Anda di halaman 1dari 89

Mengolah Data Statistik

“Bagi Pemula dari Berbagai Disiplin Keilmuan”


1

Daftar Isi

Halaman

Bab 1. Pengantar Statistika…..……………………………………............... 1


Bab 2. Analisis Korelasi ……………………………………………………… 11
Bab 3. Analisis Regresi Linear Sederhana …..……………………………. 27
Bab 4. Analisis Regresi Linear Berganda ……………….…………………. 52
Bab 5. Masalah Multikolinearitas …………………………………………… 72
Bab 6. Masalah Heteroskedastisitas …………………..…………………… 78
Bab 7. Masalah Autokorelasi ……………….………………………………. 85
2

BAB 1. PENGANTAR STATISTIKA

1.1. Pengantar
Pada kehidupan sehari-hari tanpa di sadari kita sangat sering
bersentuhan dengan dunia statistika. Tanpa disadari, kita sering
melakukan obrolan ringan di warung kopi dengan tema yang berkaitan
dengan statistika. Bahkan obrolan abang ojek di pangkalan pun tidak
jarang bertemakan isu-isu yang berhubungan dengan statistika. Berikut
adalah beberapa isu yang berhubungan decara langsung dengan dunia
statistika:
a. Tahun 2017 pertumbuhan industri retail Fast Moving Consumer
Goods (FMCG) mengalami perlambatan. Sampai dengan bulan
September, industri retail FMCG hanya tumbuh 2,7 persen.
Padahal pada kondisi normal pertumbuhan tahunan industri
retail FMCG rata-rata mencapai 11 persen. Melambatnya
pertumbuhan industri retail FMCG pada tahun ini diduga
disebabkan oleh dua hal. Pertama, menurunnya Take Home Pay
masyarakat kelas menengah yang selama ini menjadi tumpuan
sektor konsumsi. Kedua, kenaikan harga utility yang
mengakibatkan tingkat utilitas barang dan jasa dirasa menjadi
lebih mahal. Kedua penyebab tersebut mengakibatkan
menurunnya konsumsi masyarakat, menahan pembelian
implusife product dan downsizing. Jadi, perlambatan
pertumbuhan retail FMCG bukan semata-mata hanya
disebabkan oleh pertumbuhan e-commerce. (Sumber: The
Nielsen Company Indonesia, 2017)
b. Dalam setahun terakhir, pengangguran bertambah 10 ribu
orang, sementara TPT turun sebesar 0,11 poin. Dilihat dari
tingkat pendidikan pada Agustus 2017, TPT untuk Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi di antara tingkat
pendidikan lain yaitu sebesar 11,41 persen. TPT tertinggi
berikutnya terdapat pada Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar 8,29 persen. Dengan kata lain, ada penawaran tenaga
kerja yang tidak terserap terutama pada tingkat pendidikan
3

SMK dan SMA. Mereka yang berpendidikan rendah cenderung


mau menerima pekerjaan apa saja, dapat dilihat dari TPT SD ke
bawah paling kecil diantara semua tingkat pendidikan yaitu
sebesar 2,62 persen. Dibandingkan kondisi setahun yang lalu,
TPT mengalami peningkatan pada tingkat pendidikan Diploma
I/II/III, Universitas, dan SMK, sedangkan TPT pada tingkat
pendidikan lainnya menurun. (Sumber: BPS, 2017)
c. Elektabilitas Presiden Joko Widodo dalam tiga survei lembaga
berbeda menunjukan angka di bawah 50 persen. Hasil ini
berbanding terbalik dengan tingkat kepuasan masyarakat
terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Dalam survei yang
dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC),
elektabilitas Jokowi pada September 2017 adalah 38,9 persen.
Elektabilitas Jokowi di bawah 40 persen juga ditunjukan hasil
survei Media Survei Nasional (Median). Menurut survei tersebut,
elektabilitas Jokowi ada di angka 36,2 persen. Elektabilitas
Jokowi di bawah 50 persen juga ditunjukan lembaga kajian
KedaiKopi. Survei ini bahkan menggunakan pendekatan yang
lebih tegas, yakni opsi pilihan Jokowi dan bukan Jokowi.
Hasilnya, elektabilitas Jokowi adalah sebesar 44,9 persen;
sementara yang memilih opsi jawaban selain Jokowi ada 48,9
persen, dan sisanya tidak menjawab.
4

1.2. Pengertian dan Penggunaan Statistika


Beberapa contoh di atas merupakan kasus-kasus yang
berhubungan secara langsung dengan bidang statistika. Marketing,
ekonomi pembangunan, sampai kepada bidang politik, dunia statistika
selalu “dilibatkan”. Lalu apa yang dimaksud dengan statistika?

“Statistika adalah ilmu mengumpulkan, menata, menyajikan,


menganalisis, dan menginterpretasikan data menjadi informasi untuk
membantu pengambilan keputusan yang efektif.” (Suharyadi dan
Purwanto, 2016)

Dari definisi tersebut bisa dilihat bahwa bidang ilmu statistika


merupakan bidang ilmu yang menyeluruh dari mulai mengumpulkan
data, mengolahkan, sampai kepada menginterpretasikan data. Jadi
apapun pekerjaan Anda, selama Anda berhubungan dengan data maka
selama itu pula Anda berhubungan dengan dunia statistika.
Namun perlu dicatat bahwa istilah statistika berbeda dengan
statistik. Istilah statistik dapat diartikan sebagai berikut:

“kumpulan data dalam bentuk angka maupun bukan angka yang


disusun dalam bentuk tabel (daftar) dan atau diagram yang
menggambarkan atau berkaitan dengan suatu masalah tertentu” (Ahmadi,
2012)

Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa istilah statistika


sangat berbeda dengan statistik. Penggunaan istilah ini penting
mengingat saat ini penggunaannya sudah mulai rancu dan banyak orang
salah dalam penggunaannya.
Penggunaan statistika saat ini sangat luas dan hampir merata
dalam seluruh bidang kehidupan. Statistika dipergunakan dalam bidang
manajemen, pemasaran, akuntansi, keuangan, ekonomi, pertanian,
ekonomi pembangunan, dan bidang-bidang lainnya.
Tabel 1.1. menunjukkan bidang-bidang yang menggunakan
statistika dan masalah-masalah statistika yang sering kali dihadapi oleh
bidang-bidang tersebut (Suharyadi dan Purwanto, 2016).
5

Tabel 1.1. Pengguna Statistika dan Masalah Statistik


Pengguna Statistika Masalah Statistika yang Dihadapi
Manajemen 1. Penentuan struktur gaji karyawan
2. Evaluasi produktivitas karyawan
3. Evaluasi kinerja perusahaan
Pemasaran 1. Analisis Potensi Pasar, Market Share,
Segmentasi Pasar
2. Ramalan Penjualan
3. Loyalitas konsumen
4. Citra produk
Akuntansi 1. Analisis rasio keuangan
2. Standar audit barang dan jasa
3. Penentuan depresiasi dan apresiasi
barang dan jasa
Keuangan 1. Peluang kenaikan suku bunga
2. Peluang kenaikan harga saham
3. Analisis pertumbuhan pendapatan
4. Analisis risiko keuangan
Ekonomi Pembangunan 1. Analisis pertumbuhan ekonomi
2. Analisis pertumbuhan penduduk
3. Indeks harg konsumen
Pertanian 1. Pengaruh pupuk terhadap
pertumbuhan tanaman
2. Pengaruh air dan pencahayaan
terhadap pertumbuhan tanaman
Agribisnis 1. Analisis produksi tanaman
2. Kelayakan bisnis usaha pertanian
6

1.3. Jenis-Jenis Statistika


Dari definisi statistik yang telah dijelaskan sebelumnya diketahui
bahwa statistika meliputi berbagai kegiatan mulai dari pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data, penyajian data, dan interpretasi
data. Berdasarkan definisi tesebut statistika bisa dibagi ke dalam dua
kelompok utama yaitu statisitik deskriptif dan statistika induktif
(inferensia).
a. Statistika Deskriptif
Statistika Deskriptif adalah metode statistika yang digunakan
untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah
dikumpulkan menjadi suatu informasi. Materi yang dibahas dalam
statistika deskriptif di antaranya adalah masalah penyajian data,
ukuran pemusatan data, ukuran penyebaran data, dan angka
indeks.
b. Statistika Inferensia
Statistika inferensial adalah teknik atau alat yang dipakai dalam
membuktikan kebenaran teori probabilitas yang di pakai dalam
penelitian ilmu-ilmu sosial. Disebutkan juga statistika inferensial
adalah statistika yang digunakan dalam penelitian sosial sebagai
alat untuk menganalisis data untuk tujuan-tujuan eksplanasi.
Artinya statistika model ini hanya dipakai untuk tujuan-tujuan
generalisasi. Dengan kata lain bahwa penelitian ini bertujuan
utama untuk menguji hipotesis penelitian (Bungin, 2011).
Statistika jenis ini digunakan untuk menganalisis data sampel dan
hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik ini disebut juga
statistika probabilitas karena kesimpulan yang diberlakukan
untuk populasi berdasarkan data sampel itu kebenarannya bersifat
peluang (probability). Suatu kesimpulan dari data sampel yang
akan diberlakukan untuk populasi itu mempunyai peluang
kesalahan dan kebenaran (kepercayaan) yang dinyatakan dalam
bentuk presentase. Statistik inferensia ini terbagi lagi menjadi dua
yaitu statistika parametris dan non parametris.
7

Gambar 1.1. Jenis Statistika dan Materi Statistika

1.4. Jenis-Jenis Data


Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan awal buku ini
bahwa statistika adalah suatu proses yang semuanya berhubungan
dengan data. Oleh karena itu, untuk menghasilkan kesimpulan yang tepat
maka diperlukan data yang juga tepat. Jika data yang dikumpulkan salah
maka sudah dipastikan kesimpulan yang dihasilkan juga akan salah
ibarat pepatah “garbage in, garbage out”.
Oleh karena itu, peneliti atau orang yang ingin melakukan analisis
statistika harus memahami jenis-jenis dan karakter data yang akan
dikumpulkannya. Jenis-jenis data dapat dibedakan dan dikelompokkan
seperti dalam Gambar 1.2 (Sugiyono, 2007).
Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata,
kalimat, dan gambar seperti sangat bagus, bagus, sangat suka, rasanya
enak, dan sangat indah. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka (numeric), atau data kualitatif yang diangkakan. Data
kuantitatif seperti jumlah mobil (1, 2, 3,, dan seterusnya), jarak kota
Jakarta dengan Kota Bogor adalah 50 Km, dan lain sebagainya. Data
kuantitatif ini dibedakan lagi menjadi dua yaitu data nominal (diskrit) dan
data kontinum. Data konstinum terbagi lagi menjadi tiga yaitu data
ordinal, interval, dan rasio.
8

Gambar 1.2. Jenis-Jenis Data

Data nominal (diskrit) data yang hanya dapat digolong-golongkan secara


terpisah, diskrit, atau kategori.
Contoh: 1 = Laki-laki
2 = Perempuan
Data kontinum adalah data yang bervariasi menurut tingkatan dan
diperoleh dari hasil pengukuran. Data ini dibagi lagi menjadi data ordinal,
interval dan rasio.
Data Ordinal adalah data yang berbentuk rangking atau peringkat
(berlaku perbandingan dengan menggunakan fungsi pembeda yaitu “>”
(lebih besar dari) dan “<” (lebih kecil dari). Data ini belum dapat dilakukan
operasi matematika ( +, – , x , : )).
Data interval adalah data yang jaraknya sama tetapi tidak mempunyai
nilai nol (0), absolut / mutlak. Data jenis ini dapat dilakukan operasi
matematika penjumlahan dan pengurangan ( +, – ).
Data rasio adalah data yang jaraknya sama, dan mempunyai nilai nol (0)
mutlak. Dapat dilakukan seluruh operasi matematika.

1.5. Hati-Hati dengan Kebohongan Statistika


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa statistika sangat
membantu para peneliti, manajer, dan pengambil keputusan dalam
mengambil keputusan strategis perusahaan. Namun tidak jarang
statistika dipergunakan sebagai alat untuk mendukung suatu
9

kebohongan. Fenomena ini dikenal dengan sebutan “Kebohongan”


Statistika.

Contoh kasus kebohongan statistika:


Beberapa waktu yang lalu kita pernah menonton salah satu iklan
di televisi tentang produk pembalut wanita. Dalam iklan tersebut
dikatakan bahwa tujuh dari 10 wanita Indonesia menggunakan pembalut
merek “X”. Iklan produk pembalut ini mengandung Kebohongan Statistika
untuk menciptakan persepsi positif dari konsumen terhadap produk
pembalut tersebut. Beberapa hal yang menjadi dasar kenapa iklan
tersebut dikatakan mengandung kebohongan statistika adalah
1. Data yang disampaikan oleh iklan tersebut merupakan data
sampel namun dalam iklan tersebut tidak disebutkan berapa
jumlah sampelnya dan berapa populasinya sehingga smapel
tesebut bisa benar-benar mewakili populasi wanita Indonesia?
2. Jika data tersebut merupakan data sampel maka harus
disampaikan juga berapa margin of errornya dan berapa tingkat
kepercayaannya.
3. Dalam iklan tersebut tidak dijelaskan juga karakteristik data
populasinya. Jika disebutkan seluruh wanita Indonesia, apakah
jumlah tersebut termasuk bayi, anak-anak, dan lansia?
4. Informasi dalam iklan tersebut juga memiliki kerancuan. Jika
memang benar tujuh dari 10 wanita Indonesia menggunakan
pembalut tersebut maka dia sudah menjadi pemain monopoli
karena dengan kata lain produk pembalut tersebut sudah
menguasai 70 persen pangsa pasar pembalut wanita. Sebagai
monoplis maka seharusnya program promosi melalui iklan
sudah tidak perlu dilakukan.
Masih banyak kasus kebohongan statistika yang saat ini beredar
luas di masyarakat termasuk dalam bidang politik seperti kampanye
politik. Oleh karena itu, kita semua harus sangat berhati-hati dalam
memahami dan menyebarkan informasi statistika yang tingkat
keakuratannya masih belum jelas.
10

BAB 2. ANALISIS KORELASI

2.1. Pengantar
Kumpulkan BI dan OJK, Jokowi Ingin Suku Bunga Kredit
Dibawah 10 Persen
Kompas.com - 28/08/2017, 21:32 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo ingin suku
bunga kredit perbankan bisa turun lebih rendah di bawah 10 persen guna
mendorong perekonomian nasional. Hal tersebut diungkapkan Ketua
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) Wimboh Santoso usai
rapat Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin
(28/8/2017).
"Arahan presiden yang jelas supaya suku bunga kredit bisa
diturunkan, wong inflasinya sudah rendah, suku bunga BI 7-Day sudah
4,5 persen. Logikanya harus diturunkan yang diikuti oleh penurunan
suku bunga deposito," kata Wimboh.
Turut hadir dalam rapat tersebut Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati, dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.
(Baca: Turunkan Suku Bunga Kredit, Apa Lagi yang Diminta Bankir?)
Wimboh mengatakan, penurunan bunga deposito bisa menjadi
modal awal pemerintah mendorong seluruh perbankan di Indonesia untuk
menurunkan suku bunga kredit. Namun, ia menegaskan bahwa
penurunan suku bunga ini harus dilakukan tanpa harus memberikan
dampak negatif terhadap industri perbankan.
"Jadi mendorong untuk investasi, arahkan ke sana, kalau suku
bunga turun kan akan beralih ke investasi yang menghasilkan bunga,
kalau merasa bunga deposito kurang menguntungkan beralih ke
investasi, media investasinya kita ciptakan," ucapnya.
Wimboh mengakui Bank memang tidak mudah untuk menurunkan
suku bunga perbankan. Dibutuhkan rentang waktu yang cukup panjang
bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kreditnya. "Ya inikan
pertama perlu waktu, transmisi itu butuh waktu," kata Wimboh.
11

2.2. Korelasi Pearson


Pada tahun 1900 Karl Pearson mengembangkan suatu model
untuk mengukur tingkat keeratan (hubungan) antara dua peubah /
variabel. Analisis ini kemudian dikenal luas sebagai analisis korelasi.

Definisi Korelasi: “analisis korelasi adalah suatu teknik statistika


yag digunakan untuk mengukur keeratan hubungan atau korelasi antara
dua variabel” (Suharyadi dan Purwanto, 2016)

Tingkat keeratan dua variabel dalam analisis korelasi diukur


dengan nilai koefisien korelasi dan biasanya diberi simbol r. Nilai koefisien
korelasi berkisar antara negatif satu (-1) dan positif satu (1) atau secara
matematis dapat dituliskan dalam bentuk matematis seperti di bawah ini:
−1 ≤ 𝑟 ≤ 1…………….…………………………………………………………….(2.1)
Jika nilai r = 1 maka kedua variabel tersebut memiliki hubungan
positif sempurna (sangat kuat). Jika nilai r = -1 maka kedua variabel
tersebut memiliki hubungan negatif sempurna (sangat kuat). Sedangkan
jika nilai r = 0 bisa disimpulkan bahwa antara kedua variabel tidak
memiliki hubungan yang linear. Dengan kata lain, nilai koefisien korelasi
yang mendekati -1 atau 1 menunjukkan tingkat keeratan yang semakin
kuat antara kedua variabel tersbut.
Untuk menambah kayakinan, analisis korelasi antara dua
varaiabel bisa dilihat dalam bentuk gambar pencaran data (scatter plot).
Nilai r dapat dilihat dari pola sebaran diagram pencar antara kedua
variabel tersebut. Bila titik-titik pengamatan menggerombol mengikuti
garis lurus dengan kemiringan positif maka korelasi antara kedua variabel
tersebut memiliki nilai positif. Sebaliknya, jika titik-titik pengamatan
menggerombol mengikuti garis lurus dengan kemiringan negatif maka
korelasi antara kedua variabel tersebut memiliki nilai yang negatif. Namun
jika titik-titik pengamatan tidak memiliki pola (tidak beraturan) maka
kedua variabel tersebut tidak memiliki korelasi linear (Juanda, 2009).
Secara lebih jelas gambar scatter plot antara dua peubah dapat dilihat
dalam Gambar 2.1.
Namun, analisis koefisien korelasi ini memiliki kelemahan yaitu:
a. Analisis korelasi linear sangat peka terhadap nilai pencilan, dan
b. Tidak dapat mendeteksi hubungan non-linear
12

Gambar 2.1. Beberapa Kisaran Nilai r untuk Berbagai Pola Data


Sumber: https://smartstat.wordpress.com/2010/11/21/korelasi-pearson/

Dalam Gambar 2.1 terlihat beberapa pola sebaran data yang


membentuk pola hubungan antar variabel x dan y. Pada Gambar 2.1. (a)
pola data menunjukkan hubungan yang sangat kuat dan positif. Pada
Gambar 2.1. (b) pola data menunjukkan hubungan yang sangat kuat dan
negatif. Sedangkan pada Gambar 2.1 (c) dan (d) pola sebaran data
menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel x dan y. Namun,
walaupun nilai r pada Gambar 2.1. (d) adalah nol (0), tidak memiliki
hubungan secara linear, tetapi sesungguhnya kedua variabel memiliki
hubungan tidak linear (nonlinear).
Nilai koefisien korelasi antara dua variabel (misal, x dan y) dapat
dihitung dengan menggunakan 2 rumus. Kedua rumus tersebut akan
menghasilkan nilai koefisien korelasi yang sama:
1. Rumus 1:
𝑆𝑥𝑦
𝑟= ……………………………………………………………………….(2.2)
√𝑆𝑥2 𝑆𝑦2

∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )(𝑦𝑖 −𝑦
̅)
𝑆𝑥𝑦 = 𝑛−1
…………………………………………………………..(2.3)
∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
2
𝑆𝑥2 = …………………………………………………………………(2.4)
𝑛−1
∑𝑛 ̅)2
𝑖=1(𝑦𝑖 −𝑦
𝑆𝑦2 = …………………………………………………………………(2.5)
𝑛−1
13

Di mana:
r : Nilai koefisien korelasi
𝑆𝑥𝑦 : Kovarian antara x dan y
𝑆𝑥2 : Varian variabel x
𝑆𝑦2 : Variabel variabel y
𝑥̅ : Rata-rata nilai variabel x
𝑦̅ : Rata-rata nilai variabel y
n : Jumlah pasangan pengamatan y dan x

2. Rumus 2:
𝑛(∑ 𝑥𝑦)−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
𝑟= …………………………………………….(2.6)
√[𝑛(∑ 𝑥 2 )−(∑ 𝑥)2 ][𝑛(∑ 𝑦2 )−(∑ 𝑦)2 ]

Di mana:
r : Nilai koefisien korelasi
Σx : Jumlah pengamatan variabel x
Σy : Jumlah pengamatan variabel y
Σxy : Jumlah hasil perkalian variabel x dan y
(Σx2) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel x
(Σx)2 : Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel x
(Σy2) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel y
(Σy)2 : Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel y
n : Jumlah pasangan pengamatan y dan x

Secara terperinci biasanya kriteria interpretasi koefisien korelasi


disusun sebagai berikut (Firdaus, 2011):
1. 0,9 sampai mendekati 1 (positif atau negatif) menunjukkan
adanya derjat hubungan yang sangat tinggi.
2. 0,7 sampai dengan 0,8 (positif atau negatif) menunjukkan
derajat hubungan yang tinggi.
3. 0,5 sampai dengan 0,6 (positif atau negatif) menunjukkan
derajat hubungan yang sedang.
4. 0,3 sampai dengan 0,4 (positif atau negatif) menunjukkan
derajat hubungan yang rendah.
14

5. 0,1 sampai dengan 0,2 (positif atau negatif) menunjukkan


derajat hubungan yang sangat rendah.
6. 0,0 berarti kedua variabel tidak memiliki hubungan yang linear.

Koefisien korelasi, r, mempunyai sifat-sifat dasar antara lain


(Firdaus, 2011):
1. Tanda r bisa positif atau negatif ( + atau - )
2. Nilai r terletak antara −1 ≤ 𝑟 ≤ 1
3. Sifatnya simetris, artinya koefisien korelasi antara x dan y sama
dengan koefisie korelasi y dan x (𝑟𝑥𝑦 = 𝑟𝑦𝑥 = 𝑟)
4. Jika x dan y saling bebas (independent), koefisien korelasinya
adalah nol (0), tetapi jika r = 0 tidak berarti bahwa x dan y saling
bebas
5. Koefisien korelasi r tidak berlaku untuk menerangkan
hubungan non linear
6. Meskipun koefisien korelasi r merupakan ukuran hubungan
linear antara dua variabel, pada umumnya tidak berarti bahwa
hubungan tersebut adalah hubungan sebab akibat. Hubungan
sebab akibat harus didasari oleh teori atau sesuatu yang masuk
akal

Dalam buku ini, penghitungan koefisien korelasi tidak akan


menggunakan cara manual dengan menggunakan rumus-rumus statistik
yang telah diuraikan sebelumnya. Penghitungan koefisin korelasi dalam
buku ini akan menggunakan alat bantu program statistik yaitu Social
Package for the Social Sciences (SPSS) versi 24. Begitupun dengan
pembahasan-pembahasan dalam bab-bab selanjutnya, pengolahan data
akan menggunakan SPSS sebagai perangkat utama dalam pengolahan
data dalam buku ini.
15

Contoh:
Tabel 2.1. Suku Bunga Kredit Investasi dan Nilai Investasi
Tahun Suku Bunga Kredit Investasi (%) Nilai Investasi (dalam Miliar Rp)
2003 15.31 9,890.80
2004 13.91 12,500.00
2005 15.74 12,247.00
2006 14.75 20,649.00
2007 12.82 34,878.70
2008 14.44 20,363.40
2009 13.00 37,799.80
2010 12.44 60,626.30
2011 11.90 76,000.00
2012 11.27 92,200.00
2013 11.31 128,150.60
2014 12.36 156,126.16
2015 12.12 179,465.87
2016 11.21 216,230.85

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan BKPM, 2017

Untuk menghitung koefisien korelasi Pearson dari dua variabel di


atas (Suku Bunga Kredit Investasi dan Nilai Realisasi Investasi) bisa
menggunakan program SPSS dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Buka program SPSS (dalam buku ini menggunakan SPSS versi 24),
kemudian klik Variable View. Pada kolom Name, baris pertama
tuliskan tahun, baris kedua tuliskan SBKI sebagai singkatan dari
Suku Bunga Kredit Investasi, dan pada baris ketiga dituliskan INV
yang merupakan variabel dari nilai investasi. Tampilan SPSS seperti
dalam gambar di bawah.

Gambar 2.2. Tampilan Variable View

2. Klik Data View. Pada tampilan Data View akan tampak seperti dalam
Gambar 2.3. Masukkan data penelitian dalam Tabel 2.1. di atas ke
dalam Data View.
16

Gambar 2.3. Tampilan Data View

3. Tahap selanjutnya adalah klik “Analyze” kemudian “Correlate”, dan


“Bivariate”

Gambar 2.4. Analisis Korelasi Bivariate

4. Setelah langkah 3 maka akan muncul kotak “Bivariate Correlate”.


Langka selanjutnya adalah memasukkan variabel Suku Bunga Kredit
Investas (SBKI) dan Nilai Realisasi Investasi (INV) ke kolom Variable.
Kemudian pada kolom “Correlation Coefficients” beri tanda centang (√)
box “Pearson” dan pilih “Two-tailed” pada kolom “Test of significance”
serta centang (√) “Flag Significant Correlations”, kemudian klik “OK”.
17

Gambar 2.5. Box Bivariate Correlation

5. Tampilan output korelasi Karl Pearson akan muncul seperti di bawah


ini.

Gambar 2.6. Output Bivariate Correlation dalam SPSS


18

Dari output di atas diperoleh angka koefisien korelasi -0,768**.


Hasila tersebut dapat diartikan bahwa hubungan antara tingkat Suku
Bunga Kredit Investasi dengan Nilai Realisasi Investasi memiliki
hubungan yang negatif dan kuat. Tanda bintang (**) artinya korelasi
bernilai signifikan pada angka signifikansi 0,01.
Untuk mengambil keputusan apakah terdapat korelasi antara dua
variabel yang diteliti maka harus disusun terlebih dahulu hipotesis yang
akan diuji. Hipotesis yang disusun dapat diuraikan sebagai berikut:
H0: Tidak ada korelasi yang nyata antara X (SBKI) dan Y (INV)
H1: Ada korelasi yang nyata antara X (SBKI) dan Y (INV)
Dasar pengambilan keputusan dari hipotesis di atas adalah:
Jika probalitasnya (nilai sig) > 0.05 maka H0 tidak ditolak
Jika probalitasnya (nilai sig) < 0.05 maka H0 ditolak
Dari tabel output SPSS dalam Gambar 2.6 diketahui bahwa nilai
sig = 0.001 < 0.05  H0 ditolak, yang berarti ada korelasi negatif yang
nyata antara SBKI dan INV. Koefisen korelasi R = 0.768 menunjukkan
tingkat hubungan kedua variabel pada tingkat kuat untuk skala 0 – 1.
Tanda **) pada nilai R menunjukkan bahwa korelasi tersebut nyata pada
taraf nyata (level of significance) 0.01.

2.3. Korelasi Rank Spearman


Pada bidang manajemen, seringkali data penelitian yang digunakan
bukanlah data kuantitatif yang berbentuk rasio atau interval sehingga
penghitungan korelasi Pearson sulit dilakukan. Untuk mengolah data
yang bersifat Ordinal maka peneliti bisa menggunakan metode korelasi
rank (peringkat) Spearman. Dalam mengukur koefisien korelasi Rank
Spearman hanya disyaratkan bahwa pengukuran kedua variabelnya
sekurang-kurangnya dalam skala Ordinal sehingga individu-individu yang
diamati dapat diberi peringkat dalam dua rangkaian yang berurutan
(Firdaus, 2011).
Koefisien korelasi Rank Spearman dapat dinotasikan dengan rs dan
dapat dihitung dengan rumus:
6 ∑𝑛 𝑑 2
2 −1) ……………………………………………………………………..(2.7)
𝑖
𝑟𝑠 = 1 − 𝑛(𝑛𝑖=1
19

Di mana:
di : perbedaan setiap pasang rank
n : jumlah pasangan rank

Namun untuk menghitung korelasi Rank Spearman, dalam buku


ini akan kembali digunakan SPSS sehingga langka penghitungannya akan
jauh lebih mudah.

Contoh:
Misalkan seorang peneliti ingin mengetahui hubungan antara
kualitas suatu produk (X) dengan tingkat kepuasan konsumen (Y). Untuk
keperluan tersebut si peneliti menyebar 150 kuesioner di sebuah toko
furniture. Masalah yang akan diteliti adalah seberapa besar hubungan
antara variabel kualitas produk dengan kepuasan konsumen.
Jawaban responden disusun dalam bentuk kode angka sebagai
berikut:
A. Kode Kualitas Produk (X):
1. Sangat Tidak Berkualitas (STB) diberi nilai 1
2. Tidak Berkualitas (TB) diberi nilai 2
3. Cukup Berkualitas (CB) diberi nilai 3
4. Berkualitas (B) diberi nilai 4
5. Sangat Berkualitas (SB) diberi nilai 5

B. Kode Kepuasan Konsumen (Y):


1. Sangat Tidak Puas (STP) diberi nilai 1
2. Tidak Puas (TP) diberi nilai 2
3. Cukup Puas (CP) diberi nilai 3
4. Puas (P) diberi nilai 4
5. Sangat Puas (SP) diberi nilai 5

Jawaban responden disajikan dalam Tabel 2.2 dan secara lengkap


dapat di-copy dalam CD lampiran buku ini.
20

Tabel 2.2. Jawaban Responden Tingkat Kualitas Produk dengan Tingkat


Kepuasan Konsumen
No. Responden X Y
1 5 5
2 4 4
3 4 4
4 5 5
5 3 4
6 4 5
7 4 4
8 4 4
9 3 3
10 5 5
141 3 4
142 3 3
143 5 4
144 5 4
145 4 4
146 4 5
147 5 4
148 5 5
149 3 4
150 4 4

Untuk menghitung koefisien korelasi Rank Spearmen langkah-


langkahnya sama dengan cara menghitung korelasi Pearson. Langkah-
langkah menghitung korelasi Rank Spearman dengan menggunakan
program SPSS dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Buka program SPSS (dalam buku ini menggunakan SPSS versi 24),
kemudian klik Variable View. Pada kolom Name, baris pertama tuliskan
Responden, baris kedua tuliskan X yang merupakan variabel Kualitas
Produk dan pada baris ketiga dituliskan Y yang merupakan variabel
dari Tingkat Kepuasan. Tampilan SPSS seperti dalam gambar di bawah.

Gambar 2.7. Tampilan Variable View Korelasi Spearman


21

2. Klik Data View. Pada tampilan Data View akan tampak seperti dalam
Gambar 2.3. Masukkan data penelitian dalam Tabel 2.1. di atas ke
dalam Data View.

Gambar 2.8. Tampilan Data View Korelasi Spearman

3. Tahap selanjutnya adalah klik “Analyze” kemudian “Correlate”, dan


“Bivariate”

Gambar 2.9. Analisis Korelasi Bivariate Rank Spearman

4. Setelah langkah 3 maka akan muncul kotak “Bivariate Correlate”.


Langka selanjutnya adalah memasukkan variabel X (Kualitas Produk)
22

dan variabel Y (Kepuasan Konsumen) ke kolom Variables. Kemudian


pada kolom “Correlation Coefficients” beri tanda centang (√) box
“Spearman” dan pilih “Two-tailed” pada kolom “Test of significance”
serta centang (√) “Flag Significant Correlations”, kemudian klik “OK”.

Gambar 2.10. Box Bivariate Correlation Rank Spearman

5. Tampilan output korelasi Rank Spearman akan muncul seperti dalam


Gambar 2.11.
Cara menerjemahkan hasil Rank Spearman sama seperti
menerjemahkan hasil korelasi Pearson. Dari hasil output SPSS Rank
Pearman dapat diketahui bahwa nilai signifikansi = 0.000 < 0.05  H0
ditolak, yang berarti ada korelasi positif yang nyata antara variabel X
(Kualitas Produk) dan variabel Y (Kepuasan Konsumen). Koefisen korelasi
r = 0.354 menunjukkan tingkat hubungan kedua variabel pada tingkat
yang rendah untuk skala 0 – 1. Tanda **) pada nilai r menunjukkan bahwa
korelasi tersebut nyata pada taraf nyata (level of significance) 0.01.
23

Gambar 2.11. Output Bivariate Correlation dalam SPSS

2.4. Korelasi Data Kualitatif


Rumus korelasi yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu korelasi
Pearson dan Rank Spearman merupakan rumus untuk data kuantitatif.
Walaupun korelasi Rank Spearman berasal dari data kualitatif namun
dalam pengolahannya telah diubah menjadi data kuantitatif dalam bentuk
data Ordinal. Untuk menganalisis korelasi data kualitatif maka kedua
rumus sebelumnya tidak bisa digunakan.
Dalam dunia nyata, seringkali para peneliti dan para manajer
dihadapkan pada jenis data kualitatitf dalam hubungannya dengan
persoalan perusahaannya. Para manajer sering kali ingin melihat apakah
terdapat hubungan antara dua variabel kualitatif seperti selera dengan
jenis kelamain, tingkat pendidikan dengan pola konsumsi, tingkat
pendidikan dengan tingkat pendapatan, letak geografis dengan keputusan
pembelian, dan lain sebagainya.
Untuk menganalisis tingkat keeratan hubungan data kualitatif
dipergunakan koefisien bersyarat (contingency coefficient) yang
sebenarnya memiliki pengertian yang sama dengan korelasi. Contingency
coefficient biasanya diberi simbol C dengan rumus sebagai berikut:
𝜒2
𝐶 = √𝜒2 +𝑛 …………………………………………………………………………..(2.8)
24

Di mana:
𝜒2 : nilai chi square
n : besar sampel

Untuk kasus dua kelompok dengan dua kategori, nilai chi square
dapat dihitung dengan rumus:
𝑛[(𝐴𝐷−𝐵𝐶)]2
𝜒 2 = (𝐴+𝐵)(𝐶+𝐷)(𝐴+𝐶)(𝐵+𝐷) ………………………………………………………….(2.9)

Tabel 2.3. Kasus dua kelompok / kategori


Kelompok / Kategori
Jumlah
1 2
Kelompok / 1 A B ni
Kategori 2 C D ni
Jumlah nj nj nj n

Contoh:
Seorang manajer ingin mengetahui apakah perbedaan jenis
kelamin ada hubungannya dengan kesenangan karyawan dalam
mengikuti acara olah raga bersama yang diadakan setiap Sabtu pagi. Dua
kelompok dibedakan menurut jenis kelamin yaitu X untuk kelompok laki-
laki dan Y untuk kelompok perempuan. Hasil wawancara dengan para
karyawan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
X Y Jumlah
Senang 90 50 140
Tidak Senang 10 50 60
Jumlah 100 100 200

Maka koefisien kontingensinya adalah:


𝑛[(𝐴𝐷 − 𝐵𝐶)]2
𝜒2 =
(𝐴 + 𝐵)(𝐶 + 𝐷)(𝐴 + 𝐶)(𝐵 + 𝐷)

200[(90.50 − 50.10)]2 3.200.000.000


𝜒2 = =
(90 + 50)(10 + 50)(90 + 10)(50 + 50) 84.000.000
25

𝜒 2 = 38,095

38,095
𝐶=√ = √0,1599 = 0,3999
38,095 + 200
26

BAB 3. ANALISIS REGRESI LINEAR SEDERHANA

3.1. Pengantar
Senin 21 Dec 2015, 18:25 WIB
Harga Minyak Dunia Terus Merosot, Apa
Dampaknya Bagi RI?
Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance

Jakarta - Harga minyak dunia terus merosot hingga menembus


level US$ 36 per barel. Bahkan, dalam 1,5 tahun terakhir, harga minyak
dunia sudah anjlok 68%. Diperkirakan, harga minyak dunia masih akan
merosot di tahun depan.
Lantas, apa dampaknya bagi perekonomian Indonesia?
Ekonom Senior Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan,
merosotnya harga minyak dunia ini tentu berpengaruh terhadap
perekonomian dalam negeri.
Hal yang paling mendasar adalah soal pendapatan negara. Di saat
harga minyak terus merosot, otomatis pendapatan negara dari sektor
migas juga turut anjlok. Namun, di sisi lain, biaya pemerintah untuk
mengimpor juga bisa berkurang.
"Buat government jelek karena asumsi oil price di 2015 rata-rata
US$ 50, kalau asumsikan harga oil di bawah US$ 50 per barel, maka
risiko di sisi revenue pemerintah bisa terganggu. Di sisi lain, kita kan net
importir, kalau penurunan harga minyak, itu positif buat trade," jelas dia.
Di sisi lain, Leo menyebutkan, dengan penurunan harga minyak
dunia yang begitu tajam, pemerintah seharusnya mengkaji untuk bisa
menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Kenapa kita belum menikmati penurunan harga BBM, harga
minyak dunia sudah ke US$ 36 per barel. Kalau BBM diturunkan di awal
tahun, inflasi terkendali, maka BI rate ada ruang untuk penurunan," kata
dia.
Dalam kesempatan yang sama, Department Head Industry and
Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani mengungkapkan, harga
minyak dunia ke depan tidak akan terperosok terlalu dalam.
27

Permintaan minyak masih akan tinggi, terutama India yang


merupakan importir minyak terbesar saat ini.
"Harga minyak tidak akan turun terlalu tajam. Masih ada importir
terbesar yang akan menyerap produksi minyak yaitu India. Kalau harga
minyak terus turun, investasi oil and gas akan sulit. Dari sisi domestik,
kalau makin turun akan parah, dampak jangka panjang sulit untuk lifting
minyak yang ditargetkan pemerintah," tandasnya.
28

3.2. Konsep Dasar Regresi Linear


Analisis regresi merupakan suatu metode statistik yang berguna
untuk membangun suatu persamaan atau memodelkan fungsi hubungan
antara variabel tidak bebas / dependent (Y) dengan variabel bebas /
independent (X).

Definisi Regresi: “analisis regresi adalah suatu persamaan


matematika yang mendefinisikan hubungan antara dua variabel”
(Suharyadi dan Purwanto, 2016)

Variabel independen dalam persamaan regresi adalah variabel


bebas yang berfungsi sebagai variabel penjelas, variabel yang
memengaruhi, atau variabel yang memprediksi variabel dependen (Yamin
et al., 2010).
Dalam kehidupan sehari-hari, hampir semua kejadian di dunia ini
bersifat saling memengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Ketika
berkunjung ke suatu restoran maka akan ditemukan bahwa kepuasan
pelanggan restoran tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
rasa makanan (produk), tampilan makanan (produk), kualitas pelayanan
dari prausaji, tingkat harga, dan faktor-faktor lainnya. Kepuasan
pelanggan restoran tersebut berkedudukan sebagai variabel dependen
yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya. Sedangkan variabel-
vriabel lainnya seperti rasa, tampilan, layanan, dan harga menjadi
variabel independen yang menjelaskan variabel kepuasan pelanggan
restoran. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan restoran merupakan
fungsi dari keepat variabel penjelas tadi yaitu rasa, tampilan, layanan, dan
harga.

Kepuasan pelanggan = fungsi (rasa, tampilan, layanan, harga)

Namun dalam kenyataannya, variabel yang memengaruhi


kepuasan konsumen tidak hanya empat variabel tersebut. Mungkin masih
terdapat variabel-variabel lain yang juga ikut memengaruhi tingkat
kepuasan pelanggan restoran yang belum terdefinisi atau datanya sulit
untuk dikumpulkan atau dengan pertimbangan tertentu kita tidak
masukkan ke dalam model persamaan di atas. Variabel-variabel lain yang
kemungkinan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan adalah
29

variasi menu, kenyamanan tempat, akses transportasi ke tempat tersebut,


program promosi, citra restoran, citra produk, dan variabel-variabel
lainnya. Variabel-variabel lainnya yang tidak masuk ke dalam model
persamaan biasanya dimasukkan ke dalam variabel “e”. Variabel e adalah
variabel lainnya tidak didefinisikan dalam model regresi yang mungkin
memengaruhi kepuasan pelanggan. Sehingga bentuk persamaannya
menjadi (Yamin, et al., 2010):

Kepuasan pelanggan = fungsi (rasa, tampilan, layanan, harga) + e

Analisis regresi sangat bermanfaat untuk melihat pengaruhi


berbagai variabel terhadap variabel lainnya. Oleh karena itu, tidak salah
jika banyak sekali bidang yang menggunakan analisis regresi dalam
penelitiannya seperti bidang pertanian, biologi, kesehatan, marketing,
manajemen, ilmu ekonomi, sosial, dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Secara umum penggunaan analisis regresi oleh peneliti
dimaksudkan untuk (Yamin, et al., 2010):
1. Membentuk pola hubungan antara variabel dependen dengan
independen
2. Mencari variabel independen mana yang sesungguhnya
signifikan menjelaskan variasi dari variabel independen
3. Variabel independen mana yang sesungguhnya berpengaruh
terhadap variabel dependen
4. Membuat peringkat untuk variabel independen yang paling
signifikan berkontribusi terhadap peruabahan nilai variabel
dependen
5. Memprediksi variabel dependen berdasarkan nilai tertentu
variabel independen
Untuk melakukan analisis regresi maka diperlukan langkah-
langkah sistematis yang bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan atau mengurai masalah
2. Memiliih variabel yang berhubungan dengan masalah tersebut
3. Mengumpulkan data
4. Membangun model (melakukan spesifikasi model)
5. Memilih taksiran model
6. Analisis regresi dengan taksiran
30

7. Validasi model
8. Menggunakan model untuk menjawab masalah
(Chatterjee dan Hadi, 2006 dalam Yamin et al., 2010)

Dari penjelasan tahapan di atas maka secara terperinci tahapan


analisis regresi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Menguraikan masalah
Menguraikan masalah biasanya dimulai dengan pertanyaan.
Dalam kasus analisis kepuasan pelanggan restoran, pertanyaan
yang dapat dilontarkan adalah faktor apa saja yang secara
signifikan memengaruhi tingkat kepuasan pelanggan? Atau
dalam kasus kepuasa kerja, pertanyaan yang muncul adalah
faktor apa saja yang secara signifikan memengaruhi tingkat
kepuasan kerja karyawan? Berdasarkan teori, peneliti
menemukan beberapa variabel yang kemungkinan bisa
memengaruhi tingkat kepuasa kerja karyawan mosalnya gaji /
upah, penghargaan, kejelasan meniti karir (promosi), hubungan
dengan atasan, lingkungan kerja, dan peraturan yang berlaku
di perusahaan. Dari variabel-variabel tersebut peneliti ingin
menjawab seb
2. Mengumpulkan data
Berdasarkan cara pengumpulannya, data terbagi menjadi dua
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
secara langsung dari lapangan seperti melalui survei
(wawancara langsung dengan responden). Sedangkan data
sekunder adalah data masa lalu yang diperoleh dari berbagai
sumber baik yang sudah dipublikasikan maupun yang belum
dipublikasikan. Analisis regresi bisa digunakan untuk kedua
jenis data tersebut sepanjang datanya minimal berbentuk data
ordinal. Namun dalam kasus dan perlakuan tertentu, data
nominal (kualitatif) bisa juga menggunakan analisis regresi
seperti penggunaan variabel dummy atau dengan menggunakan
metode Regresi Logit dan Probit. Pembahasan mengenai variabel
dummy dan metode penghitungan Regresi Logit dan Probit
aakan dijelaskan dalam buku III seri buku ini.
31

3. Membangun model
Model yang digunakan diasumsikan antara variabel depenen
dengan variabel independen memiliki hubungan yang linear.
Dalam kasus kepuasan pelanggan restoran seperti telah
dijelaskan sebelumnya, variabel independennya adalah rasa
menu (X1), tampilan menu (X2), layanan (X3), dan harga (X4).
Sedangkan variabel dependennya adanya kepuasan pelanggan
(Y). Maka model yang diajukan dalam penelitian kasus restoran
ini adalah:

𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + 𝛽4 𝑋4 + 𝑒 ……………………………(3.1)

Model yang dibangun di atas merupakan model yang


diasumsikan variabel dependennya memiliki hubungan linear
dengan variabel independen. Namun dalam prakteknya, peneliti
harus memeriksa kembali apakah pola hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen benar-benar
linear ataukah memiliki hubungan non linear. Pengukuran
variabel dalam analisis regresi minimal harus berjenis ordinal.
Jika menggunakan data jenis nominal maka pengolahan data
regresinya harus menggunakan regresi logistik atau
probabilistik.
4. Memilih metode taksiran model
Metode yang paling sering digunakan dalam melakukan
penaksiran koefisien regresi linear adalah metode kuadrat
terkecil. Penggunaan metode kuadrat terkecil dimaksudkan
untuk mendapatkan penaksiran koefisien regresi (β) yang
menjadikan kuadrat error yaitu ∑𝑛𝑖=1 𝜀𝑖2 , sekecil mungkin.
Dengan kata lain, model penaksiran adalah model paling efisien.
5. Melakukan analisis regresi
Analisis regresi merupakan metode untuk mencari persamaan
regresi antara variabel dependen dengan variabel independen.
Setelah mendapatkan persamaan regresi maka peneliti bisa
menganalisis seberapa besar pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen.
32

6. Validasi model
Model yang dihasilkan dari analisis regresi harus dicek
validasinya yaitu apakah model tersebut valid untuk
memodelkan hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independen. Langkah-langkah dalam melakukan
validasi model regresi adalah memeriksa apakah model sesuai
dengan asumsi regresi linear yaitu (1) linearitas, (2) komponen
error mengikuti fungsi distribusi normal, (3) varians error
konstan untuk semua data pengamatan atau varians error
bersifat homoskedastisitas, (4) tidak ada masalah korelasi serial
(otokorelasi) yang biasanya terjadi pada data runtun waktu
(time series), dan (5) di antara variabel independen tidak
memiliki hubungan linear (multikolinearitas). Secara lebih jelas,
penjelasan mengenai masalah asumsi klasik ini akan dibahas
pada bab selanjutnya.
7. Menggunakan model
Setelah model dinyatakan valid maka peneliti atau pihak
manajemen bisa menggunakan model tersebut untuk
mengambil keputusan terbaik bagi perusahaan. Dengan
mengetahui variabel-variabel independen yang memengaruhi
kepuasan pelanggan maka pihak manajemen bisa membuat
rencana aksi, tindakan, atau program kerja yang berhubungan
dengan variabel tersebut dengan tujuan meningkatkan profit
perusahaan.

3.3. Regresi Linear Sederhana


Analisis regresi paling sederhana adalah analisis regresi dua
variabel yaitu satu variabel dependen dan satu variabel independen.
Analisis regresi sederhana menyajikan ide dasar analisis regresi dalam
bentuk paling sederhana yang dapat dijelaskan dengan menggunakan
bantuan diagram scatter. Jika menggunakan data Suku Bunga Kredit
Investasi dan Nilai Realisasi Investasi pada Tabel 2.1 maka diagram
scatter akan menjadi seperti dalam Gambar 3.1.
Dalam Gambar 3.1 terlihat bahwa antara variabel Suku Bunga
Kredit Investasi dengan Nilai Realisasi Investasi memiliki hubungan yang
33

negatif. Dari teori ekonomi juga kita bisa mendapatkan informasi bahwa
variabel suku bunga merupakan variabel independen (yang memengaruhi)
sedangkan variabel realisasi investasi merupakan variabel dependen (yang
dipengaruhi).

Gambar 3.1 : Diagram Scatter Suku Bunga Kredit Investasi dan Nilai
Realisasi Investasi
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan dan BKPM, 2017 (diolah)

Berdasarkan teori ekonomi dan Gambar 3.1. kita bisa


menyimpulkan bahwa Suku Bunga Kredit Investasi memiliki pengaruh
negatif terhadap Nilai Realisasi Investasi. Dengan kata lain, jika Suku
Bunga Kredit Investasi naik maka Nilai Realisasi Investasi akan turun.
Namun walaupun peneliti bisa menyimpulkan pengaruh variabel Suku
Bunga Kredit Investasi terhadap Nilai Realisasi Investasi, peneliti tidak
bisa mengetahui seberapa besar pengaruh tersebut. Untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
kita bisa menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square).
Metode Ordinary Least Square (OLS) merupakan metode yang paling
banyak digunakan oleh peneliti dalam melakukan analisis regresi.
34

3.3.1. Metode Kuadrat Terkecil


Metode kuadrat terkecil atau yang lebih dikenal dengan sebutan
metode OLS adalah suatu metode untuk menentukan persamaan regresi
berdasarkan atas selisih kuadrat antara nilai Y sebenarnya (aktual)
dengan nilai 𝑌̂ dugaan yang minimal. Metode OLS dapat dituliskan (𝑌 − 𝑌̂)
minimal atau dapat dilambangkan dalam bentuk persamaan di bawah ini:

∑ 𝑒𝑖2 = ∑(𝑦1 − 𝑦
̂)
1
2
= 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚…………………………………………………..(3.2)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa bentuk umum


persamaan regresi adalah sebagai berikut:

𝑌̂ = 𝑎 + 𝑏𝑋 ………………………………………………………………………….(3.3)

Di mana:
𝑌̂ : nilai dugaan dari variabel Y berdasarkan nilai variabel X yang
diketahui
a : intersep, yaitu titik potong garis dengan sumbu Y atau nilai
perkiraan Y pada saat nilai X sama dengan nol (0)
b : Slope atau kemiringan garis, yaitu perubahan rata-rata 𝑌̂
untuk setiap unit perubahan pada variabel X
X : Sembarang nilai bebas yang dipilih dari variabel bebas X

Dalam bentuk gambar, persamaan 𝑌̂ = 𝑎 + 𝑏𝑋 dapat dilihat dalam


Gambar 3.2. di bawah ini

Gambar 3.2. Regresi Positif dan Negatif


35

Nilai a dan b dalam metode kuadrat terkecil dapat dihitung dengan


rumus sebagai berikut:
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
∑ (𝑋𝑖 −𝑋̅)(𝑌𝑖 −𝑌̅) 𝑛(∑𝑖=1 𝑋𝑖 𝑌𝑖 )−(∑𝑖=1 𝑋𝑖 )(∑𝑖=1 𝑌𝑖 )
𝛽̂ = 𝑏 = 𝑖=1𝑛
∑ (𝑋 ̅ )2
= 𝑛 2 𝑛 2 …………….(3.4)
𝑖=1 𝑖 −𝑋 𝑛(∑𝑖=1 𝑋𝑖 )−(∑𝑖=1 𝑋𝑖 )

𝛼̂ = 𝑎 = 𝑌̅ − 𝑏𝑋̅ …………………………………………….…………………….(3.5)

Nilai a dan b dapat dalam persamaan 3.4 dan 3.5 dapat


diinterpretasikan pada saat X bernilai nol (0) maka besarnya nilai Y adaah
sebesar nilai a. Besarnya perubahan nilai Y jika terjadi perubahan pada
nilai X sebesar satu satuan maka Y akan berubah sebesar nilai b.

3.3.2. Asumsi-Asumsi Metode Kuadrat Terkecil


Metode OLS yang dikembangkan oleh Carl Friedrich Gauss
didasarkan pada beberapa asumsi. Asumsi-asumsi ini sangat penting
baik untuk penghitungan nilai a dan b, maupun untuk membuat
pendugaan dan pengujian hipotesis.
Asusmsi-asumsi yang diajukan oleh Carl Friedrich Gauss dalam
metode OLS adalah sebagia berikut (Suharyadi dan Puranto, 2016):
1. Nilai rata-rata dari error term atau nilai yang diharapkan dari
error untuk setiap nilai X sama dengan nol (0). Asumsi ini
dinyatakan 𝐸(𝑒𝑖 ⁄𝑋𝑖 ) = 0.
2. Nilai error dari Ei dan Ej atau biasa disebut dengan kovarian
tidak salng berhubungan atau berkorelasi. Asumsi ini biasanya
dilambangkan dengan Cov (Ei, Ej) = 0, di mana i ≠ j. Berdasarkan
asumsi sebelumnya bahwa pada setiap nilai Xi akan terdapat
Ei, dan untuk Xj akan terdapat Ej, maka yang dimaksud dengan
kovarian = 0 adalah nilai Ei dari Xi tidak memiliki hubungan
dengan nilai Ej dari Xj. Kovarian yang bernilai nol (0) biasa
disebut dengan korelasi serial (autokorelasi).
3. Varian dari error bersifat konstan. Asumsi ini menyatakan
bahwa varian E untuk setiap Xi memiliki angka yang konstan
positif, 𝜎 2 . Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homoskedastisitas
atau varian yang sama. Berarti bahwa populasi Y yang
36

berhubungan dengan berbagai nilai X mempunyai varian yang


sama.
4. Variabel bebas X tidak berkorelasi dengan error term E. Kondisi
ini dilambangkan dengan Cov (Ei, Xi) = 0. Pada garis regresi Y =
a +bXi + Ei maka nilai Xi dan Ei tidak saling memengaruhi
karena jika saling memengaruhi maka pengaruh masing-
masing yaitu X dan E tidak saling dapat dipisahkan. Padahal
yang memengaruhi Y selain X adalah E yaitu faktor di luar X.
Oleh karena itu, varian dari E dan X harus saling terpihak atau
tidak berkorelasi.

3.3.3. Koefisien Determinasi


Koefisien determinasi merupakan ukuran untuk mengetahui
kesesuaian antara nilai dugaan dengan dengan data sampel atau sering
diinterpretasikan sebagai “proporsi keragaman Y yang dapat dijelaskan
oleh model regresi X terhadap Y”. Jika semua data observasi terletak pada
garis regresi maka akan diperoleh garis regresi yang sesuai sempurna.
Namun apabila data obeservasi tersebar jauh dari nilai dugaan atau garis
regresinya maka nilai dugaannya menjadi kurang sesuai.
Dengan kata lain, koefisien determinasi adalah kemampuan
variabel X (variabel independen) untuk memengaruhi variabel Y (variabel
dependen). Semakin besar koefisien determinasi maka akan semakin baik
kemampuan X menerangkan Y. Besarnya koefisien determinasi adalah
kuadrat dari koefisien korelasi (Suharyadi dan Purwanto, 2016).
Koefisien determinasi dapat dihitung dengan rumus:

[𝑛(∑ 𝑥𝑦)−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)]2


𝑟2 = ……………………………………………(3.6)
√[𝑛(∑ 𝑥 2 )−(∑ 𝑥)2 ][𝑛(∑ 𝑦 2 )−(∑ 𝑦)2 ]

Apabila nilai koefisien korelasi sudah diketahui, maka untuk


mendapatkan koefisien determinasi dapat diperoleh dengancara
menguadratkannya. Namun dalam buku ini semua penghitungan baik
mencari nilai a, b, maupun koefisien determinasi menggunakan alat
bantu SPSS.
37

3.3.4. Kesalahan Baku Pendugaan atau Standar Error


Kesalahan baku pendugaan merupakan suatu ukuran ketepatan
pendugaan berdasarkan nilai X yang diketahui dengan nilai pengamatan
(Y). Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa kita ingin menduga 𝑌̂
berdasarkan nilai X yang diketahui melalui persamaan 𝑌̂ = 𝑎 + 𝑏𝑋. Nilai a
dan b pada persamaan tersebut dapat dihitung menggunakan rumus
koefisien regresi yang telah dijelaskan. Apabila kita dapat mengetahui
nilai a dan b maka nilai 𝑌̂ dapat diduga atau diramalkan dengan
memasukkan setiap nilai X pada persamaan yang telah dibentuk.
Namun dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak mungkin
mendapatkan nilai dugaan yang memiliki ketepatan 100%. Kondisi
lingkungan yang dinamis (terus mengalami perubahan) serta sifat
manusia yang juga turut berubah menjadikan pendugaan sangat tidak
pasti dan bisa tepat 100%. Oleh karena itu dikembangkan model
pengukuran untuk mengukur ketepatan dari model yang telah dibuat.
Untuk mengetahui tingkat ketepatan persamaan estimasi yang
telah dibentuk maka dibuat model kesalahan baku pendugaan yang dapat
dihitung dengan rumus:

∑ 𝑒2
𝑆𝑦,𝑥 = √ ……………………………………………………………………….(3.7)
𝑛−2

Di mana
Sy,x : standar error variabel Y berdasarkan variabel X yang diketahui
Y : nilai pengamatan dari Y
𝑌̂ : nilai dugaan dari Y
n : jumlah sampel, derajat bebas n – 2 karena terdapat dua
paramter yang akan diduga yaitu a dan b

3.3.5. Sifat Penduga (a) dan (b)


Penduga a dan b yang diperoleh dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil (OLS) disebut Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).
Suatu penduga dikatakan BLUE jika memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Linear
2. Tidak bias
3. Mempunyai variance terkecil
38

Contoh Kasus
Seorang manajer restoran ingin melihat pengaruh variabel
pelayanan pramusaji terhadap kepuasan pelanggan restoran. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh pelayanan pramusaji terhadap
tingkat kepuasan pelanggan restoran maka manajer tersebut melakukan
survei terhadap 150 orang pelanggan restoran.
Manajer tersebut melakukan wawancara melalui kuesioner dengan
menanyakan aspek pelayanan dan tingkat kepuasan pelanggan. Aspek
pelayanan diukur melalui empat indikator yaitu:
1. Penampilan pramusaji
2. Kecermatan pramusaji dalam melayani pelanggan
3. Pramusaji melakukan pelayanan dengan cepat
4. Pramusaji melayani pelanggan dengan sikap yang ramah
Tingkat kepuasan pelanggan diukur dengan enam indikator yaitu:
1. Ekspektasi pelanggan yaitu apakah pelayanan pramusaji sesuai
dengan ekspektasi pelanggan
2. Kemungkinan merekomendasikan kepada teman
3. Pengalaman pelanggan dan pengalaman ideal
4. Kepuasan secara keseluruhan
5. Pengaruh dan arti kepuasan, yaitu seberapa penting pelayanan
pramusaji dalam membantu pelanggan dalam memutuskan
pilihannya dalam hal ini adalah memilih restoran
6. Keinginan membeli kembali
Skala pengukuran menggunakan skala Likert dengan skala 1
sampai 5. Skala penilaiannya adalah:
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Netral
4. Setuju
5. Sangat Setuju
Dari hasil wawancara didapat jawaban seperti dalam Tabel 3.1.
(Secara lengkap Tabel 3.1. dapat diunduh dalam CD lampiran buku ini).
39

Tabel 3.1. Jawaban Responden untuk Regresi Sederhana


No X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 Layanan (X) Y.1 Y.2 Y.3 Y.4 Y.5 Y.6 Kepuasan (Y)
1 5 5 5 5 5.00 5 5 5 5 5 5 5.00
2 4 4 3 4 3.75 3 4 4 5 4 5 4.17
3 4 4 4 5 4.25 4 4 5 4 4 4 4.17
4 5 5 5 5 5.00 4 5 3 4 5 5 4.33
5 3 3 4 4 3.50 4 4 5 4 4 4 4.17
6 4 4 5 4 4.25 5 5 4 4 4 5 4.50
7 4 4 4 4 4.00 5 4 5 5 5 4 4.67
8 4 4 5 4 4.25 5 4 4 5 5 4 4.50
9 3 4 4 5 4.00 3 3 3 5 5 4 3.83
10 5 4 5 5 4.75 4 5 5 4 4 4 4.33
141 3 4 5 4 4.00 3 4 4 4 3 4 3.67
142 3 4 4 4 3.75 3 3 4 3 4 3 3.33
143 5 5 4 5 4.75 5 4 4 5 5 5 4.67
144 5 5 4 5 4.75 4 4 5 5 5 5 4.67
145 4 3 4 3 3.50 3 4 3 3 4 4 3.50
146 4 4 5 5 4.50 5 5 5 5 4 4 4.67
147 5 5 5 5 5.00 4 4 5 5 5 5 4.67
148 5 4 4 4 4.25 4 5 4 5 4 5 4.50
149 3 3 4 5 3.75 4 4 4 3 4 4 3.83
150 3 4 5 4 4.00 3 4 4 4 3 4 3.67

Untuk membuat model regresi dari hasil survei tersebut maka


langkah-langkah analisis dengan menggunakan program SPSS adalah
sebagai berikut:
1. Klik Analyze\Regression\Linier
40

2. Masukkan variabel Y ke dalam kolom dependen, dan masukkan


variabel X ke dalam kolom Independet(s)

3. Klik button (tombol) Statistics dan kemudian pilih Descriptive, Durbin-


Watson
41

4. Klik button Plot dan masukkan Zpred dalam kolom X dan SDResid
dalam kolom Y, kemudian klik Histogram dan Normal Probability
Plot

5. Klik Save dan pilih Unstandardized Residual dan Unstandardized


Predicted Value

6. Klik OK
42

Hasil output untuk regresi sederhana:

Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Y 4.0856 .60686 150
X 4.1233 .59623 150

Tabel di atas menerangkan statistik deskriptif dari variabel X yaitu kualitas


pelayanan pramusaji dan variabel Y yaitu tingkat kepuasan pelanggan. Rata-rata
pelanggan memberikan penilaian terhadap kualitas pelayanan pramusaji adalah
4,1233 dengan standar deviasi 0,6. Sedangkan rata-rata tingkat kepuasan pelanggan
adalah 4,08 dengan standar deviasi sebesar 0,596.

Correlations
Y X
Pearson Correlation Y 1.000 .715
X .715 1.000
Sig. (1-tailed) Y . .000
X .000 .
N Y 150 150
X 150 150

Tabel di atas menunjukkan tingkat hubungan (korelasi) antara variabel


kualitas pelayanan dengan tingkat kepuasan pelanggan. Dari tabel di atas diketahui
bahwa tingkat keeratan hubungan antara variabel kualitas pelayanan pramusaji
dengan tingkat kepuasan pelanggan adalah 0,715 dan signifikan pada alfa 5%.
43

Pemeriksaan Asumsi
1. Normalitas Error
Pemeriksaan normalitas dari hasil output SPSS bisa menggunakan
beberapa output yaitu Histogram, Normal PP Plot of Regression
Standardized Residual, dan pengujian hipotesis Standardized Resiudal
melalui uji Kolmogorov Smirnov.
Pemeriksaan dalam bentuk visual dapat dilihat dari gambar
Histogram dan Normal PP Plot of Regression Standardized Residual seperti
gambar di bawah ini.
44

Pemeriksaan dalam bentuk visual ini merupakan pemeriksaan


awal untuk melihat distribusi dan pola sebaran data. Suatu data
dikatakan mengikuti distribusi normal jika memiliki bentuk seperti
lonceng / bel dengan pencaran data terdistribusi secara seimbang di
sekitar pusat data. Dari gambar Histogram di atas terlihat bahwa data
sudah berbentuk seperti lonceng dengan sebaran data menyebar
seimbang di sekitar pusat data.
Namun meskipun demikian, kita masih harus melakukan
pengujian hipotesis apakah pencaran data residual mengikuti distribusi
normal. Uji yang bisa digunakan adalah Uji Kolmogorov-Smirnov dan Uji
Shapiro Wilks. Langkah-langkah SPSS untuk uji tersebut adalah:
1. Klik Analyze\Deskriptive Statistic\Explore
2. Masukkan variabel “Unstandardized Residual” dalam kolom
Dependen List.
3. Klik button Plot
4. Klik Normality Plot With Test
5. Klik OK

Hasil Output SPSS

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Unstandardized Residual .064 150 .200* .992 150 .535
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Hipotesis
H0 : Error terdistribusi normal
H1 : Error tidak terdistribusi normal
Statistik Pengujian : Kolmogorov – Smirnov dan Shapiro Wilks dengan
pengujian alfa 5%. Kriteria pengujiannya adalah menerima hipotesis nol
bila p-value Uji Kolmogorov – Smirnov dan Shapiro Wilks lebih besar dari
0,05 (5%).
Dari tabel hasil output SPSS di atas diketahui bahwa p-value untuk
Kolmogorov –Smirnov adalah 0,2 dan p-value untuk Shapiro – Wilks
45

0,535. Dengan kata lain, H0 diterima yaitu error terdistribusi secara


normal. Kesimpulannya adalah asumsi regresi sederhana yang pertama
terpenuhi.

2. Tidak Ada Masalah Otokorelasi


Asumsi kedua yang harus dipenuhi adalah tidak ada masalah
otokorelasi. Untuk melakukan menditeksi masalah otokorelasi adalah
dengan melakukan penghitungan manual dengan uji Durbin Watson.
Namun, kita juga bisa menggunakan program SPSS untuk melihat
apakah ada masalah otokorelasi dalam model atau tidak yaitu dengan
melakukan Run Test. Uji Run ini termasuk ke dalam uji statistik non
parametrik
Langkah-langkah Run Test dengan SPSS:
1. Klik Analyze\nonparametric test\Run
2. Masukkan variabel Unstandardized Residual ke dalam kolom
Test Variabel List(s)

3. Klik OK
46

Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -.01106
Cases < Test Value 72
Cases >= Test Value 78
Total Cases 150
Number of Runs 82
Z 1.004
Asymp. Sig. (2-tailed) .315
a. Median

Berdasarkan tabel output SPSS hasul Run Test menunjukkan


bahwa nilai p-value sebesar 0,315 > 0,05. Dengan demikian maka bisa
disimpulkan model tidak mengalami masalah otokorelasi.

3. Tidak Ada Masalah Heteroskedastisitas


Pemeriksaan masalah heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan
dua cara yaitu secara visual dan hitungan. Secara visual masalah
heteroskedastisitas dapat dilihat dengan grafik sctterplot. Varian error
yang homosedastisitas menyebar secara acak / normal tidak membentuk
suatu pola tertentu.
47

Namun, untuk memastikan tidak ada masalah heteroskedastisitas


diperlukan pengujian secara statistik. Ada beberapa pengujian yang bisa
dilakukan untuk mengecek apakah terdapat masalah heteroskedastisitas
atau tidak yaitu, (1) Uji Park, (2) Uji Glejser, (3) Uji Spearman’s Rank
Correlation, (4) Uji White, atau (5) Uji Breusch-Pagan-Godfrey (BPG).
Dalam buku ini pengecekan akan dilakukan dengan Uji
Spearman’s Rank Correlation. Namun, sebelum bisa melakukan
pngecekan residual yang sudah dihitung sebelumnya harus diubah dulu
ke dalam nilai mutlak. Langkah-langkah SPSS untuk mengubah angka
residual menjadi angka mutlak adalah:
1. Klik button Transform dan plih Compute Variable.
2. Pada kolom Target Variabel, tuliskan nama variabel, misal
Mut_U (harga mutlak residual unstandardized)
3. Pada kolom Numerik Expression, tuliskan Abs(RES_1)
4. Klok OK

Setelah langkah pertama selesai dilakukan maka langkah


berikutnya adalah melakukan Uji Spearman’s Rank Correlation dengan
cara mengkorelasikan nilai mutlak residual dengan independen
48

variabelnya yaitu klik Analyzed\correlation\Bivariate\Spearman.


Hasilnya dapat dilihat seperti dalam tabel di bawah ini.

Correlations
Mut_U X
Spearman's rho Mut_U Correlation Coefficient 1.000 -.084
Sig. (2-tailed) . .307
N 150 150
X Correlation Coefficient -.084 1.000
Sig. (2-tailed) .307 .
N 150 150

Nilai p-value pengujian melalui uji Spearman’s Rank Correlation


adalah 0,307 > 0,05. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
model regresi sederhana yang dibangun ini tidak memiliki masalah
heteroskedastisitas.
49

Pengujian Keseluruhan Model


Untuk menguji keseluruhan model maka dibuat hipotesis sebagai
berikut:
H0 : Model tidak fit
H1 : Model fit
Statistik Pengujian : Uji statistik F
Kriteria Pengujian : Terima H0 bila p-value statistik F lebih besar
daripada 5%

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 28.045 1 28.045 154.708 .000b
Residual 26.829 148 .181
Total 54.874 149
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X

Berdasarkan tabel ANOVA di atas diketahui bahwa p-value (sig)


statistik F adalah 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak yang artinya model regresi
secara keseluruhan fit. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi yang
dibentuk mampu mnerangkan data empiris secara keseluruhan.

Pengujian Individual (Parsial)


Hipotesis untuk pengujian parsial adalah:
H0 : 𝛽1 = 0 atau kualitas pelayanan pramusaji tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat kepuasan pelanggan
H1 : 𝛽1 ≠ 0 atau kualitas pelayanan pramusaji memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kepuasan pelanggan
Statistik Pengujian : Uji statistik t
Kriteria Pengujian : Terima H0 bila p-value statistik t lebih besar
daripada 5%
50

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.085 .244 4.453 .000
X .728 .059 .715 12.438 .000
a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa p-value (Sig.)


adalah 0,000 < 0,05. Dengan kata lain, H0 ditolak yang artinya variabel
kualitas pelayanan pramusaji memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat kepuasan pelanggan restoran pada alfa 5%.
Besarnya persentase keseluruhan pengaruh kualitas pelayanan
pramusaji terhadap tingkat kepuasan pelanggan dapat dilihat dari nilai R
Square yang ada dalam tabel di bawah ini.

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .715a .511 .508 .42577
a. Predictors: (Constant), X
b. Dependent Variable: Y

Tabel di atas bisa diartikan bahwa variabel kualitas pelayanan


pramusaji mampu menjelaskan variability (variabilitas) variabel tingkat
kepuasan pelanggan sebesar 51,1%, sedangkan sisanya 48,9% dijelaskan
oleh variabel lainnya di luar model ini.
Dari output SPSS di atas maka kita dapat membuat model
persamaan sebagai berikut:

Kepuasan pelanggan = 1,085 + 0,728*kualitas pelayanan pramusaji

Artinya, jika kualitas pelayanan pramusaji ditingkatkan sebesar


satu satuan maka tingkat kepuasan pelanggan akan naik sebesar 0,728
satuan.
51

BAB 4. ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA

4.1. Pengantar
Menakar Pengaruh Pengendalian Harga Terhadap Bunga Kredit
Elisa Valenta Sari , CNN Indonesia | Selasa, 13/06/2017 12:55 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah setiap tahunnya selalu
dipusingkan dengan pengendalian inflasi, khususnya yang terkait dengan
harga pangan. Namun, pada tahun lalu, pemerintah akhirnya berhasil
mengendalikan inflasi pada kisaran 3,02 persen, dibawah target Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 4 persen.
Tahun ini, peningkatan laju inflasi kembali membayangi, seiring
kenaikan harga pangan, tarif listrik, serta kemungkinan kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM). Bank Indonesia baru-baru ini
memperkirakan inflasi pada sepanjang tahun ini akan berada dikisaran
4,36 persen atau diatas target inflasi dalam APBN 2017 sebesar 4 persen.
Pengendalian laju inflasi sendiri penting guna menjaga daya beli
masyarakat. Disamping itu, terdapat keuntungan lainnya yang diperoleh
jika tingkat inflasi suatu negara rendah dan stabil, yakni lebih murahnya
bunga kredit yang dipinjamkan oleh perbankan.
Menteri Koordinator Bidang Darmin yakin angka inflasi yang
rendah bisa mengerek turun suku bunga kredit perbankan. Maka dari itu,
menurut dia, penting bagi pemerintah agar bisa mengendalikan inflasi
sesuai dengan yang diasumsikan. Tahun ini, pemerintah menargetkan
inflasi dalam APBN 2017 sebesar 4 persen.
Darmin menjelaskan, rendahnya suku bunga kredit diharapkan
dapat memicu permintaan kredit dari masyarakat. Kondisi tersebut pun
diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi.
"Jika inflasi kecil maka bunga deposito akan turun. Kalau sudah
turun, maka bunga kredit akan lebih rendah," kata Darmin, Senin (12/6).
Darmin mengatakan, Indonesia memiliki karakteristik pengelolaan
harga yang sama seperti Filipina. Filipina diketahui memiliki kondisi
geografis yang serupa dengan Indonesia yakni berbentuk kepulauan.
Namun, nyatanya, negara bekas jajahan Spanyol itu bisa mengendalikan
laju inflasinya dengan sangat baik.
52

Saat ini, rata-rata tingkat inflasi negara tersebut berada di bawah


3 persen dengan rata-rata suku bunga kredit mencapai 5 hingga 7 persen.
Adapun inflasi Indonesia, hampir selalu berada di atas 4 persen dengan
rata-rata suku bunga kredit perbankan mencapai 11 hingga 12 persen.
"Dia juga kepulauan, dia juga punya sejarah inflasi yang juga
tinggi," kata Darmin.
53

4.2. Konsep Regresi Linear Berganda


Model regresi linear sederhana yang sudah dijelaskan dalam bab
sebelumnya seringkali dinilai tidak mencukupi untuk menduga variabel Y
(dependen). Dalam contoh kasus tingkat kepuasan pelanggan restoran,
masih terdapat variabel lain yang juga diyakini ikut memengaruhi tingkat
kepuasan pelanggan selain variabel pelayanan pramusaji seperti variasi
menu yang ditawarkan, persepsi pelanggan terhadap rasa menu,
kenyamanan tempat, harga setiap menu yang ditawarkan, akses
transportasi, fasilitas parkir, fasilitas WiFi, dan variabel-variabel lainnya.
Untuk menutupi keterbatasan pada model regresi sederhana tadi,
maka muncul model regresi dengan variabel independen lebih dari satu
(multiple regression model). Model ini dikenal dengan sebutan model
regresi berganda yaitu suatu model di mana variabel tak bebas (dependen)
tergantung pada dua atau lebih variabel bebas (independen). Model regresi
berganda paling sederhana adalah model regresi yang terdiri dari tiga
variabel yang terdiri dari satu variabel dependen dan dua variabel
independen.
Persamaan regresi dengan dua variabel independen adalah:

𝑌 = 𝑎 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 …………………………………………………………….(4.1)

Sedangkan persamaan regresi dengan tiga variabel independen bisa


dituliskan sebagai berikut:

𝑌 = 𝑎 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 𝑋3 ……………………………………………………(4.2)

Sehingga bentuk umum persamaan regresi untuk k variabel


independen dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑌 = 𝑎 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 𝑋3 + ⋯ + 𝑏𝑘 𝑋𝑘 + 𝜀𝑖 ……………………………..…...(4.3)

4.3. Asumsi Model Regresi Linear Berganda


Sebenarnya asumsi model regresi linear berganda sangat mirip
dengan asumsi model regresi linear sederhana, yaitu:
1. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan 4.3.
2. Variabel 𝑋𝑘 merupakan variabel non-stokastik (fixed) yaitu
sudah ditentukan sebelumnya, bukan variabel acak.
3. Tidak ada hubungan linear sempurna antar variabel bebas 𝑋𝑘
54

4. Asumsi komponen error sama dengan asumsi dalam regresi


linear sederhana yaitu:
a. Komponen error, 𝜀𝑖 , memiliki nilai harapan sama dengan
nol (0) dan varian konstan untuk semua pengamatan i.
𝐸(𝜀𝑖 ) = 0 dan 𝑉𝑎𝑟(𝜀𝑖 ) = 𝜎 2
b. Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar error
(sisaan), 𝜀𝑖 , sehingga 𝐶𝑜𝑣(𝜀𝑖 , 𝜀𝑗 ) = 0, untuk i ≠ j
c. Komponen error menyebar normal.
Dalam terminologi statistik asumsi nomor 4 biasa diringkas dengan
simbol 𝜀𝑖 ~𝑁(0, 𝜎 2 ), artinya komponen 𝜀𝑖 menyebar normal, bebas
stokastik, dan identik dengan nilai tengah sama dengan nol dan ragam
konstan untuk i = 1, 2, …, n.

4.4. R2 dan R2 Terkoreksi


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa R2 merupakan
ukuran kemampuan variabel X (variabel independen) untuk memengaruhi
variabel Y (variabel dependen) atau dengan kata lain R2 merupakan
ukuran proporsi keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi
berganda. Ukuran R2 secara informal sering kali digunakan untuk
mengukur kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit), dan untuk
membandingkan validitas hasil model regresi. Namun penggunaan R2
memiliki beberapa kelemahan, di antaranya yaitu:
1. Nilai R2 sensitif terhadap jumlah variabel bebas dalam model.
Penambahan variabel bebas ke dalam model persamaan regresi
selalu menambah nilai R2 dan tidak pernah menguranginya.
Dengan kondisi ini maka seringkali peneliti terjebak untuk terus
menambah variabel bebas ke dala model untuk meningkatkan
nilai R2.
2. Interpretasi R2 menjadi sulit jika suatu model diformulasikan
mempunyai intersep = 0. Dala kasis intersep = 0 maka nilai R 2
dapat di luar selang 0 sampai dengan 1.
Solusi untuk menutup kelemahan R2 maka dibuat R2 yang
terkoreksi dengan rumus:
𝑉𝑎𝑟(𝜀) ∑ 𝑒𝑖 2 𝑛−1
𝑅 2 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝑅̅ 2 = 1 − 𝑉𝑎𝑟(𝑌) = 1 − 2 (𝑛−𝑘) ………………………(4.4)
∑(𝑌𝑖 −𝑌̅)
55

Atau
𝑛−1
𝑅̅ 2 = 1 − (1 − 𝑅 2 ) (𝑛−𝑘) ……………………………………………………….(4.5)

Dari persamaan 4.5 terlihat bahwa :


1. Jika k = 1 maka R2 sama dengan R2 terkoreksi
2. Jika k > 1 maka R2 ≥ R2 terkoreksi
3. R2 terkoreksi dapat bernilai negatif
56

Contoh Kasus
Seorang manajer restoran menyadari bahwa ternyata yang
memengaruhi tingkat kepuasan konsumen tidak hanya terdiri dari satu
variabel saja sebagaimana dalam kasus sebelumnya. Selain variabel
kualitas pelayanan pramusaji, dia menyadari bahwa kualitas produk yang
dihasilkan juga ikut memengaruhi. Oleh karena itu, dia ingin kembali
melihat pengaruh variabel pelayanan pramusaji dan kualitas produk
secara bersamaan terhadap kepuasan pelanggan restoran. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh pelayanan pramusaji dan kualitas
produk terhadap tingkat kepuasan pelanggan restoran maka manajer
tersebut kembali melakukan survei terhadap 150 orang pelanggan
restoran.
Manajer tersebut melakukan wawancara melalui kuesioner dengan
menanyakan aspek pelayanan, kualitas produk, dan tingkat kepuasan
pelanggan. Aspek pelayanan diukur melalui empat indikator yaitu:
5. Penampilan pramusaji
6. Kecermatan pramusaji dalam melayani pelanggan
7. Pramusaji melakukan pelayanan dengan cepat
8. Pramusaji melayani pelanggan dengan sikap yang ramah
Kualitas produk restoran diukur oleh:
1. Tampilan produk (masakan) / plating
2. Rasa Masakan
3. Aroma Masakan
4. Kesegaran Masakan
5. Ukuran Menu
Tingkat kepuasan pelanggan diukur dengan enam indikator yaitu:
7. Ekspektasi pelanggan yaitu apakah pelayanan pramusaji dan
kualitas produk sesuai dengan ekspektasi pelanggan
8. Kemungkinan merekomendasikan kepada teman
9. Pengalaman pelanggan dan pengalaman ideal
10. Kepuasan secara keseluruhan
11. Pengaruh dan arti kepuasan, yaitu seberapa penting pelayanan
pramusaji dan kualitas produk dalam membantu pelanggan
dalam memutuskan pilihannya dalam hal ini adalah memilih
restoran
57

Skala pengukuran menggunakan skala Likert dengan skala 1


sampai 5. Skala penilaiannya adalah:
6. Sangat Tidak Setuju
7. Tidak Setuju
8. Netral
9. Setuju
10. Sangat Setuju
Hasil wawancara dimasukkan ke dala program Excel seperti yang
terlihat dalam Gambar 4.1. (Secara lengkap contoh data hasil wawancara
seperti dalam Gambar 4.1 dapat diunduh dalam CD lampiran buku ini).

Gambar 4.1. Data Hasil Wawancara dalam Excel


58

Untuk membuat model regresi berganda dari hasil survei tersebut


maka langkah-langkah analisis dengan menggunakan program SPSS
adalah sebagai berikut:

7. Klik Analyze\Regression\Linier

8. Masukkan variabel Y ke dalam kolom dependen, dan masukkan


variabel X1 dan X2 ke dalam kolom Independet(s)
59

9. Klik button (tombol) Statistics dan kemudian pilih Descriptive

10. Klik OK
60

Hasil output untuk regresi berganda:

Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Y 4.1227 .62682 150
X1 4.1283 .59833 150
X2 4.0920 .60673 150

Tabel di atas menerangkan statistik deskriptif dari variabel Y (tingkat


kepuasan pelanggan), X1 (kualitas pelayanan pramusaji), dan X2 (kualitas produk).
Ari hasil wawancara diketahui bahwa seluruh variabel memiliki nilai rata-rata 4
(empat) yaitu 4,122 untuk kepuasan pelanggan, 4,128 untuk kualitas pelayanan
pramusaji, dan 4,092 untuk kualitas produk dengan standar deviasi masing-masing
secara berturut-turut adalah 0,626, 0,598, dan 0,606.

Correlations
Y X1 X2
Pearson Correlation Y 1.000 .738 .791
X1 .738 1.000 .698
X2 .791 .698 1.000
Sig. (1-tailed) Y . .000 .000
X1 .000 . .000
X2 .000 .000 .
N Y 150 150 150
X1 150 150 150
X2 150 150 150

Tabel di atas menunjukkan tingkat hubungan (korelasi) antara variabel


kualitas pelayanan dengan tingkat kepuasan pelanggan. Dari tabel di atas diketahui
bahwa tingkat keeratan hubungan antara variabel kualitas pelayanan pramusaji
dengan tingkat kepuasan pelanggan adalah 0,715 dan signifikan pada alfa 5%.
61

Pemeriksaan Asumsi
4. Normalitas Error
Sama dengan pemeriksaan normalitas error pada regresi
sederhana, pemeriksaan normalitas pada regresi linear berganda juga bisa
menggunakan beberapa output SPSS yaitu Histogram, Normal PP Plot of
Regression Standardized Residual, dan pengujian hipotesis Standardized
Resiudal melalui uji Kolmogorov Smirnov.
Pemeriksaan dalam bentuk visual dapat dilihat dari gambar
Histogram dan Normal PP Plot of Regression Standardized Residual seperti
gambar di bawah ini.
62

Dari pemeriksaan secara visual terlihat bahwa error tersebar secara


normal dengan bentuk sebaran menyerupai lonceng. Sebaran data juga
menyebar seimbang di sekitar pusat data. Namun walaupun demikian,
kita masih harus tetap melakukan pengujian hipotesis secara statistik
apakah pencaran data residual mengikuti distribusi normal. Uji yang bisa
digunakan sama dengan uji pada regresi sederhana yaitu Uji Kolmogorov-
Smirnov dan Uji Shapiro Wilks. Langkah-langkah SPSS untuk uji tersebut
adalah:
6. Klik Analyze\Deskriptive Statistic\Explore
7. Masukkan variabel “Unstandardized Residual” dalam kolom
Dependen List.
8. Klik button Plot
9. Klik Normality Plot With Test
10. Klik OK

Hasil Output SPSS uji normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual .053 150 .200* .993 150 .630
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Hipotesis
H0 : Error terdistribusi normal
H1 : Error tidak terdistribusi normal
Statistik Pengujian : Kolmogorov – Smirnov dan Shapiro Wilks dengan
pengujian alfa 5%. Kriteria pengujiannya adalah menerima hipotesis nol
bila p-value Uji Kolmogorov – Smirnov dan Shapiro Wilks lebih besar dari
0,05 (5%).
Dari tabel hasil output SPSS di atas diketahui bahwa p-value untuk
Kolmogorov –Smirnov adalah 0,2 dan p-value untuk Shapiro – Wilks
0,630. Dengan kata lain, H0 diterima yaitu error terdistribusi secara
normal. Kesimpulannya adalah asumsi regresi berganda yang pertama
yaitu error terdistribusi secara normal terpenuhi.
63

5. Tidak Ada Masalah Otokorelasi


Asumsi kedua yang harus dipenuhi dalam analisis regresi berganda
adalah tidak ada masalah otokorelasi. Untuk melakukan menditeksi
masalah otokorelasi adalah dengan melakukan penghitungan manual
dengan uji Durbin Watson. Namun, kita juga bisa menggunakan program
SPSS untuk melihat apakah ada masalah otokorelasi dalam model atau
tidak yaitu dengan melakukan Run Test. Uji Run ini termasuk ke dalam
uji statistik non parametrik
Langkah-langkah Run Test dengan SPSS:
4. Klik Analyze\nonparametric test\Run
5. Masukkan variabel Standardized Residual ke dalam kolom Test
Variabel List(s)

6. Klik OK
64

Runs Test
Standardized
Residual
Test Valuea .03941
Cases < Test Value 75
Cases >= Test Value 75
Total Cases 150
Number of Runs 80
Z .655
Asymp. Sig. (2-tailed) .512
a. Median

Berdasarkan tabel output SPSS hasul Run Test menunjukkan


bahwa nilai p-value sebesar 0,512 > 0,05. Dengan demikian maka bisa
disimpulkan model tidak mengalami masalah otokorelasi.

6. Tidak Ada Masalah Heteroskedastisitas


Sama halnya dengan regresi sederhana, dalam regresi berganda
pemeriksaan masalah heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan dua
cara yaitu secara visual dan hitungan. Secara visual masalah
heteroskedastisitas dapat dilihat dengan grafik scatterplot. Varian error
yang homosedastisitas menyebar secara acak / normal tidak membentuk
suatu pola tertentu.
65

Namun, walaupun secara visual terlihat pola data yang tidak


terdapat masalah heteroskedastisitas, kita harus tetap memastikan
secara statistik. Sama halnya dengan pengujian pada model regresi
sederhana, pengujian pada model regresi berganda bisa dilakukan dengan
beberapa cara yaitu: (1) Uji Park, (2) Uji Glejser, (3) Uji Spearman’s Rank
Correlation, (4) Uji White, atau (5) Uji Breusch-Pagan-Godfrey (BPG).
Dalam buku ini pengecekan akan dilakukan dengan Uji
Spearman’s Rank Correlation. Namun, sebelum bisa melakukan
pngecekan residual yang sudah dihitung sebelumnya harus diubah dulu
ke dalam nilai mutlak. Langkah-langkah SPSS untuk mengubah angka
residual menjadi angka mutlak adalah:
5. Klik button Transform dan plih Compute Variable.
6. Pada kolom Target Variabel, tuliskan nama variabel, misal
Mut_U (harga mutlak residual standardized)
7. Pada kolom Numerik Expression, tuliskan Abs(ZRE_1)
8. Klok OK

Setelah langkah pertama selesai dilakukan maka langkah


berikutnya adalah melakukan Uji Spearman’s Rank Correlation dengan
66

cara mengkorelasikan nilai mutlak residual dengan independen


variabelnya yaitu klik Analyzed\correlation\Bivariate\Spearman.
Hasilnya dapat dilihat seperti dalam tabel di bawah ini.

Correlations
Mut_U X2 X1
Spearman's rho Mut_U Correlation Coefficient 1.000 -.039 .016
Sig. (2-tailed) . .640 .849
N 150 150 150
X2 Correlation Coefficient -.039 1.000 .602**
Sig. (2-tailed) .640 . .000
N 150 150 150
X1 Correlation Coefficient .016 .602** 1.000
Sig. (2-tailed) .849 .000 .
N 150 150 150
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nilai p-value pengujian melalui uji Spearman’s Rank Correlation


untuk X1 dan X2 secara berturut-turut adalah 0,849 dan 0,640 di mana
kedua nilai p-value tersebut lebih besar dari 0,05. Dengan demikian maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi berganda yang dibangun ini tidak
memiliki masalah heteroskedastisitas.

7. Tidak Ada Masalah Multikolinearitas


Pemeriksaan ada tidaknya masalah multikolinearitas bisa
dilakukan dengan beberapa cari di antaranya adalah melalui nilai
variance inflation factor (VIF) dan condition index. Menurut Gujarati
(2006), nilai VIF > 10 menunjukkan adanya gejala multikolinearitas.
Sedangkan jika melihat dari condition index, nilai condition index yang
melebihi angka 30 menunjukkan adanya gejala multikolinearitas. Dari
data contoh kasus restoran di atas nilai VIF dan condition indx dapat
dilihat dari hasil output SPSS di bawah ini.
Langkah-langkah menghitung VIF dengan menggunakan SPSS
adalah sebagai berikut:
1. Klik Analyze\Regression\Linear
67

2. Masukkan variabel Y ke dalam kolom dependen, dan masukkan


variabel X1 dan X2 ke dalam kolom Independet(s)
3. Klik tombol Statistic, akan muncul box linear regression
statistic
a. Nonaktifkan estimates dan model fit
b. Aktifkan covariance matrix dan collinearity diagnostics
4. Klik OK

Setelah itu akan muncul hasil output SPSS seperti tabel di bawah
ini.

Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 X1 .512 1.952
X2 .512 1.952
a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan hasil output SPSS di atas diketahui bahwa nilai VIF


untuk X1 dan X2 adalah 1,952. Dengan demikian model regresi berganda
yang dibangun tidak memiliki masalah multkolinearitas. Selain dengan
68

menggunakan nilai VIF, masalah multikolinearitas juga dapat dilihat


dengan output condition index seperti dalam tabel di bawah ini.

Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions
Model Dimension Eigenvalue Condition Index (Constant) X1 X2
1 1 2.982 1.000 .00 .00 .00
2 .012 15.816 .99 .12 .18
3 .006 21.764 .00 .88 .82
a. Dependent Variable: Y

Nilai condition index dalam hasil output SPSS di atas maksmal


adalah 21,764 dan nilai ini masih di bawah angka 30. Dengan kata lain,
hasil condition index dan VIF menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu
tidak ada masalah multikolinearitas dalam model regresi berganda yang
telah dibuat.

Pengujian Keseluruhan Model


Untuk menguji keseluruhan model maka dibuat hipotesis sebagai
berikut:
H0 : 𝛽0 = 𝛽1 = 𝛽2 = 0
H1 : Minimal terdapat 𝛽𝑖 ≠ 0
Atau,
H0 : Secara bersama-sama, kualitas pelayanan pramusaji
dan kualitas produk tidak berpengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kepuasan pelanggan
H1 : Minimal terdapat satu variabel, kualitas pelayanan
atau kualitas produk yang berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kepuasan pelanggan
Statistik Pengujian : Uji statistik F dalam tabel ANOVA
Alfa pengujian : 5%
Kriteria Pengujian : Terima H0 bila p-value statistik F lebih besar
daripada 5%
69

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 40.567 2 20.283 165.864 .000b
Residual 17.976 147 .122
Total 58.543 149
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X2, X1

Berdasarkan tabel ANOVA di atas diketahui bahwa p-value (Sig)


statistik F adalah 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak yang artinya secara
bersama-sama kualitas pelayanan pramusaji dan kualitas produk
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan pelanggan.

Pengujian Individual (Parsial)


Hipotesis untuk pengujian parsial adalah:
H0 : 𝛽1 = 0 atau kualitas pelayanan pramusaji tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat kepuasan pelanggan
H1 : 𝛽1 ≠ 0 atau kualitas pelayanan pramusaji memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kepuasan pelanggan
Atau,
H0 : 𝛽1 = 0 atau kualitas produk tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kepuasan pelanggan
H1 : 𝛽1 ≠ 0 atau kualitas produk memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kepuasan pelanggan
Statistik Pengujian : Uji statistik t
Kriteria Pengujian : Terima H0 bila p-value statistik t lebih besar
daripada 5%
70

Coefficientsa
Standardized Collinearity
Unstandardized Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) .282 .214 1.315 .190
X1 .379 .067 .362 5.670 .000 .512 1.952
X2 .556 .066 .538 8.427 .000 .512 1.952
a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa p-value (Sig.)


untuk X1 dan X2 adalah 0,000 < 0,05. Dengan kata lain, H0 ditolak yang
artinya variabel kualitas pelayanan pramusaji dan kualitas produk
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan pelanggan
restoran pada alfa 5%. Namun a atau β0 tidak signifikan atau tidak
memiliki pengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.
Besarnya persentase keseluruhan pengaruh kualitas pelayanan
pramusaji dan kualitas produk terhadap tingkat kepuasan pelanggan
dapat dilihat dari nilai R Square yang ada dalam tabel di bawah ini.

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .832a .693 .689 .34970 2.240
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y

Tabel di atas bisa diartikan bahwa variabel kualitas pelayanan


pramusaji dan kualitas produk mampu menjelaskan variability
(variabilitas) variabel tingkat kepuasan pelanggan sebesar 69,3%,
sedangkan sisanya 30,7% dijelaskan oleh variabel lainnya di luar model
ini.
Dari output SPSS di atas maka kita dapat membuat model
persamaan sebagai berikut:
Kepuasan Pelanggan = 0,28 + 0,379*kualitas pelayanan pramusaji +
0,556* Kualitas produk + e
71

BAB 5. MASALAH MULTIKOLINEARITAS

5.1. Pengertian Multikolinearitas


Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah tidak adanya
hubungan yang sempurna di antara variabel bebas. Jika terdapat
hubungan di antara variabel bebas maka masalah tersebut dikenal
dengan sebutan masalah kolinearitas ganda (multikolinearitas). Sebagai
contoh, seorang peneliti mencoba membuat model faktor-faktor yang
memengaruhi konsumsi rumah tangga per tahun. Peneliti tersebut
membuat model sebagai berikut:
𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1𝑖 + 𝛽2 𝑋2𝑖 + 𝛽3 𝑋3𝑖 + 𝑒𝑖 ………………………………………………(5.1)
Di mana:
X1i : tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga ke-i per tahun
X2i : tingkat pendepatan rata-rata rumah tangga ke-i per bulan
Dalam persamaan model regresi berganda di atas, variabel X1 dan
X2 bisa dipastikan akan memiliki hubungan yang sangat kuat. Hal ini
terjadi karena X1 = 12 X2. Kenaikan pada X1 akan diikuti secara langsung
oleh X2. Dengan demikian maka model persamaan regresi berganda pada
persamaan 5.1 memiliki masalah multikolinearitas.
Jika suatu persamaan regresi berganda mengandung masalah
multikolinearitas seperti dalam persamaan regresi di atas, maka dugaan
koefisien paramaternya akan menjad sulit. Ketika melakukan interpretasi
terhadap koefisien variabel bebas maka koefisien regreasi untuk semua
variabel lainnya diasumsikan konstan (cateris paribus). Namun, jika suatu
persamaan mengandung masalah multi kolinearitas maka bisa dipastikan
perubahan dalam satu variabel bebas akan diikuti oleh variabel lainnya
sehingga asumsi cateris paribus untuk variabel lainnya tidak akan
terpenuhi bahkan akan sulit untuk menterjemahkan koefisiennya
tersebut.
Masalah multikolinearitas umumnya hanya berlaku untuk
hubungan yang sifatnya linear antara variabel independen yang berbeda,
bukan hubungan non linear antar variabel bebas yang sama seperti dalam
pemodelan fungsi biaya produksi (Y) sebagai fungsi dari output (X) dalam
model non linear sebagai berikut:
72

𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑖 + 𝛽2 𝑋𝑖2 + 𝛽3 𝑋𝑖3 + 𝑒 ………………………………………………..(5.2)

5.2. Akibat dari Masalah Multikolinearitas


Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kasus yang memiliki
masalah multikolinearitas mulai dari yang memiliki hubungan yang
sempurna, tinggi, dan rendah. Jika kita memaksakan membuat model
regresi berganda dengan mengenyampingkan masalah multikolienaritas
maka dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih
mungkin dapat diperoleh. Namun, interpretasi dari koefisien tersbut
menjadi sulit.
Sebaran dari dugaan paramter koefisien regresi sangat sensitif
terhadap masalah multikolinearitas. Masala kolinearitas ini akan
memengaruhi besaran dari simpangan baku parameternya. Pada
beberapa kasus, masalah multikolinearitas dapat menyebabkan koefisien
regresi variabel independen menjadi salah tanda.
Sedangkan pengaruh terhadap model regresi ketika terjadi masalah
multikolinearitas adalah sebagai berikut (Yamin et., al., 2010):
 Pendugaan model regersi masih bersifat BLUE, namun
memiliki varians dan kovarians yang besar sehingga sulit
dipakai sebagai alat estimasi
 Interval dugaan cenderung lebar sehingga menyebabkan
variabel independen tidak signifikan.

5.3. Cara Menditeksi Masalah Multikolinearitas


Dalam pembahasan sebelumnya masalah multikolinearitas ini
telah beberapa kali disinggung. Jika ketika kita melakukan uji F
menemukan nilai R2 yang tinggi namun ternyata ketika uji t tidak ada
variabel yang signifikan maka disinyalir ada masalah multikolinearitas.
Hal ini terjadi karena masalah multikolinearitas telah mengakibatkan
simpangan baku dari variabel bebas sangat tinggi.
Selain itu, masalah multikolinearitas yang tinggi juga dapat dilihat
dari besarnya simpangan baku yang terjadi pada variabel bebas. Jika
beberapa koefisien variabel bebas memiliki simpangan baku yang tinggi,
nemun ketika mengeluarkan satu atau beberapa variabel bebas dari
model menjadikan simpangan baku koefisien variabel bebasnya menjadi
73

rendah maka biasanya hal ini menjadi petunjuk awal adanya masalah
multikolinearitas dalam model.
Sealin kedua cara di atas, ada beberapa cara lain untuk menditeksi
adanya masalah multikolinearitas dalam model, di antaranya adalah
dengan melakukan uji koefisien korelasi sederhana (Pearson Correlation
Coeffecient) di antara variabel bebas (independen). Jika ditemukan
koefisien korelasinya sangat tinggi dan signifikan maka dipastikan
terdapat masalah multikolinearitas dalam model regresi berganda.

5.4. Mengatasi Masalah Multikolinearitas


Harus dicatat bahwa masalah multikolinearitas ini aka sangat
penting dan serius jika peneliti ingin melihat atau meneliti hubungan atau
pengaruh variabel independen Xi terhadap Y. Hal ini disebabkan karena
simpangan baku koefisiennya sangat besar sehingga dugaan koefisien
regresinya tidak dapat diandalkan (unreliable) atau dengan kata lain
kondisinya tidak signifikan. Akibatnya sulit untuk memisahkan pengaruh
dari masing-masing variabel bebasnya. Interpretasi dari koefisien regresi
didasarkan pada asumsi dampak perubahan variabel bebas terhadap
variabel dependen dengan asumsi variabel bebas lainnya tidak mengalami
perubahan (cateris paribus).
Namun, jika tujuan pemodelan adalah hanya untuk melakukan
peramalan nilai Y yang diakibatkan oleh perubahan variabel bebas dan
tidak untuk mengkaji atau meneliti pengaruh masing-masing variabel
bebas maka asalah multikolinearitas bukanlah masalah yang serius.
Peneliti bisa mengabaikan masalah multikolinearitas ini jika tujuannya
hanya untuk meramalkan atau menduga nilai Y.
Ada beberapa cara untuk mangatasi masalah multikolinearitas ini,
di antaranya adalah:
1. Memanfaatkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
Dalam Juanda (2009) diberikan ilustrasi sebagai berikut:
Seorang peneliti ingin meneliti pengaruh tingkat pendapatan
(X1) dan tingkat kekayaan (X2) terhadap konsumsi rumah
tangga dengan mengembangkan model sebagai berikut:
𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝑒𝑖 ……………………………………………(5.3)
74

Pada umumnya pendapatan dan kekayaan memiliki hubungan


karena biasanya rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi
juga memiliki kekayaan yang tinggi walaupun tidak selalu
dalam kondisi seperti itu. Oleh karena itu, model di atas
kemungkinan besar mengandung masalah multikolinearitas.
Untuk mengatasi masalah tersebut, si peneliti melakukan
kajian literatur yang bisa menyelesaikan masalah
multikolinearitas tersebut. Dari hasil kajiannya ditemukan
bahwa tingkat perubahan konsumsi (Y) terhadap perubahan
kekayaan (X3) sepersepuluh dari tingkat perubahannya
terhadap perubahan pendapatan (X1). Maka hubungan
koefisien variabel bebasnya bisa dituliskan 𝛽2 = 0,1𝛽1 .
Berdasarkan hubungan tersebut maka model regresi
bergandanya bisa dituliskan sebagia berikut:
𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + (0,1𝛽1 )𝑋2 + 𝑒 ………………………………………(5.4)
𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 (𝑋1 + 0,1𝑋2 ) + 𝑒 ………………………………………….(5.5)
Bila kita sederhanakan 𝑋𝑖 = (𝑋1 + 0,1𝑋2 ) maka kita bisa
membuat model persamaan yang lebih sederhana yaitu:
𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑖 + 𝑒 ………………………………………………………(5.6)

2. Mengeluarkan variabel bebas yang memiliki kolinearitas tinggi


Jika dalam model regresi berganda ditemukan dua variabel
bebas yang memiliki hubungan yang sangat tinggi maka peneliti
bisa saja mengeluarkan salah satu variabel yang saling
berhubungan tersebut karena variabel yang lainnya sudah
diwakili oleh variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model.
Namun, untuk mengeluarkan salah satu variabel bebas
tersebut peneliti harus berpedoman pada teori yang berlaku
sehingga tidak menimbulkan masalah salah spesifikasi model

3. Untuk data time series, variabel bebas yang memiliki masalah


multikolinearitas bisa diubah ke dalam bentuk pembedaan
pertama (first difference). Dalam ilustrasi sebelummnya tentang
pendapatan dan kekayaan, kedua variabel tersebut memiliki
hubungan yang sangat kuat karena seiring berjalannya waktu
75

pergerakan kedua variabel tersebut cenderung sama dan


searah. Namun jika dilakukan first differencing biasanya
masalah kolinearitas ini hilang karena dengan melakukan first
differencing arah pergerakannya menjadi berbeda.

4. Menggabungkan data cross section dengan data time series


menjadi bentuk data panel. Dengan menggabungkan data jenis
cross section dan time series maka biasanya hubungan yang
terjadi antar variabel bisa hilang karena dalam waktu yang
berbeda kondisi variabel bebas antar titik pengamatan juga bisa
berbeda sehingga menghilangkan hubungan antar variabel
bebas.

5. Memastikan kembali model yang telah dibuat. Pembuatan


model dalam analisis regresi berganda didasarkan pada teori
yang dibaca oleh peneliti. Masalah multikolinearitas bisa saja
terjadi karena ada kesalahan pemahaman dari peneliti sehingga
model yang dibuat memiliki masalah multikolinearitas. Atau
bisa juga si peneliti belum membaca secara lengkap teori-teori
yang berkembang sehingga terjadi kesalahan dalam
penyusunan dan pembuatan model regresinya.

6. Penambahan data baru. Penyusunan model regresi berganda ini


dibuat berdasarkan data sampel. Bisa masalah
multikolinearitas ini disebabkan karena jumlah sampel yang
terlalu sedikit sehingga antar variabel bebas memiliki
hubungan. Oleh karena itu, salah satu alternatif untuk
menghilangkan masalah kolinearitas antar variabel adalah
dengan menambah jumlah sampel sehingga sampel bisa benar-
benar merepresentasikan kondisi populasi yang sebenarnya.

7. Principal Component Analysis (PCA)


Analisis PCA ini pada dasarnya adalah teknik statistik yang
bertujuan untuk menyederhanakan variabel-variabel bebas
yang diamati yaitu dengan cara merduksi / menyatukan
variabel-variabel bebas yang memiliki hubungan yang sangat
76

tinggi tersebut. Penggunaan teknik PCA ini didasarkan pada


keyakinan si peneliti bahwa jika terjadi hubungan yang sangat
tinggi di antara variabel bebas maka sesungguhnya variabel-
variabel tersebut bisa direduksi / digabungkan ke dalam satu
variabel.
77

BAB 6. MASALAH HETEROSKEDASTISITAS

6.1. Pengertian Heteroskedastisitas


Asumsi mendasar dalam penyusunan model regresi dengan metode
OLS adalah varian error untuk setiap data pengamatan bersifat konstan,
𝑉𝑎𝑟(𝑒) = 𝜎 2 . Dengan kata lain varian / ragam sisaan bersifat homogen
untuk tiap pengamatan ke-i. Asumsi ini dikenal dengan sebutan
Homoskedastisitas. Jika model regresi tidak memenuhi asumsi
homoskedastisitas maka model regresi mengalami masalah
heteroskedastisitas. Biasanya masalah heteroskedastisitas ini muncul
dalam data cross section, walaupun dalam beberapa kasus muncul juga
dalam data time series.
Persamaan regresi yang baik adalah persamaan yang tidak ada
masalah heteroskedastisitas. Sebagai contoh kasus heteroskedastisitas:
 Nilai matematika dari 5 mahasiswa kelas 1A adalah : 75, 73,
69, 72, dan 70. Nilai matematika di kelas 1A ini cenderung
seragam / tidak bervariasi karena selisih nilai antara siswa
tidak begitu besar. Kejadian ini disebut dengan
homoskedastisitas.
 Nilai matematika 5 mahasiswa kelas 1B adalah : 30, 60, 90,
40, dan 20. Nilai matematika di kelas 1B ini cenderung tidak
seragam / bervariasi karena selisih nilai antara siswa relatif
besar. Kejadian ini disebut dengan heteroskedastisitas.
Ada beberapa penyebab yang menimbulkan masalah
heteroskedastisitas dalam model regresi di antaranya adalah:
1. Dalam contoh kasus penelitian pengaruh pendapatan terhadap
tingkat konsumsi rumah tangga dengan menggunakan data
cross section, biasanya ditemukan kejadian semakin tinggi
tingkat pendapatan rumah tangga maka pola konsumsinya
semakin bervariasi.
2. Kasus masalah heteroksedastisitas dalam penelitian data time
series muncul dalam hubungannya dengan konsep error-
learning model. Pengalaman kerja seseorang akan berdampak
pada jumlah keselahan kerja yang dia buat. Semakin lama
78

seseorang bekerja dalam suatu bidang maka semakin ahli dan


kondisi ini menjadi tingkat kesalahan akan berkurang seiring
dengan berjalannya waktu. Kondisi ini menjadikan error untuk
objek penelitian tersebut cenderung bervariasi sepanjang
waktu.
3. Spesifikasi model yang kurang tepat baik dalam bentuk
fungsinya maupun penetapan variabel-variabel yang
dimasukkan ke dalam model persamaan regresi.
4. Data pencilan (outlier) yang di luar pola umum sehingga
mengakibatkan error bervariasi.

6.2. Akibat dari Masalah Heteroskedastisitas


Jika semua asumsi klasi dalam model regresi terpenuhi namun
terdapat masalah heteroskedastisitas maka masalah tersebut akan
berdampak pada model regresi yang dibangun, yaitu:
 Dugaan paramater koefisien regresi dengan metode OLS
masih tetap tidak bias dan masih konsisten, namun standar
errornya bias ke bawah
 Akibat dari masalah heteroskedastisitas maka penduga yang
dihasilkan dari model OLS tidak efisien. Artinya varian yang
diperoleh cenderung membesar dan tidak lagi menjadi
varian yang terkecil. Kecenderungan semakin membesarnya
varian akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan
tidka akan memberikan hasil yang baik (tidak valid). Ketika
melakukan uji t terhadap koefisien regresi maka nilai t
hitung diduga terlalu rendah. Jika sampel pengamatan
jumlahnya kecil maka kesimpulannya akan semakin jelek.

6.3. Menditeksi Masalah Heteroskedastisitas


Sebagimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, pemeriksaan
masalah heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan dua cara yaitu secara
visual dan hitungan. Secara visual masalah heteroskedastisitas dapat
dilihat dengan grafik scatterplot. Varian error yang homosedastisitas
menyebar secara acak / normal tidak membentuk suatu pola tertentu.
79

Namun, walaupun secara visual terlihat pola data yang tidak


terdapat masalah heteroskedastisitas, kita harus tetap memastikan
secara statistik bahwa model benar-benar tidak ada masalah
heteroskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas bisa
dilakukan dengan beberapa cara yaitu: (1) Uji Park, (2) Uji Glejser, (3) Uji
Spearman’s Rank Correlation, (4) Uji White, atau (5) Uji Breusch-Pagan-
Godfrey (BPG).
Dalam buku ini pengecekan akan dilakukan dengan Uji
Spearman’s Rank Correlation. Namun, sebelum bisa melakukan
pengecekan residual yang sudah dihitung sebelumnya harus diubah dulu
ke dalam nilai mutlak. Dengan menggunakan contoh data hasil penelitian
pada bab 4 maka langkah-langkah SPSS untuk mengubah angka residual
menjadi angka mutlak adalah:
9. Klik button Transform dan plih Compute Variable.
10. Pada kolom Target Variabel, tuliskan nama variabel, misal
Mut_U (harga mutlak residual standardized)
11. Pada kolom Numerik Expression, tuliskan Abs(ZRE_1)
12. Klok OK
80

Setelah langkah pertama selesai dilakukan maka langkah


berikutnya adalah melakukan Uji Spearman’s Rank Correlation dengan
cara mengkorelasikan nilai mutlak residual dengan independen
variabelnya yaitu klik Analyzed\correlation\Bivariate\Spearman.
Hasilnya dapat dilihat seperti dalam tabel di bawah ini.

Correlations
Mut_U X2 X1
Spearman's rho Mut_U Correlation Coefficient 1.000 -.039 .016
Sig. (2-tailed) . .640 .849
N 150 150 150
X2 Correlation Coefficient -.039 1.000 .602**
Sig. (2-tailed) .640 . .000
N 150 150 150
X1 Correlation Coefficient .016 .602** 1.000
Sig. (2-tailed) .849 .000 .
N 150 150 150
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
81

Dari output hasil SPSS di atas, nilai p-value pengujian melalui uji
Spearman’s Rank Correlation untuk X1 dan X2 secara berturut-turut
adalah 0,849 dan 0,640. Nilai p-vlue kedua variabel bebas tersebut lebih
besar 0,05. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi yang sudah disusun / dibangun ini tidak memiliki masalah
heteroskedastisitas.

6.4. Mengatasi Masalah Heteroskedastisitas


Jika salah satu uji di atas menunjukkan bahwa model regresi yang
dikembangkan memiliki masalah heteriskedastisitas maka model yang
akan kita bangun tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu agar
model dapat digunakan dengan baik. Ada dua pendekatan yang bisa
digunakan untuk mengatasi masalah hetero skedastisitas yaitu (Juanda,
2009):
a. Pendugaan Parameter jika varian error diketahui
Jika ragam sisaan, 𝑉𝑎𝑟(𝑒𝑖 ) = 𝜎𝑖2 diketahui maka penyelesaian
masalah heteroskedastisitas bisa menggunakan metode
Kuadrat Terkecil Terboboti (WLS, Weighted Least Square).
Dugaan parameter koefisiennya adalah dengan meminimumkan
persamaan berikut:

̂ 𝑋𝑖 2
̂ −𝛽
𝑌𝑖 −𝛼
∑( ) ………………………………………………………(6.1)
𝜎𝑖

Jika peubah dalam model di atas dituliskan dalam bentuk


deviasi (penyimpangan terhadap rataannya), maka tujuannya
adalah meminimumkan persamaan berikut:

̂ 𝑋𝑖 2
𝑌𝑖 −𝛽
∑( ) ……………………………………………..……………(6.2)
𝜎𝑖

Dengan meminimumkan jumlah kuadrat maka persamaan 6.1


dan 6.2 dapat disusun ulang dalam bentuk persamaan di
bawah ini:
∑ 𝑥 𝑦 ⁄𝜎 2
∑(𝑥𝑖 ⁄𝜎𝑖 )(𝑦𝑖 ⁄𝜎𝑖 ) ∑ 𝑥𝑖∗ 𝑦𝑖∗
𝛽̂ = ∑ 𝑖 2 𝑖 2𝑖 = ∑(𝑥 ⁄ )2
= 2 ………………………(6.3)
𝑥𝑖 ⁄𝜎𝑖 𝑖 𝜎𝑖 ∑(𝑥𝑖∗ )
82

Di mana:
𝑦 ∗ = 𝑦𝑖 ⁄𝜎𝑖
𝑥 ∗ = 𝑥𝑖 ⁄𝜎𝑖
Untuk penggunaan metode WLS dalam model regresi berganda
berikut:
𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝑒𝑖 ……………………………………………(6.4)
Maka kita bisa melakukan transformasi dengan mendefinisikan
kembali variabel-variabel yang ada dalam model regresi asli
pada persamaan 6.4 menjadi:
𝑌 𝑋𝑗𝑖 𝑒
𝑌𝑖∗ = 𝜎𝑖 𝑋𝑖∗ = 𝜎𝑖
𝑒𝑖∗ = 𝜎𝑖 …………………………..(6.5)
𝑖 𝑖

Model yang sudah mengalami transformasi di atas sudah


memenuhi semua asumsi klasik model linear regresi termasuk
dalam hal ini adalah kesamaan ragam maka dugaan parameter
dengan metode WLS tersebut efisien sesuai Dalil Gauss-Markov.

b. Pendugaan Parameter jika varian error tidak diketahui


Metode WLS pada metode di atas mensyaratkan kit
amengetahui informasi besaran ragam-ragam sisaan. Namun
dalam banyak kasus seringkali informasi mengenai ragam-
ragam sisaan tersebut tidak tersedia. Oleh karena itu,
diperlukan metode khusus yang bisa mengakomodir kasus-
kasus yang ragam-ragam sisaannya tidak diketahui.
Dalam banyak kasus, seringkali ragam sisaan berhubungan
langsung dengan salah satu variabel bebas. Jika diasumsikan
ragam sisaan dalam bentuk persamaan berikut:
2
𝑉𝑎𝑟(𝑒𝑖 ) = 𝐶𝑋1𝑖 ………………………………………………………..(6.6)
Di mana C adalah konstanta yang tidak sama dengan nol dan
X1i adalah salah satu variabel bebas yang diamati dalam model
regresi dan ragam sisaan memiliki hubungan dengan variabel
X1i tersebut. Model umum regresi berganda masih sama seperti
dalam persamaan 6.4. Langkah selanjutnya adalah
menganggap seolah-olah ragam sisaan diketahui. Untuk
melakukan hal tersebut maka kita definisikan kembali variabel-
variabel dalam persamaan di atas sebagai berikut:
83

𝑌 𝑋 𝑒
𝑌𝑖∗ = 𝑋1𝑖 𝑋𝑗𝑖∗ = 𝑋 𝑗𝑖 𝑒𝑖∗ = 𝑋 𝑖 …………………………..(6.7)
𝑖 1𝑖 1𝑖

Sehingga model regresi berganda setelah dilakukan


transformasi menjadi:
𝑌𝑖∗ = 𝛽1 𝑋1𝑖
∗ ∗
+ 𝛽2 𝑋2𝑖 + 𝑒𝑖∗ ………………………………………………..(6.8)
Di mana persamaan 6.8 ekuivalen dengan persamaan di bawah
ini:
𝑌𝑖 1 𝑋2𝑖 𝑒𝑖
= 𝛽0 + 𝛽1 + 𝛽2 + ……………………………………(6.9)
𝑋1𝑖 𝑋1𝑖 𝑋1𝑖 𝑋1𝑖

Selain dengan kedua cara di atas, masalah heteroskedastisitas


kadangkala bisa diselesaikan dengan mantransformasikan data ke dalam
bentuk logaritma. Langkah ini akan memperkecil skala data sehingga
ragamnya menjadi relatif kecil. Namun dengan cara ini bisa menimbulkan
masalah lainnya yaitu munculnya masalah baru seperti masalah
multikolinearitas.
84

BAB 7. MASALAH AUTOKORELASI

7.1. Pengertian Autokorelasi


Asumsi lainnya dari model regresi dengan metode OLS adalah tidak
adanya masalah autokorelasi atau korelasi serial antar sisaan (et). Dengan
kata lain, sisaan menyebar bebas atau 𝐶𝑜𝑣(𝑒𝑖 , 𝑒𝑗 ) = 𝐸(𝑒𝑖 , 𝑒𝑗 ) = 0 untuk
semua i ≠ j. Jika antar sisaan dalam persamaan regresi tidak saling bebas
atau 𝐶𝑜𝑣(𝑒𝑖 , 𝑒𝑗 ) = 𝐸(𝑒𝑖 , 𝑒𝑗 ) ≠ 0 maka persamaan tersebut mengandung
masalah autokorelasi.
Masalah autokorelasi biasanya terjadi dalam data time series.
Sebagai contoh jika kita memprediksi pertumbuhan keuntungan suatu
perusahaan, jika dugaan dari model yang kita dalam satu bulan terlalu
tinggi (overestimate) maka kemungkinan akan berdampak pada
overestimate prediksi kita untuk tahun-tahun berikutnya.
Namun, masalah autokorelasi bisa juga muncul dalam data cross
section. Sebagai contoh misalkan peneliti meneliti dengan objek
pengamatan adalah desa atau kelurahan maka bisa saja timbul masalah
autokorelasi. Desa atau kelurahan yang berdekatan biasanya memiliki
karakter yang mirip sehingga terjadi korelasi dalam ruang atau tempat,
bukan korelasi antar waktu.
Autokorelasi bisa terjadi pada beberapa ordo waktu namun yang
seriing terjadi adalah autokorelasi ordo ke satu (first-order serial
correlation), yaitu sisaan dalam satu periode waktu memiliki hubungan
secara langsung dengan sisaan di periode waktu berikutnya. Autokorelasi
terbagi dua yaitu autokorelasi positif dan autokorelasi negatif.
Autokorelasi positif adalah autokorelasi di mana sisaan selalu diikuti oleh
error yang sama tandanya. Misalnya ketika satu periode sebelumnya
positif maka error berikutnya akan positif. Sebaliknya autokorelasi negatif
menyebabkan error akan diikuti oleh error yang berbeda tanda. Misalnya
ketika errornya positif maka akan diikuti oleh error negatif pada periode
selanjutnya.
85

7.2. Akibat Autokorelasi


Jika semua asumsi klasik dalam model regresi linear terpenuhi
kecuali masalah autokorelasi, maka akan mengakibatkan dugaan
parameter koefisien regresi dengan metode OLS (Juanda, 2009):
 Koefisien regresi masih tetap tidak bias. Artinya bahwa rata-
rata atau nilai harapan dari dugaan koefisiennya sama
dengan nilai sebenarnya, 𝐸(𝑏𝑖 ) = 𝛽𝑖
 Dugaan koefisien regresi masih konsisten, artinya dugaan
akan semakin mendekati nilai sebenarnya jika jumlah
sampel semakin banyak
 Mempunyai standar error yang bias ke bawah. Artinya
standar error lebih kecil dari nilai sebenarnya sehingga jika
dilakukan uji statistik t maka nilai ujinya akan tinggi
(overstimate). Kondisi ini berimplikasi pada ke kesimpulan
bahwa dugaan parameter koefisiennya lebih tepat dari yng
sebenarnya. Dengan kata lain, kesimpulannya cenderung
menolak H0 walaupun seharusnya tidak ditolak, atau
cenderung memutuskan H1.
 Dampak dari autokorelasi hampir sama dengan
heteroskedastisitas yaitu penduga OLS tidak lagi efisien atau
ragamnya tidak lagi minimum jika pada model regresinya
mengandung masalah autokorelasi.

7.3. Cara Menditeksi Autokorelasi


Cara menditeksi keberadaan masalah autokorelasi dalam suatu
model regresi linear bisa dilakukan dengan dua cara yaitu cara visual
dengan grafis dan cara hitungan statistik yaitu dengan melakukan Uji
Durbin-Watson.
Cara menditeksi masalah autokorelasi dengan cara visual grafis
bisa dilakukan dengan cara berikut (Juanda, 2009):
1. Memplotkan data et pada sumbu vertikal dan waktu (t) pada
sumbu horizontal sehingga didapat pola antar et dengan t
apakah polanya bebas atau memiliki pola tertentu. Jika
86

memiliki pola tertentu maka diduga kuat model memiliki


masalah autokorelasi
2. Memplotkan data et pada sumbu vertikal dan data et-1 pada
sumbu horizontal. Dari hasil scatterplot tersebut bisa dilihat
apakah pola sebaran data antara et dengan e t-1 saling bebas
atau memiliki pola tertentu. Plot data dengan memasangkan et
dengan et-1 dilakukan untuk melihat apakah ada autokorelasi
ordo satu. Hipotesis statistik untuk autokorelasi adalah:
𝐻0 : 𝜌 = 0 𝐻1 : 𝜌 ≠ 0

Cara yang paling populer untuk menguji apakah terdapat masalah


autokorelasi dalam model regresi adalah dengan melakukan Uji Durbin –
Watson (DW). Uji DW dapat dihitung dengan rumus:
∑(𝑒𝑡 −𝑒𝑡−1 )2
𝐷𝑊 = ∑ 𝑒𝑖2
≈ 2(1 − 𝜌) ……………………………………………………(7.1)

Selang kesimpulan Uji DW dapat digambarkan secara jelas dalam


bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 7.1. Selang Nilai Statistik Durbin Watson serta Keputusannya
Nilai DW Keputusan
4 – dL < DW < 4 Tolak H0; ada autokorelasi negatif
4 – du < DW < 4 – dL Tidak tentu, coba uji yang lain
du < DW < 4 – du Terima H0
dL < DW < du Tidak tentu, coba uji yang lain
0 < DW < dL Tolak H0; ada autokorelasi positif

Selain menggunakan penghitungan manual Uji DW, program SPSS


juga menyediakan ujia autokorelasi sebagaiana telah dijelaskan dalam
bab 4 yaitu dengan melakukan Run Test. Uji Run ini termasuk ke dalam
uji statistik non parametrik. Bahkan Uji Run ini dianggap sangat
membantu dan melengkapi uji DW karena pada Uji DW ada daerah abu-
abu yang tidak menghasilkan keputusan apapun
Langkah-langkah Run Test dengan SPSS:
7. Klik Analyze\nonparametric test\Run
8. Masukkan variabel Standardized Residual ke dalam kolom Test
Variabel List(s)
87

9. Klik OK

Jika menggunakan contoh data yang ada dalam bab 4 maka hasil Uji Run
untuk model yang dibangun adalah seperti dalam tabel di bawah ini:

Runs Test
Standardized
Residual
Test Valuea .03941
Cases < Test Value 75
Cases >= Test Value 75
Total Cases 150
Number of Runs 80
Z .655
Asymp. Sig. (2-tailed) .512
a. Median

Berdasarkan tabel output SPSS hasul Run Test menunjukkan


bahwa nilai p-value sebesar 0,512 > 0,05. Dengan demikian maka bisa
disimpulkan model tidak mengalami masalah otokorelasi.
88

7.4. Cara Mengatasi Masalah Autokorelasi


Jika dalam model regresi yang diperoleh dari metode OLS
mengalami masalah autokorelasi maka cara penanggulangannya yang
paling umum dan sering digunakan adalah dengan mentransformasikan
model ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference
equation), sehingga diharapkan akan diperoleh varian pengganggu di
mana tidak ada masalah autokorelasi (Firdaus, 2011).
Jika model penduga adalah : 𝑌𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑡 + 𝑒𝑡 ……………………(7.2)
Bentuk autokorelasi : 𝑒𝑡 = 𝜌𝑒𝑡−1 + 𝑢𝑡 ………………………..(7.3)
: |𝜌| < 1; 𝐸(𝑢𝑡 )~𝑁(0, 𝜎 2 )
Maka model yang berlaku:
𝑌𝑡−1 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑡−1 + 𝑒𝑡−1 ………………………………………………………….(7.4)
Atau,
𝜌𝑌𝑡−1 = 𝜌𝛽0 + 𝜌𝛽1 𝑋𝑡−1 + 𝜌𝑒𝑡−1 ……………………………………………………(7.5)
Jika model 7.4 dikurangkan dengan model 7.5 maka:
𝑌𝑡 − 𝜌𝑌𝑡−1 = (1 − 𝜌)𝛽0 + 𝛽1 (𝑋𝑡 − 𝜌𝑋𝑡−1 ) + (𝑒𝑡 − 𝜌𝑒𝑡−1 ) ………………………..(7.6)
Atau,
𝑌𝑡 − 𝜌𝑌𝑡−1 = (1 − 𝜌)𝛽0 + 𝛽1 (𝑋𝑡 − 𝜌𝑋𝑡−1 ) + 𝑢𝑡 ……………………………………(7.7)
Atau,
𝑌𝑡∗ = 𝛽0∗ + 𝛽1 𝑋𝑡 ∗ + 𝑢𝑡 ……………………………………………………………….(7.8)

Fungsi terakhir dapat diduga dengan metode OLS karena faktor


pengganggu ut sudah tidak mengakibatkan masalah autokorelasi, dengan:
𝑌𝑡∗ = 𝑌𝑡 + 𝜌𝑌𝑡−1 ……………………………………………………………………..(7.9)
𝑋𝑡∗ = 𝑋𝑡 + 𝜌𝑋𝑡−1 …………………………..……………………………………….(7.10)
Dan 𝜌 diperoleh dari:
∑ 𝑒𝑡 𝑒𝑡−1
𝜌= ………………………………………………………………………(7.11)
∑(𝑒𝑡2 )

Dengan melakukan cara trensformasi seperti ini maka masalah


autokorelasi dapat diatasi.

Anda mungkin juga menyukai