Oleh :
Tika Apriyani
Qadri Pasuloi, Tahun 2020. Pengaruh Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Indeks Pembangunan Manusia di Kota Makassar. Skripsi Program Studi Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing
oleh Pembimbing I Agus Salim dan Pembimbing II Asdar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi
terhadap indeks pembangunan manusia di Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di kantor
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dan jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Kota Makassar berupa data time series yaitu 2015-2019. Untuk teknik analisis menggunakan
analisis regresi linier berganda dengan kemiskinan (X1), pertumbuhan ekonomi (X2) dan indeks
pembangunan manusia (Y) menggunakan program olah data SPSS 23.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, kemiskinan berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap indeks pembangunan manusia di Kota Makassar. Ini dibuktikan dari hasil
olah data dimana koefisien variabel kemiskinan sebesar -1,168 dengan nilai t hitung lebih kecil
dari t tabel (-1,443 < 4,303) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,286 > 0,05). Kedua,
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan
manusia di Kota Makassar. Ini dibuktikan dari hasil olah data dimana koefisien variabel
pertumbuhan ekonomi sebesar 1,723 dengan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (8,185 >
4,303) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,015 < 0,05).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
Menurut Kanbur dan Squire 1999 mengkaji bahwa terdapat hubungan penting IPM dan
kapasitas pendapatan produktif. Pendapatan merupakan penentu utama dan hasil dari
pembangunan manusia. Orang miskin menggunakan tenaga mereka untuk berpartsipasi dalam
pertumbuhan ekonomi, tetapi kemiskinan akibat kurangnya pendidikan, serta gizi dan
kesehatan yang buruk mengurangi kapasitas mereka untuk bekerja. Dengan demikian akibat
rendahnya IPM orang miskin tidak dapat mengambil keuntungan oportunitas pendapatan
produktif karena terjadinya pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu, penyediaan pelayanan
sosial dasar merupakan unsur penting dalam penanganan kemiskinan. Jika disimpulkan
kemiskinan mempunyai hubungan pada indeks pembangunan manusia karena naik dan turunya
kemiskinan sangat berkaitan dengan naik turunya IPM.
Menurut Badan Pusat Statistik (2017), Penyusunan untuk setiap komponen IPM dapat
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
2) Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-
masing indeks Xi dengan hubungan matematis:
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) =1/3Xi =1/3(X1+X2+X3)..... (2)
Keterangan:
X1 = Indeks angka harapan hidup
X2 = 2/3 (Indeks melek huruf) + 1/3 (Indeks rata-rata lama sekolah)
X3 = Indeks konsumsi per kapita yang disesuaikan
B. Hipotesis
Hipotesis Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis guna memberikan arah dan pedoman
dalam melakukan penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Kemiskinan
(X1)
Indeks Pembangunan
Manusia
(Y)
Pertumbuhan Ekonomi
(X 2 )
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Data
kuantitatif terdiri dari data kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan data Indeks Pembangunan
Kota Makassar. Menggunakan metode panel data yaitu penggabungan data time series selama
kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2015-2019.
Operasional variabel adalah penjelasan mengenai cara-cara tertentu yang digunakan oleh
peneliti untuk mengukur (mengoperasionalkan) construct menjadi variabel penelitian yang
dapat dituju. Kerlinger menyatakan bahwa variabel adalah kontruk (Contructs) atau sifat yang
akan dipelajari. Sehingga memungkinkan peneliti yang lain untuk melakukan replikasi
(pengulangan) pengukuran dengan cara yang sama, atau mencoba mengembangkan cara
pengukuran construct yang lebih baik.
1 Tingkat Kemiskinan adalah keadaan suatu individu Tingkat kemiskinan yang akan
Kemiskinan yang tidak memiliki kecukupan untuk digunakan adalah tingkat
(X1) memenuhi kebutuhan standar hidupnya kemiskinan Kota Makassar
secara layak, atau dengan kata lain keadaan dalam bentuk persen yang
masyarakat yang berada dibawah garis didapat dari persentase
kemiskinan penduduk miskin.
Populasi dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan dan diambil melalui data BPS
Kota Makassar berdasarkan jangka waktu tentang Indeks Pembangunan Manusia, Kemiskinan,
dan Pertumbuhan Ekonomi yang diperoleh dari data Produk Domestik Regional Bruto atas
dasar harga konstan Kota Makassar. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel
penelitian ini adalah Purposive Sampling yaitu teknik yang menentukan sampel dalam
pertimbangan atau kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan sebagai sampel yaitu:
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab penelitian yang menganalisis pengaruh antar
variabel. Penggunaan analisis deskriptif ini ditujukan untuk mengetahui gambaran pengaruh
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Dimana:
Koefisien determinasi (goodness of fit), yang dinotasikan dengan R2 merupakan suatu ukuran
yang penting dalam regresi. Determinan (R2 ) 37 Mencerminkan kemampuan variabel
dependen. Nilai R2 menunjukan seberapa besar pengaruh proporsi dari total variasi variabel
tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelasnya. Semakin tinggi nilai R2
menunjukan seberapa besar proporsi dari total variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika Fhitung >
F-tabel, maka Ho ditolak artinya variabel dependen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen. Dan jika F-hitung < F- tabel maka Ho diterima artinya variabel Independen
secara bersamasama stidak mempengaruhi variabel dependen.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian adalah menyusun hipotesis nol (H0) dan
hipotesis alternative (Ha) dengan taraf nyata (α) yang biasa digunakan adalah 5% atau 0,05.
Pengambilan kesimpulannya adalah dengan melihat nilai sig α (5%) dengan ketentuan sebagai
berikut:
Kota Makassar merupakan salah satu pemerintahan kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan yang terbentuk berdasarkan UndangUndang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi, sebagaimana yang tercantum dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1822.
Kota Makassar terletak di Pantai Barat pulau Sulawesi berada dalam titik koordinat 119°
18’ 30,18" sampai dengan 119° 32' 31,03" BT dan 5°00' 30,18" sampai dengan 5° 14’ 6,49"
LS. Kota Makassar menjadi ibukota Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1965, (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 94), dan kemudian berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 Daerah Tingkat II Kotapraja Makassar diubah menjadi
Daerah Tingkat II Kotamadya Makassar.
Kota Makassar yang pada tanggal 31 Agustus 1971 berubah nama menjadi Ujung Pandang,
wilayahnya dimekarkan dari 21 KM2 menjadi 175,77 KM2 dengan mengadopsi sebagian
wilayah kabupaten lain yaitu Gowa, Maros, dan Pangkajene Kepulauan, hal ini berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang Perubahan batas-batas daerah Kotamadya
Makassar dan Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkajene dan Kepulauan, lingkup Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Hingga Tahun 2019 Kota Makassar telah berusia 412 tahun sesuai Peraturan Daerah Nomor
1 Tahun 2000 yang menetapkan hari jadi Kota Makassar tanggal 9 Nopember 1607, terus
berbenah diri menjadi sebuah Kota Dunia yang berperan tidak hanya sebagai pusat
perdagangan dan jasa tetapi juga sebagai pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan,
pusat kegiatan edu-entertainment, pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan, simpul jasa
angkutan barang dan penumpang baik darat, laut maupun udara. Jumlah penduduk Kota
Makassar berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statitik Kota Makassar tahun
2019 adalah sebanyak 1.526.677 jiwa yang terdiri atas 755.968 jiwa penduduk laki-laki dan
770.709 jiwa penduduk perempuan.
Luas wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi, dengan batas-batas wilayah
administratif sebagai berkut :
Secara administratif Kota Makassar terbagi atas 14 Kecamatan dan 143 Kelurahan. Bagian
Utara kota terdiri atas Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tallo, dan
Kecamatan Ujung Tanah. Di bagian Selatan terdiri atas Kecamatan Tamalate dan Kecamatan
Rappocini. Di bagian Timur terbagi atas Kecamatan Manggala dan Kecamatan Panakkukang.
Bagian Barat adalah Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Pandang,
Kecamatan Makassar, Kecamatan Mamajang, dan Kecamatan Mariso.
Selain memiliki wilayah daratan, Kota Makassar juga memiliki wilayah kepulauan yang
dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau
karang sebanyak 12 pulau, bagian dari gugusan pulau-pulau sangkarang, atau disebut juga
pulau-pulau Pabbiring, atau lebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde. Pulau-pulau
tersebut adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau
Bonetambung, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, Pulau
Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-Lae, Pulau Lae-Lae Kecil (gusung) dan Pulau
Kayangan (terdekat).
Topografi wilayah Kota Makassar memiliki ciri-ciri sebagai berikut; tanah relatif datar,
bergelombang, berbukit dan berada pada ketinggian 0– 25 m di atas permukaan laut dengan
tingkat kemiringan lereng berada pada kemiringan 0-15%. Sementara itu, dilihat dari klasifikasi
kelerengannya, menunjukkan bahwa kemiringan 0-2%=85%; 2-3%=10%; 315%=5%. Hal ini
memungkinkan Kota Makassar berpotensi pada pengembangan permukiman, perdagangan,
jasa, industri, rekreasi, pelabuhan laut, dan fasilitas penunjang lainnya.
Wilayah Kota Makassar terbagi menjadi berbagai morfologi bentuk lahan. Satuan-satuan
morfologi bentuk lahan yang terdapat di Kota Makassar dikelompokkan menjadi dua yaitu:
Kedua satuan morfologi di atas dikontrol oleh batuan, struktur, dan formasi geologi yang
ada di wilayah Kota Makassar dan sekitarnya. Secara geologis Kota Makassar terbentuk dari
batuan hasil letusan gunung api dan endapan dari angkutan sedimen Sungai Jeneberang dan
Sungai Tallo. Sedangkan struktur batuan yang terdapat di kota ini dapat dilihat dari batuan hasil
letusan gunung api dan endapan aluvial pantai dan sungai. Struktur batuan ini penyebarannya
dapat dilihat sampai ke wilayah Bulurokeng, Daya, dan Biringkanaya. Selain itu, terdapat juga
tiga jenis batuan lainnya seperti breksi dan konglomerat yang merupakan batuan berkomponen
kasar dari jenis batuan beku, andesit, basaltik, batu apung, dan gamping.
Kota Makassar memiliki garis pantai sepanjang 32 km dengan kondisi hidrologi Kota
Makassar dipengaruhi oleh 2 (dua) sungai besar yang bermuara di pantai sebelah barat kota.
Sungai Jene’berang yang bermuara di sebelah selatan dan Sungai Tallo yang bermuara di
sebelah utara. Sungai Je’neberang misalnya, mengalir melintasi wilayah Kabupaten Gowa dan
bermuara di bagian Selatan Kota Makassar merupakan sungai dengan kapasitas sedang (debit
air 1-2 m3/detik). Sedangkan sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di bagian Utara
Makassar adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit kira-kira hanya mencapai 0-5 m3
/detik di musim kemarau.
Kota Makassar termasuk daerah yang beriklim sedang hingga tropis. Suhu udara rata-rata
Kota Makassar dalam 10 tahun terakhir berkisar antara 24,5°C sampai 28,9°C dengan intensitas
curah hujan yang bervariasi. Intensitas curah hujan tertinggi berlangsung antara bulan
November hingga Februari. Tingginya intensitas curah hujan menyebabkan timbulnya
genangan air di sejumlah wilayah kota ini. Selain itu, kurangnya daerah resapan dan drainase
yang tidak berfungsi dengan baik memicu timbulnya bencana banjir.
1. Deskripsi Variabel
1 2015 79,94
2 2016 80,53
3 2017 81,13
4 2018 81,73
5 2019 82,25
Indeks Pembangunan Manusia di Kota Makassar terus mengalami kemajuan yang ditandai
dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Makassar. Pada tahun
2019, IPM Kota Makassar telah mencapai 82,25%. Angka ini meningkat sebesar 0,52%
dibandingkan dengan IPM Kota Makassar pada tahun 2018 yang sebesar 81,73%. Sejak tahun
2016, status pembangunan manusia di No Tahun IPM (%) 1 2015 79,94 2 2016 80,53 3 2017
81,13 4 2018 81,73 5 2019 82,25 Kota Makassar telah mencapai level “atas”. IPM Kota
Makassar pada tahun 2018 tumbuh sebesar 0,60% dibandingkan tahun 2017.
b. Kemiskinan
Berikut ini disajikan data tentang kemiskinan yang terjadi di Kota Makassar dalam kurun
waktu lima tahun terakhir sebagai berikut
1 2015 4,38
2 2016 4,56
3 2017 4,59
4 2018 4,41
5 2019 4,28
c. Pertumbuhan Ekonomi
Berikut ini disajikan data tentang kemiskinan yang terjadi di Kota Makassar dalam kurun
waktu lima tahun terakhir sebagai berikut:
1 2015 7,44
2 2016 8,03
3 2017 8,23
4 2018 8,42
5 2019 8,79
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan pertumbuhan ekonomi Kota Makassar hingga
tahun 2019 mencapai 8,79 persen. Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi di Kota Makassar
berada di poin 7,44 persen. Kemudian pada 2016 pertumbuhan ekonomi Kota Makassar
berada di angka 8,03 persen, tahun 2017 sebesar 8,23 persen, 2018 sebesar 8,42 persen, tahun
2019 sebesar 8,79 persen.
a. Uji Normalitas
Berdasarkan gambar 4.1 di atas, terlihat titik-titik data mengikuti garis diagonal. Sehingga
sebagaimana dasar pengambilan keputusan uji normalitas di atas maka kesimpulannya model
regresi berdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan Gambar 4.2 di atas, terlihat titik-titik data tidak membentuk pola yang jelas
(bergelombang, melebar ataupun menyempit) serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0. Sehingga sebagaimana dasar pengambilan keputusan di atas, maka kesimpulannya
tidak ada gejala heteroskedastisitas.
c. Uji Mutikolinearitas
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi
antar variabel dependen. Menurut Imam Ghozali (2011) tidak terjadi gejala multikoliniaritas
jika nilai Tolerance > 0,100 dan nilai VIF < 10,00. Berikut adalah hasil uji multikolinearitas
menggunakan aplikasi SPSS:
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, nilai Tolerance untuk variabel X1 (kemiskinan) dan variabel
X2 (pertumbuhan ekonomi) sebesar 0,928 atau lebih dari 0,100 (0,928 > 0,100). Kemudian
nilai VIF untuk variabel X1 (kemiskinan) dan X2 (pertumbuhan ekonomi) yaitu sebesar 1,078
yang berarti kurang dari 10,00 (1,078 < 10,00). Oleh karena itu, sebagaimana dasar
pengambilan keputusan di atas, maka tidak ada gejala multikolinearitas.
3. Pengujian Hipotesis
Analisis regresi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau
lebih dan menunjukan arah hubungan antara variabel dependen (Indeks Pembangunan
Manusia IPM) dengan variabel independen (Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi).
Formulasi persamaan regresi berganda sendiri adalah sebagai berikut :
Berikut adalah hasil analisis regresi linier berganda menggunakan aplikasi SPSS:
1. Variabel X1 (Kemiskinan) memperoleh t hitung sebesar -1,443 lebih kecil dari t tabel
sebesar 4,303 (-1,443 < 4,303) dengan nilai signifikansi 0,286 yang lebih besar dari
0,05 (0,286 > 0,05). Ini berarti variabel X1 (kemiskinan) berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap variabel Y (Indeks Pembangunan Manusia).
2. Variabel X2 (Pertumbuhan Ekonomi) memperoleh nilai t hitung sebesar 8,185 lebih
besar dari t tabel sebesar 4,303 (8,185 > 4,303) dengan nilai signifikansi 0,015 lebih
kecil dari 0,05 (0,015 < 0,05). ini berarti variabel X2 (pertumbuhan ekonomi)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Y (Indeks Pembangunan
Manusia).
C. Pembahasan
Kemiskinan berpengaruh negatif terhadap IPM karena kemiskinan merupakan salah satu
hambatan dalam meningkatkan kesejahteraan karena kemiskinan mempunyai tolak ukur bukan
hanya kekurangan dalam tingkat pendapatan yang rendah, akan tetapi juga tingkat kesehatan,
pendidikan serta perlakuan adil dimuka hukum dan sebagainya. Jika disimpulkan naik turunnya
kemiskinan sangat berkaitan dengan naik turunnya Indeks Pembangunan Manusia.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kemiskinan absolut dimana sejumlah penduduk yang
tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar,
penduduk hidup dibawah pendapatan rill minimum atau dapat dikatakan hidup dibawah
kemiskinan Internasional. (Todaro dan Smith, 2006).
Jika garis kemiskinan semakin meningkat dan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar mereka maka akan terciptanya lingkaran setan dimana akan terlihat dari rendahnya
pendapatan nyata sehingga akan mengakibatkan permintaan menjadi rendah sehingga investasi
juga rendah dan dapat mengurangi produktivitas. Selain itu, lingkaran setan juga menyangkut
keterbelakangan manusia dan sumberdaya alam, dimana perkembangan sumberdaya alam itu
tergantung pada kemampuan produktivitas manusianya.
Jika tingkat kemiskinannya tinggi maka manusia tidak akan mampu untuk memperoleh
pendidikan sehingga terciptalah penduduk yang terbelakang dan buta huruf sehingga
kemampuan untuk mengolah sumberdaya alam yang produktif tidak terpenuhi bahkan
terbengkalai atau salah guna (Todaro dan Smith, 2006). Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Novita Dewi, 2017) yang berjudul “Pengaruh Kemiskinan dan
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Riau” dimana
diperoleh hasil penelitian tingkat kemiskinan berpengaruh negatif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Mirza, 2012) yang berjudul “Pengaruh Kemiskinan,
Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa
Tengah Tahun 2006- 2009” dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel pertumbuhan
ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa
Tengah tahun 2006-2009.
KESIMPULAN