Anda di halaman 1dari 24

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah

di Indonesia Tahun 2016-2020


Alifia Fauli, Imey Indayanti Ensar, Nuke Maulidia, Lela Nurlaela, Syahrani Dewi Lestari
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
alifia.fauli@upi.edu1, imeyiensar@upi.edu2, nuke962@upi.edu3, relanurlaelaa@upi.edu4,
Syahranidewi@upi.edu5
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap ketimpangan pendapatan antar wilayah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan
data panel provinsi-provinsi di Indonesia selama periode 2016-2020 yang bersumber dari
badan pusat statistika. Metode Analisis yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif
dengan teknik analisis regresi data panel. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel
dependen yaitu pertumbuhan ekonomi dan variabel independn yaitu ketimpangan
pendapatan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
berpengaruh terhadap variabel ketimpangan pendapatan karena Prob (F-Statistic) sebesar
0,00 < 0,05.
Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan

1 Pendahuluan
Kemakmuran masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan. Dimana tujuan
utamanya yaitu selain menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus juga
menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan pendapatan, dan tingkat
pengangguran. Dan tolak ukur keberhasilan pembangunan yaitu dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi, struktur ekonoi, dan tingkat kesenjangan antar penduduk, antar
daerah dan antar sektor. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat menjadi meningkat (Lestari, Rahmi,
& Julia, 2019). Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonmi apabila terjadi
peningkatan Gross National Product (GNP) riil di negara tersebut. Adapun kesejahteraan
perekonomian masyarakat dapat diukr dengan laju pertumbuhan atas Produk Domestik
Bruto (PDB).
Ketimpangan atau distribusi pendapatan yang tidak merata merpakan salah satu
masalah dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Yang mana adanya perbedaan
jumlah pendapatan yang diterima oleh antar golongan masyarakat. Akibat perbedaan ini
maka akan terlihat ketimpangan yaitu yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin
miskin. Ketidak seragaman akan mempengaruhi terjadinya kemampuan untuk tumbuh
yang pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat,
sedangkan yang lainnya tumbuh lambat. Pertumbuhan yang tidak sama ini akan
berdampak pada kettimpangan pada tingkat kesejahteraan antar wilayah di Indonesia
(Tiara, 2016). Oleh karena itu upaya mewujudkan pemerataan ketimpangan
pembangunan antar daerah menjadi sangat penting agar tujuan dari pembangunan yakni
peningkatkan ketersediaan serta perluasan distribusi barang kebutuhan pokok,
peningkatan standar hidup masyarakat dapat terwujud secara bersama-sama baik pada
tingkat regional maupun nasional.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia berbeda-beda setiap tahunnya. Biasanya
pertumbuhan ekonomi tiggi diikti oleh rasio gini yang tinggi pula. Dan di Indonesia Bisa
dilihat dari data yang diperoleh badan pusat statistik mengenai data PDB dan dan gini
ratio tahun 2016-2020, bahwa gini ratio yang didapat belum begitu signifikan dalam
pertumbuhannya.
Tabel.1
Data PDB dan Gini Ratio di Indonesia Tahun 2016-2020
Tahun PDB Gini Ratio
2016 5,02 0,39
2017 5,019 0,39
2018 5,17 0,38
2019 5,02 0,38
2020 -2,07 0,39
Sumber: BPS Indonesia

Menurut Adelman dan Morris (1973) secara umum yang menyebabkan ketidak
merataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah pertambahan
penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita, inflasi
yang dikarenakan pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang, ketidakmerataan pembangunan antar
daerah, capital intensif sehingga persentase pendapatan modal dari harta tambahan lebih
besar dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja sehingga
pengangguran bertambah, rendahnya mobilitas sosial, kebijakan industri substitusi impor
yang berakibat pada peningkatan harga barang hasil industri, memburuknya nilai tukar
bagi negara sedang berkembang dengan negara maju, dan hancurnya industriindustri
kerajinan rakyat, dan lain-lain
Kuznets (1995) dalam (Yulianti, 2015) menemukan bahwa ada hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan perbedaan pendapatan berupa kurva berbentuk ”U-terbalik”
yaitu proses pertumbuhan melalui perluasan sektor modern yang pada awalnya
mengakibatkan peningkatan perbedaan pendapatan di antara rumah tangga, kemudian
mencapai tingkat pendapatan rata-rata tertentu dan akhirnya mulai menurun. Selain
faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik ada dua faktor penting yang mempengaruhi pola
tersebut, yaitu terpusatnya modal pada kelompok pandapatan tinggi dan pergeseran
penduduk dari sektor pertanian tradisional menuju sektor industri modern.

Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut
dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan
Antar Wilayah di Indonesia” dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
ketimpangan pendapatan

2 Metodologi Penelitian
2.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Sugiyono
(2017:7) adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Arikunto (2006: 12) mengemukakan tentang penelitian kuantitatif yakni


pendekatan penelitian yang banyak menggunakan angka-angka, mulai dari
mengumpulkan data, penafsiran terhadap data yang diperoleh, serta pemaparan
hasilnya.
Sedangkan menurut Emzir (2009:28), menjelaskan pengertian pendekatan
kuantitatif adalah suatu pendekatan yang secara pokok menggunakan
postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti misalnya
berkaitan sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis serta pertanyaan
spesifik dengan pengukuran, pengamatan, serta uji teori), menggunakan strategi
penelitian seperti survei dan eksperimen yang memerlukan data statistik.
Dari beberapa pengertian para ahli mengenai metode kuantitatif maka dapat
disimpulkan bahwa metode kuantitatif merupakan suatu metode yang terstruktur
dan sistematis yang mana di uji oleh alat analisis statistik dengan data yang
bersifat kuantitaf serta keberadaan nya untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh pertumbuhan
ekonomi terhadapa ketimpangan pendapatan di Indonesia. Penelitian ini dimulai
dengan menelurusi teori-teori yang bersangkutan yang kemudian terdapat
beberapa sebab permasalahan yang akan dikaji. Permasalahan tersebut diuji untuk
mengetahui penerimaan atau penolakannya berdasarkan data yang diperoleh dari
studi kepustakaan.

2.2 Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi
data deret waktu (time series) selama periode tahun 2016-2020 dan deret lintang
(cross section) yaitu 34 provinsi di Indonesia. Data ini berupa data pertumbuhan
ekonomi berupa variabel produk domestik bruto dan data ketimpangan
pendapatan dengan variabel berupa data koefisien gini yang diperoleh dari
internet bersumber dari badan pusat statistika indonesia.
Adapun data dan sumber datanya sebagai berikut:
1) Data pertumbuhan ekonomi antar wilayah di Indonesia dilihat dari Produk
Domestik Bruto (PDB) tahun 2016-2020 yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistika.
2) Data tingkat ketimpangan pendapatan antar wilayah di Indonesia dilihat
dari koefisien gini tahun 2016-2020 yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistika.

2.3 Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan data deret waktu (time
series) tahun 2016-2020 dan deret lintang (cross section) yaitu 34 provinsi di
Indonesia dengan satu variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi (X) dan
satu variabel independen yaitu ketimpangan pendapatan (Y). Adapun metode
pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan
menbaca dari buku-buku dan jurnal yang relevan dengan penelitian. Kemudian
data di dapatkan dari kecanggihan teknologi berupa internet untuk menunjang
penelitian ini.

2.4 Definisi Variabel Operasional


Penelitian ini menggunakan variabel dan definisi operasional sebagai berikut:
1) Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output perkapita
jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (output perkapita
untuk naik) yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut,
bukan berasal dari luar dan bersifat sementara atau dengan kata lain
bersifat selfgenerating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri
menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi kelanjutan
pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya. Indikator
penting yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya pertumbuhan
ekonomi suatu negara adalah melalui Produk Domestik Bruto (PDB).
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai produksi barang-barang
dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian dalam masa satu
tahun.
2) Ketimpangan Pendapatan adalah perbedaan kemakmuran ekonomi antara
yang kaya dengan yang miskin, hal ini tercermin dari adanya perbedaan
pendapatan.

2.5 Teknik Analisis


Penelitian ini menggunakan alat analisis ekonometrik teknik analisis
ekonomometrik yang digunakan adalah regresi data panel. Data Panel merupakan
kombinasi data deret waktu (time series) dan data deret lintang (cross section).
Model Regresi data panel ini terdiri dari 3 yaitu, Common Effect Model, Fixed
Effect Model, dan Random Effect Model dan menggunakan uji asumsi klasik yang
terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji
heterokedastis.
2.5.1 Regresi Data Panel

2.5.1.1 Common Effect Model


Common effect model atau pooled least squares (PLS) adalah
pendekatan paling sederhana untuk model data panel, karena hanya
menggabungkan data deret waktu dan data deret lintang. Metode
ini dapat menggunakan pendekatan pooled least squares (OLS)
atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi panel model data
2.5.1.2 Fixed Effect Model
Fixed Effect Model (FEM) adalah model dengan intercept yang
berbeda untuk setiap subjek (data deret lintang), tetapi kemiringan
untuk setiap subjek tidak berubah seiring waktu. Model ini
mengasumsikan bahwa intercept berbeda untuk setiap subjek
sedangkan kemiringan tetap sama antara subjek yang lain yang
menggunakan variabel dummy. Model ini sering disebut sebagai
model least squares dummy variable (LSDV).
2.5.1.3 Random Effect Model
Random effect model (REM) ditimbulkan variasi pada nilai &
arah interaksi antar subjek diasumsikan secara acak yg
dispesifikasikan pada bentuk residual. Model ini mengestimasi
data panel yang variabel residualnya diduga mempunyai interaksi
antar ketika & antar subjek. REM digunakan untuk mengatasi
kelemahan FEM yg memakai variabel dummy. Metode analisis
data panel menggunakan contoh secara acak effect wajib
memenuhi persyaratan yaitu jumlah cross section wajib lebih
besar daripada jumlah variabel penelitian.
Untuk menguji model terbaik diantara ketiga model regresi
data panel diperlukan beberapa pengujian, diantaranya:
2.5.1.4 Uji Chow
Uji ini dilakukan untuk memilih antara metode Pooled least
Square atau fixed effect yang terbaik dalam mengestimasi regresi
data panel. Hipotesis pengujian ini sebagai berikut:
H0 = Pooled Least Square
H1 = Fixed Effect Model
Apabila nilai F statistik > F Tabel dan nilai probabilitas
signifikan pada α tertentu, maka H0 ditolak sehingga model yang
terbaik adalah fixed Effect dan sebaliknya. Uji F statistik disini
merupakan uji perbedaan dua regresi sebagaimana uji Chow. Uji F
jika digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel
dengan fixed effect lebih baik dari model regresi data panel tanpa
variabel dummy dengan residual sum of square (RSS). Adapun uji
F statistiknya adalah sebagai berikut:
Dimana RSS1 dan RSS2 merupakan residual sum of square
teknik tanpa variabel dummy dan teknik fixed effect dengan
variabel dummy. Hipotesis nol adalah bahwa intersep adalah sama.
Nilai statistik F hitung akan mengikuti distribusi statistik F hitung
akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat kebebasan (df)
sebanyak m untuk numerator dan sebanyak n-k untuk denumerator.
M merupakan jumlah restriksi atau pembatasan di dalam model
tanpa variabel dummy.
2.5.1.5 Uji Hausman
Uji ini dilakukan untuk memilih antara metode fixed effect atau
Random Effect yang terbaik dalam mengestimasi regresi data
panel. Hipotesis pengujian ini sebagai berikut:
H0 = Random Effect Model
H1 = Fixed Effect Model
Apabila Chi-Square Statistik > Chi-Square (χ2 ) Tabel dan nilai
probabilitas signifikan pada α tertentu, maka H0 ditolak sehingga
model yang terbaik adalah Fixed Effect dan sebaliknya.
Uji secara formal dikembangkan oleh Hausman. Hausman telah
mengembangkan suatu uji statistik untuk memilih apakah
menggunakan model Fixed Effect atau Random Effect. Uji
Statistik Hausman adalah sebagai berikut:

Dimana: dan

Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi statistik Chi-


Square dengan degree of freedom sebanyak k dimana k adalah
jumlah variabel independen. Jika nilai statistik Hausman lebih
besar dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model
Fixed Effect sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman
lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model
Random Effect.
2.5.1.6 Lagrange Multiplier
Untuk mengetahui apakah model Random effect lebih baik
dari metode OLS digunakan uji Lagrange Multiplier (LM). Uji
Siignifikan random effect ini dikembangkan Brue-Pagan. Metode
Breush pagan untuk uji signifikan model random effect di
dasarkan pada nilai residual dari metode OLS. Uji LM ini
didasarkan pada distribusi chi-square dengan degrre of freedom
sebesar jumlah variabel independen. Jika LM statistik chi-square
menolak hipotesis nol, artinya estimasi yang tepat untuk model
regresi data panel adalah metode Random Effect dari metode
OLS. Sebaliknya jika nilai LM statistik lebih kecil dari nilai
statistik lebih kecil dari chi-square sebagai nilai kritis maka kita
menerima hipotesis nol. Estimasi Random Effect dengan
demikian tidak bisa digunakan untuk regresi data panel, tetapi
digunakan metode OLS.
H0 = Pooled Least Square
H1 = Random Effect Model

3 Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil
Secara umum, indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan
ekonomi suatu negara adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan, untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi suatu provinsi adalah PDRB (produk domestik
bruto regional). PDRB pada dasarnya terdiri dari: Semua unit bisnis di suatu
wilayah, atau nilai total barang dan jasa pelayanan akhir yang diberikan oleh
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor
penting dalam proses pembangunan negara dan wilayah Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi Itu masih menjadi tujuan utama dari rencana
pembangunan. Pembangunan nasional dan daerah di samping pembangunan
material dan sosial. melalui pertumbuhan perekonomian yang cukup tinggi
diharapkan dapat mengurangi masalah pembangunan seperti ketimpangan
pendapatan.
Tabel. 2
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 2016-2020
Pertumbuhan Ekonomi Rata-
Provinsi
2016 2017 2018 2019 2020 Rata
ACEH 3,29 4,18 4,61 4,14 -0,37 3,17
SUMATERA UTARA 5,18 5,12 5,18 5,22 -1,07 3,93
SUMATERA BARAT 5,27 5,3 5,14 5,01 -1,6 3,82
RIAU 4,98 1,98 4,47 4,48 -3,8 2,49
JAMBI 4,37 4,6 4,69 4,37 -0,46 3,51
SUMATERA SELATAN 5,04 5,51 6,01 5,69 -0,11 4,43
BENGKULU 5,28 4,98 4,97 4,94 0,02 4,04
LAMPUNG 5,14 5,16 5,23 5,26 -1,67 3,82
KEP, BANGKA BELITUNG 4,1 4,47 4,45 3,32 -2,3 2,81
KEP, RIAU 2,18 2,66 2,35 2,81 -1,12 1,78
DKI JAKARTA 5,87 6,2 6,11 5,82 -2,36 4,33
JAWA BARAT 5,66 5,33 5,65 5,07 -2,44 3,85
JAWA TENGAH 5,25 5,26 5,3 5,4 -2,65 3,71
DI YOGYAKARTA 5,05 5,26 6,2 6,59 -2,69 4,08
JAWA TIMUR 5,57 5,46 5,47 5,52 -2,39 3,93
BANTEN 5,28 5,75 5,77 5,29 -3,38 3,74
BALI 6,33 5,56 6,31 5,6 -9,31 2,90
NUSA TENGGARA BARAT 5,81 0,09 4,5 3,9 -0,64 2,73
NUSA TENGGARA TIMUR 5,12 5,11 5,11 5,24 -0,83 3,95
KALIMANTAN BARAT 5,2 5,17 5,07 5,09 -1,82 3,74
KALIMANTAN TENGAH 6,35 6,73 5,61 6,12 -1,4 4,68
KALIMANTAN SELATAN 4,4 5,28 5,08 4,08 -1,81 3,41
KALIMANTAN TIMUR -0,38 3,13 2,64 4,74 -2,85 1,46
KALIMANTAN UTARA 3,55 6,8 5,36 6,9 -1,11 4,30
SULAWESI UTARA 6,16 6,31 6 5,65 -0,99 4,63
SULAWESI TENGAH 9,94 7,1 20,6 8,83 4,86 10,27
SULAWESI SELATAN 7,42 7,21 7,04 6,91 -0,7 5,58
SULAWESI TENGGARA 6,51 6,76 6,4 6,5 -0,65 5,10
GORONTALO 6,52 6,73 6,49 6,4 -0,02 5,22
SULAWESI BARAT 6,01 6,39 6,26 5,67 -2,42 4,38
MALUKU 5,73 5,82 5,91 5,41 -0,92 4,39
MALUKU UTARA 5,77 7,67 7,86 6,1 4,92 6,46
PAPUA BARAT 4,52 4,02 6,25 2,66 -0,77 3,34
PAPUA 9,14 4,64 7,32 15,75 2,32 7,83
PDB Indonesia 5,08 5,18 5,78 5,53 -1,19 4,08
Sumber:BPS Indonesia
Pada tahun 2016-2019 ada 3 Provinisi yang terus mengalami kenaikan pada
pertumbuhan ekonominya yaitu provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari 5,05
persen menjadi 6,59 persen, provinsi Jawa Tengah dari 5,25 persen menjadi 5,4
persen dan provinsi Lampung dari 5,14 persen menjadi 5,26 persen. Sedangkan
untuk provinsi yang mengalami pertumbuhan eknomi terus menurun dari tahun
2016-2019 yaitu provinsi Sulawesi Selatan dari 7,42 menurun menjadi 6,91 dan
provinsi Bengkulu dari 5,28 persen menjadi 4,94 persen.
Pertumbuhan ekonomi selama tahun 2020 mengalami banyak sekali penurun
bahkan sampai menyentuh angka negatif akan tetapi, masih ada provinsi di
Indonesia yang memiliki angka pertumbuhan eknomi yang postif yaitu provinsi
Maluku Utara 4,92 persen, provinsi Sulawesi Tengah 4,86 persen, provinsi Papua
2,32 persen dan provinsi Bengkulu 0,02 persen. Sedangkan untuk provinsi yang
mengalami pertumbuhan ekonomi paling rendah yaitu provinsi Bali -9,31 persen,
provinsi Banten -3,38 persen, provinsi Riau -3,8 persen dan provinsi Kalimantan
Timur -2,85 persen.
Sepanjang Tahun 2016-2020 provinsi yang memiliki rata-rata pertumbuhan
ekonomi paling tinggi yaitu ada provinsi Sulawesi Tengah 10,27 persen, provinsi
Papua 7,83 persen, dan provinsi Maluku Utara 6,46 persen. Sedagkan untuk
provinsi yang memiliki rata-rata pertumbuhan eknomi rendah yaitu provinsi
Kalimantan Timur 1,46 persen, provinsi Kepulauan Riau 1,78 persen dan provinsi
Riau 2,49 persen.
Tabel. 3
Ketimpangan Pendapatan Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 2016-2020
Indeks Gini Rata-
Provinsi
2016 2017 2018 2019 2020 Rata
ACEH 0,34 0,33 0,32 0,32 0,32 0,33
SUMATERA UTARA 0,31 0,34 0,31 0,32 0,31 0,32
SUMATERA BARAT 0,31 0,31 0,31 0,31 0,30 0,31
RIAU 0,35 0,33 0,35 0,33 0,32 0,33
JAMBI 0,35 0,33 0,34 0,32 0,32 0,33
SUMATERA SELATAN 0,36 0,37 0,34 0,34 0,34 0,35
BENGKULU 0,35 0,35 0,36 0,33 0,32 0,34
LAMPUNG 0,36 0,33 0,33 0,33 0,32 0,33
KEP, BANGKA BELITUNG 0,29 0,28 0,27 0,26 0,26 0,27
KEP, RIAU 0,35 0,36 0,34 0,34 0,33 0,34
DKI JAKARTA 0,40 0,41 0,39 0,39 0,40 0,40
JAWA BARAT 0,40 0,39 0,41 0,40 0,40 0,40
JAWA TENGAH 0,36 0,37 0,36 0,36 0,36 0,36
DI YOGYAKARTA 0,43 0,44 0,42 0,43 0,44 0,43
JAWA TIMUR 0,40 0,42 0,37 0,36 0,36 0,38
BANTEN 0,39 0,38 0,37 0,36 0,37 0,37
BALI 0,37 0,38 0,36 0,37 0,37 0,37
NUSA TENGGARA BARAT 0,37 0,38 0,39 0,37 0,39 0,38
NUSA TENGGARA TIMUR 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36
KALIMANTAN BARAT 0,33 0,33 0,33 0,32 0,33 0,33
KALIMANTAN TENGAH 0,35 0,33 0,34 0,34 0,32 0,33
KALIMANTAN SELATAN 0,35 0,35 0,34 0,33 0,35 0,34
KALIMANTAN TIMUR 0,33 0,33 0,34 0,34 0,34 0,33
KALIMANTAN UTARA 0,31 0,31 0,30 0,29 0,30 0,30
SULAWESI UTARA 0,38 0,39 0,37 0,38 0,37 0,38
SULAWESI TENGAH 0,35 0,35 0,32 0,33 0,32 0,33
SULAWESI SELATAN 0,40 0,43 0,39 0,39 0,38 0,40
SULAWESI TENGGARA 0,39 0,40 0,39 0,39 0,39 0,39
GORONTALO 0,41 0,41 0,42 0,41 0,41 0,41
SULAWESI BARAT 0,37 0,34 0,37 0,37 0,36 0,36
MALUKU 0,34 0,32 0,33 0,32 0,33 0,33
MALUKU UTARA 0,31 0,33 0,34 0,31 0,29 0,32
PAPUA BARAT 0,40 0,39 0,39 0,38 0,38 0,39
PAPUA 0,40 0,40 0,40 0,39 0,40 0,40
Indonesia 0,36 0,36 0,35 0,35 0,35 0,35
Sumber: BPS Indonesia
Ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan
yang diterima masyarakat tidak merata. Salah satu ukuran ketimpangan yang
paling sering digunakan untuk mengukur ketimpangan adalah Indeks Gini. Indeks
Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang nilainya berkisar antara nol dan
satu. Nilai indeks Gini nol artinya tidak ada ketimpangan (pemerataan sempurna)
sedangkan nilai satu artinya ketimpangan sempurna.
Rata- rata gini ratio Indonesia sepanjang tahun 2016-2020 adalah 0,35 yang
artinya ketimpangan Indonesia berada pada tingkat sedang. Selama periode yang
sama rat-rata gini ratio provinsi-provinsi yang ada di Indonesia berada pada
tingkat sedang, kecuali untuk provinsi Kepualauan Bangka Belitung yang
memiliki rata-rata 0,27 yang artinya berada pada tingkat ketimpangan yang
rendah.
3.1.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan
Pendapatan di Indonesia tahun 2016-2020 dengan menggunakan Uji
Chow
Hipotesis Uji Chow
H0 : Jika Cross section Chi-square < 0,05 maka FEM terpilih, maka
dilanjutkan ke Uji Hausman
H1 : Jika Cross section Chi-square > 0,05 maka CEM terpilih, maka
dilanjutkan ke Uji Lagrange Multiplier

Tabel. 4 Uji Chow


Redundant Fixed Effects Tests
Equation: MODEL_CEM
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 54.086268 (32,127) 0.0000


Cross-section Chi-square 431.953334 32 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 04/03/22 Time: 21:21
Sample: 2016 2020
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (unbalanced) observations: 161

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.349763 0.004496 77.78674 0.0000


X 0.001328 0.000829 1.601889 0.1112

R-squared 0.015882 Mean dependent var 0.355248


Adjusted R-squared 0.009693 S.D. dependent var 0.037154
S.E. of regression 0.036974 Akaike info criterion -3.744882
Sum squared resid 0.217360 Schwarz criterion -3.706604
Log likelihood 303.4630 Hannan-Quinn criter. -3.729340
F-statistic 2.566050 Durbin-Watson stat 0.152769
Prob(F-statistic) 0.111165

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah, 2022)


Berdasarkan tabel di atas nilai F-Statistik sebesar 54.086268 dengan
probabilitas sebesar 0.0000 < 0,05 atau signifikan pada alpha = 5%. Karena F-
Statistik signifikan maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka model yang akan
dipilih adalah model Fixed Fffect Model dan dilanjutkan ke Uji Hausman.
3.1.2 Uji Hausman model pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
ketimpangan pendapatan di Indonesia tahun 2016-2020.
Hipotesis Uji Hausman
H0 : Jika Cross section Chi-square < 0,05 maka FEM terpilih, maka
selesai.
H1 : Jika Cross section Chi-square > 0,05 maka REM terpilih, maka
dilanjutkan ke Uji Lagrange Multiplier.

Tabel.5 Uji Hausman


Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: MODEL_REM
Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 1.500679 1 0.2206

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

X 0.000540 0.000568 0.000000 0.2206

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 04/03/22 Time: 21:27
Sample: 2016 2020
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (unbalanced) observations: 161

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.353016 0.001426 247.6269 0.0000


X 0.000540 0.000277 1.953404 0.0530

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.932724 Mean dependent var 0.355248


Adjusted R-squared 0.915243 S.D. dependent var 0.037154
S.E. of regression 0.010817 Akaike info criterion -6.030307
Sum squared resid 0.014859 Schwarz criterion -5.379575
Log likelihood 519.4397 Hannan-Quinn criter. -5.766083
F-statistic 53.35583 Durbin-Watson stat 1.870996
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah, 2022)


Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai chi-square statistik
sebesar 1.500679 dengan probabilitas 0.2206 > 0,05 atau tidak signifikan
pada alpha = 5%. Karena probabilitas > 0,05 maka H0 ditolak dan H1
diterima, sehingga terpilih model terbaik yaitu Random Effect Model. Oleh
karena itu diperlukan uji lanjutan menggunakan uji lagrange multiplier.
3.1.3 Uji Lagrange Multiplier model pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia tahun 2016-2020.
Tabel. 6 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier Tests for Random Effects
Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives

Test Hypothesis
Cross-section Time Both

Breusch-Pagan 264.3485 0.626129 264.9747


(0.0000) (0.4288) (0.0000)

Honda 16.25880 -0.791283 10.93719


(0.0000) (0.7856) (0.0000)

King-Wu 16.25880 -0.791283 4.720097


(0.0000) (0.7856) (0.0000)

Standardized Honda 16.59255 -0.356233 8.108894


(0.0000) (0.6392) (0.0000)

Standardized King-Wu 16.59255 -0.356233 2.752456


(0.0000) (0.6392) (0.0030)

Gourieroux, et al. -- -- 264.3485


(0.0000)

Sumber: Badan Pusat Statistika (data diolah, 2022)


Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai Both 0.0000 < 0.05.
Jika nilai Both < alpha 0.05 model yang akan dipilih yaitu Random Effect
Model dan jika nilai Both > alpha 0.05 model yang dipilih yaitu Common
Effect Model. Karena nilai Both 0.0000 < dari alpha 0.05 maka model
terbaik yang dipilih yaitu Random Effect Model.
3.1.4 Uji Random Effect Model
Tabel. 7 Random Effect Model
Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 04/03/22 Time: 21:20
Sample: 2016 2020
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (unbalanced) observations: 161
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.352011 0.006404 54.96517 0.0000


X 0.000568 0.000276 2.060598 0.0410

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 0.035878 0.9167


Idiosyncratic random 0.010817 0.0833

Weighted Statistics

R-squared 0.026016 Mean dependent var 0.047768


Adjusted R-squared 0.019891 S.D. dependent var 0.011386
S.E. of regression 0.010815 Sum squared resid 0.018599
F-statistic 4.247098 Durbin-Watson stat 1.501815
Prob(F-statistic) 0.040946

Unweighted Statistics

R-squared 0.010104 Mean dependent var 0.355248


Sum squared resid 0.218636 Durbin-Watson stat 0.127754

Sumber: Badan Pusat Statistika (data diolah, 2022)


 Uji Signifikansi Simultan
Prob (F-Statistic) sebesar 0,00 < 0,05, sehingga variabel X secara simultan
berpengaruh terhadap Y.
 Koefisien Determinasi
Nilai Adjusted R-squared sebesar 0,019 (19%) mengandung arti bahwa
variasi Y dapat dijelaskan oleh X sebesar 19% sedangkan sisanya 81%
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
 Uji Signifikansi Parsial
Nilai probabilitas X sebesar 0,04 < 0,05 sehingga menerima H1 yaitu X
berpengaruh terhadap Y.
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan antar
wilayah di Indonesia hanya memiliki pengaruh sebesar 19%, hal ini mungkin
karena tidak setiap penduduk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
secara rata. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi tidak meningkatkan belanja
daerah untuk penciptaan lapangan kerja, jadi tidak dapat mengurangi
ketimpangan pendapatan.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Definisi menurut Kuznets (1955) pertumbuhan ekonomi adalah kemampuan
suatu negara dalam kenaikan jangka Panjang dalam menyediakan barang ekonomi
untuk masyarakatnya, kemampuan ini menyesuaikan dengan kemajuan teknologi
dan penyesuaian dengan kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Menurut
Boediono (1992) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output
perkapita jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (output perkapita
untuk naik) yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut, bukan berasal
dari luar dan bersifat sementara atau dengan kata lain bersifat selfgenerating, yang
berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau
momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode
selanjutnya. Indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya
pertumbuhan ekonomi suatu negara/daerah salah satunya adalah melalui Produk
Domestik Bruto (PDB) atau nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Menurut Sukirno, (1985) Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang
diciptakan dalam suatu perekonomian dalam masa satu tahun.
Dernburg (1988) menjelaskan bahwa pengukuran PDB atau PDRB dapat
dilakukan dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi
PDB atau PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu satu
tahun. Dalam menghitung PDB atau PDRB dengan pendekatan produksi yang
dihitung adalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan.
Dengan cara ini dapat dihindarkan berlakunya perhitungan panda.
2. Pendekatan Pendapatan
PDB atau PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka
waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksud adalah gaji dan upah, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan sebelum di potong pajak langsung.
3. Pendekatan pengeluaran
PDB atau PDRB adalah semua komponen pengeluaran yang dilakukan oleh
rumah tangga dalam bentuk Konsumsi (C), perusahaan dalam bentuk
Investasi (I), Pemerintah (G), dan perdagangan luar negeri dalam bentuk Net
Ekspor (X-M) biasanya dalam jangka waktu satu tahun.

Todaro (2006) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses yang


mantap dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang
waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional yang semakin besar.
Dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kon
disi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang
lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga
sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan
dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi
merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi dalam kehidupan
masyarakat.
3.2.1.1 Pertumbuhan ekonomi klasik
Teori Adam Smith beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi sebenarnya
bertumpu pada adanya pertambahan penduduk. Dengan adanya pertambahan
penduduk, maka akan terdapat pertambahan output atau hasil. Teori Adam Smith
ini tertuang dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes
of the Wealth of Nations. Ricardo berpendapat bahwa faktor pertumbuhan
penduduk yang semakin besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan
menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan
mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk
membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami
kemandegan (stationary state). Teori David Ricardo ini dituangkan dalam
bukunya yang berjudul The Principles of Political and Taxation. Menurut
pandangan para ahli ekonomi klasik ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang
modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan
(Sukirno, 1985).
Dalam pertumbuhan yang diterangkan oleh kaum klasik adalah
mengumpamakan jika luas tanah dan kekayaan alam adalah konstan jumlahnya
dan pada teknologi tidak mengalami perubahan sama sekali. Teori pertumbuhan
ekonomi klasik tersebut dapat juga disebut teori penduduk optimum. Teori
pertumbuhan ekonomi klasik dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan
penduduk, produksi marjinal akan lebih tinggi dari pada pendapatan per kapita.
Akan tetapi apabila penduduk semakin banyak, hasil tambahan yang semakin
berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marjinal akan
mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan
pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.
Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas
sektorsektor dalam menggunakan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat
ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang
lebih baik. Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik,pertumbuhan ekonomi
bergantung pada faktor-faktor produksi (Sukirno, 2004).
3.2.1.2 Pertumbuhan ekonomi neo klasik
Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh dua orang ekonom, yaitu:
Robert Solow dan Trevor Swan. Teori neo klasik berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi bersumber pada penambahan dan perkembangan
faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran agregat. Teori pertumbuhan ini juga
menekankan bahwa perkembangan faktor-faktor produksi dan kemajuan
teknologi merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi (Sukirno,
2005). Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar
dapat menciptakan keseimbangan sehingga campur tangan pemerintah tidak
diperlukan. Campur tangan pemerintah hanya sebatas pada kebjakan fiskal dan
moneter (Tarigan, 2007).
Teori neo klasik membagi tiga jenis input yang berpengaruh dalam pertumbuhan
ekonomi, yaitu :
1. Pengaruh modal
2. Pengaruh teknologi
3. Pengaruh angkatan kerja yang bekerja Dengan demikian pertumbuhan
ekonomi dapat dinyatakan melalui persamaan :

dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang bekerja
dan T adalah teknologi. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara
eksogen, maka model neo klasik Solow juga disebut model pertumbuhan
eksogen. Robert Solow (1956) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal,
pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan
penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya,
menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai
sumber daya yang positif.
Model Solow memiliki beberapa kekurangan dan untuk memperbaikinya
dengan memecah total faktor produksi dengan memasukan variabel lain, dimana
variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model ini disebut
model pertumbuhan endogen
3.2.1.3 Teori Harrod – Domar
Teori Harrod-Domar merupakan penyempurnaan dari analisis Keynes yang
dianggap kurang lengkap. Dalam teori ini Harrod-Domar menganalisis syarat-
syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam
jangka panjang. Teori ini ingin menunjukan syarat yang dibutuhkan supaya
perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan baik (Arsyad,1999). Harrod-
Domar (dalam Sadono,2004), menyatakan supaya seluruh barang modal yang
tersedia dapat digunakan sepenuhnya, permintaan agregat harus bertambah
sebanyak kenaikan kapasitas barang modal yang terwujud sebagai akibat dari
investasi masa lalu. Jadi untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang baik, maka
nilai investasi dari tahun ketahun harus selalu naik.
Model pertumbuhan Harrod-Domar menjelaskan mekanisme
perekonomian mengandalkan peningkatan investasi dalam mempercepat
pertumbuhan ekonomi. Model ini menyarankan bahwa setiap perekonomian pada
dasarnya harus senantiasa mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari
pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang
modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun,
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan
tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock).
Teori Harrod-Domar diasumsikan sebagai berikut:
1. Perekonomian bersifat tertutup,
2. Keinginan menabung (MPS= s) adalah konstan,
3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant returm to
scale), dan
4. Tingkat pertumbuhan Angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama
dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Atas asumsi dasar diatas, Harrod-Domar membuat analisis dan menyinpulkan
bahwa pertumbuhan jangka Panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi
dapat diserap oleh pasar) bisa tercapai apabila terpenuhinya syarat pada
keseimbangan berikut:
g = k = n,
g = Growth (tingkat pertumbuhan output)
k = capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = tingkat pertumbuhan Angkatan kerja
Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus
terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk
menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio
modal- Output).
Apabila tabungan dan investasi adalah sama (I = S), maka:

Agar pertumbuhan tersebut mantap, harus dipenuhi syarat g = n = s/v.


misalnya, perekonomian berada dalam kapasitas penuh dengan total pendapatan
(Y) = 1.000 triliun rupiah. Keinginan menabung (s) = 20%. Karena I = S maka
tingkat investasi adalah 20% x 1.000 triliun rupiah = 200 triliun rupiah. Misalnya
rasio modal output adalah 5 : 1 (diperlukan modal Rp5,00 agar terdapat kenaikan
produksi sebesar Rp1,00 pertahun) atau produktivitas modal = 0,20. Besarnya
kenaikan output adalah I/v = 200/5 = 40 triliun rupiah. Dengan demikian, laju
pertumbuhan ekonomi adalah g = . Akan tetapi, hal ini hanya
tercapai apabila laju pertumbuhan tenaga juga 4%. Contoh di atas dapat dilihat
dari sisi lain. Misalnya kita menginginkan pertumbuhan ekonomi 5% atau ada
kenaikan output sebesar 1.000 triliun rupiah x 0,05 = 50 triliun rupiah. Hal ini
berarti investasi haruslah sebesar 50 triliun rupiah x (v) = 50 triliun rupiah x 5 =
25 triliun rupiah. Artinya, tingkat tabungan harus dinaikkan dari 0,20 menjadi
0,25 atau kekurangannta harus dipinjam dari luar.
Karena s. v, dan n bersifat independent maka dalam perekonomian tertutup
sulit mencapai kondisi pertumbuhan mantap. Harrod-Domar mendasarkan
teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan
tetapi, kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan
besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi
permintaan barang.
3.2.1.4 Teori Pertumbuhan Baru (New Growth)
Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan
yang bersifat endogen, pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem
ekonomi. Menurut Romier (1994) dalam Todaro (2004), teori ini menganggap
bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan
berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi merupakan hal yang
endogen,pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi
untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal lebih besar dari sekedar
bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja
tapi menyangkut modal manusia.
Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi.
Definisi modal diperluas dengan memasukkan model ilmu pengetahuan dan
modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yang berasal
dari luar model atau eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses
pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam
modal fisik dan modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka
panjang. Tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan (Mankiw, 2000)
3.2.1.5 Fakor yg mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam setiap
masyarakat adalah:
1. Akumulasi Modal
Akumulasi Modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah
(lahan), peralatan fisikal dan sumber daya manusia (human resources).
Akumulasi modal akan terjadi jika ada proporsi dan kemudian dari
pendapatan sekarang yang ditabung dan kemudian diinvestasikan untuk
memperbesar output pada masa yang akan datang. Pabrik-pabrik, mesin-
mesin, peralatan-peralatan dan barang-barang baru akan meningkatkan
stok modal (capital stock) fisikal dari suatu negara (yaitu jumlah riil
bersih dari semua barang-barang modal produktif secara fisikal) yang
memungkinkan untuk mencapai tingkat output yang lebih besar. Investasi
produktif secara langsung ini ditambah dengan investasi-investasi
infrastruktur sosial dan ekonomi yaitu jalan raya, listrik, air, sanitasi,
komunikasi untuk mempermudah dan mengintegrasikan kegiatan-
kegiatan ekonomi. Ada lagi cara untuk menginvestasikan sumberdaya
negara, yaitu dengan cara tidak langsung. Instalasi fasilitas-fasilitas
irigasi bisa memperbaiki kualitas lahan pertanian dengan peningkatan
produktivitas per hektar. Sama halnya dengan investasi tak langsung,
investasi dalam sumber daya manusia (human invesment) bisa
memperbaiki kualitasnya dan juga mempunyai pengaruh yang sama atau
bahkan lebih besar terhadap produksi, karena bertambahnya jumlah
sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan Populasi Pertumbuhan populasi dan hal-hal yang
berhubungan dengan kenaikan angkatan kerja (labor force) secara
tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi.
3. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling
penting bagi pertumbuhan ekonomi menurut para ekonom. Kemajuan
teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara yang diperbaiki
dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal, seperti cara menanam
padi, membuat pakaian atau membangun rumah. Ada 3 macam
klasifikasi dari kemajuan teknologi, yaitu :
a. Netral
Kemajuan teknologi yang bersifat netral terjadi jika tingkat output
yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi
faktor input yang sama. Inovasi-inovasi yang timbul dari pembagian
kerja (division of labour) bisa menghasilkan tingkat ouput total yang
lebih tinggi.
b. Hemat Tenaga Kerja (Labour Saving) atau Hemat Modal (Capital
Saving)
Kemajuan teknologi bisa bersifat hemat tenaga kerja atau hemat
modal, yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan
kuantitas tenaga kerja atau input modal yang sama. Penggunaan
komputer, traktor dan alat-alat mekanisasi lainnya yang merupakan
mesin-mesin dan peralatan modern bisa diklasifikasikan sebagai
hemat tenga kerja.
Kemajuan teknologi yang bersifat hemat modal sangat jarang
sekali terjadi, karena hampir semua penelitian ilmiah dan
perkembangan teknologi yang dilakukan di negara maju adalah
bertujuan untuk menghemat tenaga kerja, bukan modal. Tetapi untuk
negara-negara sedang berkembang, maka kemajuan teknologi yang
bersifat hemat modal sangat dibutuhkan. Metode produksi yang lebih
efisien (biaya produksi rendah) adalah metode produksi yang padat
tenaga kerja (labour intensive). Salah satu contohnya industri rumah,
seperti industri tempe, tahu, dsb.
c. Kemajuan Teknologi Perluasan Tenaga Kerja (Capital Augmenting)
atau Perluasan Modal (Capital Augmenting)
Kemajuan teknologi yang bersifat perluasan tenaga kerja terjadi jika
kualitas atau keahlian angkatan kerja ditingkatkan, misalnya
penggunaan video, televisi dan media komunikasi elektronik lainnya
dalam memberikan pelajaran di kelas. Sementara itu kemajuan
teknologi perluasan modal terjadi jika penggunaan modal secara lebih
produktif, misalnya penggantian bahan untuk membuat bajak dari
kayu menjadi baja dalam produksi pertanian.
3.2.2 Teori pembangunan
Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut ilmu
ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena
ekonomi diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Perspektif mengenai
tujuan dan makna pembangunan kemudian berkembang menjadi lebih luas lagi.
Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu
masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan
keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok sosial yang
ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serbalebih baik
secara materil dan spritual. Pembangunan ekonomi tidak hanya diukur oleh PDRB
perkapita atau PDRB tetapi juga harus melihat indikator lain yang dapat
mempengaruhi pembangunan pada wilayah tersebut seperti ketenagakerjaan,
pendidikan, distribusi pendapatan dan jumlah penduduk miskin didaerah tersebut.
Hal ini sesuai dengan paradigma pembangunan modern yang lebih mengedepankan
untuk pengentasan kemiskinan dan penurunan ketimpangan distribusi pendapatan,
serta penurunan tingkat pengangguran (Todaro dan Smith, 2006). Jhingan (2010)
mengajukan beberapa persyaratan pembangunan ekonomi, yaitu:
1. Pembangunan harus bertumpu pada kemampuan perekonomian dalam
negeri/daerah. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk
menciptakan kemajuan materil harus muncul dari masyarakat.
2. Menghilangkan kesempurnaan pasar. Ketidaksempurnaan pasar menyebabkan
immobilitas faktor dan menghambat ekspansi sektoral dan pembangunan.
3. Perubahan struktural, artinya peralihan dari masyarakat pertanian tradisional
menjadi industri yang ditandai oleh meluasnya sektor sekunder dan tersier serta
menyempitnya sektor primer.
4. Pembentukan modal, merupakan faktor penting dan strategis dalam
pembangunan ekonomi.
5. Kriteria investasi yang tepat, memiliki tujuan untuk melakukan investasi yang
paling menguntungkan masyarakat tetapi tetap mempertimbangkan dinamika
perekonomian.
6. Persyaratan sosio-budaya. Wawasan sosio-budaya serta organisasi harus
dimodifikasi sehingga selaras dengan pembangunan.
7. Administrasi. Alat untuk perlengkapan administratif untuk perencanaan.
Menurut Rostow (1960) pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
multidimensional yang menyebabkan perubahan kerakteristik penting suatu
masyarakat, misalnya perubahan keadaan sistem politik, struktur sosial, sistem
nilai dalam masyarakat dan struktur ekonominya. Rostow membedakan proses
pembangunan menjadi lima tahap yaitu: masyarakat tradisional, prasyarat
untuk tinggal landas, tinggal landas menuju pendewasaan dan masa konsumsi
tinggi (Arsyad, 1999).
3.2.2.1 Teori pertumbuhan ekonomi regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya
ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap
ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh
Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik dan
beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut
dengan menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidakmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan
dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan:
(1) pertumbuhan output: (2). pertumbuhan output per pekerja: dan, (3).
Pertumbuhan output per kapita. Pertumbuhan output digunakan untuk
mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja
seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat
kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan
sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan.
Peroux dalam Arsyad, mengemukakan sebuah teori pusat pertumbuhan (pole
growth). Teori ini menjadi dasar dari strategi kebijakan pembangunan industri
daerah yang banyak terpakai diberbagai negara dewasa ini. Pertumbuhan tidak
muncul di berbagai daerah pada waktu yang bersamaan. Pertumbuhan hanya
terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas
yang berbeda. Inti dari teori ini adalah adanya industri unggulan yang
merupakan penggerak dalam pembangunan ekonomi daerah. Selanjutnya timbul
daerah yang relatif maju akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif
(Arsyad, 1999).
Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim
ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya
disebabkan pada analisis pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih
dipusatkan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan
ekonomi. Namun demikian juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberikan
tekanan pula pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam analisa
pertumbuhan ekonomi.
Dalam teori ekonomi regional juga memberikan unsur space, maka factor-
faktor yang menjadi perhatian juga berbeda dengan apa yang lazim dibahas pada
teori pertumbuhan nasional (growth teory). Pada teori pertumbuhan ekonomi
nasional faktor-faktor yang sangat diperhatikan adalah modal, lapangan
pekerjaan, dan kemajuan teknologi yang bisa muncul dalam berbagai bentuk.
Sedangkan pada teori pertumbuhan ekonomi regional, faktor-faktor yang
mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi, migrasi dan
arus lalu lintas modal antar wilayah.
Menurut Fisher dan Kindleberger dalam Djojohadikumo, bahwa
pertumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari
sektor primer ke sektor sekunder. Pendapat Fisher ini kemudian didukung oleh
Clark dengan menggunakan data cross sectional dari beberapa negara. Clark
menyusun struktur kesempatan kerja menurut sektor produksi dan tingkat
pendapatan nasional per kapita. Hasilnya adalah semakin tinggi tingkat
pendapatan per kapita nasional suatu negara, makin kecil peranan sektor primer
dalam menyediakan kesempatan kerja (Djojohadikusumo, 1994). Perubahan
struktur ekonomi yang terjadi pada suatu daerah memiliki keterkaitan dengan
terjadinya perkembangan sektor-sektor ekonomi yang ada pada daerah tersebut.
Dari perubahan struktur ekonomi yang terjadi, berdasarkan hasil studi empiris
dari para ahli yang telah dikemukakan pada umumnya suatu negara atau daerah
akan mengalami transformasi ekonomi menuju industrialisasi, yang ditandai
dengan semakin meningkatnya peranan sektor non primer khususnya sektor
industri terhadap Gross National Product (GNP) dan menurunnya peranan
sektor primer, seiring dengan pertumbuhan ekonominya.
Keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sangat
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki daerah. Oleh karena
itu prioritas pembangunan daerah harus sesuai dengan potensi yang dimilikinya,
sehingga akan terlihat peranan dari sektor-sektor potensial terhadap
pertumbuhan perekonomian daerah, sebagaimana yang diperlihatkan pada
perkembangan PDRB dan sektor-sektornya.
3.2.3 Ketimpangan Pendapatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketimpangan merupakan hal yang
tidak sebagaimana mestinya seperti tidak adil, tidak beres. Sedangkan, pendapatan
adalah seluruh penghasilan yang diterima baik sektor formal maupun non formal
yang terhitung dalaam jangka waktu tertentu. Sementara ketimpanganpendapatan
menurut Sudono Sukirno mengatakan bahwa.
Menurut Baldwin (1986), ketimpangan pendapatan adalah perbedaan
kemakmuran ekonomi antara yang kaya dengan yang miskin, hal ini tercermin dari
adanya perbedaan pendapatan. Hal tersebeut sejalan Sadono Sukirno (2000:5) bahwa
pembangunan ekonomi adalah merupakan proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Namun permasalahan yang
dihadapi saat ini menunjukan bahwa dalam distribusi pendapaatan yang terjadi,
hanya 20% penduduk memiliki distribusi pendapatan tinggi, sedangkan 80% untuk
penduduk menengah kebawah.
Maka ketimpangan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan
tinggi dan kelompok berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah
orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah
besar di banyak negara sedang berkembang (NSB), tidak terkecuali di Indonesia.
Terdapat dua konsep ketimpangan pendapatan yakni konsep absolut dan
konsep relatif. Menurut Sukirno konsep absolut merupakan konsep pengukuran
ketimpangan yang menggunakan parameter dengan suatu nilai mutlak, sedangkan
konsep relatif adalah konsep pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan yang
membandingkan besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang atau
sekelompok anggota masyarakat dengan besarnya total pendapatan yang diterima
oleh masyarakat secara keseluruhan. Menurut Sukirno (2013), distribusi
pendapatan merupakan salah satu aspek dalam masalah kemiskinan yang perlu
diperhatikan karena pada dasarnya distribusi pendapatan merupakan ukuran
kemiskinan relatif. Terdapat dua kategori tingkat kemiskinan yakni kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kondisi dimana tingkat
pendapatan yang diterima seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok. Kemiskinan relative sendiri ialah perhitungan kemiskinan berdasarkan
proporsi distribusi pendapatan daerah.
Teori ketimpangan distribusi pendapatan dapat dikatakan dimulai dari
munculnya suatu hipotesis yaitu hipotesis “U-terbalik” yang dikemukakan oleh
Simon Kuznet tahun 1955. Kuznet (1955) menyatakan bahwa mula-mula ketika
pemangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun
setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan akan
makin merata.

Grafik. 1 Kurva Kuznets

Koefisien Gini

Kurva
Kuznets

Sumber: Produk Nasional Bruto Perkapita

Bentuk U terbalik dari kurva Kuznets menggambarkan elemen dasar hipotesis


Kuznets dengan pendapatan per kapita yang digambarkan pada sumbu x
horizontal dan ketidaksetaraan ekonomi pada sumbu y vertikal. Grafik tersebut
menunjukkan ketidaksetaraan pendapatan mengikuti kurva, pertama meningkat
sebelum menurun setelah mencapai puncaknya seiring dengan peningkatan
pendapatan per kapita selama pembangunan ekonomi.

4 Kesimpulan
Selama Tahun 2016-2020 rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar
4,08 persen. Rata-rata Gini Ratio di Indonesia adalah sebesar 0,35 yang berarti
ketimpangan Indonesia berada pada tingkat ketimpangan sedang. Pertumbuhan
ekonomi secara signifikan berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan dan
jumlah penduduk miskin provinsi-provinsi di Indonesia. Ini berarti pertumbuhan
ekonomi tidak dapat mengurangi ketimpangan pendapatan.
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan antar provinsi-
provinsi di Indonesia hanya memiliki pengaruh sebesar 19%, hal ini mungkin karena
tidak setiap penduduk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara rata.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi tidak meningkatkan belanja daerah untuk
penciptaan lapangan kerja, jadi tidak dapat mengurangi ketimpangan pendapatan.

Refrensi
Adelman, Irma, & Cynthia, T. (1973). Economic Growth and Social Equity in Developing
Countries. Stanford : Stanford University Press.
Arsyad. Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan Dan Ekonomi Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE.
Boediono. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi No. 4: Teori Pertumbuhan Ekonomi. Edisi
Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Damanik, A. M., Zulgani, & Rosmeli. ( 2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketimpangan pendapatan. e-Jurnal Perspektif Ekonomi dan Pembangunan Daerah,
15-25.
Dernbug,Thomas. 1988. Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Djojohadikusumo. Sumitro.
1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES
Jhingan. M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Kuznets, Simon. 1955. “Economic Growth and Income Inequality”. American Economic
Review.
Lestari, D., Rahmi, D., & Julia, A. (2019). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Jawa Barat pada Tahun 2000-2018. Prosiding
Ilmu Ekonomi, Vol. 5, No. 1.
Mankiw,N.G.,2000, Teori Makro Ekonomi. Edisi Keempat, Penerbit Erlangga,Jakarta.
Riadi, M. (2020, April 17). Ketimpangan Pendapatan (Pengertian, Penyebab dan
Pengukuran). Retrieved from kajianpustaka.com:
https://www.kajianpustaka.com/2020/04/ketimpangan-pendapatan-pengertian-
penyebab-dan-pengukuran.html
Sukirno, S. (2016). Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Solow. Robert. 1956. “A Contribution to The Theory of Economic Growth” Quarterly
Journal of Economics 70. 64-94
Sukirno. Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : LPEF-UI Bima Grafika
Sukirno. Sadono. 2004. Teori Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Tarigan, Robinson, (2005). Ekonomi Regional. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Tarigan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi cetakan ke empat.
Tiara, S. (2016). Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Sumatera Utara.
Jurnal Ekonomikawan, Vol. 16, No. 1, 77513.
Todaro. M.P. dan Smith. S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi (Ahli Bahasa: Haris Munandar ;
Puji A.L) Jakarta : Erlangga.
Yulianti, T. (2015). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kabupaten di
Kalimantan Timur. Journal of Economic and Policy, Vol. 8, No. 1, 1-88.

Anda mungkin juga menyukai