Anda di halaman 1dari 4

Nama : susiyanti

Nim : 1715160004

Prodi : Geografi

Bentuk lahan yang beraosiasi dengan struktur geologi lainnya

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan
terhadap pola kontur yang menunjukan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba,
baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta
pola aliran sungai. Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus
lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau
sungai, dan pola aliran sungai paralel atau rektangular. Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh
pola aliran sungai trelis atau paralel, dan adanya bentuk-bentuk “dip-slope” yaitu suatu
kontur yang rapat di bagian depan dan merenggang makin ke belakang. Jika setiap bentuk
“dip-slope “ ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-sumbu lipatan akan dapat
diinterpretasikan kemudian. Pola “dip-slope” seperti ini mempunyai beberapa istilah yang
mengacu pada kemiringan perlapisan. Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai
rektangular, dan kelurusan-kelurusan sungai dan bukit. Intrusi; umumnya dicirikan oleh pola
kontur yang melingkar dan rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial
atau anular. Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang
dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat. Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola
kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi
secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
Daerah melange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar erupa bukti-bukti
dalam penyebaran yang relatif luas, terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi,
kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau
“contorded”.-daerah slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola “dip-slope” dengan
penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi lebih berkesan “acak-acakan”.
Pola kontur rapat juga tidak menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-
patah.

Berdasarkan kenampakan – kenampakan tersebut diatas dapat dilakukan pendekatan untuk


mengetahui Struktur Geologi . Pada dasarnya struktur geologi yang berupa lipatan , sesar, dan
kekar, yang dapat ditafsirkan keberadaannya melalui pola atau garis kontur pada peta
topografi.

a. Struktur lipatan

Dapat dikatahui dengan menafsirkan kedudukan perlapisan batuannya.

 Kedudukan lapisan batuan / kemiringan batuan pada peta topografi akan berlawanan
dengan kenampakan kerapatan konturnya. Dimana lapisan miring dicirikan oleh
adanya gawir-gawir terjal ( ditunjukkan dengan garis kontur yang rapat ) yang
memotong lapisan dan arah kemiringan batuan tersebut dengan kemiringan landai dari
topografinya ( diperlihatkan dengan punggungan yang landai ) hal ini pada peta
topografi ditunjukkan dengan pola garis kontur yang renggang.
 Kemiringan lapisan batuan tersebut dapat mempunyai arah kemiringan satu arah (
berlawanaan ), tiga arah, dan segala arah. Kemiringan satu arah disebut sayap lipatan,
dua arah lipatan disebut sinklin atau antiklin, tiga arah disebut lipatan ( sinklin atau
antiklin ) menujam serta kemiringan lapisan segala arah disebut dome.
 Lapisan horizontal, dicirikan dengan permukaan yang datar dengan garis kontur yang
jarang, tebing-tebing bisa terjal atau bervariasi atau berundak ( tergantung resistensi
batuannya ) dengan pola kontur menyesuaikan dan relatif sama.

b. Struktur sesar

Ditandai dengan :

· Pola kontur yang panjang , lurus, dan rapat

· Aliran sungai yang membelok secara tiba-tiba dan mendadak serta menyimpang dari

pola arah umum.

· Jajaran triangular facet

· Jajaran mata air

· Perlengkungan dari perlurusan punggungan serta adanya offset morfologi.

c. Struktur kekar

Ditandai dengan adanya kelurusan gawiwr-gawsir, lembah-lembah, bukit-bukit, dan celah-


celah. Sering pula dengan pola tertentu dan tidak hanya satu arah. Atau dapat pula dilihat dari
pola perkembangannnya.

Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya ), bentuk lahan dapat dibedakan
menjadi

 Bentuk asal structural


 Bentuk asal vulkanik
 Bentuk asal fluvial
 Bentuk asal marine
 Bentuk asal pelarutan karst
 Bentuk asal Aeolen / Glasial
 Bentuk asal denudasional

a) Bentuk Lahan Asal Struktural


Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik, yang
berupa pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif
(membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh
control struktural. Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung,
dan structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan structural masih dapat
dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya.

b) Bentuk Lahan Asal Vulkanik

Volkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma yang bergerak
naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai bentuk lahan yang secara
umum disebut bentuk lahan vulkanik. Umumnya suatu bentuk lahan volkanik pada suatu
wilayah kompleks gunung api lebih ditekankan pada aspek yang menyangkut aktifitas
kegunungapian, seperti : kepundan, kerucut semburan, medan-medan lahar, dan sebagainya.
Tetapi ada juga beberapa bentukan yang berada terpisah dari kompleks gunung api misalnya
dikes, slock, dan sebagainya.

c) Bentuk Lahan Asal Fluvial

Bentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan yang berupa
pengikisan, pengangkutan, dan jenis buangan pada daerah dataran rendah seperi lembah,
ledok, dan dataran alluvial.

Proses penimbunan bersifat meratakan pada daerah-daerah ledok, sehingga umumnya bentuk
lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata atau datar. Material penyusun satuan betuk
lahan fluvial berupa hasil rombakan dan daerah perbukitan denudasional disekitarnya,
berukuran halus sampai kasar, yang lazim disebut sebagai alluvial. Karena umumnya
reliefnya datar dan litologi alluvial, maka kenampakan suatu bentuk lahan fluvial lebih
ditekankan pada genesis yang berkaitan dengan kegiatan utama sungai yakni erosi,
pengangkutan, dan penimbunan.

d) Bentuk Lahan Asal Marine

Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan pertemuan
terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan
pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine dapat mencapai puluhan
kilometer kearah darat, tetapi terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh mana
efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu pada pesisir ini,
tergantungdari kondisi pesisirnya. Proses lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir
lainnya, misalnya : tektonik masa lalu, berupa gunung api, perubahan muka air laut
(transgresi/regresi) dan litologi penyusun.

e) Bentuk Lahan Asal Pelarutan (Karst)

Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan yang mudah larut. Menurut
Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan yang mempunyai karekteristik relief dan
drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan batuannya yang tinggi. Dengan demikian
Karst tidak selalu pada Batugamping, meskipun hampir semua topografi karst tersusu oleh
batugamping.

f) Bentuk Lahan Asal Glasial

Bentukan ini tidak berkembang di Indonesia yangb beriklim tropis ini, kecuali sedikit di
Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glacial dihasilkan oleh aktifitas
es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam.

g) Bentuk Lahan Asal Aeolean (Angin)

Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda dari bentukan
proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan
material lepas oleh angin. Endapan angin secara umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan
endapan debu (LOESS). Medan aeolean dapat terbentuk jika memenuhi syarat-syarat:

 Tersedia material berukuran pasir halus-halus sampai debu dalam jumlah banyak
 Adanya periode kering yang panjang disertai angin yang mampu mengangkut dan
mengendapkan bahan tersebut.
 Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi atau obyek lainnya.

h) Bentuk Lahan Asal Denudasional

Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan


tanah erosi dan kemudian diakhiri proses pengendapan. Semua proses pada batuan baik
secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan menjadi desintegrasi dan
dekomposisi. Batuan yang lapuk menjadi soil yang berupa fragmen, kemudian oleh aktifitas
erosi soil dan abrasi, tersangkut ke daerah yang lebih landai menuju lereng yang kemudian
terendapkan. Pada bentuk lahan asal denudasional, maka parameter utamanya adalah erosi
atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya, vegetasi, dan relief.

Sumber: http://utha-miy.blogspot.com/2011/05/praktikum-pengenalan-struktur-litologi.html

Anda mungkin juga menyukai