Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2021/2022

Mata Kuliah : Ekonomi Moneter


Dosen : Dr. Ani Pinayani, M.M.
Waktu : 90 Menit

Nama : Nuke Maulidia


NIM : 2001288
Kelas :A

SOAL :

1. Setiap kegiatan perekonomian apakah itu kegiatan produksi, investasi dan konsumsi selalu
melibatkan uang. Saat ini arti uang lebih dari sekedar alat transaksi perdagangan karena uang telah
menjadi komoditas di pasar uang. Coba jelaskan peranan dan fungsi uang dalam perekonomian
mulai jaman uang barang (komoditi) sd jaman e-money ? Betulkah tanpa uang perkonomian tak
akan jalan, jelaskan
Jawaban :
Menurut teori konvensional, uang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi hokum dan sisi fungsi. Secara
hokum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Sementara secara
fungsi, uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsinya sebagai uang. Fungsi uang secar
umum adalah sebagai berikut :
a) Alat tukar menukar (medium of exchange).
b) Satuan hitung (unit of account).
c) Penimbun kekayaan (store of value).
d) Standar pencicilan utang (standart of defferent payment).
Namun, sistem kapitalis dan Islam memandang uang sedikit berbeda. Dalam sistem ekonomi
kapitalis, uang tidak hanya sebagai media perubahan, tetapi juga sebagai komoditas. Menurut sistem
kapitalis, uang dapat diperdagangkan secara langsung atau berlebihan. Uang bisa disewa. 7 Dalam
Islam, uang hanyalah alat tukar. Mata uang bukanlah komoditas yang dapat diperdagangkan. Ketika
uang diperlakukan sebagai komoditas oleh sistem kapitalis, apa yang disebut pasar uang
berkembang. Terbentuknya pasar uang ini membawa pada dinamika unik perekonomian tradisional,
khususnya sektor uang. Pasar uang ini kemudian berkembang dengan munculnya pasar derivatif
yang menggunakan instrumen bunga sebagai harga produknya. Perdagangan di pasar ini tidak
sepenuhnya didasarkan pada motif perdagangan nyata, dan bahkan sebagian besar mengandung
unsur spekulatif.

Uang kemudian berkembang dan berevolusimengikuti perjalanna sejarah. Dari inilah uang kemudian
dikategorikan dalam tiga jenis yaitu uang barang, uang kertas dan uang giral atau uang kredit.

1) Uang Barang (Commodity Money)


Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjual belikan
apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang. Namun tidak semua barang bisa
menjadi uang, diperlukan tiga kondidi utama, agar suatu barang bias dijadikan uang antara
lain :
a) Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus terbatas.
b) Daya Tahan (durability), barang tersebut harus tahan lama.
c) Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak
memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi
Dalam sejarah, pemakaian uang barang yang pernah disyartakan barnag yang digunakan
sebagai barang kebutuhan sehari-hari seperti garam. Namun kemudian uang komoditas atau
uang barnag ini dinilai banyak kelemahan. Di antaranya, uang barang tidak memiliki pecahan,
sulit untuk disimpan da sulit untuk diangkut. Kemudian pilihan sebagai uang jatuh pada
logam-logam mulia seperti emas dan perak. Kenapa dipilih karena memiliki nilai yang lebih
tinggi, langka, dan dapat diterima secara umum sebagai alat tukar. Dan kelebihannya, emas
dan perak dat dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil. Selain itu juga logam mulia ini juga
tidak mudah rusak atau susut.
2) Uang kertas (Token Money)
Ketika uang logam masih digunakan sebagia uang resmi dunia, ada beberapa pihak yang
melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan perak. Pihak-
pihak ini adalah bank , sebagai orang yang meminjamkan uang dan pandai emas atau toko
perhiasan. Dengan adanya ini, pandai emas dan bank mengeluarkan surat (uang kertas)
dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang dimilikinya. Karena kertas ini didukung
oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini sebagai
alat tukar. Ada beberapa keuntungan penggunaan uang uang kertas, di antaranya biaya
pembuatan rendah, pengirimannya mudah, penambahan dan pengurangan lebih mudah dan
cepat, serta dapat dipecah-pecahkan dalam jumlah berapapun. Namun kekurangan uang
kertas juga cukup signifikan, antara lain uang kertas ini tidak bisa dibawa dalam jumlah yang
besar dan karena dibuat dari kertas , sangat mudah rusak.
3) Uang Giral (Deposit Money)
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui pengeluaran cek
dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral merupakan simpanan nasabah di bank yang
dapt diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan
pembayaran. Artinya cek dan giro yang dikeluarkan oleh bank mana pun bias digunakan
sebagai alat pembayaran barang, jasa dan utang. Kelebihan utang giral sebagai alat
pembayaran adalah :
a) Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bias diuangkan oleh yag tidak berhak.
b) Dapat dipindahtangankandengan cepat dan ongkos yang rendah.
c) Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis sesuai dengan nilai transaksi
Namun dibalik kelebihan sistem ini sesungguhnya tersimpan bahaya besar. Kemudian
perbankan menciptakan uang giral ditambah dengan instrumen bunga bank membuka
peluang terjadinya uag beredar yang lebih besar daripada transaksi riilnya. Inilah yang
kemudian menjadi pertumbuhan ekonomi yang semu.

Pentingnya uang adalah salah satu pilar ekonomi. Uang memfasilitasi proses pertukaran
barang dan jasa. Setiap proses produksi dan distribusi pasti menggunakan uang. Dalam
semua bentuk produksi massal modern, setiap orang dari setiap komponen masyarakat
mengkhususkan diri dalam memproduksi barang dan memperoleh nilai dari apa yang
mereka jual dalam bentuk uang. Oleh karena itu, sistem ekonomi modern yang melibatkan
banyak pihak tidak dapat berfungsi dengan sempurna tanpa penggunaan uang.

2. Coba sdr sebutkan dan jelaskan tentang Tugas Bank Indonesia ? Bagaimana keterkaitan antara
sistem pembayaran dengan moneter dan perbankan, jelaskan ?
Jawaban :
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek,
yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang
negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini
dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas
tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan
dapat diukur dengan mudah.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang
tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Tiga pilar tersebut adalah :
a) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c) Stabilitas sistem keuangan
Bank Indonesia merupakan otoritas moneter di Indonesia. Tugas utama Bank Indonesia dalam sistem
pembayaran adalah menjamin kelancaran dan keamanan sistem pembayaran Indonesia. Sistem
pembayaran Indonesia sepenuhnya diatur/ditetapkan oleh BI, karena adanya keterkaitan yang erat
antara kebijakan-kebijakan di bidang sistem pembayaran dengan sistem moneter dan perbankan.
Keterkaitan kebijakan moneter dengan perbankan tersebut terjadi melalui dua tahap transmisi
moneter dalam proses perputaran uang. Pertama, interaksi antara bank sentral dengan perbankan
dalam berbagai transaksi di pasar uang yang berkaitan dengan operasi moneter bank sentral dan
manajemen likuiditas oleh perbankan. Dengan interaksi ini, kebijakan moneterberpengaruh terhadap
perkembangan suku bunga, volume dana masyarakat yang disimpan dibank, kredit yang disalurkan
bank kepada dunia usaha, dan perkembangan transaksi pasaruang yang dilakukan oleh perbankan.
Kedua, interaksi antara perbankan dengan para pelaku ekonomi di sektor riil dalam proses
intermediasi keuangan dalam berbagai aktivitas ekonomibaik dalam bentuk penerimaan simpanan
dari masyarakat maupun penyaluran kredit kepada dunia usaha. Perkembangan ini akan menentukan
pengaruh kebijakan moneter terhadapperkembangan permintaan agregat di sektor riil, baik konsumsi
maupun investasi, dan pada akhirnya akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi
yang merupakan sasaranakhir kebijakan moneter.

3. Coba sdr jelaskan persamaan dan perbedaan konsep permintaan uang dari Klasik, Keynes, Post
Keynesian dan teori permintaan uang modern dari Milton Friedman, baik dari segi teori maupun
kebijakan ?
Jawaban :
a) Teori Klasik
Pandangan klasik mengenai faktor yang menentukan permintaan uang dapat dijelaskan
dengan menggunakan teori kuantitas (quantity theory) dan teori sisa tunai (cash-balance theory).
Dikembangkan oleh para ekonom klasik pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, teori kuantitas/
jumlah uang adalah suatu teori mengenai bagaimana nilai nominal dan pendapatan agregat
ditentukan. Fitur yang paling penting dalam teori ini menjelaskan bahwa suku bunga tidak
mempunyai pengaruh terhadap permintaan atas uang (Mishkin, 2008: 186). Irving Fisher
membahas keterkaitan antara jumlah total uang yang beredar (M) dan total pengeluaran dari
barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh perekonomian (p x Y), dimana p adalah tingkat harga
dan Y adalah output agregat (pendapatan). Konsep yang memfasilitasi keterkaitan antara M dan
p x Y disebut sebagai percepatan uang (velocity of money), yaitu rata-rata jumlah perputaran
dari satu unit mata uang yang digunakan untuk membeli total barang dan jasa yang
diproduksikan dalam sebuah perekonomian. Fisher beralasan bahwa percepatan ditentukan
oleh institusi dalam perekonomian yang mempengaruhi individu melakukan transaksinya.
Bentuk institusi dan teknologi dari suatu perekonomian hanya akan mempengaruhi percepatan
secara lambat secara waktu, sehingga percepatan biasanya konstan dalam jangka pendek.
Pandangan Fisher yang menyatakan bahwa percepatan (velocity of money) cukup
konstan dalam jangka pendek mengubah persamaan pertukaran (equation of exchange)
kedalam teori kuantitas uang (quantity theory of money) yang menyatakan bahwa pendapatan
nominal semata-mata ditentukan oleh pergerakan pada jumlah uang. Oleh karena para ekonom
klasik (termasuk Fisher) berpikiran bahwa upah dan harga sangat fleksibel maka tingkat output
agregat (Y) yang dihasilkan dalam perekonomian dalam kondisi normal akan tetap pada 15
tingkat pengerjaan penuh (full employment), sehingga Y dalam persamaan pertukaran dapat
diberlakukan konstan dalam jangka pendek. Teori jumlah uang mengimplikasikan bahwa jika M
naik dua kali lipat, p juga naik dua kali lipat dalam jangka pendek, karena V dan Y adalah
konstan. Bagi para ekonom klasik, teori jumlah uang (quantity theory of money) memberikan
penjelasan mengenai pergerakan tingkat harga, yaitu pergerakan tingkat harga semata-mata
merupakan akibat dari perubahan jumlah uang. Teori jumlah uang (quantity theory of money)
menjelaskan berapa banyak uang yang dipegang pada pendapatan agregat tertentu, pada
kenyataanya teori ini merupakan teori permintaan akan uang.
Fisher mendapatkan kesimpulan bahwa masyarakat memegang uang hanya untuk
melakukan transaksi dan tidak mempunyai kebebasan bertindak dalam hal jumlah uang yang
ingin dipegang. Permintaan akan uang ditentukan oleh besarnya transaksi yang dihasilkan dari
pendapatan nominal (PY) dan institusi dalam perekonomian yang mempengaruhi cara
masyarakat bertransaksi sehingga menentukan percepatan (k).
Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi)
yang menghubungkan permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang
direncanakannya. Teoritisi Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang selain
dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan (ala Fisher), juga dipengaruhi
oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/ harapan (expectation) dari
para warga masyarakat mengenai masa mendatang. Faktorfaktor lain ini mempengaruhi
permintaan akan uang seseorang, dengan demikian juga mempengaruhi permintaan akan uang
dari masyarakat secara keseluruhan
b) Teori Keynes
John Maynard Keynes mengabaikan pandangan klasik mengenai percepatan (velocity)
yang dinyatakan konstan dan mengembangkan teori permintaan uang yang disebut sebagai
teori preferensi likuiditas (liquidity preference theory), yang mengajukan pertanyaan: Mengapa
seseorang memegang uang? Keynes merumuskan ada tiga motif dibalik permintaan uang yaitu
motif transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi. Dalam pendekatan klasik, seseorang diasumsikan
memegang uang karena uang sebagai alat pertukaran yang dapat digunakan untuk melakukan
transaksi. Mengikuti tradisi klasik, Keynes menekankan komponen permintaan akan uang
terutama ditentukan oleh beberapa besarnya tingkat transaksi seseorang. Hal ini dikarenakan
keyakinannya bahwa transaksi tersebut proporsional terhadap pendapatan. Seperti para
ekonom klasik, Keynes mengambil komponen transaksi permintaan akan uang proporsional
terhadap pendapatan.
Keynes melampaui analisis klasik dengan menyadari bahwa ada tambahan diluar
memegang uang untuk transaksi sekarang, yaitu orang memegang uang sebagai antisipasi
terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Keynes meyakini bahwa orang memegang uang untuk
berjaga-jaga dalam jumlah tertentu terutama ditentukan oleh tingkat transaksi yang akan
dilakukan dimasa yang akan datang. Sehingga Keynes merumuskan permintaan uang untuk
berjagajaga adalah proposional terhadap pendapatan.
Jika Keynes mengakhiri teorinya dengan motif transaksi dan berjagajaga maka
pendapatan merupakan satu-satunya faktor penentu dari permintaan akan uang, sehingga hal
tersebut tidak akan memberikan tambahan terhadap pendekatan klasik. Keynes memiliki
pandangan bahwa orang memegang uang sebagai alat penyimpan kekayaan sehingga
menyebutnya sebagai motif spekulasi. Kekayaan terkait erat dengan pendapatan, komponen
spekulatif dari permintaan uang juga terkait dengan pendapatan. Tetapi, Keynes melihatnya
secara lebih cermat pada faktor lain yang mempengaruhi keputusan terhadap berapa banyak
uang yang dipegang sebagai alat penyimpan kekayaan, khususnya suku bunga. Keynes
membagi asset yang dapat digunakan untuk menyimpan kekayaan dalam dua kategori, yaitu
uang dan obligasi. Kemudian mengajukan pertanyaan mengapa seseorang memutuskan untuk
memegang kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk obligasi? Keynes
mengasumsikan bahwa perkiraan tingkat pengembalian dari uang adalah nol karena pada saat
itu (tidak seperti sekarang) sebagian besar rekening tidak memberikan suku bunga. Untuk
obligasi, ada dua komponen perkiraan tingkat pengembalian, yaitu pembayaran bunga dan
keuntungan modal (capital gain). Menurut Keynes ketika suku bunga naik, permintaan uang
turun, dan akibatnya permintaan uang berhubungan negatif dengan tingkat suku bunga.
Model permintaan uang Keynes mempunyai implikasi penting bahwa percepatan
tidaklah konstan, tetapi berhubungan positif dengan tingkat suku bunga, yang berfluktuasi
secara signifikan. Teori tersebut juga menolak bahwa percepatan adalah konstan, karena
perubahan perkiraan masyarakat mengenai tingkat suku bunga normal akan menyebabkan
pergeseran percepatan. Jadi teori preferensi Keynes menimbulkan keraguan atas teori kuantitas
klasik bahwa pendapatan nominal terutama ditentukan oleh pergerakan jumlah uang.
c) Teori Post Keynesian
Perkembangan teori permintaan uang Keynes dilakukan oleh Wiliam Baumol dan James
Tobin dengan penelitian untuk menjelaskan lebih rinci tiga motif dalam memegang uang. Oleh
karena suku bunga dianggap elemen penting teori moneter, fokus utama dari penelitian tersebut
adalah lebih memahami peranan suku bunga dalam permintaan uang. Wiliam Baumol dan
James Tobin mengembangkan model permintaan akan uang yang sama secara terpisah, yang
menunjukan bahwa jumlah uang yang dipegang untuk tujuan transaksi bersifat sensitif terhadap
tingkat suku bunga. Dalam mengembangkan modelnya, mereka menganggap seseorang
menerima pembayaran sekali dalam satu periode dan menghabiskan dalam satu periode
tersebut. Sehingga uang memberikan pendapatan suku bunga nol, dipegang hanya karena
digunakan untuk transaksi. Kesimpulan dari Baumol-Tobin dapat dinyatakan sebagai berikut:
Ketika tingkat suku bunga meningkat, jumlah dari uang tunai yang dipegang untuk transaksi akan
turun, yang berarti percepatan akan naik seiring dengan kenaikan tingkat suku bunga. Dengan
kata lain, komponen transaksi dari permintaan uang berhubungan negatif dengan tingkat suku
bunga.Begitu pula dengan permintaan uang untuk berjaga-jaga berhubungan negatif dengan
tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga meningkat, biaya peluang untuk memegang uang
untuk berjaga-jaga akan meningkat sehingga saldo untuk memegang uang tunai akan turun.
Tobin mengembangkan model permintaan uang untuk spekulasi yang bertujuan untuk
mengatasi kritik terhadap analisis Keynes (Mishkin, 2008:199). Ide dasarnya bahwa masyarakat
tidak hanya peduli terhadap perkiraan tingkat pengembalian sebuah aset terhadap aset lainya
ketika memustuskan apa yang harus dipegang dalam portofolionya, tetapi masyarakat juga
peduli terhadap resiko tingkat pengembalian yang diperoleh dari masing-masing aset. Secara
khusus, Tobin mengasumsikan bahwa sebagian besar orang adalah penghindar resiko (risk-
averse) yang menunjukan bahwa orang bersedia memegang aset dengan perkiraan tingkat
pengembalian yang lebih rendah jika resikonya lebih sedikit. Salah satu karakteristik uang adalah
tingkat pengembaliannya pasti; Tobin mengasumsikan tingkat pengembalian atas uang adalah
nol. Sebaliknya, obligasi mempunyai fluktuasi harga cukup besar, dan tingkat pengembaliannya
dapat sangat berisiko dan terkadang negatif. Jadi, meskipun perkiraan tingkat pengembalian dari
obligasi melebihi perkiraan tingkat pengembalian dari uang, orang masih memegang uang
sebagai penyimpan kekayaan karena uang mempunyai resiko yang lebih kecil terkait dengan
tingkat pengembaliannya daripada resiko obliges.
Analisis Tobin juga menunjukan bahwa orang dapat mengurangi jumlah total resiko
dalam suatu portofolio dengan melakukan diversifikasi yaitu dengan memegang obligasi maupun
uang. Model tersebut menunjukan individu akan memegang obligasi dan uang secara simultan
sebagai penyimpan kekayaan. Analisis ini merupakan gambaran perilaku manusia yang lebih
realistis daripada yang digambarkan Keynes, prinsip yang mendasari Tobin mengenai
permintaan uang untuk tujuan spekulasi terlihat bergantung pada dasar yang lebih kuat.
d) Teori uang Modern
Milton Friedman menyatakan bahwa permintaan atas uang harus dipengaruhi oleh
faktor yang sama yang juga mempengaruhi permintaan untuk aset (Mishkin, 2008:201).
Friedman kemudian mengaplikasikan teori permintaan aset untuk uang. Teori permintaan aset
menunjukan bahwa permintaan atas uang seharusnya merupakan fungsi dari sumber dari yang
tersedia pada individu (kekayaan) dan perkiraan tingkat pengembalian dari aset relatif terhadap
perkiraan tingkat pengembalian pada uang. Seperti Keynes, Friedman mengakui bahwa
masyarakat ingin memegang sejumlah sejumlah tertentu dari saldo uang riil.
Satu implikasi dari penggunaan konsep pendapatan permanen Friedman sebagai
penentu dari permintaan atas uang adalah bahwa permintaan uang tidak akan banyak
berfluktuasi dengan pergerakan siklus usaha. Seorang dapat memegang beberapa bentuk
kekayaan selain uang, Friedman mengategorikannya kedalam tiga bentuk aset, yaitu obligasi,
saham, dan barang.
Teori permintaan uang Friedman menggunakan pendekatan yang hampir sama dengan
Keynes tetapi tidak menjelaskan secara detail mengenai motif memegang uang. Sebaliknya
Friedman menggunakan teori permintaan aset untuk menunjukan permintaan uang sebagai
fungsi dari pendapatan permanen dan perkiraan tingkat pengembalian atas aset alternatif
terhadap perkiraan tingkat pengembalian atas uang. Friedman melihat bahwa permintaan uang
bersifat tidak sensitif dengan tingkat suku bunga. Permintaan uang tidak mengalami pergeseran
yang besar dan karenannya stabil. Sehingga percepatan dapat diprediksi, yang menghasilkan
kesimpulan teori kuantitas bahwa uang merupakan penentu utama dalam pengeluaran agregat

4. Suatu perekonomian yang berdasarkan pada interest rate akan menyebabkan ketidakstabilan dan
disequlibirum dalam perekonomian, termasuk timbulnya krisis moneter/ekonomi. Coba sdr jelaskan
dan kebijakan apa untuk mengatasi masalah krisis moneter/ekonomi tersebut ?
Jawaban :
Dengan menerapkan kebijakan politik diskonto, Politik/kebijakan diskonto adalah kebijakan krusial
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, biasanya Bank
Indonesia melakukan perhitungan matang dan mendalam dulu sebelum memutuskan politik diskonto.
 Peningkatan BI Repo Rate
Contoh kebijakan diskonto berikutnya adalah peningkatan BI 7 Day Reverse Repo Rate
(BI7DRR), atau disebut juga dengan BI Repo Rate/BI Rate. BI7DRR adalah suku bunga
acuan yang ditetapkan Bank Indonesia selaku bank sentral dan wajib dipatuhi seluruh bank
umum beroperasi di Indonesia.
Saat BI Rate naik, maka tingkat bunga bank juga akan naik. Dengan harapan mendapat
bunga tinggi, masyarakat pun akhirnya beramai-ramai menaruh dana di bank. Akhirnya,
tingkat inflasi pun turun.
 Penurunan BI Repo Rate
Contoh terakhir kebijakan diskonto adalah kebalikan dari peningkatan BI Rate, yaitu
penurunannya. Ada berbagai tujuan dibalik penurunan BI rate, seperti misalnya
meningkatkan perputaran uang di masyarakat, mendistribusikan uang ke sektor-sektor lebih
produktif, dan sebagainya.Saat BI menurunkan acuan bunga, umumnya masyarakat akan
menarik dana dari bank dan menggunakannya untuk bertransaksi di pasar. Selain itu, saat
suku bunga turun biasanya harga barang akan meningkat (inflasi), kurs Rupiah turun, dan
masyarakat jadi makin konsumtif.
5. Bagaimana hubungan antara uang dengan kegiatan ekonomi menurut aliran Monetarists dan
Keynesian, dari segi teori dan kebijakan, dalam jangka pendek maupun jangka panjang ?
Jawaban :
Banyak perbedaan pandangan antara kubu Keynesian dan monetaris dalam melihat gejala-gejala
ekonomi. Dalam melihat perekonomian secara agregat kubu Keynesian percaya bahwa
perekonomian cenderung bahwa perekonomian cenderung berada dalam posisi keseimbangan
tingkat output rendah (low level equilibrium). Initerjadi karena pengeluaran agregat cenderung lebih
kecil dari penerimaan agregat, dan kurang ampuhnya mekanisme pasar dalam melekukan
penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, terutama tingkat harga-harga dan tingkat upah. Hal ini
bisa terjadi karena adanya kekuatan serikat buruh dan praktek-praktek oligopilistik dari pihak
perusahaan-perusahaan.

Kaum monetaris tidak percaya pada teori Keynesian yang mengatakan bahwa perekonomian
cenderung berada pada keseimbangan tingkat output rendah disebabkan kurang ampuhnya
mekanisme korektif untuk membawa pasar kembali pada posisi keseimbangan pemanfaatan sumber
daya penuh. Dalam hal ini kubu monetaris mengkritik bahwa ada kekuatan-kekuatan pasar yang tidak
diikutkan dalam model yang dikembangkan kubu Keynesian. Dua di antara kekuatan-kekuatan
tersebut adalah turunnya suku bunga akan mendorong investasi dan turunnya tingkat harga akan
mendorong konsumsi melalui apa yang disebut Pigou effect. Bagi kubu monetaris perekonomian
cenderung berada dalam posisi keseimbangan, dimana sumber daya digunakan penuh.

Karena perbedaan cara pandang di atas, maka implikasi kebijakasanaan dari kedua kubu
tersebut juga berbeda. Misalnya dalam usaha meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan dalam
mengatasi pengangguran, kubu Keynesian lebih menyukai kebijaksanaan fiskal yang ekspansif.
Sebaliknya kubu monetaris lebih menyukai kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Intervensi
pemerintah untuk meningkatkan output dengan menggunakan kebijaksanaan fiskal tidak disenangi
Friedman. Misalnya ada usaha untuk meningkatkan output dengan menurunkan pajak. Menurut
Keynesian langkah ini akan meningkatkan output. Dalam kurva ISLM yang dikembangkan Keynesian,
hal ini terjadi karena penurunan dalam pajak akan mendorong kurva IS bergerak ke kanan. Tetapi
menurut kaum monetaris hal seperti ini tidak akan terjadi, sebab dalam perekonomian yang sudah
memanfaatkan sumber daya secara penuh maka kurva LM berbentuk tegak lurus, dan dampak dari
pergeseran kurva IS tidak akan memberikan pengaruh pada output (crowding-out effect).

Perbedaan lain antara kubu monetaris dengan kubu Keynesian adalah mengenai jangka
waktu analisis. Kubu Keynesian tidak terlalu memperhatikan analisis jangka panjang (sebab, seperti
kata Keynes, dalam jangka panjang kita semua akan mati !). Tidak demikian halnya dengan kubu
monetaris yang diwakili Friedman. Bagi Friedman dampak jangka panjang dari berbagai
kebijaksanaan ekonomi harus diperhatikan untuk mengetahui kekuatan pasar.

Kelompok monetaris percaya bahwa kebijaksanaan peningkatan peningkatan jumlah uang


jangka pendek berpengaruh terhadap output riil. Dalam bahasa kurva IS-LM yang dikembangkan
kubu neo- Keynesian, kenaikan dalam jumlah uang akan menggeser baik kurva LM maupun kurva IS
ke kanan, yang berarti peningkatan dalam jumlah output. Tetapi gejala seperti ini hanya berlangsung
dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang perubahan dalam jumlah uang hanya menyebabkan
harga-harga naik, sedang output rill maupun jumlah kesempatan kerja tidak akan bertambah. Dengan
demikian kebijaksanaan monerter yang terlalu ekspansif tidak disukai kubu monetaris. Dalam hal ini
belum diperhitungkan dampak negatif yang mungkin timbul, di mana kenaikan harga-harga dapat
mengakibatkan semakin
berkurangnya kesejahteraan golongan-golongan masyarakat tertentu, terutama mereka yang
berpenghasilan tetap (seperti pegawai negeri).
Dengan alasan yang sama maka Friedman tidak suka mempromosikan full-employment
dengan kebijaksanaan uang mudah (easy monet policy), dan juga tidak senang menghindari inflasi
dengan yang diharapkan untuk jangka pendek. Kecaman lain dari kubu monetaris terhadap kubu
Keynesian ialah bahwa dalam analisis IS-LM nya kubu Keynesian sama sekali mengabaikan pasar
tenaga kerja. Oleh Friedman dan kawan-kawan pasar tenaga kerja kembali diperhatikan. Hal ini
secara tidak langsung telah membuka cakrawala baru dalam pengembangan teori-teori ekonomi,
sebab teori-teori tentang ekonomi sumber daya manusia semakin berkembang sesudah itu.

6. Perhätikan data perkembangan uang beredar (M1 dan M2) dalam 5 tahun terakhir, lakukan analisis
perkembangan uang beredar tersebut ? Hitung money multiplier dalam 5 tahun terakhir ? Kebijakan
apakah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan jumlah uang beredar ?
Jawaban :
Data-data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari Bank
Indonesia. Dimana data yang digunakan pada penelitian ini adalah data triwulan dari tahun 1992(1)
sampai 1998(4). Namun demikian tidak semua data dapat langsung diperoleh dalarn bentuk triwulan.
Untuk maksud tersebut dipergunakan suatu cara interpWasi linier sebagai berikut :
Q1 = 1/4 (Yt - 4,5/12 (Yt - Yt-1))
Q2 = (Yt - 1,5/12 (Yt - Yt-1))
Q3 = 1/4 (Yt + 1,5/12 (Yt - Yt-1))
Q4 = 1/4 (Yt + 4,5/12 (Yt - Yt-1))

Q1 adalah data triwulan I, dan seterusnya, Yt adalah data tahun yang berlaku dan Yt-1 adalah
data satu tahun sebelumnya. METODE ANALISIS DATA Untuk dapat mengetahui seberapa jauh
pengaruh pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, dan angka pengganda uang (money multiplier)
terhadap jumlah uang beredar di Indonesia, digunakan perhitungan dengan menggunakan model
analisa regresi berganda (multiple regression).

Dapat dilihat dari hasil regresi tersebut diatas diperoleh bahwa dengan menggunakan P= 0,05
maka dapat dikatakan bahwa untuk variabel cadangan devisa mempunyai hubungan yang positif dan
signifikan (P 0,0064) terhadap jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1). Hubungan yang positif ini
berarti jika cadangan devisa yang diterima pemerintah naik sebesar 1%, maka jumlah uang beredar
dalam hal ini M1 naik menjadi 0,11%. Sedangkan untuk pengeluaran pemerintah mempunyai
hubungan yang positif dan signifikan (P = 0,000) terhadap jumlah uang beredar dalam arti sempit
(M1). Hubungan yang positif ini berarti bahwa jika pemerintah menaikkan pengeluarannya sebesar
1%, maka jumlah uang beredar dalam hal ini M1 akan meningkat menjadi 1,31%. Dan juga untuk
angka pengganda uang (money multiplier) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan (P
=0,0041) terhadap jumlah uang beredar (M1). Hubungan yang positif ini juga berarti bahwa jika angka
pengganda uang meningkat sebesar 1%, maka jumlah uang beredar secara otomatis akan meningkat
pula sebesar 0,94%. Jadi untuk pengujian secara keseluruhan maka dapat dikatakan bahwa
cadangan devisa, pengeluaran pemerintah, angka pengganda uang (money multiplier) mempunyai
hubungan yang positif dan kuat (r = + 0,98) terhadap jumlah uang beredar (M1). Dan secara statistik
cadangan devisa, pengeluaran pemerintah, dan angka pengganda uang (money multiplier) signifik n
(P=0,0000) terhadap jumlah uang beredar dalam hal ini M1. Dan pengaruh- engaruh dari variabel-
variabel bebas tersebut (cadangan devisa, pengeluaran p merintah, angka pengganda uang)
terhadap jumlah uang beredar sebesar 5,78%, sedangkan sisanya sebesar 4,22% dipengaruhi oleh
faktor lain. Fa tor-faktor lain tersebut bisa disebabkan oleh tingkat suku bunga, inflasi, nilai ukar rupiah,
dan lain-lainnya.
Dari hasil regresi ke-2 tersebut dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan tingkat kesalaha
maka untuk cadangan devisa dapat dikatakan mempunyai hubunga yang positif sebesar 0,1329, hal
ini berarti bahwa jika cadangan devisa ya diterima oleh pemerintah naik sebesar 1% maka jumlah
uang beredar dala arti luas (M2) meningkat sebesar 13,29%. Dan secara statistik cadangan d visa
signifikan (P=0,0018) terhadap jumlah uang beredar dalam hal ini M2. Sedangkan untuk pengeluaran
pemerintah juga mempunyai hubungan yang positif sebesar 1,3252, hal ini berarti jika pengeluaran
pemerintah naik sebesar 1% maka jumlah uang yang beredar di masyarakat juga akan meningkat
sebesar 1,33%. Dan secara statistik pengeluaran pemerintah signifikan (P=0,000) terhadap jumlah
uang beredar. Dan untuk variabel angka pengganda uang (money multiplier) mempunyai hubungan
yang positif sebesar 0,4561, hal ini berarti bahwa jika angka pengganda uang naik sebesar maka
jumlah uang beredar dimasyarakat dalam hal ini M2 akan meningkat pula sebesar 0,46%. Sehingga
secara keseluruhan dari hasil model regresi ke-2 dapat dikatakan bahwa cadangan devisa,
pengeluaran pemerintah, dan angka pengganda uang (money multiplier) mempunyai hubungan yang
sangat kuat dan positif terhadap jumlah uang beredar, dimana nilai dari koefisien korelasinya sebesar
(r = 0,99). Dan secara statistik bahWa variabel-variabel independen tersebut (cadangan devisa,
pengeluaran pemerintah, angka pengganda uang) signifikan (P=0,0000) terhadap jumlah uang yang
beredar dalam arti luas (M2). Pengaruh ke-3 variabel bebas ters€but adalah sebesar 97,54%,
sedangkan sisanya sebesar 2,46% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain tersebut bisa
saja disebabkan oleh seperti yang telah disebutkan pada analisis 1 yaitu : tingkat suku bunga, inflasi,
nilai tulsar rupiah, daya beli masyarakat, dan lain-lainnya.

Kesimpulan :Hasil analisis data penelitian ini, dimana pada model pertama berhasil menerima
tiga hipotesis yang disusun. Sedangkan untuk model ke-2, hanya dua hipotesis yang berhasil
menerima hipotesis yang disusun, sedangkan 1 hipotesis yang lain tidak berhasil menunjukkan
pengaruh yang signifikan, sehingga peneliti tidak berhasil menolak hipotesis non (HO). Untuk variabel
cadangan devisa, dapat dikatakan bahwa cadangan devisa akan meningkatkan jumlah uang beredar
apabila terjadi kenaikan penerimaan untuk cadangan devisa bagi pemerintah. Temuan ini juga akan
memperkuat penelitian Insukindro (1984), Dan juga jika terjadi peningkatan pengeluaran dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) olehl pemerintah, maka jumlah uang beredar dengan
sendirinya akan meningkat pula. Sedangkan untuk angka pengganda uang hanya angka pengganda
uang dalana hal ini mm1 saja yang signifikan terhadap jumlah uang beredar. Namun penelitian ini
tidak berhasil mendukung money multiplier (mm2). Hal ini ditunjukkan oleh hubungan yang tidak
signifikan dalam hasil analisis data. Hubungan yang tidak signifikan ini mungkin memperkuat variabel
pengeluaran pemerintah, sebagai variabp1 yang fungsinya memperkuat atau memperlemah variabel
lain. Dan juga disamping hal tersebut d atas, bisa saja disebabkan oleh kurangnya jumlah observasi
dalam penelitian ini, dan juga bisa saja disebabkan oleh variabelvariabel lain (misalnya : Tingkat suku
bunga, kebijaksanaan pemerintah, nilai tukar rupiah, inflasi, dan lain-lainnya) yang tidak dimasukkan
dalam penelitian ini, dimana nantinya mungkin akan bisa memperkuat variabel angka pengganda
uang (mm2).

Implikasi : Berhasil diterimanya hampir semua hipotesis yang disusun memberikan masukan
bagi penulis dan juga rekan-rekan peneliti yang lain, bahwa faktorfaktor yang akan mempengaruhi
jumlah unga beredar sapgat banyak sekali, selain faktor-faktor yang telah disebutkan diatas. Prediktor
jumlah uang beredar dalam hal ini Ml bqhasil menjelaskan 95,78% variasi variabel tersebut.
Sedangkan prediktor jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) berhasil menjelaskan 97,54% variasi
variabel tersebut. Oleh karena itu, masih terdapat variabel-variabel yang dapat menjelaskan untuk
lebih sempurna lagi. Akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan literatur-literatur ekonomi. Sehingga dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai