Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. Y DENGAN POLIP NASAL

DI RUANG BOUGENIVILLE RSUD WALED KOTA CIREBON

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

MARYANI

CKR0160028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN 2020
1.1 Masalah Utama
Polip Nasal Bilateral
1.2 Proses Terjadinya Masalah
1.2.1 Deifnisi
Polip nasal adalah suatu proses inflamasi kronis pada
mukosa hidung dan sinus paranasi yang ditandai dengan adanya
massa yang edematous pada rongga hidung (Kern et.al, 2013).
Polip adalah penyakit yang menyerang rongga hidung.
Penyebabnya adalah tumbuhnya daging kecil (tumor lunak) di
dalam rongga hidung akibat peradangan rinitis alergica yang tidak
segera diobati. Di samping harus menjalani pengobatan, penderita
penyakit ini juga harus menghindari pajanan berupa debu, serbuk
sari (polen), bulu binatang, asap rokok dan asap pabrik.
Polip nasal muncul seperti anggur pada rongga hidung
bagian atas, yang berasal dari dalam kompleks ostiomeatal. Polip
nasi terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi dan
beberapa kelenjar dan kapiler dan ditutupi dengan berbagai jenis
epitel, terutama epitel pernafasan pseudostratified dengan silia dan
sel goblet (Chojnowska, 2013).
Sebelumnya polip nasal disebutkan dalam catatan
Hippocrates dari abad ke-4 SM (Ślifirski, 2008) kemudian
terjadinya polip nasal dikonfirmasi pada prasasti batu nisan Raja
Sabur yang bertuliskan “Nostril Freed” oleh dokter Mesir Ni-Ankh
Sekhmed.

1.2.2 Anatomi Fisiologi


Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya
mendapat perhatian lebih dari biasanya; merupakan salah satu
organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang tidak
menguntungkan.
Hidung mempunyai beberapa fungsi : sebagai indera
penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-
paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru dan
memodifikasi bicara.
Alat pencium terdapat dalam rongga hidung dari ujung
saraf otak nervus olfaktorius. Serabut saraf ini timbul pada bagian
atas selaput lendir hidung dikenal dengan olfaktori. Nervus
olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang
mengeluaran fibril yang sangat halus, terjalin dengan serabut-
serabut dari bulbus olfaktorius yang merupakan otak terkecil. Saraf
olfaktorius terletak di atas lempeng tulang etmoidalis.
Konka nasalis terdiri dari lapisan selaput lender. Pada
bagian puncaknya terdapat saraf-saraf pembau. Kalau kita bernapas
lewat hidung dan kita mencium bau suatu udara, udara yang kita
isap melewati bagian atas dari rongga hidung melalui konka
nasalis. Pada konka nasalis terdapat tiga pasang karang hidung :
 Konka nasalis superior
 Konka nasalis media
 Konka nasalis inferior

Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang


disebut sinus para nasalis yang terdiri dari :

 Sinus maksilaris (rongga tulang hidung)


 Sinus sfeinodalis (rongga tulang baji)
 Sinus frontalis (rongga nasalis inferior)
 Sinus ini dilapisi oleh selaput lendir. Jika terjadi peradangan
pada rongga hidung, lender-lendir dari sinus para nasalis akan
keluar. Jika tidak dapat mengalir ke luar akan menjadi
sinusitis.
1.2.3 Klasifikasi
Menurut Chojnowska (2013), klasifikasi polip nasal
berdasarkan derajatnya dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

Derajat Gambar Keterangan


0o Tidak terdapat polip

1o Polip ringan (polip


kecil yang tidak
mencapai tepi atas
bagian bawah
concha nasal)

2o Polip sedang (polip


yang letaknya di
antara bagian atas
dan bawah dari
concha nasal. Polip
jenis ini
menyebabkan
penurunan yang
signifikan dari
permeabilitas rongga
hidung).
3o Polip berat (polip
yang menutupi
seluruh area concha
nasalI, dari tepi atas
hingga tepi bawah.
Polip ini
menyebabkan
jumlah oklusi aliran
udara, di bagian
rongga hidung.
Aliran udara tidak
mampu masuk
melalui hidung yang
terkena polip)

Menurut Tos (1992), berdasarkan histologisnya terdapat 4


tipe dari polip nasi:

- Eosinofilik edematous. Tipe ini merupakan jenis yang paling


banyak ditemui yang meliputi kira-kira 85% kasus. Tipe ini
ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel
goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat
tinggi, sel mast dalam stroma, dan penebalan membran
basement.
- Polip inflamasi kronik. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10%
kasus polip nasi. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya
edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan
dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon
inflamasi mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan
adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.
- Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous. Tipe ini
hanya terdapat kurang dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran
utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam
jumlah yang banyak.
- Polip dengan atipia stromal Tipe ini merupakan jenis yang
jarang ditemui dan dapat mengalami misdiagnosis dengan
neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran
atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai
suatu neoplasma.

1.2.4 Etiologi
Polip nasal biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi
hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan
infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan
pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau
sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya
polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa
hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam
rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan
interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak
mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya
ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada
anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis
(mucoviscidosis).
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip,
antara lain:
- Alergi terutama rinitis alergi
- Sinusitis kronik
- Iritasi
- Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum
dan hipertrofi konka

1.2.5 Manifestasi Klinis


Penderita polip menunjukkan gejala sebagai berikut:
- Hidung seperti tersumbat
- Rongga hidung terasa gatal dan pedih
- Sering bersin
- Mata berair akibat alergi
- Terkadang disertai dengan demam

1.2.6 Komplikasi

1) Cerebral kebocoran cairan tulang belakang

2) Masalah mata

3) Pendarahan

4) Synechia

5) Infeksi lokal

6) Nasofrontal saluran stenosis

7) Mucocele

1.2.7 Patofisiologi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang


kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma
akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab
makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga
hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

Polip di kavum nasal terbentuk akibat proses radang yang


lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.
Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh
darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan
menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya
membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus
maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di
antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang
yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi
terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia
karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat
sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus
membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

Berikut penjabaran patofisiologi polip hidung dalam pohon


masalah :

Reaksi Alergi/Hipersensitivitas

Edema mukosa nasal


(Pembengkakan mukosa hidung)

Persisten

Polip Hidung

Gangguan Pola nafas


1.2.8 Penatalaksanaan
1) Polip yang masih kecil mungkin dapat diobati secara
konservatif dengan pemberian kortikosteroid per oral. Lokal
disuntikkan ke dalam polip atau topical sebagai semprotan
hidung.
2) Polip yang sudah besar dilakukan ekstraksi polip / polipeptomi
dan menggunakn senar polip. Apabila terjadi infeksi sinus,
irigasi perlu dilakukan dan cara ini dilakukan dengan
perlindungan antibiotic
3) Pada kasus polip yang berulang-ulang perlu dilakuka operasi
etmoidektomi karena pada umumnya polip berasal dari sinus
etmoid.
Etmoidektomi ada 2 cara, yaitu :
- Intra nasal
- Ekstra nasal
Polip bisa tumbuh kembali oleh karena itu pada pengobatan
perlu ditujukan pada penyebabnya, misalnya alergi.

1.2.9 Pemeriksaan Penunjang


Karena polip menyebabkan sumbatan hidung, maka harus
dikeluarkan, tetapi sumbatan karena polip tidak hanya ke dalam
rongga hidung yang menghalangi aliran udara , tetapi juga aliran
sinus paranasal sehingga infeksi di dalam sinus mudah terjadi.
Apabila sewaktu polip dikeluarkan terjadi infeksi yang tidak
diketahui, maka dapat terjadi perdarahan sekunder. Atas alasan ini
maka sebelum setiap operasi dilaksanakan, perlu diadakan
pemeriksaan rontgen sinus dan pembuatan biakan hapus dari
hidung. Sehingga setelah polip dikeluarkan dan dilakukan
pemeriksaan histologi, sebaiknya klien dikirim ke ahli alergi untuk
mencari penyebabnya serta pengobatan.
1.3 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, jenis kelamin, umur, agama, suku/bangsa, status
perkawinan, pekerjaan alamat, tanggal MRS, diagnosa medis,
dan keluarga yang mudah dihubungi.
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Apa keluhan utama, bagaimana sifat keluhan (terus
menerus, kadangkadang), apakah keluhan bertambah
berat pada waktu-waktu tertentu atau kondisi tertentu.
Usaha apa yang dilakukan di rumah untuk mengatasi
keluhan tersebut
 Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit hidung
sebelumnya seperti rhinitis, alergi pada hidung
 Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit ini
seperti klien saat ini dan pakah pernah / mengalami
alergi / bersin
 Pengkajian Psikososial dan Spiritual
 Psikologis
Bagaimana perasaan pasien terhadap penyakit yang
dialaminya
 Sosial
Bagaimana hubungan pasien dengan tim medis dan
orang-orang
 Spiritual
Bagaimana cara beribadah pasien sebelum dan saat
sakit
c. Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi
obat tanpa memperhatikan efek samping
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
gangguan pada hidung

 Pola Istirahat dan Tidur


Biasanya pasien tidak dapat tidur karena pilek yang
dideritanya
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya konsep diri pasien menjadi menurun
karena pilek terus menerus dan berbau
 Pola Sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung
buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen ,
serous, mukopurulen)
d. Pemeriksaan Fisik
 Status Kesehatan Umum
Keadaan umum, tanda-tanda vital, dan kesadaran
 Pemeriksaan Fisik Data Fokus Hidung
o Inspeksi
Inspeksi lubang hidung, perhatikan adanya cairan
atau bau, pembengkakan atau ada obstruksi kavum
nasi. Apakah terdapat peradangan, tumor. Inspeksi
dapat menggunakan alat Rinoskopi.
o Palpasi
Lakukan penekanan ringan pada cuping hidung, bila
konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, tak
mudah berdarah; maka dapat dipastikan klien
menderita polip pada hidung
2. Data Subyektif dan Objektif
a. Data Subyektif
 Klien mengeluh adanya massa yang menyumbat hidung
 Klien mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai
bersin-bersin
 Klien mengeluah tidak bisa atau mengalami gangguan
pernapasan
b. Data Objektif
 Adanya pembengkakka mukosa, iritasi mukosa,
kemerahan
 Adanya massa berwarna putih seperti agar-agar
 Klien tampak sulit untuk inspirasi – ekspirasi

B. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan : Perubahan sirkulasi
2) Cemas berhubungan dengan efek terhadap gaya hidup
3) Gangguan body image berhubungan dengan Biofisika (penyakit
kronis)

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/

Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kerusakan integritas NOC :  Jaga kebersihan


kulit kulit agar tetap
Tissue Integrity : Skin
bersih
berhubungan dengan : and
dan kering
- Perubahan sirkulasi Mucous Membranes
 Mobilisasi pasien
- Perubahan turgor Wound Healing : primer (ubah posisi
dan pasien)
(elastisitas kulit)
DO: sekunder setiap dua jam sekali

- Gangguan pada bagian Setelah dilakukan  Monitor kulit akan


tubuh tindakan adanya kemerahan
 Oleskan lotion
DS: Klien mengatakan keperawatan selama 3x24
atau minyak/baby
kepada suster ruangan jam
oil pada
dia khawatir hidungnya
kerusakan integritas kulit derah yang tertekan
pesek setelah operasi
pasien teratasi dengan  Monitor aktivitas
dan mobilisasi
kriteria hasil:
pasien
 Integritas  Monitor status
kulit yang baik bisa nutrisi pasien

dipertahankan  Memandikan
pasien dengan
(sensasi, elastisitas, sabun dan air

temperatur, hidrasi, hangat

pigmentasi)  Kaji lingkungan


dan peralatan yang
 Tidak ada
menyebabkan tekanan
luka/lesi pada kulit
 Observasi luka :
 Perfusi
lokasi, dimensi,
jaringan baik
kedalaman luka,

 Menunjukka karakteristik,warna

n pemahaman dalam cairan, granulasi, jaringan

proses perbaikan kulit nekrotik, tandatanda

dan mencegah infeksi lokal, formasi


traktus
terjadinya sedera
 Ajarkan pada
berulang keluarga tentang
luka dan
 Mampu
perawatan luka
melindungi kulit dan
 Kolaburasi ahli
mempertahankan
gizi pemberian
kelembaban kulit dan diae TKTP,
vitamin
perawatan alami
 Cegah kontaminasi
 Menunjukka
feses dan urin
n terjadinya proses
 Lakukan tehnik
penyembuhan luka
perawatan luka
dengan
steril

 Berikan posisi
yang mengurangi
tekanan
pada luka

Cemas berhubungan NOC: NIC:


dengan
NOC :Anxiety control Coping Enhancement
efek terhadap gaya
Fear control  Jelaskan pada
hidup,
pasien tentang
Setelah dilakukan
kebutuhan injeksi secara proses
tindakan keperawatan penyakit
mandiri,
selama 3x 24 jam takut  Jelaskan semua tes
DS : klien mengatakan
klien dan pengobatan
panik, penurunan pada
teratasi dengan kriteria
pasien dan keluarga
kepercayaan diri, cemas
hasil :
 Sediakan
 Klien - Memiliki informasi reninforcement
mengatakan positif ketika
untuk mengurangi
kepada suster pasien melakukan
ruangan dia takut perilaku untuk
khawatir
- Menggunakan mengurangi takut
hidungnya pesek
setelah operasi tehnik relaksasi  Sediakan
DO : perawatan yang
- Mempertahankan
berkesinambungan
Penurunan
hubungan sosial dan
produktivitas,  Kurangi stimulasi
fungsi peran lingkungan yang
kemampuan belajar,
dapat
- Mengontrol respon takut
kemampuan menyebabkan
menyelesaikan misinterprestasi

masalah,  Dorong
mengidentifikasi obyek mengungkapkan
secara verbal
ketakutan, peningkatan
perasaan, persepsi dan
kewaspadaan, anoreksia, rasa takutnya
mulut
 Perkenalkan
kering, diare, mual, dengan orang yang
pucat, muntah, mengalami
perubahan tanda-tanda penyakit yang
sama
vital
 Dorong klien
untuk
mempraktekan
tehnik
Relaksasi
Gangguan body image NOC: NIC :

berhubungan dengan: Body image Body image enhancement

Biofisika (penyakit Self esteem - Kaji secara verbal dan


kronis), nonverbal
Setelah dilakukan
kognitif/persepsi (nyeri respon klien terhadap
tindakan keperawatan
kronis), tubuhnya
selama …. gangguan
kultural/spiritual, - Monitor frekuensi
penyakit, krisis body image mengkritik dirinya

situasional, pasien teratasi dengan - Jelaskan tentang


trauma/injury, pengobatan,
kriteria hasil:
pengobatan perawatan, kemajuan dan
Body image positif
(pembedahan, prognosis
Mampu
kemoterapi, radiasi) penyakit
mengidentifikasi
DS: - Dorong klien
kekuatan personal mengungkapkan
- Depersonalisasi bagian
Mendiskripsikan perasaannya
tubuh
secara faktual - Identifikasi arti
- Perasaan negatif
pengurangan melalui
tentang perubahan fungsi
pemakaian alat bantu
tubuh tubuh
- Fasilitasi kontak dengan
- Secara verbal Mempertahankan
individu lain
menyatakan perubahan interaksi sosial
dalam kelompok kecil
gaya hidup

DO :
- Perubahan aktual

struktur dan fungsi


tubuh

- Kehilangan bagian
tubuh

- Bagian tubuh tidak

Berfungsi

D. Implementasi Keperawatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi
meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan
sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa
keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau
tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
S : Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diberikan.
O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat
setelah tindakan dilakukan.
A : Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak
teratasi.
P : Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Soepardi, M Efiaty Arsyad, Sp. THT. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal :
97 – 99
Higler, Adams Boies. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta :
EGC. Hal : 173
Junadi, Purnaman dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI. Hal : 248 – 249
Syaifuddin, H, AMK. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan Edisi 3.Jakarta : EGC. Hal : 334

Anda mungkin juga menyukai