Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM PERJANJIAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Hukum Bisnis
Dosen Pengajar : Agus Ferryanto, SH., MH., CLA., CTL., CPIR.

Disusun Oleh :
Tika Apriyani
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan izin-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah Kontrak Bisnis ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
Dosen mata kuliah Hukum Bisnis “Agus Ferryanto, SH., MH., CLA., CTL., CPIR.”
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita dalam mengetahui apa saja yang ada didalam kontrak bisnis. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, untuk kritik dan saran yang mambangun sangat saya
harapkan.
Kami harap makalah ini dapat manfaat dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Karawang, 6 April 2022

Tika Apriyani

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................................2
1.3. Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................3
2.1 Pengertian Kontrak Elektronik..........................................................................................3
2.2 Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Perjanjian Bisnis.....................................................3
2.3 Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang informasi dan Transaksi Elektronik serta Dilihar Dari Perspektif Hukum Perikatan 6
BAB III PENUTUP............................................................................................................................8
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................................8
DAFTAR PUSAKA............................................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Di era teknologi ini, komunikasi internet menjadi sangat penting yang menyebabkan
masalah hukum di hampir setiap aspek kehidupan manusia yang berhubungan dengan
elektronik. Sebagai contoh telepon genggam untuk berkomunikasi dalam jarak yang jauh,
robot diciptakan untuk membantu pekerjaan rumah, internet sebagai koneksi ke berbagai
penjuru dunia dan sebagainya. Perkembangan ekonomi di Indonesia melaju cepat dalam
beberapa tahun belakangan ini. Perjanjian adalah salah satu aspek penting dalam bisnis yang
dilakukan oleh individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Kegiatan bisnis
perdagangan secara elektronik seringkali menggunakan kontrak atau perjanjian untuk
melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan melalui website atau melalui sosial
media.

Dalam kegiatan ekonomi baik konsumen, produsen dan distributor tidak sadar bahwa
jual beli yang dilakukan melalui sistem elektronik adalah sebuah perjanjian bisnis. Padahal
transaksi komersial elektronik (e-commerce) merupakan bentuk bisnis non-face dan non-sign
(tanpa tatap muka tanpa tanda tangan).

Kontrak elektronik merupakan salah satu bentuk kontrak baru yang mendapatkan
perlindungan secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disebut UU ITE), khususnya melalui Pasal 1
angka 17. Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa keberadaan dari suatu kontrak
elektronik adalah sah dan legal apabila ketentuan-ketentuan terpenuhi oleh para pihak. Jadi,
di era yang sudah serba digital ini, sebenarnya kita sudah tidak perlu ragu untuk
memanfaatkan teknologi dalam perjanjian-perjanjian yang hendak kita lakukan, asalkan tetap
memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam latar belakang di atas maka untuk
memperoleh dan menjamin kepastian hukum tentang kontrak elektronik, yaitu:

1. Apakah itu kontrak elektronik atau e-contract ?


2. Bagaimana keabsahan kontrak elektronik ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk :

1. Memahami pengertian kontrak elektronik


2. Memahami syarat-syarat sahnya suatu kontrak
3. Memahami adanya aspek hukum dalam Pembuatan Kontrak elektronik

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kontrak Elektronik

Perkembangan hukum perjanjian adalah munculnya kontrak elektronik sejak


diperkenalkan dalam UNCITRAL pada yahun 1996 dan terbitnya UU nomor 11 tahun 2008
yang selanjutnya diperbaharui menjadi UU nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan
Transaksi Elektronik. Secara umum kontrak elektronik diartikan sebagai kontrak dalam yang
dibuat dalam bentuk elektronik. Kehiatan transaksi elektronik mengakibatkan adanya
perikatan atau hubungan hukum secara elektronik dengan memadukan jaringan berbasis
computer dengan system komunikasi yang selanjutnya difaslititasi dengan jaringan internet
atau jaringan global. Berdasarkan pengetahuan tersebut maka perjanjian yang di gitalitasi
seperti misalnya surat-surat perjanjian di-scan atau diketik untuk dijadikan soft copy
dianggap sebagai bentuk dari kontrak elektronik atau e-contract. Berdasarkan dari pasal 4
UNCITRAL : <<as between partiesinvolved in generating, sending, receiving, storing or
otherwise processing data messages and except as otherwise provided, the provosions of
chapter III may be varied by agreement>> UNCITRAL tidak menyebutkan bentuk kontrak
secara langsung namun memberi petunjuk tentang bgaimana sahnya suatu kontrak perjanjian.

2.2 Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Perjanjian Bisnis


2.2.1 Syarat-syarat Sahnya Suatu Kontrak
Bentuk perjanjian atau kontrak akan menjadi hukum dan mengikat para pihak yang
menyepakatinya, hanya mungkin terjadi apabila perjanjian atau kontrak tersebut telah
memenuhi syarat-syarat sahnya suatu kontrak. Berdasarkan pasal 1320 BW (Burgerlijk Betboek).
Ada empat syarat sahnya suatu kontrak :

a. Adanya kesepakatan pihak-pihak yang berkontrak

Kesepakatan (agreeemennt) di antara para pihak yang berkontrak bukan hanya


menjadi syarat berlakunya kintrak di Indonesia tapi juga berlakunya kontrak secara
universal dalam ketentuan kontrak di negara-negara lain. Kesepakatan yang
merupakam pertemuan antara penawar (offer) dari suatu pihak yang mengajukan
penawaran (offeror) dan juga penerimaan oleh pihak lain yang menjadi tujuan dari
diajukannya penawaran (offere) tersebut merupakan dasar dari timbulnya kewajiban

3
dari satu sisi dari sisilain yang harus dipenuhi oleh para pihak yang berkontrak Pasal
1320 BW menjadikan kesepakatan (agreement) sebagai salah satu dari 4 syarat
fundamental sahnya suatu perjanjian atau kontrak san hal ini berbeda dengan
UNCITRAL (common law) yang tidak langsung menjadikan kesepakan sebagai dasar
sahnya suatu perjanjian tetapi lebih kepada unsur-unsur terjadinya keepakatn
tersebut seperti misalnya penawaran dan penerimaan.

b. Pihak-pihak berkontrak memiliki kapasitas atau kewenangan hukum

Kecakapan untuk melakukan Tindakan hukum merupakan kewenangan yang


diberikan dan dijamin oleh hukum baik terhadap orang pribadi dan juga orang
korporasi (legal entity) sebagai subjek pendukung hak dan pelaksana kewajiban. Jika
subjek hukum adalah seorang pribadi maka haknya untuk melakukan perbuatan
hukum dapat dimulai setelah orang tersebut berumur 21 tahun atau telah dewasa
dan seorang yang bertindak sebagai subjek hukum dari dan untuk sebuah badan
hukum maka seseorang tersebut adlah seorang yang memiliki jabatan penting
dalam badan hukum tersebut. Misalnya perseroan terbatas (PT), maka orang yang
berhak menjadi subjek hukum untuk melakukan suatu Tindakan hukum yaitu doreksi
atau seorang yang ditunjuk oleh direksi untuk melakukannya.

c. Objek kontrak yang disepakati jelas

Hal tertentu yang dimaksukan adalah isi prestasi sebagai objek perjanjian harus jelas
dan paling sedikit ditentukan jenisnya. Bila hal-hal yang disepakati tidak jelas maka
akan timbul ketidakjelasan kontrak dimana “para pihak dapat dianggap melakukan
suatu transaksi seperti membeli kucing dalam karung, yang dapat mengakibatkan
kontrak tersebut batal demi hukum demi keberlakuannya. Subekti, S.H, bahwa
perjanjian” tanpa objek yang jelas maka perjanjian tersebut semula tidak pernah
dilahirkan perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Peraturan perundang-
undangan terikat tidak akan mempermasalahkan para pihak untuk memperjanjikan
barang-barang yang baru ada di kemudian hari sebagai pokok isi dari perjanjian
maupun jumlahnya baru ada setelah perjanjian penutup, asalkan tatacara
pemenuhan prestasi dari perjanjian atau kontrak tersebut jelas diatur.

4
d. Kausa kontrak halal

Pernyataan yang keliru jika kausa diartikan sebagai alas an seseorang menyepakati
suatu perjanjian. Ahli hukum yang lain yakni Prof. Wirjono Prodjodikoro
menyatakan:

“dalam pandangan saya, kausa dalam hukum perjanjian adalah isi dari suatu
persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan tersebut”

Maka berdasarkan pendapat kedua ahli hukum di atas dapat diartikan bahwa kausa
dapat diartikan sebagai dasar objektif yang menjadi latar belakang terjadinya suatu
kontrak. Kausa halal atau tidak halal tidak akan mencapai sasaran bila dilihat secara
subjektif (keinginan para oihak untuk yang berkontrak). Misalnya pembelian pisau
akan menjadi kasus kausa tidak halal apabila pisau dipandang sebagai alat untuk
membunuh seseorang. Kausa halal dan tidak halal dilihat secara objektif pada inti
dari lahirnya point-point dala perjanjian tersebut.

Perbedaan syarat kontrak berdasarkan BW (Burgerlijk Wetboek) dan


UNCITRAL (United Nation Commission Internasional Trade Law) sebenarnya tidak
terlalu jauh berbeda. Berdasarkan UNCITRAL, syarat sahnya suatu Kontrak yaitu :

1) Harus ada offer


2) Offer tersebut harus direspon dengan acceptance
3) Pihak-pihak yang berkontrak harus memiliki legal capacity
4) Harus ada consideration (prestasi timbal balik)
5) Memiliki lawfull causa
6) Adanya intention to legal relation

Syarat-syarat diatas hamper seluruhnya sma dengan empat syarta yang terdapat
dalam pasal 1320 KUHP, kecuali pada persyartan adanya “consideration” dan juga
harus adanya “intention to crate legel relation”.

Selain syarat sahnya perjanjian suatu kontrak sebagaimana telah dijelaskan di atas,
kita juga harus mengetahui unsur-unsur perjanjian menurut ilmu hukum perdata
yaitu :

a. Unsur essentialia, yaitu unsur-unsur pokok yang mutlak harus ada dalam suatu
perjanjian, seperti identitas para pihak, kesepakan dalam perjanjian.

5
b. Unsur naturalia, yaitu unsur-unsur yang dianggap telah ada dalam perjanian
sekalipin para pihak tidak menetukan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad
baik dalam perjanjian, tidak ada cacad tersembunyi dalam objek perjanjian.
c. Unsur accendentialia, yaitu unsur-unsur yang ditambahkan ke dalm perjanjian
oleh para pihak, seperti klausul “barang yang sudah dibeli tidak dapat
dikembalikan”.

2.3 Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008


tentang informasi dan Transaksi Elektronik serta Dilihar Dari Perspektif
Hukum Perikatan

Kontrak elektronik dapat dilkasifikasikan sebagai perikatan dengan ancaman hukuman,


karena jika pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya maka konsumen berhak untuk
mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang disebabkan oleh lalainya pelaku usaha dalam
melakukan kewajibannya, begitu pula sebaliknya jika konsumen tidak memenuhi
kewajibannya seperti yang diatur dalam kontrak elektronik tersebut. Kontrak elektronik
termasuk dalam jenis perjanjian tidak Bernama, karena kontrak elektronik ini tidak diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Suatu perjanjian agar menjamin kepastian bagi
para pihak mengenai keabsahan dari perjanjian tersebut, maka haruslah memenuhi syarat-
syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, pada pasal 9 Undang-Undang No. 11. Satu poin penting yang tidak dicantumkan
secara jelas dalam ketentuan di atas adalah mengenai suatu sebab yang halal atau itikad baik,
padahal seperti yang kita ketahui bahwa itikad baik merupakan hal penting dalam suatu
perjanjian yang dapat melindungi para pihak dari kerugian. Bahkan penjelasan terhadap
Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai syarat-syart sahnya kontrak elektronik
ini. Hukum perikatan mengenel dua jenis akta yaotu akta di bawah tangan dan akta otentik.
Syangnya kontrak elektronik tidak termasuk ke dalam jenis akta manapun. Akta di bawah
tangan maupun akta otentik dibuat dengan mempertemukan masing-masing pihak secara
langsung dan diuat secara manual, sedangkan kontrak elektronik dilakukan melalui media
elektronik dengan jaringan internet dan para pihak tidak bertemu secara langsung.
Dalam hal jual belei online yang dilakukan melalui website biasanya terdapat button
agree dan disagree yang dapat diklik oleh konsumen jika mereka menyetujui atau tidak
menyetujui perjanjian yang ditawarkan. Di mana hal ini sangat mudah dilakukan oleh siapa
saja dan oknum-oknum tertentu dapat menggunakan identitas orang lain untuk melakukan hal
ini. Apalagi jual beli online tersebut dilakukan meleui media sosial seperti Instagram, line
dan whatsapp.

6
Perlindungaan Hukum Terhadap Konsumen dalam Pembuatan Kontrak Elektronik

Para pihak yang terlibat dalam pembuatan kontrak elektronik biasanya adalah pelaku
usaha dan konsumen. Sedangkan pemerintah berperan sebagai pengawas dalam penegakan
hukum perlindungan konsumen. Karena dianggap dapat mempersingkat waktu dan biaya,
pelaku usaha biasanya mengguanakn klausula baku dala pembuatan kontrak elektronik.
Klausula baku selalu ditentukan oleh pelaku usaha yang kemudian ditawrkan pada konsumen
dan konsumen hanya memiliki dua pilihan, yaitu menyetujui seluruh klausula tersebut atau
tidak sma sekali. Hal ini jelas membuat posisi konsumen menjadi sangat lemah, terutama
dalam transaksi jual beli online. Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan KOnsumen mengatur mengenai klausula-klausula baku yang dilarang untuk
dicantumkan dalam perjanjian baku. Hal ini berkaitan erat dengan ketentuan cacat
tersembunyi yang diatur dalam perjanjian konvensional. Pasal 1941 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata menyatakan bahwa pelaku usaha berkewajiban untuk menjamin 2 hal ini
pada konsumennya yaitu, penguasaan barang yang dijual itu secra aman da tenteram dan
tidak ada cacat tersembunyi pada barang tersebut. Pasal 1504 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menyatakan bahwa pelaku usaha harus menganggung barang tersebut terhadap cacat
tersembunyi. Namun jika terhadap cacat yang terlihat dan dapat diketahui oleh pembeli, maka
pelaku usaha tidak wajib menjamin barang tersebut, hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1505
Kitab Undang0Undang Hukum Perdata. Jika dikaitkan dengan transaksi jual beli online
segala macam barang yang dikirimkan oleh pelaku usaha tanpa disertai informasi yang jelas
dari pelaku usaha, jika barangnya mengalami cacat maka itu akan masuk dalam kategori
cacat tersembunyi.

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencagah terjadinya sengketa,


yang mengarahkan Tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan
berdasarkan diskresi dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di Lembaga peradilan. Perlindungan hukum
bila dijelaskan secara harfiah dapat menimbulkan banyak presepsi. Perllindungan hukum
dapat berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan
tidak dicederai oleh apparat penegak hukum dan juga dapat berarti perlindungan yang
diberikan oleh hukum dari kerugian yang ditimbulkan oleh transaksi jual beli online.

7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kontrak elektronik berdasarkan UU nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak melalui sistem elektronik.
Syarat sahnya kontrak elektronik secara umum adalah sama menurut Burgerlijk WetBoek dan
UNCITRAL yakni adanya kesepakatan dari para pihak, adanya kecakapan para pihak untuk
melakukan perbuatan hukum, adanya pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang halal.
Hal ini menjadi dasar sahnya suatu kontrak meski bentuk kontrak berbeda. Suatu kontrak
batal demi hukum sama halnya terjadi dengan hal-hal yang memengaruhi keabsahan suatu
kontrak. Kontrak yang dibuat dengan melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur oleh
undang-undang tentu akan batal demi hukum.

Bahkan setelah peraturan ini direvisi dengan Undang-Uundang No. 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi
Elektronik, tidak juga diatur lebih lanjut mengenai syarat kontrak ini.

8
DAFTAR PUSAKA

Sinaga, David Herianto. 2020. “Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Perjanjian Bisnis”,
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/59505
Putri, Wahyu Sumena. 2020. “Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Transaksi E-Commerce
Di tinjau Dari Hukum Perikatan”.
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/JAH/article/view/417
Hassanah, Hetty. 2015. “Analisid Hukum Tentang Perbuatan Melawan Hukum Dalam
Transaksi Bisnis Secara Online (E-Commerce) Berdasarkan Burgerlijke Wetboek Dan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”.
http://ejournal.sthb.ac.id/index.php/jwy/article/viewFile/88/70

iii

Anda mungkin juga menyukai