Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

(Contoh Kasus Sistem Zonasi PPDB di Indonesia)

diajukan guna memenuhi tugas terstruktur pada Mata Kuliah


Analisis Kebijakan Publik

Dosen Pengampu:
Dr. H. MANSYUR, M.Si

Oleh :
CIKA ADITA A. W. NPP 27.0412
EKKA CANDRA YEPTA MS. NPP 27.0227
RAHMAHDAN QALBI Y. NPP 27.0270
RIJAL FAUZAN MASHUDA NPP 27.0845
SHAFIRA NUR AZIZAH NPP 27.0307
Kelas : H1
Program Studi : Kebijakan Pemerintahan

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


Jakarta, 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... i


BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 5
BAB II
LANDASAN TEORI ......................................................................................................... 6
2.1. Implementasi Kebijakan Publik .................................................................. 6
2.2. Kebijakan Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) ............................................................................................................ 10
BAB III
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 13
3.1. Implementasi Kebijakan Sistem Zonasi ................................................. 13
3.2. Dampak Implementasi Kebijakan Sistem Zonasi ................................ 18
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 21
4.1. Kesimpulan .................................................................................................... 21
4.2. Saran ............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 23

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting

dalam keseluruhan strukur kebijakan karena melalui prosedur ini proses

kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau

tidaknya pencapaian tujuan. Esensi utama dari implementasi kebijakan

adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program

dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup

usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata

pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Menurut Mazmanian dan

Sabatier dalam Agustino (2008: 196) menjelaskan bahwa:

Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan


dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif
yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya,
keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah-masalah yang
ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau
mengatur proses implementasinya.

Berdasarkan rumusan implementasi kebijakan sebagaimana

dikemukakan diatas, maka implementasi kebijakan dapat dimaknai

sebagai pelaksanaan kegiatan/aktifitas mengacu pada pedoman-pedoman

yang telah disiapkan sehingga dari kegiatan/aktifitas yang telah

dilaksanakan tersebut dapat memberikan dampak/akibat bagi masyarakat

1
2

dan dapat memberikan kontribusi dalam menanggulangi masalah yang

menjadi sasaran program. Selanjutnya Lester dan Stewart dalam Agustino

(2008: 196) mengatakan bahwa:

Implementasi kebijakan sebagai tahap penyelenggaraan kebijakan


segera setelah ditetapkan menjadi undang-undang. Dalam
pandangan luas implementasi kebijakan diartikan sebagai
pengadministrasian undangundang kedalam berbagai aktor,
organisasi, prosedur, dan teknik-teknik yang bekerja secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan dan dampak yang ingin
diupayakan oleh kebijakan tersebut.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting

dalam keseluruhan strukur kebijakan karena melalui prosedur ini proses

kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau

tidaknya pencapaian tujuan. Dalam sejarah perkembangan studi

implementasi kebijakan dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna

memahami implementasi kebijakan, yaitu: pendekatan top down dan

bottom up. Pendekatan top down misalnya dapat disebut sebagai

pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi

kebijakan, walaupun dikemudian hari terdapat perbedaanperbedaan

sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya dua

pendekatan ini bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam

mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. Inti dari

kedua pendekatan ini adalah sejauhmana tindakan para pelaksana

(administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang

telah digariskan oleh pembuat kebijakan.


3

Sebagai negara yang berdaulat, pemerintah Indonesia telah

membuat berbagai macam bentuk kebijakan dengan tujuannya masing-

masing di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Salah satunya

pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang pendidikan yaitu kebijakan

sistem zonasi. Sistem zonasi merupakan sistem penerimaan peserta didik

baru yang diberlakukan dengan penentuan radius zona oleh pemerintah

daerah masing-masing dan Sekolah wajib menerima calon peserta didik

yang berdomisili pada radius zona terdekat dengan persentase tertentu

dari total jumlah peserta didik yang akan diterima. Sistem zonasi yang

merupakan rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia pada tahun

2016 kepada Kemendikbud, Kemendagri, dan Kemenag ini kemudian

dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy

dengan tujuan untuk menghilangkan predikat sekolah favorit dan tidak

favorit, agar tercipta pemerataan kualitas pendidikan di seluruh sekolah di

Indonesia.

Kebijakan sistem zonasi pada pelaksanaannya masih menimbulkan

polemik tersendiri di kalangan masyarakat. Sistem Zonasi pendaftaran

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dianggap merugikan dan

tidak adil oleh para orang tua. Tak hanya itu, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud) bahkan dinilai melanggar Undang-undang

(UU) Sistem Pendidikan Nasional.

Melanjutkan upaya pemerintah untuk mempercepat pemerataan

pendidikan adalah penetapan sistem zonasi yang tertera pada


4

Permendikbud Nomor 14 tahun 2018, yaitu Penerimaan Peserta Didik

Baru (PPDB) yang menekankan pada jarak atau radius antara rumah

siswa dengan sekolah, dengan demikian siapa yang lebih dekat dengan

sekolah ia lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah

tersebut. kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat pemerataan

pendidikan yang berkualitas dan diharapkan mampu menyinergikan

tripusat pendidikan yaitu sekolah, masyarakat dan keluarga untuk

memberikan kesadaran kepada masyarakat secara umum bahwa

tanggung jawab Pendidikan tidak hanya di satu pihak, melainkan

tanggung jawab bersama. Hal terpenting dari PPDB Zonasi adalah anak

bisa mendapatkan layanan pendidikan yang terdekat dari rumah atau

tempat tinggalnya, jika dalam satu zona kelebihan kuota maka Dinas

Pendidikan wajib mencarikan sekolah atau membuka rombel tambahan,

sehingga tidak ada anak yang tidak mendapatkan sekolah. Sistem ini

memberikan peluang 75% untuk calon siswa yang berada pada zona

sekolah, 25% selebihnya diambil berdasakan nilai dan 5% untuk jalur

khusus seperti mengikuti tugas orang tua sebagai pejabat negara.

Namun dalam realitanya banyak aduan dari orang tua karena

usaha keras anak untuk mendapatkan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN)

sia-sia, sehingga anak tidak bisa masuk ke sekolah negeri, sedangkan

bagi keluarga kurang mampu sekolah negeri adalah alternative untuk

mendapatkan pendidikan dengan layak. Dengan penerapan PPDB Zonasi

lebel sekolah favorit otomatis terhapus dengan sendirinya, hal ini memang
5

salah satu tujuan dari zonasi agar tidak ada lagi segregasi pendidikan.

Disisi lain PPDB ini menjadi polemik tersendiri untuk guru dan siswa, guru

di SMPN yang biasanya mengajar murid-murid dengan akademik tinggi

kini harus mengajar siswa dengan beragam kemampuan, sehingga guru

membutuhkan metode dan cara ekstra yang berbeda dari biasanya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini akan

dibahas mengenai IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM ZONASI PPDB

DI INDONESIA.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi kebijakan sistem zonasi di Indonesia?

2. Bagaimana dampak implementasi kebijakan sistem zonasi di

Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan sistem

zonasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dampak implementasi kebijakan sistem

zonasi di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Implementasi Kebijakan Publik

Secara umum, implementasi menghubungkan tujuan-tujuan

kebijakan terhadap hasil-hasil kegiatan pemerintah. Ketidakberhasilan

implementasi suatu kebijakan disebabkan keterbatasan sumber daya

manusia, struktur organisasi yang kurang memadai, dan koordinasi

dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, implementasi

kebijakan mendapat perhatian khusus dari para ahli sehingga merupakan

bagian dari bidang kajian kebijakan publik (Anggara, 2012:530).

Pengertian implementasi kebijakan secara sederhana dirumuskan oleh

Wahab dalam Anggara (2012:530) sebagai suatu proses melaksanakan

kebijakan, yang biasanya dalam bentuk undang-undang peraturan

pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden.

Selanjutnya menurut Van Meter dan Van Horn dalam Rusli (2015:91)

mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:

Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau


pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta
yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Sedangkan menurut Riant Nugroho dalam Rusli (2015:90)

implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat

mencapai tujuannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi

6
7

kebijakan merupakan proses pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh

agen pelaksana terhadap kebijakan yang telah dipilih oleh pemerintah

agar mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

Dalam makalah ini, akan digunakan model implementasi kebijakan

menurut Van Mater dan Van Horn. Menurut Van Meter dan Van Horn

dalam Agustino (2008:142), model ini mengandaikan bahwa implementasi

kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan

kinerja kebijakan publik. Sementara itu model implementasi kebijakan Van

Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008:141-144) terdapat enam

variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:

a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari

kebijakan memang realistis dengan sosiokultur yang ada di level

pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan

terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level

warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik

hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

b. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung

dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam

menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahaptahap


8

tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya

sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan

yang disyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber daya

itu nihil, maka kinerja kebijakan kebijakan publik sangat sulit untuk

diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain

yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan

sumber daya waktu. Karena itu sumber daya yang diminta dan

dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk

sumber daya tersebut.

c. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian

kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi

kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang

tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu,

cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga

diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana.

Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya

semakin besar pula agen yang dilibatkan.

d. Sikap Kecenderungan (disposition) Para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja


9

implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh

karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi

warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan

yang mereka rasakan.

e. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam

implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi dan

komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses

implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat

kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaiknya.

f. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van

Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal

turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah

ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak

kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan

kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.


10

2.2. Kebijakan Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru


(PPDB)

Kebijakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru

(PPDB) merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan No. 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru

(PPDB) pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah

Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau

Bentuk Lain yang Sederajat. Sistem zonasi merupakan sebuah kriteria

utama dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang melihat

berdasarkan jarak antara tempat tinggal calon peserta didik dengan

sekolah. Tujuan kebijakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik

Baru (PPDB) ini menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir

Effendy, adalah untuk menjamin pemerataan akses layanan pendidikan

bagi siswa, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan

keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah,

khususnya sekolah negeri, serta membantu analisis perhitungan

kebutuhan dan distribusi guru.

Dalam pasal 16 Peraturan Kementerian dan Kebudayaan No.14

tahun 2018 dijelaskan bahwa dengan menerapkan sistem zonasi, sekolah

yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon

peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah

paling sedikit sebesar 90% dari total jumlah peserta didik yang diterima.
11

Domisili calon peserta didik tersebut berdasarkan alamat pada kartu

keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pelaksanaan

PPDB.

Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai

dengan kondisi di daerah tersebut melalui musyawarah/kelompok kerja

kepala sekolah. Selain itu, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah

daerah juga dapat menerima calon peserta didik melalui jalur prestasi

yang berdomisili diluar radius zona terdekat dari sekolah paling banyak

5% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima, dan melalui

jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili diluar zona terdekat dari

sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan domisili

orangtua/wali peserta didik atau terjadi bencana alam/sosial, paling

banyak 5% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Biaya dalam pelaksanaan PPDB pada sekolah yang menerima Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) dibebankan pada dana BOS.

Khusus SMA/SMK atau bentuk lain yang sederajat yang

diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi, wajib menerima dan

membebaskan biaya pendidikan bagi perserta didik baru yang berasal dari

keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu wilayah

daerah provinsi paling sedikit 20% dari jumlah keseluruhan peserta didik

yang diterima. Pesera didik kurang mampu tersebut harus dibuktikan

melalui Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau bukti lainnya yang

diterbitkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, Pemerintah daerah wajib


12

membuat kebijakan daerah sebagai tindak lanjut atas Peraturan Menteri

ini dengan berasaskan objektifitas, transparansi, akuntabilitas,

nondiskriminatif, dan berkeadilan.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Implementasi Kebijakan Sistem Zonasi

Pelaksanaan PPDB mengacu pada peraturan terbaru yakni

Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, salah satunya mengatur tentang

sistem zonasi yang mulai diterapkan dalam PPDB tahun 2019 dengan

memprioritaskan calon peserta didik yang wajib diterima meliputi:

a. Jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai ketentuan zonasi,

b. Surat Keterangan Hasil Ujian Akhir Nasional (UAN) bagi lulusan

SMP, dan

c. Prestasi akademik dan non-akademik.

Dalam kebijakan tersebut perlu diperhatikan mengenai sistem

zonasi secara umum, yaitu: Pertama, sekolah yang diselenggarakan

pemerintah daerah (pemda) wajib menerima calon peserta didik

berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kuota paling

sedikit 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Kedua, domisili calon peserta didik yang termasuk dalam zonasi sekolah

didasarkan pada alamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling

lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Ketiga, radius zona

terdekat dalam sistem zonasi ditetapkan oleh pemda sesuai dengan

kondisi di daerah tersebut dengan memperhatikan ketersediaan anak usia

sekolah di daerah tersebut; dan jumlah ketersediaan daya tampung

13
14

sekolah. Keempat, Penetapan radius zona pada sistem zonasi ditentukan

oleh pemda dengan melibatkan musyawarah atau kelompok kerja kepala

sekolah.

Sedangkan calon siswa di luar zonasi dapat diterima melalui

beberapa cara yakni: pertama, melalui jalur prestasi dengan kuota paling

banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang

diterima. Kedua, alasan perpindahan domisili orang tua atau alasan terjadi

bencana alam paling banyak 5% dari total keseluruhan siswa yang

diterima.

Peraturan PPDB pusat diatas kemudian diturunkan ke pemerintah

daerah untuk merancang PPDB berdasarkan tujuannya masing-masing,

karena upaya pemerataan pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai

cara sesuai dengan daerah dan potensi yang dimiliki masing-masing,

namun kebijakan tersebut tetap harus berlandaskan: pertama,

menyediakan sistem yang mengurangi segregasi di sekolah yang

mencakup kondisi sosio ekonomi, capaian pembelajaran dan kelompok

minoritas. Kedua, menyediakan sistem yang memberikan kesempatan

seluas-luasnya untuk peserta didik diterima disekolah pilihannya. Ketiga,

mendesain sistem penerimaan yang efektif dalam meningkatkan

pembelajaran peserta didik terlepas dari pilihan peserta didik tersebut.

Permasalahan terhadap penerapan sistem zonasi tidak dapat

dipungkiri, diantaranya: priotitas jarak tempat tinggal calon peserta didik


15

dengan sekolah sebagai penentu utama PPDB sulit diterapkan, karena

jumlah lulusan sekolah dengan ketersediaan sekolah untuk semua daerah

belum seimbang. Akibatnya, beberapa sekolah yang awalnya mendapat

murid banyak menjadi terbatas dan sekolah yang awalnya kekurangan

calon peserta didik menjadi kelebihan calon siswa karena berada di zona

padat, sehingga mereka yang berada pada radius yang lebih jauh akan

kalah dengan calon siswa yang memiliki radius lebih dekat, selain itu hal

ini juga berhubungan dengan jumlah kelas dan guru, sekolah yang

terbiasa meneriman calon murid dengan kapasitas besar akan kesulitan

dalam mengatur jam guru sehingga akan terjadi pemutusan kontrak guru

honorer ataupun jadwal pemenuhan di sekolah lain untuk PNS. Lain lagi

dengan sekolah yang biasanya menerima calon siswa dengan jumlah

sedikit menjadi lebih banyak, masalahnya adalah sarpras dan jumlah guru

kurang memadai, hal ini membuat sekolah tidak mampu menerima murid

diluar batas kapasitas gedung dan tenaga pendidik.

Adanya keutamaan “prioritas jarak” dalam PPDB zonasi

menjadikan beberapa orang tua berlomba-lomba untuk tinggal di dekat

sekolah. Realitanya, sebelum diberlakukan zonasi ada PPDB online yang

kala itu bisa menggunakan KK saudara atau nenek yang terpenting di

kota, sehingga banyak ditemukan anak masuk ke KK tante, nenek atau

saudaranya untuk bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Namun untuk

saat ini cara tersebut sudah tidak bisa lagi digunakan, dilihat dari KK

orang tua yang nama anak ada didalamnya. Dari hal ini tidak menutup
16

kemungkinkan ada 2 anak memiliki jarak radius sama, sedangkan kuota

tidak mencukupi, maka sekolah akan melihat dari hasil nilai UAN siswa.

Fenomena lain di lapangan, sistem jarak tersebut memberikan dampak

terhadap harga tanah dan rumah di sekitar SMPN menjadi naik dibanding

sebelumnya.

Masalah yang seringkali terjadi selanjutnya adalah sistem zonasi

yang mengutamakan jarak calon siswa dengan sekolah dibanding nilai

ujian nasional berakibat pada runtuhnya motivasi peserta didik baru dalam

belajar dan meraih prestasi. Sebelumnya banyak calon siswa belajar

sungguh-sungguh hingga masuk bimbingan belajar agar masuk kesekolah

favorit -SMPN- , namun dengan sistem zonasi nilai seakan tidak berharga

lagi seperti dulu. Kemudian, kurang maksimalnya sosialisasi dinas dengan

stakeholders menjadikan orang tua berbondong-bondong ke dinas karena

perbedaan penafsiran terhadap aturan zonasi. Di Yogyakarta misalnya

jarak ditentukan pada jarak RW tempat tinggal calon siswa sesuai KK

orang tua ke sekolah terdekat. Akan tetapi, sistem zonasi tidak diterapkan

100% namun juga memberikan kuota untuk jalur prestasi sekitar 5%, oleh

karena itu beberapa SMPN yang dulu memiliki lebel favorit, kini memiliki

kelas khusus yang siswanya diambil dari jalur prestasi, hal ini dikarenakan

agar guru lebih mudah dalam melakukan proses KBM. Namun, persepsi

yang lain lagi pada wilayah Lampung yang memiliki kuota 5% untuk

peserta mandiri dengan kewajiban membayar sumbangan sekolah yang

besarnya ditentukan sekolah masing-masing, akan tetapi aturan ini


17

memunculkan opini masyarakat jika pendidikan akan dibeli orang yang

berduit. Selain masalah-masalah diatas, beberapa daerah juga memiliki

blank spot yaitu wilayah-wilayah yang tidak terjangkau oleh SMPN

manapun, sehingga orang tua kesulitan memasukkan anaknya ke sekolah

negeri.

Adanya dampak negative bukan berarti kebijakan tersebut harus

dibuang, melainkan mesti mempertimbangkan dampak positif yang lebih

besar dari dampak negatifnya. Beberapa contoh dampak positif dari

penerapan PPDB zonasi adalah: pertama, siswa dengan prestasi tertinggi

diharapkan mampu memotivasi siswa yang lain begitu juga dengan siswa

dengan perilaku baik dapat menularkan kepada yang lain. Kedua, guru

yang lebih kompeten akan dapat meningkatkan pembelajaran siswa,

semakin guru berkompeten maka dia ditugaskan untk mengajar siswa

berprestasi rendah. Ketiga, pemerataan kualitas pendidikan, anak-anak

memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan yang

berkualitas.

Keempat, secara ekonomis, sistem zonasi ini dianggap lebih

menghemat biaya transport dan keefektifan waktu serta mendekatkan

anak dengan lingkungan keluarganya. Implikasi lainnya program zonasi

sekolah juga memberikan dampak lingkungan seperti kemacetan lalu

lintas, polusi udara, fisik dan kesehatan anak, serta ketergantungan pada

transportasi bermotor. Secara tidak langsung program ini mendorong


18

siswa untuk mau berjalan kaki ataupun naik sepeda karena jarak rumah

dengan tempat tinggal tidaklah jauh.

3.2. Dampak Implementasi Kebijakan Sistem Zonasi

Sebelum adanya sistem zonasi, banyak sekolah sangat ramai

dengan istilah sekolah “favorit” atau “bagus” yaitu sekolah yang memiliki

kualitas siswa baik secara akademik maupun perilaku, setelah diteliti lebih

dalam siswa-siswa tersebut mayoritas berasal dari keluarga mampu,

sedangkan siswa-siswa yang berasal dari tingkat ekonomi lemah mereka

sekolah di tempat biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya

peserta didik yang berasal dari keluarga berstatus sosial ekonomi tinggi

yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah yang unggul dengan biaya

mahal. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga berstatus sosial

ekonomi rendah tidak mampu mengenyam pendidikan di sekolah bonafit.

Adanya kebijakan zonasi otomatis akan mengumpulkan anak-anak

dengan latar belakang yang tidak jauh berbeda, salah satu temuan

dilapangan adalah masyarakat dengan kondisi sosial serupa tinggal

berdekatan. Sehingga menjadi banyak keluhan dari beberapa guru

mengenai perilaku siswa yang jauh berbeda dibandingkan dengan masa

sebelum zonasi. Secara terminology, perilaku merupakan sifat tindakan

yang dimiliki oleh siswa dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai,

etika, kekuasaan, persuasi atau genetika. Ia dikelompokkan ke dalam

perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh dan perilaku


19

menyimpang. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relative

terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial.

Dengan sistem zonasi guru mengajar dengan ekstra untuk

membuat murid memamahi pelajaran, bahkan terkadang guru tidak

mengajar materi pelajaran melainkan mengajari etika dan sopan santun.

Dari ajaran etika tersebut dianggap akan memberikan penyadaran

terhadap siswa, sehingga mereka bisa memiliki motivasi untuk belajar.

Kondisi sekolah memang tidak bisa disalahkan, namun perlu kita

perhatika bahwa sekolah yang menerima murid dengan kemampuan

rendah akan memberikan dua arah, positifnya paparan terhadap siswa

berprestasi tinggi akan memotivasi murid, namun negatifnya siswa

kesulitan untuk mengikuti pembelajaran siswa berprestasi tinggi.

Sedangkan sekolah yang menerima murid dengan kemampuan tinggi,

positifnya adalah paparan terhadap lingkungan yang beragam akan

mengstimulasi murid dan negatifnya siswa harus memperlambat

pembelajaran mereka untuk mengakomodasi siswa lain.

Contoh keluhan lain mengenai perilaku siswa yang masuk melalui

jalur zonasi tidak memiliki motivasi belajar, susah untuk disiplin, ramai di

dalam kelas dan ingin pulang sebelum jam berakhir. Apabila sosial

masyarakat yang tinggal disekitar sekolah berada pada ekonomi lemah

yang tidak begitu memperhatikan perkembangan anak, adanya zonasi ini

sangat menguntungkan mereka dengan pertimbangan nilai Ujian Akhir

Nasional (UAN) anak rendah, calon siswapun juga sudah memiliki


20

persepsi bahwa berapapun nilai UAN ia akan tetap diterima di sekolah

negeri, sehingga tak jarang dari murid berangkat sekolah hanya

merupakan rutinitas untuk mendapatkan uang saku, bertemu teman dan

bermain di kelas. Sedangkan efek dari lingkungan teman yang negatif

akan mudah tersebar kepada siswa lain. Sekolah mengalami kesulitan

menangani perilaku-perilaku siswa dengan beraneka ragam latar

belakang. Karena perilaku anak yang tidak disiplin, pada akhirnya

mempengaruhi sistem pembelajaran di dalam kelas, siswa dengan

prestasi rendah akan kesulitan untuk mengikuti pembelajaran siswa

berprestasi tinggi, begitu juga siswa dengan prestasi tinggi harus

memperlambat pembelajaran untuk mengakomodasi siswa.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

PPDB zonasi yang diterapkan menjadi polemik tersendiri diantara

pendapat kontra adalah kurangnya sosialisasi dari dinas Pendidikan,

adanya blank spot dan perilaku kurang disiplin siswa. Namun, sisi pronya

adalah sistem zonasi menghapus dikotomi sekolah antara favorit dan

biasa, mendorong anak dekat dengan keluarga dan efesien dalam jarak

dan ongkos. Namun, hal yang sering kali ditemukan di lapangan adalah

sistem zonasi yang mengumpulkan anakanak dengan kondisi yang tidak

jauh berbeda menjadi keluhan tersendiri untuk guru demi menangani

perilaku siswa yang semakin “urakan” atau tidak disiplin, hal ini perlu

segera ditangani karena ketidaksiplinan tersebut pada akhirnya

berhubungan dengan prestasi siswa yang rendah.

4.2. Saran

Seharusnya pemerintah dalam menentukan zona perlu

diperhatikan lagi dalam mengevaluasi proyeksi lulusan sekolah, kemudian

data tersebut dibandingkan dengan ketersediaan sekolah yang akan

digunakan untuk menentukan zonasi, hal ini untuk meminimalisir blank

spot yang terjadi.

21
22

Kemudian berkaitan dengan perilaku siswa, diperlukan kerjasama

dengan wali murid, akan tetapi diantara siswa yang berada pada ekonomi

dan prestasi lemah memiliki orang tua yang cuek terhadap anak, sehingga

tumbuh kembanganya anak sudah dipercayakan 100% ke sekolah,

sedangkan sekolah tidak mampu mengawasi anak 24 jam. Kasus

demikian bisa kita analisis menggunakan teori pola asuh keluarga,

biasanya mereka berada pada keluarga yang otoriter yaitu menjadikan

anak tidak memiliki kenyamanan ditengah-tengah keluarganya sehingga

saat disekolah mereka merasa bebas, selain otoriter anak yang terbiasa

berada pada pola asuh permisif juga memiliki kedisiplinan yang sangat

rendah dan relatif melanggar aturan.


DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, Antonius Rahardityo, Ravik Karsidi dan Bagus Haryono,


Stakeholder’ “Perception About Zoning System of New Student
Entrollment Programme (PPDB) at SMA Negeri 2 Sukoharjo in The
Academic Year 2018/2019”, Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan KALUNI, Vol. 2, 2019

Kemdikbud. Indikator Pendidikan di Indonesia 2012/2013. Jakarta:


kemendikbud. 2013.

Respati, Winanti Siwi Respati dkk. Perbedaan Konsep Diri Antara Remaja
Akhir Yang Mempersepsi Pola Asuh Orang Tua Authoritarian,
Permissive dan Authoritative. Jurnal Psikologi. Vol 4. No. 2.Des
2006.

Safarah, Azizah Arifinna dan Udik Budi Wibowo. Program Zonasi di


Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pemerataan Kualitas Pendidikan di
Indonesia. Jurnal Lentera Pendidikan. Vol. 21, No. 2, Desember
2018.

______. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta,


2000.

UUD 1945 pasal 28 C ayat (1), pasal 31 ayat (2), pasal 31 ayat (3) dan
(4).

“Penerimaan Peserta Didik Baru: Blank Spot Muncul Dalam Sistem Zonasi
Siswa”, Suara Pembaruan, 14-15 Juli 2018.

Wahyuni, Dinar. Pro Kontra Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru
Tahun Ajaran 2018/2019, Puslit Badan Keahlian DPR.

Widiyanto, Danar. “Akibat PPDB Zonasi, Tambah Sekolah di Yogya


Selatan”, https://krjogja.com/web/news/
read/71138/Akibat_PPDB_Zonasi_
Tambah_Sekolah_di_Yogya_Selatan, diakses pada 20 Maret 2019.

23

Anda mungkin juga menyukai