Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Era globalisasi merupakan era atau zaman yang mengedepankan industri.
Sehingga, tidak mengherankan jika di era globalisasi ini, dunia industri
berkembang semakin pesat. Hal ini dapat dilihat dari menjamurnya berbagai
macam perusahaan di bidang industri dewasa ini. Perkembangan industri yang
semakin pesat ini tidak lepas dari dukungan berbagai faktor, seperti sumber
daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), serta ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Dengan perpaduan ketiga faktor di atas yang bekerja secara
sinergis dan continue, maka akan dapat menciptakan suatu kemajuan yang
tentunya akan berimbas pada tingkat kesejahteraan
masyarakat.
Industri yang berkembang saat ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai
ilmu pengetahuan. Salah satu contoh industri yang ada adalah industri cat.
Dalam industri cat ini, salah satu cabang ilmu pengetahuan yang digunakan
adalah ilmu kimia. Cabang ilmu kimia yang diaplikasikan dalam industri cat
adalah penerapan konsep sistem koloid. Dimana, dalam cat ini ada 2 (dua) fase
zat yang bercampur menjadi satu. Partikel-partikel yang bercampur tidak dapat
diamati dengan mata telanjang, melainkan harus menggunakan suatu alat bantu
yang berupa mikroskop ultra. Dalam hal ini, fase zat yang terdispersi adalah
zat padat dan zat cair sebagai medium pendispersinya. Pada pencampuran dua
zat yang berbeda fase ini tidak terjadi pengendapan. Sehingga konsep sistem
koloid ini sangat tepat digunakan dalam industri cat.
Lebih jauh, konsep sistem koloid yang diterapkan dalam dunia industri
tidak hanya sebatas zat padat yang terdispersi dalam medium pendispersi yang
berupa zat cair. Berbagai jenis sistem koloid telah diterapkan di dunia industri
dan hasilnya terciptalah berbagai produk industri yang bisa dinikmati, seperti
susu, kerupuk, mentega, dan lain sebagainya. Jadi sistem koloid sangat berguna
bagi kehidupan manusia.
Dalam dunia industri, kadangkala dijumpai suatu bahan yang tidak dapat
larut dalam suatu pelarut. Oleh karena itu, untuk membuat bahan tersebut stabil
(dapat larut) diterapkanlah konsep sistem koloid ini. Hal ini karena koloid
mempunyai gerak Brown. Sifat inilah yang menyebabkan suatu bahan yang
tidak stabil menjadi stabil. Karena partikel-partikel bergerak terus-menerus,
maka partikel-partikel koloid dapat mengimbangi gaya grafitasi sehingga tidak
mengalami sedimentasi (pengendapan). Sehingga, pembelajaran dan
pemahaman mengenai berbagai jenis sistem koloid, khususnya yang
diaplikasikan dalam dunia industri sangat diperlukan untuk menunjang
kemajuan dunia perindustrian.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan perumusan masalah,
yaitu sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan sistem koloid?
2. Apa sajakah jenis-jenis sistem koloid?
3. Bagaimana penerapan konsep sistem koloid dalam dunia industri?
4. Apakah Manfaat koloid dalam industri?

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem koloid beserta sifat-
sifatnya sehingga dapat diterapkan dalam dunia industri.
2. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis sistem koloid sehingga mampu
menerapkan masing-masing jenis sistem koloid tersebut dengan tepat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem Koloid


Nama koloid untuk pertama kali diberikan oleh Thomas Graham pada tahun
1861. Istilah koloid berasal dari bahasa Yunani, yaitu kolla yang berarti lem dan
oid yang berarti seperti. Secara harfiah, koloid dapat diartikan seperti lem. Karena
koloid diibaratkan seperti lem dalam hal kemampuan difusinya, nilai difusi koloid
sama rendahnya dengan lem.
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau
lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang
dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah).
Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran
yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi
heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki sifat sama pada
setiap bagian campuran tersebut, contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan
campuran heterogen sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada
setiap bagian campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.
Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud
dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain
dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat)
dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain,
seperti mayones, hairspray, jelly, dll. Larutan adalah campuran homogen antara zat
terlarut dan pelarut. Zat terlarut dinamakan juga dengan fasa terdispersi atau solut,
sedangkan zat pelarut disebut dengan fasa pendispersi atau solvent. Contohnya
larutan gula atau larutan garam.
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau
lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang
cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti
partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gravitasi atau gaya lain yang dikenakan
kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan, misalnya.
Secara sepintas, koloid hampir sama dengan larutan. Namun, untuk
membuktikan apakah suatu campuran itu dapat digolongkan koloid atau bukan,
maka diperlukan suatu alat bantu, yaitu mikroskop ultra karena ukuran Berdasarkan
tabel di atas, koloid terdiri dari dua fase zat. Salah satu zat bersifat continue dan
yang lain bersifat discontinue (terputus-putus). Selanjutnya, fase continue disebut
sebagai medium dispersi dan zat yang berfase discontinue disebut sebagai zat
terdispersi.

2.2 Sifat-sifat Koloid


Berikut ini merupakan sifat-sifat dari koloid antara lain sebagai berikut :
1. Efek Tyndall
2. Gerak Brown
3. Elektroforesis
4. Absorpsi
5. Koagulasi
6. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
7. Dialisis
8. Koloid Pelindung

2.3 Cara pembuatan Koloid


1. Cara Kondensasi
 Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh: pembuatan sol belerang dari reaksi kimia antara hidrogen sulfida
(H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas
H2S kedalam larutan SO2.
2H2S + SO2 2H2O + 3S (koloid)
Misalnya :
- Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya
dengan melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organik formaldehida HCOH;
2AuCl3 (aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l) 2Au(s) + HCOOH(aq) + 6HCl(aq)
- Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air
dengan mengalirnya gas H2S:
2H2S(g) + SO2 (aq) 3S(s) + 2H2O(l)

 Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Contoh : pembuatan sol
Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. apabila ke dalam air mendidih
ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3.
FeCl3 + 3H2O Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Misalnya:
- Sol Fe(OH3) dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan
memanaskan larutan FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air
mendidih;
FeCl3 (aq) + 3H2O(l) Fe(OH) 3 (koloid) + 3HCl(aq)
(Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion
H+)
- Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air
mendidih;
AlCl3 (aq) + 3H2O(l) Al(OH) 3 (koloid) + 3HCl(aq)

 Dekomposisi Rangkap
Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan
H2S
2H3AsO3 + 3H2S As2S3 (koloid) + 6H2O
Misalnya:
- Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan
melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna
kuning terang;
As2O3 (aq) + 3H2S(g) As2O3 (koloid) + 3H2O(l)
Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-
- Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan
HCl encer;
AgNO3 (ag) + HCl(aq) AgCl (koloid) + HNO3 (aq)

 Penambahan (percikan) pelarut yang sukar larut


Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan
terbentuk suatu koloid berupa gel.
Penggantian Pelarut
Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa
terdispersi yang semulal arut setelah diganti pelarutanya menjadi
berukuran koloid. Misalnya;
1. Untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah
larut dalam alkohol seperti etanol dengan medium pendispersi air,
belarang harus terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol sampai jenuh.
Baru kemudian larutan belerang dalam etanol tersebut ditambahkan
sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga belerang akan
menggumpal menjadi pertikel koloid dikarenakan penurunan kelarutan
belerang dalam air.
2. Sebaliknya, kalsium asetat yang sukar larut dalam etanol, mula-mula
dilarutkan terlebih dahulu dalam air, kemudianbaru dalam larutan
tersebut ditambahkan etanol maka terjadi kondensasi dan terbentuklah
koloid kalsium asetat.

Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid.
Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atau dengan
loncatan bunga listrik (cara busur Bredig).
Prinsip : Partikel Besar Partikel Koloid
Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:
Cara Mekanik
Menurut cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau
penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu,
kemudian diaduk dengan medium dispersi. Contoh : sol belerang dapat
dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu
zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu
dengan air.
Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat
padat dengan proses penggilingan untuk dapat membentuk partikel-
partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan untuk cara ini biasa
disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan dalam:
- industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb.
- Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu,
deterjen, dsb.
- Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna.
- Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan
kertas.
Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah
rotasi berlawanan. Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara
kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid
yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya
untuk membuat sistem koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses
ini ialah koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.

Cara Busur Bredik


Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam.
Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektroda yang
dicelupkan dalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik di
antara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke
dalam air, lalu atom-atom tersebut mengalami kondensasi sehingga
membentuk partikel koloid. Jadi cara busur ini merupakan gabungan
cara dispersi dan cara kondensasi.
Cara busur Bredig ini biasanya digunakan untuk membuat sol-sol
logam, sperti Ag, Au, dan Pt. Dalam cara ini, logam yang akan diubah
menjadi partikel-partikel kolid akan digunakan sebagai elektroda.
Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium pendispersinya
(air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan.
Kemudian, kedua elektroda akan diberi loncatan listrik. Panas yang
timbul akan menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan
terkondensasi dalam medium pendispersi dingin, sehingga hasil
kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel kolid. Karena logam
diubah jadi partikel kolid dengan proses uap logam, maka metode ini
dikategorikan sebagai metode dispersi.

Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar
atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi
(pemecah). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar menjadi
butir-butir koloid. Istilah peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi, yaitu
proses pemecahan protein (polipeptida) yang dikatalisis oleh enzim
peptin. Contoh : agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh
aseton, karet oleh bensin, dan lain-lain. Endapan NiS dipeptisasi oleh
H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid / sistem koloid dari
butir-butir kasar atau dari suatu endapan / proses pendispersi endapan
dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut
dapat berupa elektrolit khususnya yang mengandung ion sejenis
ataupun pelarut tertentu.
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH) 3 oleh AlCl3.
- Sol Fe(OH) 3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH) 33 yang
baru terbentuk dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH)3 kemudian dikelilingi
Fe+3 sehingga bermuatan positif
- Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk
sistem kolid. Contohnya; gelatin dalam air.
Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi system
koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud
adalah elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis, atau pelarut
tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3 ditambahkan
elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka
Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+ tersebut.
Sehingga, endapan menjadi bermuatan positif dan memisahkan diri
untuk membentuk partikel-partikel koloid.
Beberapa contoh lain :
- Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS
- Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl
- Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan
Al(OH)3

2.4 Jenis jenis koloid


Sistem dispersi koloid dapat terjadi dari dispersi zat padat, zat cair, atau zat
gas ke dalam zat pendispersi dalam fase padat, cair, atau gas. Gas yang terdispersi
dalam gas tidak disebut koloid karena selalu bersifat homogen (menghasilkan
larutan, bukan koloid). Sistem koloid diberi nama berdasarkan fase terdispersi dan
fase pendispersinya.
1.) Koloid Sol
Koloid sol merupakan koloid yang terbentuk dari fase zat terdispersi padat.
Koloid sol ada tiga jenis, yaitu:
a. Sol padat (padat-padat)
Sol padat adalah jenis koloid dengan fase zat padat terdispersi dan fase zat
pendispersi padat. Contoh sol padat adalah logam paduan, kaca berwarna, intan
hitam, dan baja.
b. Sol cair (padat-cair)
Sol cair atau biasa disebut sol saja adalah jenis koloid dengan fase zat padat
terdispersi dan fase zat pendispersi cair. Contoh: cat, tinta, dan kanji.
c. Sol gas (padat-gas)
Sol gas atau biasa disebut aerosol padat adalah jenis koloid dengan zat fase
padat terdispersi dalam zat fase gas. Contoh: asap dan debu.

Berdasarkan sifat adsorbsi yang dimiliki oleh koloid sol, koloid sol dibedakan
menjadi 2, yaitu sol liofil dan sol liofob.
a. Sol Liofil
Sol liofil adalah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengadsorpsi
molekul mediumnya. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai mediumnya,
maka disebut hidrofil. Contoh sol hidrofil adalah kanji, protein, sabun, agar-
agar, detergen, dan gelatin.
b. Sol Liofob
Sol liofil adalah sol yang zat terdispersinya tidak menarik dan tidak
mengadsorpsi molekul mediumnya. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai
mediumnya, maka disebut hidrofob. Contoh sol hidrofob adalah sol sulfida, sol
logam, sol belerang, dan sol Fe(OH)3.
Sol liofil lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulalsi jika
ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika
dibandingkan koloid liofob. Untuk mtnggumpalkan koloid liofil diperlukan
elektrolit dalam jumlah banyak sebab selubung molekul-molekul cairan yang
berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk
memisahkan mediumnya dari koloid liofil dapat kita lakukan dengan cara
pengendapan atau penguapan. Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi,
maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat
reversibel. Koloid liofob mempunyai sifat yang brelawanan dengan koloid
liofil. Sifat-sifat liofob:
1 Menarik dan mengadsorpsi molekul mediumnya. Tidak menarik dan tidak
mengadsorpsi molekul mediumnya
2 Afinitas fase terdispersi terhadap medium pendispersi besar Afinitas fase
terdispersi terhadap medium pendispersi kecil
3 Jika mediumnya air disebut hidrofil Jika mediumnya air disebut hidrofob
4 Lebih kental daripada mediumnya Medium lebih kental
5 Tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit Terkoagulasi jika ditambah
sedikit elektrolit
6 Lebih stabil Kurang stabil
7 Reversibel Irreversibel

2) Koloid Emulsi
Koloid emulsi merupakan koloid yang terbentuk dari fase zat terdispersi cair.
Koloid emulsi ada tiga jenis, yaitu:
a. Emulsi padat (cair-padat)
Emulsi padat atau biasa disebut gel adalah jenis koloid dengan fase zat cair
terdispersi dalam fase zat pendispersi padat. Gel (dari bahasa Latin gelu - membeku,
dingin, es atau gelatus - membeku) adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda
fase padat dan cair. Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal (seperti
jelly), namun pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida (mengalir).
Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat cair, namun mereka
juga memiliki sifat seperti benda padat. Contoh gel adalah gelatin, agar-agar,
mentega, mutiara, dan, gel rambut.
Nasi merupakan salah satu contoh koloid emulsi padat. Komponen nasi
adalah beras dan air. Seblum dicampur, beras merupakan fase padat dan air fase
cair. Setelah dicampur melalui proses memasak, diperoleh nasi yang merupakan
koloid dan fasenya padat. Dari pengertian fasek continue dan discontinue tersebut,
maka fase padat merupakan fase continue dan fase cair merupakan fase discontinue.
Biasanya gel memiliki sifat tiksotropi (Ing.: thyxotropy), yaitu menjadi
cairan ketika digoyang, tetapi kembali memadat ketika dibiarkan tenang. Beberapa
gel juga menunjukkan gejala histeresis. Dengan mengganti cairan dengan gas
dimungkinkan pula untuk aerogel ('gel udara'), yang merupakan bahan dengan sifat-
sifat yang khusus, seperti massa jenis rendah, luas permukaan yang sangat besar,
dan isolator panas yang sangat baik.
b. Emulsi cair (cair-cair)
Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi
cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika
dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair
ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak. Contohnya adalah pada susu, minyak
ikan, dan santan kelapa.
c. Emulsi Gas (cair-gas)
Emulsi gas atau biasa disebut aerosol cair adalah jenis koloid dengan zat
fase cair terdispersi dalam zat fase pendispersi gas. Contoh: obat-obat insektisida
(semprot), kabut, awan, dan hair spray.

3) Koloid Buih
Koloid buih merupakan koloid yang terbentuk dari fase zat terdispersi gas. Koloid
emulsi ada dua jenis, yaitu :
a. Buih padat (gas-padat)
Buih padat adalah jenis koloid dengan fase zat gas terdispersi dalam fase zat
pendispersi padat. Kestabilan buih ini dapat diperoleh dari zat pembuih juga
(surfaktan). Contoh-contoh buih padat yang mungkin kita ketahui:
1) Roti Proses peragian yang melepas gas karbondioksida (CO2) terlibat
dalam proses pembuatan roti. Zat pembuih protein gluten dari tepung
kemudian akan membentuk lapisan tipis mengelilimgi gelembung-gelembung
karbondioksida (CO2) untuk membentuk buih padat.
2) Batu apung terbentuk dari proses solidifikasi gelas vulkanik
3) Busa jok
BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

3.1 Penerapan Konsep Sistem Koloid Dalam Dunia Industri


Koloid merupakan satu-satunya bentuk campuran bukan larutan yang
komposisinya (susunannya) merata dan stabil (tidak memisah jika didiamkan). Dari
contoh-contoh koloid yang telah disebutkan, kita dapat melihat kecenderungan
industri membuat produknya dalam bentuk koloid. Misalnya, industri kosmetik,
industri makanan, industri farmasi, dan lain-lain. Mengapa harus koloid? Hal ini
dilakukan karena koloid merupakan satu-satunya cara untuk menyajikan suatu
campuran dari zat-zat yang tidak saling melarutkan secara "homogen" dan stabil
(pada tingkat mikroskopis). Cat, sebagai contoh, mengandung pigmen yang tidak
larut dalam air atau medium cat, tetapi dengan sistem koloid dapat dibuat suatu
campuran yang "homogen" (merata) dan stabil. Koloid juga sangat diperlukan
dalam industri cat, keramik, plastik, tekstil, kertas, karet, lem, semen, tinta, kulit,
film foto, bumbu selada, mentega, keju, makanan, kosmetika, pelumas, sabun, obat
semprot insektisida, detergen, selai, gel, perekat, dan sejumlah besar produk-produk
industri lainnya. Berbagai jenis sistem koloid diterapkan di dalam dunia industri,
yaitu sebagai berikut:
1. Industri kosmetika
Bahan kosmetika seperti foundation, finishing cream dan deodorant
berbentuk koloid dan umumnya sebagai emulsi. Emulsi adalah suatu system koloid
di mana zat terdispersi dan medium pendispersi sama-sama merupakan cairan. Agar
terjadi suatu campuran koloid, harus ditambahkan zat pengemulsi (emulgator).
Susu merupakan emulsi lemak dalam air, dengan kasein sebagai emulgatornya.
Obat-obatan yang tidak larut dalam air banyak yang dibuat dan dipanaskan dalam
bentuk emulsi. Contohnya emulsi minyak ikan. Emulsi yang dalam bentuk
semipadat disebut krim.
2 Industri tekstil
Pada proses pencelupan bahan (untuk pewarnaan) yang kurang baik daya
serapnya terhadap zat warna dapat menggunakan zat warna koloid karena memiliki
daya serap yang tinggi sehingga melekat pada tekstil.
3 Industri sabun dan deterjen
Sabun dan deterjen merupakan emulgator untuk membentuk emulsi antara
kotoran (minyak) dengan air.
4 Cotrell Pabrik Industri
Untuk mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh pabrik-pabrik,
digunakan suatu alat yang disebut cotrell. Alat ini berfungsi untuk menyerap
partikel-partikel koloid yang terdapat dalam gas buangan yang keluar dari cerobong
asap pabrik.
5 Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid
tanah liat, lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh
karena itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa
langkah agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan
cara menambahkan tawas (Al2(SO4)3). Ion Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut
akan terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif
melalui reaksi:
Al3+ + 3H2O (Al(OH)3 + 3H+
Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel
koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut
kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh
gravitasi. Berikut ini adalah skema proses penjernihan air secara lengkap.
6 Pemutihan Gula
Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke
dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau
karbon. Partikel koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel
koloid tersebut mengadsorpsi zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat
berwarna putih.
3.2 Manfaat Koloid Dalam Industri
 Mengurangi polusi udara
Gas buangan pabrik yang mengandung asap dan partikel berbahaya
dapat diatasi dengan smenggunakan alat yang disebut pengendap cottrel.
Prinsip kerja alat ini memanfaatkan sifat muatan dan penggumpalan koloid
sehingga gas yang dikeluarkan ke udara telah bebas dari asap dan partikel
berbahaya.
Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan
melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi
(20.000 sampai 75.000 volt). Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan
molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh
partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu
akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini
banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi
udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga
(misalnya debu logam).

 Penggumpalan lateks
Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet
merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam
merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet
alam terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol getah karet. Untuk
mendapatkan karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet
menggumpal dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk
mengkoagulasikan getah karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH
atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan
pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan
menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci lalu diproses lebih
lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi karet remah
(crumb rubber). Untuk keperluan lain, misalnya pembuatan balon dan karet
busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud cair
yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet
dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa
melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam
sehingga sol tidak menggumpal.

 Penjernihan air
Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya penjernihan air.
Kadang-kadang air dari mata air seperti sumur gali dan sumur bor tidak
dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan perlu
dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik
skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu
dilakukan secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring
bahan-bahan yang tidak larut dengan saringan pasir.
Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas
atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya
mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit
penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai
sebagai air minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih
beberapa saat lamanya. Berikut ini adalah tabel aplikasi koloid:

Jenis industri Contoh aplikasi


Industri makanan Keju, mentega, susu, saus salad
Industri kosmetika dan perawatan Krim, pasta gigi, sabun
tubuh
Industri cat Cat
Industri kebutuhan rumah tangga Sabun, deterjen
Industri pertanian Peptisida dan insektisida
Industri farmasi Minyak ikan, pensilin untuk
suntikan
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan:
1. Sistem koloid adalah merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua
atau lebih zat yang bersifat homogen
2. Sistem Koloid ada tiga jenis, yaitu:
A. Koloid Sol (fase terdispersi padat)
1) Sol padat (padat-padat), contoh intan hitam, kaca berwarna, dan baja.
2) Sol cair (padat Cair), contohnya adalah cat, tinta, dan kanji.
3) Sol gas (padat-gas), contohnya adalah asap dan debu.
B. Koloid Emulsi (fase terdispersi cair):
1) Emulsi padat (cair padat), contohnya nasi, agar-agar, mentega, mutiara.
2) Emulsi cair (cair-cair), contohnya susu, minyak ikan, dan santan kelapa.
3) Emulsi gas (cair-gas), contohnya kabut, awan, dan hair spray.
C. Koloid buih (fase terdispersi gas):
1) Buih padat (gas-padat), contohnya kerupuk, roti, styrofoam, dan busa jok.
2) Buih cair (padat-cair), contohnya buih hasil kocokan putih telur, buih
hasil akibat pemadam kebakaran alat pemadam kebakaran, buih sabun,
soda, pasta, dan krim kocok.
3. Sistem Koloid digunakan dalam industri:
a. Industri kosmetika
b. Industri tekstil
c. Industri sabun dan deterjen
d. Cotrell Pabrik Industri
e. Penjernihan Air
f. Pemutihan Gula
DAFTAR PUSTAKA

Sudarmo Unggul. 2005. Kimia untuk SMA kelas XI seri SMS. Surakarta:
Erlangga
Purba, Michael. 2007. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI, semester 2. Jakarta:
Erlangga.
Parning, Horale, dan Tiopan (anggota IKAPI). 2006. Kimia 2B SMA Kelas XI
Semester Kedua. Jakarta: Yudhistira.
Pratiwi, Dra. D.A., dkk. 2007. Biologi SMA Jilid 2 untuk Kelas XI. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai