGO Negeri Karawang, Bapak Moekarto (almarhum)
memberikan informasi tentang adanya penerimaan calon Guru Olahraga SD di SGO
Negeri Karawang, lewat saudara atau teman akrabnya Sutirna, yaitu Maxi Soeisa
(almarhum) sebagai alumni SMOA Negeri Karawang dibantu untuk masuk ke SGO
Negeri Karawang untuk mengikuti tes masuk, akhirnya, Sutirna diterima untuk
sekolah calon guru SD untuk bidang studi Olah Raga dan Kesehatan, selama 4 bulan
diberikan ilmu mendidik (Pedagogik) dan ilmu mengajar (Didaktik), akhirnya
Sutirna lulus dari SGO Negeri Karawang dengan hasil yang memuaskan. Namun,
ketika sebelum pengumuman diterima di SGO Negeri Karawang, Sutirna mencoba
mendaftarkan diri menjadi Tentara Nasional Indonesia untuk Satuan Angkatan Laut
(TNI-AL) dengan mengikuti beberapa kali tes admnistrasi, tes fisik, dan tes
kedisiplinan selalu diumumkan lulus untuk mengikuti seleksi berikutnya. Ketika
akan tes akhir TNI-AL atau yang disebut dengan Pantohir (Penentuan Tes Akhir),
tetapi pengumuman untuk menjadi Guru Olahraga SD diterima, akhirnya orang tua
dan neneknya tercinta menyarankan untuk menjadi Guru saja, akhirnya Sutirna
memustuskan tidak melanjutkan tes di TNI-AL.
Berangkat dari bermodal inilah Sutirna pun tercapai cita-citanya menjadi
seorang Guru/Pendidik. Almamater SD Bhinneka 2 Karawang menjadi tempat
pertama mengajar sebagai tenaga honor, yang ketika itu mengisi megajar kelas V,
karena Ibu pengajar kelas V (Ibu Siti Sarah) cuti melahirkan. Ditengah perjalanan
menjadi guru honor di SD, Bapak Aceng Andrean salah satu guru SMP Negeri 2
159
Karawang, memberikan informasi tentang PGSMTP di Jakarta. Sebelum ada
panggilan pengangkatan menjadi pegawai negeri di SD, Sutirna melanjutkan
pendidikan ke PGSMTP (Pendidikan Guru Sekolah Menengah Tingkat Pertama)
Negeri 3 di Jakarta pada Jurusan Matematika. Dengan banyak bantuan teman, salah
satunya teman diperjalanan ke Jakarta untuk kuliah adalah H. Deden Tosin W
(sekarang mantan Kepala Dinas Pendidikan Kab. Karawang tahun 2011), akhirnya
tamat PGSMTP pada tahun 1984.
Allah Swt maha pengasih dan maha penyayang kepada umat-Nya, Sutirna
diberikan rizki ketika tamat PGSMTP, Sutirna menerima panggilan untuk di lantik
menjadi PNS Guru SD terhitung mulai tanggal 01 April 1984 yang ditempatkan di
SD Negeri Pasir Jengkol I Kecamatan Klari Kabupaten Karawang. Satu tahun
berjalan, Sutirna dengan bekal ijazah PGSMTP ingin mengajar di SMP, akhirnya dia
pun menjadi guru SMP Swasta Berdikari Karawang yang sekarang tidak ada lagi.
Setelah berjalan menjadi PNS Guru dengan Golongan Ruang II.a selama satu tahun,
melalui Penilik Olahraga Kecamatan Klari, yaitu Bapak Kosim Kurdi (Orang Tua
Asep Sumarna (Ate) Dinas Pendidikan Karawang) disarankan untuk mutasi atau
mengikuti tes kembali menjadi guru SMP karena memiliki ijazah PGSMTP, saran
itu oleh Sutirna diterima dan mendaftar mengikuti seleksi kembali calon guru SMP,
akhirnya diterima dan ditempatkan di SMP PGRI 2 Karawang sebagai PNS-
Dipekerjakan di swasta atau PNS-dpk terhitung mulai 01 Maret 1986.
Tahun 1986 itu pula menjadi momentum terindah bagi Sutirna, karena
ditugaskan untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan Guru Matematika Swasta Se
Jawa Barat di Gedung Kartini Bandung selama 10 hari. Disinilah tempat yang paling
indah dimata Sutirna, karena menemukan seorang wanita yang disenangi dalam satu
diklat, dia adalah orang Cirebon yang ditugaskan sama mengikuti diklat matematika
yang akhirnya sampai saat ini wanita idaman tersebut menjadi pendamping yang
sangat setia dalam suka dan duka mengarungi kehidupan yang serba penuh
tantangan dan ujian. Hj. Intisari, S.Pd inilah nama isteri Sutirna yang bertugas
mengajar di SMA Negeri 5 Karawang.
Melanjutkan pendidikan Sutirna tidak begitu ambisi sehubungan dengan
keberadaan ekonomi dan kebutuhan yang sangat sulit pada masa-masa itu, pekerjaan
160
menyablon dan percetakan menjadi tambahan penghasilan, berjualan keliling
menjadi tukang kredit pun Sutirna lakukan, menjadi kolektor pembayaran Listrik,
Air, dan Telpon masyarakat yang akan menitipkan dikerjakan dan menjadi pengurus
Masjid Baiturrahman Perumnas Adiarsa Karawang semua Sutirna lakukan demi
perjalanan hidup dan kehidupan serta kehidupan bermasyarakat. Bahkan berangkat
ke sekolah untuk mengajar Sutirna sambil membawa dagangan berupa Es yang
dibuat isteri di rumah dengan menggunakan sepeda mini yang dimilikinya. (sepeda
ini difasilitasi dengan mencicil pembeyarannya dari Ustad Drs. Abdul Rodjak)
Perjalan hidup terus berjalan, Allah Swt memberikan titipan kepada
Sutirna dan Isteri pada saat itu dua orang putra, yaitu Febrian Mulyana (Sekarang
sedang menempuh kuliah program Pasca Sarjana di STKIP Siliwangi Bandung) dan
Tiara Sarinisa (sekarang sedang kuliah program Sarjana STKIP Siliwangi Bandung),
dengan prinsip “Doa dan Perjuangan yang Ikhlas, niscaya suatu saat Allah Swt
akan memberikan yang terbaik”. Sejak pernikahan 1986 – 1997 (sebelas tahun)
ujian dan tantangan Sutirna hadapi dengan sabar dan tawakal.
Tahun 1987 mencoba memotivasi Isteri tercinta untuk sekolah lagi, karena
baru memiliki ijazah SMA, akhirnya masuk PGSMTP Tertulis yang diselenggarakan
oleh PPPG Provinsi Jawa Barat dan lulus tahun 1989. Namun, kesempatan untuk
menjadi PNS tidak memenuhi syarat karena pada saat itu yang diterima mengikuti
seleksi CPNS adalah D2/A2 Kependidikan. Akhirnya isteri Sutirna menjadi tenaga
sukwan di SMP Negeri 8 Karawang (Sekarang SMP Negeri 5 Karawang Barat)
sampai tahun 1998.
Tahun 1989 akhirnya isteri dan Sutirna bersamaan mengikuti pendidikan
D1/A1 Komprehensip UT di UPBJJ Bandung dan lulus 1990 dan melanjutkan ke
D2/A2 Pendidikan Matematika UT bersama-sama dan lulus bersama pula pada
tahun 1993. Nasib Isteri Sutirna belum ditakdirkan untuk bisa mengikuti seleksi
CPNS karena persyaratan terus bertambah menjadi D3/A3 paling rendah, akhirnya
Isteri Sutirna tidak mau lagi mengikuti pendidikan D3/A3, tetapi Sutirna
melanjutkan ke D3/A3 Pendidikan Matematika UT dikarenakan dapat biaya bantuan
dari Proyek PGSMP Diknas. Menjelang tamat pendidikan D3/A3 Sutirna mutasi
mengajar ke SMP Negeri 2 Karawang (sekarang SMP Negeri 2 Karawang Barat).
161
Akhirnya tamat D3/A3 setelah berpindah bekerja pada tahun 1997. Mutasi ini
berbarengan dengan lahirnya anak ke 3 yaitu Mohamad Rizky Hidayat (sekarang
kelas XI SMA Negeri 5 Karawang)
Sutirna dengan moto hidupnya “waktu adalah pedang” akhirnya dengan
bantuan beberapa teman berangkat ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan ke S1
di STKIP Siliwangi Bandung, berkat teman satu kelasnya (H. Ajat Sudrajat, S.Pd.,
Tatang Susanto, S.Pd., dan Eliyati, S.Pd, semuanya guru di daerah Kota Bekasi)
yang terus membantu dalam hal keuangan akhirnya bisa selesai dengan nilai sangat
memuaskan (pada saat itu masih adanya Ujian Negara Tertulis dan Lisan yang
diselenggarakan IKIP Bandung) dan pada saat Ujian Lisan Negara inilah Sutirna
menjadi Lulusan Program Matematika yang terbaik untuk semua Perguruan Tinggi
Swasta yang memiliki Program Matematika pada saat itu.
Prof. Dr. H. Engking Soewarman Hasan, M.Pd. dan Dra. Hj. Siti
Rochmah, M.M (Isteri Prof. Dr. H. Engking Soewarman Hasan, M.Pd) memberikan
kepercayaan untuk mengajar di STKIP Siliwangi Bandung sejak lulus S-1 tahun
1999 sampai dengan sekarang bahkan perjalanan mengajar inilah oleh Sutirna
dijadikan momentum yang sangat penting untuk terus menempuh pendidikan.
Tahun 1999 pun, Sutirna dengan rasa cinta kepada isteri tercintanya, isteri
tercintanya didaftarkan menjadi mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung dan lulus
pada tahun 2000 berbarengan dengan lahirnya anak ke empat, yaitu Dinda Intan
Nurfadillah (sekarang kelas VII SMP Negeri 2 Karawang Barat). Bersakit-sakit
dahulu, bersenang-senang kemudian, akhirnya isteri tercinta bisa mendaftar untuk
mengikuti seleksi Pengawai Negeri dan akhirnya lulus dan ditempatkan pertama kali
menjadi Guru SMA Negeri 1 Pedes Karawang dan sekarang telah mutasi ke SMA
Negeri 5 Karawang.
Tahun 2000 Dirjen Dikti melalui Kopertis Wilayah IV Jawa Barat
memberikan kesempatan kepada Sutirna untuk mengikuti kuliah di jenjang Program
Pascasarjana (S2) di UPI Bandung dengan Bea Siswa (BPPS) dan akhirnya lulus
pada tahun 2004. Perjalan inilah yang dikatakan orang lain melihat Sutirna yang
dapat membagi waktunya dengan baik, bisa mengajar sesuai dengan jam wajibnya,
162
baik di SMP Negeri 2 Karawang maupun di STKIP Siliwangi Bandung, dan waktu
untuk kuliah.
Sejak masuk kuliah di Program Pascasarjana inilah Sutirna mulai aktif di
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sebagai tenaga Fasilitator/Widyaiswara di
bagian Pendidikan Nonformal (PNF) sampai ke tingkat nasional. Hal ini diperkuat
oleh sertifikat sebagai tenaga widiaiswara PNF Tingkat Nasional yang diperolehnya
tahun 2000 ketika diutus oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk
mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Calon Fasilitator Pendidikan Nonformal yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional di Provinsi Jambi selama 2
minggu. (pada saat inilah isteri tercintanya mengganti mengajar di SMP Negeri 2
Karawang, karena Sutirna sedang mengikuti pelatihan di tingkat nasional).
Waktu terus berjalan, waktu tidak akan dapat kembali ke awal, dan waktu
merupakan sebuah pedang oleh karena itu Sutirna selalu menghormati waktu
sebagai senjata yang tidak boleh disia-siakan sedikitpun, karena katanya dengan
melalaikan waktu maka manusia akan tergilas oleh waktu. Akhirnya tahun 2008
Sutirna pun kembali dipanggil untuk mengikuti pendidikan program Doktor di UPI
Bandung, peluang inilah Sutirna tidak sia-siakan karena tidak semua orang
mendapatkan kesempatan untuk kuliah bebas biaya di program doktor.
Tanggal 27 Desember 2011 menjelang akhir tahun, Sutirna anak asli
Karawang dengan perjuangan dan pengorbanannya serta do’a isteri dan anak,
tepatnya Pukul 11.30 di Gedung Pascasarjana UPI Bandung, Sutirna dinyatakan
LULUS sebagai Doktor Pendidikan dengan Yudisium Sangat Memuaskan (3,41)
dengan tangisan yang haru dari seluruh hadirin yang pada saat itu menyaksikan
jalannya persidangan Sutirna serta keluarga besar Sutirna membuat acara menjadi
gembira ketika semua Promotor dan Penguji mengucapkan selamat atas gelar yang
diperoleh dan ucapan selamat dari seluruh hadirin. Dari perjalanan tersebut, Sutirna
sampai saat ini masih tetap mengabdi menjadi Kepala SMP Negeri 1 Telukjambe
Barat Kec. Telukjambe Barat Kab. Karawang dan Insya Allah katanya akan
berupaya untuk mutasi ke Dirjen Dikti di Kopertis Wilayah IV Jawa Barat Banten,
di akhir riwayat hidup ini mohon do’a restu seluruh sahabat, rekan dan keluarga
besar sehingga harapan Sutirna bisa terwujud sebagai aktualisasi diri anak asli
163
Karawang di pendidikan tinggi, bukan artinya kata Sutirna tidak suka di Karawang,
tetapi jalan inilah yang harus saya tempuh ke depan melalui jalur akademik yang
dimiliki, dan Insya Allah, Karawang menjadi tumpuan akhir bagi Sutirna dimasa
yang akan datang.
Akhirnya mulai tanggal 01 Juli 2016, Sutirna dengan bantuan doa dan
dorongan keluarga bisa mutasi Perguruan Tinggi di tempatkan di Universitas
Singaperbangsa Karawang. Terima kasih.
164
DAFTAR BACAAN
Abin Syamsuddin Makmun. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda
Karya Remaja.
Abin Syamsudin (2009). “Korelasi dan Integrasi Pendidikan Karakter Peserta
Didik di Lingkungan Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi”. Makalah
pada Forum Seminar Nasional Pendidikan Kerjasama UPI-ITB-UNPAD.
Bandung.
ABKIN (2008). Penataan Pendidikan Prefesional Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: PPB
FIP UPI Bandung.
Ace Suryadi (2008). Pendidikan Kesetaraan Mencerdaskan Anak Bangsa. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal PLS Depdiknas.
Afif Zamsani (1993). Bimbingan dalam Kurikulum. Makalah pada Konvensi
Nasional IX IPBI Tanggal 11-13 Nopember 1993, Ujung Pandang.
Akhmad Sudrajat (2008). Landasan Psikologis Pelaksanaan Bimbingan Konseling
[Online]. Tersedia: http//www.akhmadsudrajat.com. hotml [25 Juli 2010].
Arikunto S.(1998). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta :
Rineka Cipta
Barneet Barrly (2012). Teaching 2030. Amrika Serikat : Diunduh oleh Sutirna dari
Sakura_Hazare.blogspot.com (23 Maret 2011, Pukul 22.00)
Bimo Walgito (2010). Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir). Yogyakarta:
Andi.
Blocher, Donald H. (1974). Development Counseling. Second Edition. New York:
John Wiley & Sons.
Brown F.J. (1961). Educational Sociology. Tokyo: Prentice Hale Inc, Engleword
Cliffs, Nj.,ch Tutle Coy.
Burk & Stefflre (1979). Theories of Counseling. New York: McGraw Hill Book
Company.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko
Dinamik (Klinis). Jakarta : Kanisius
Charles Teddlie & Abbas Tashakkori (2010). Mixed Methodology. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Corey, G. (1979). Theory and Practice of Guidance and Psychotherapy. California:
Books Cole Publishing Company.
Croby, Philip B. (dalam Suardi, 2007). Pengertian Kualitas [Online].
http//www.digilib,petra.ac.id/2007, hotml [25 Juli 2009].
Crow & Crow ( 1951). An Introduction to Guidance. New York: American Book
Company.
Deming, W.E. (dalam Suardi, 2007). Pengertian Kualitas [Online].
http//www.digilib,petra.ac.id/2007, hotml [25 Juli 2009].
Depdiknas, (2004). Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek
Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
Elkin & Weiner (1978). Development of The Child. New York: John Wiley & Sons.
Erman Suherman & Sukjaya (1998) Statistik Penelitian Pendidikan. Bandung :
FMIPA Jurusan Pendidikan Matematika.
Furqon (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
165
Gendler, Margaret E..(1992). Learning & Instruction; Theory Into Practice. New
York : McMillan Publishing.
Gerlald Corey. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E.
Koswara), Bandung : Refika
Gerungan (1964). Psikologi Sosial. Bandung : PT ErescoH.M. Arifin. 2003. Teori-
Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Gerungan L.(1978). Psikologi Sosial. Bandung-Jakarta: Eresco.
Hartoto (2009). Penelitian Deskriptif. Medan : Universitas Sumatra Utara.
Havighurst (1985). Human Development and Education [Online]. Tersedia:
http//www.duniapsikologi.dagdigdug.com/2008.hotml [25 Juli 2009].
Hurlock, Elizabeth B. (1974 & 1980). Development Psychology, A Life Span
Approach. New York: McGraw Hill Company.
Ibnu Hadjar (1999). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam
Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
John W. Creswell (2010). Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Jones, J.J. (1963 & 1987). Secondary School Administration. New York: McGraw
Hill Book Company
Juntika (2002). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Bandung.
Krasner, Leonard & Ullman P. (1973). Behavior Influence and Personality, the
Socal Matrix of Human Action. New York: Rinehart and Winston Inc.
mirzal tawi, 21 Agustus 2010) http://syehaceh.wordpress.com/2008/10/20/uji-
instrumen-2. di unduh tanggal 10 Desember 2010 Pukul. 22.00.
Moh. Surya. (1997). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: IKIP
Bandung
Mustofa Fahmi (1977). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat.
Jakarta: Bulan Bintang.
Prayitno (2003). Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdiknas
Dirjen Dikdasmen.
Prayitno, dkk. (2004). Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta :
Depdiknas
Rochman Natawidjaja (2010). Chapter 17 : Mixed Method. Bandung : Program
Pasca Sarjana UPI Bandung.
Rochman Natawijaya (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam Penyuluhan
Kelompok. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen.
Seifer, Kelvin L. & Haffnung, Robert J. (1987). Child and Development. Boston:
Houghton-Mifflin.Company.
Shertzer & Stone (1981& 1982). Fundamentals of Guidance. Fourth Edition.
Boston: Houghton Mifflin Company.
Sinolungan, A.E (1979). Pengaruh Keluarga di dalam Kecenderungan Nakal Siswa-
siswa pada SMA-SMA Manado. Disertasi Doktor pada SPS IKIP Bandung:
tidak diterbitkan.
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D). Bandung : Alfabeta
166
Suharto (1998). Model Bimbingan dan Konseling di SLTP. Disertasi Doktor pada
PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
Sumardi Suryabrata (1999). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Jakarta: Dirjen
Dikti Depdikbud.
Sumarna, A (1996). Persepsi Pembina Pramuka terhadap Pembentukan Gugus
Depan Pramuka yang Berpangkalan di Masyarakat Kelurahan Adiarsa
Kecamatan Karawang Kabupaten DT II Karawang. Program Strata 1 pada
Universitas Singaperbangsa Karawang.
Sunaryo, K (2008). Kompilasi Perkuliahan Konseling Lintas Budaya. Makalah pada
Perkulihan Program Pascasarjana UPI Bandung.
Supriadi, D (1990). Laporan Hasil Penelitian tentang Terjadinya Penyimpangan
Perilaku Siswa. Jakarta: Balitbang Dikbud.
Surya, M. dan Rochman Natawijaya (1985). Buku Materi Pokok Pengantar
Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sutirna (2004). Model Pembelajaran Matematika bernuansa Bimbingan dan
Konseling di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.Tesis : UPI Bandung
(tidak diterbitkan)
Sutirna (2011). Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Bagi Peserta didik di
Pendidikan Kesetaraan (Paket B setara SMP). Disertasi : UPI Bandung –
tidak diterbitkan.
Sutirna (2017). Prosiding Internasional “Asia Fasific Of Education Conference”.
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Atlantis Press
Publishing_AECON 2017.
Suzanna Siregar (11 April 2009)
ssiregar.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9589/Tabel_R.pdf. di
unduh tanggal 17 April 2010 Pukul. 23.30.
Syamsu Y.L (2003). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda
Karya.
Theo Riyanto (2002). Pembelajaran sebagai suatu bimbingan pribadi. Jakarta:
Grasindo
TIM (2005). Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung : Fokus Media.
Tim (2008). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Dirjen PMPTK
Depdiknas.
Winkel, W.S (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo
Yadi Setiawan (2007). Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: FST ISTA
Yogyakarta.
Zaenal Abidin Achmadi (1995). Reformasi Administrasi dalam Pendidikan.
Makalah pada Pidato Pengkukuhan Guru Besar dalam Ilmu Admnistrasi.
Tanggal 13 Mei 1995). Universitas Brawijaya Malang
Zakiah Darajat (974). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
167
168