I. Tinjauan Teori
A. PENGERTIAN
1. Penciuman
– Sistem penciuman adalah sel-sel sensorik di hidung dan daerah otak terkait yang secara
kolektif terlibat dalam indra penciuman.
a.Hidung Luar
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat
dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot –
otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit.Batas atas nasi eksternus
melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), Antara radiks sampai apeks (puncak) disebut
dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :
-Superior : os frontal, os nasal, os maksila
-Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris
minor. Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel.
b.Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang
dari nares sampai koana (apertura posterior).Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal,
sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum nasi :
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan sebagian os
vomer
Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya konkaf dan
bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh
palatum durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dan sinistra),
pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago
alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars
membranosa = kolumna = kolumela.
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka nasalis
inferior, palatum dan os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.Sedangkan
konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.Ruangan di atas dan belakang konka
nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid.Kadang –
kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.
c.Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa
pernafasan dan mukosa penghidu.Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga
hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan
diantaranya terdapat sel – sel goblet.Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya
lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa.Dalam keadaan
normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaannya.Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia
yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan
demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia
akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.
Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,
sekret kental dan obat – obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified
columnar non ciliated epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang,
sel basal dan sel reseptor penghidu.Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
Fisiologi hidung
1.Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan
kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan
atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama
seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali
ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
2.Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan
masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara
hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan
terjadi sebaliknya.
b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel
dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara
optimal.Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.
3.Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh
:
a.Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b.Silia
c.Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel –
partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke
nasofaring oleh gerakan silia.
d.Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.
4.Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai
daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
5.Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.
6.Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut
tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.
7.Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernafasan.Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan
nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
2. Polip Hidung
1. Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk
bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena
mengandung banyak cairan (Soepardi dkk, 2003: 96)
2. Polip hidung adalah mukosa hidung yang mengalami hipertrofi yang dapat terjadi akibat
edema kronik (Gruendemann, 2006 : 76) .
3. Polip hidung adalah tumor bertangkai yang timbul dari mukosa sinus hidung (Brooker, 2009 :
190) .
B. Etiologi
1. Faktor Herediter
Seperti :Rhinitis alergika, Asma serta Sinusitis kronis
2. Faktor Non Herediter
Seperti karena: Peradangan mukosa hidung, edema, iritasi, reaksi hipersensitifitas
(Soepardi dkk, 2003: 96).
C. Manifestasi Klinik
1. Bila disebabkan rhinitis alergi,ingus encer.
2. Suara berubah karena hidung tersumbat/bindeng.
3. Indra penciuman berkurang.
4. Nyeri kepala.
5. Hidung tersumbat dan rasa penuh dihidung
6. Pada posisi kronis, kadang-kadang agak melebar.
(Mangunkusumo, 2011: 124) .
D.Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus
medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan
kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk
polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah
sinusitis kronik dan rinitis alergi.Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari
pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan
terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi
di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke
kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering
dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama
rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus
membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media ( Siswanto, 2012).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada polip adalah :
1. Tes Alergi
Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.
2. Naso-endoskopi
Polip nasi stadium 1 dan 2 kadang – kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi anterior,
tetapi tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.
3. Radiologik
Radiologi dengan polip nasi. CT scan Radiologi dengan posisi Water’s dapat menunjukkan
opasitas sinus. CT scan potongan koronal merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk
mengevaluasi pasien koronal dari sinus paranasal sangat baik untuk mengetahui jaringan yang
mengalami kerusakan, luasnya penyakit dan kemungkinan adanya destruksi tulang .
(zulkarnain,2012).
F. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral
, missalnya prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari kemudian diturunkan
perlahan.
b. Secara local dapat disuntikan ke dalam polip, misalnya triasinolon asetenoid atau prednisolon
0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang.
c. Dapat memaki obat secara topical sebagai semprot hidung misalnya beklometason
dipropinoat.
d. Tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus membesar serta menganggu
jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa operasi etmoidektomi.
2. Keperawatan
a. Vocational Rehabilitation
Rehabilitasi yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pasca operasi karena akan ada bekas
luka dalam hidung sehingga harus diajari cara membuang ingus yang tidak membuat pasien
kesakitan.
b. Social Rehabilitation
Rehabilitasi yang bertujuan untuk adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti dengan
partisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan interaksi positif dengan orang lain bertujuan untuk
tidak menarik diri dari kontak social.
(Zulkarnain,2012).
G. Komplikasi
Komplikasi polip menurut Iskandar (2011 : 123)
1. Perubahan bentuk tulang.
2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau hematoma pada septum.
3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)
III. Intervensi
IV. Pelaksanaan
Disesuaikan dengan rencana keperawatan.
V. Evaluasi
– Rencana tujuan : pola nafas yang efektif
– Kriteria hasil : -hidung pasien tidak tersumbat
– Penciuman pasien normal
– Ingus tidak encer
– Suara tidak bindeng
Advertisements
Report this ad
Report this ad
Share this:
Twitter
Facebook
Google
Related
AsmaIn "kesehatan"
Posted on February 11, 2014 by krisnadewi88 in materi | Tagged materi kuliah | Leave a
comment
Post navigation
← bahaya nanas bagi ibu hamil
Gejala dan Penyebab Cacar Air →
Leave a Reply
LAPORAN PENDAHULUAN POLIP NASI
B. Etiologi
Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat timbul
pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada
anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi,
tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan
bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak mengandung
pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid. Bila
asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang
menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka biasanya lebih besar
dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi
sinusitis. Polip itu dapat tumbuh banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar,
dan apabila penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
a. Alergi terutama rinitis alergi.
b. Sinusitis kronik.
c. Iritasi.
d. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
C. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus
medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun
ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah
sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah
submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan
pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian
sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena
bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat
rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia
karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam
kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
D. Manifestasi klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak
hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan
timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul
sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama
adalah bersin dan iritasi di hidung.
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan
hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena
disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-merahan dalam
kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan,
mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor.
E. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan,
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medika
mentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih
baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neurotrofilik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat massif
dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar
polip atau cumin dengan analgesic local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk
polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas
endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus Endoskopi Fungsional). Pengobatan juga
perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen penyebab.
Ada tiga macam penanganan polip nasi yaitu :
a. Cara konservatif
b. Cara operatif
c. Kombinasi keduanya.
F. Pemeriksaan penunjang
Cara menegakkan diagnosa polip hidung, yaitu dengan :
1. Anamnesis
Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan gangguan yang
ditimbulkan oleh polip nasi, diantaranya:
a. Hidung tersumbat
b. Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat infeksi sekunder
c. Post nasal drip
d. Anosmia atau hiposmia
e. Suara sengau karena sumbatan pada hidung
f. Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar
g. Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip sudah bertambah besar
h. Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah mengganggu drainase muara sinus ke rongga
hidung
i. Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu pernapasan saat tidur yang menimbulkan
obstructive sleep apnea.
Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan riwayat rinitis, asma, intoleransi terhadap
aspirin, alergi obat lainnya, dan alergi makanan.
2. Pemeriksaan fisik
Terlihat deformitas hidung luar
3. Rinoskopi anterior
Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif
seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Pemeriksaan Rontgen dan CT scan dapat
dilakukan untuk Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat
penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk,
sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang
berwarna keabu-abuan.
Pembagian polip nasi
a. Grade 0 : Tidak ada polip
b. Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media
c. Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan
obstruksi total
d. Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total
4. Naso-endoskopi
Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di
meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan
biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.
G. Komplikasi
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar atau dalam jumlah
banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep
apnea - kondisi serius nafas dimana akan stop dan start bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam
kondisi parah, akan mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda/berbayang.
II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data atau informasi tentang pasien agar dapat mengidentifikasi mengenai
masalah masalah, kebutuhan kesehatan dan perawatan pasien baik fisik, mental, social dan
lingkungan.
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal MRS. diagnose medis dan no
register.
b. Keluhan Utama.
Sulit bernapas.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit sinusitis, rhinitis alergi, serta riwayat penyakit THT. Klien pernah
menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. Selain itu, klien pernah menderita sakit
gigi geraham.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien merasakan buntu pada hidung dan nyeri kronis pada hidung.
4. Riwayat Penyakit Keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita polip dan epistaksis.
5. Riwayat Psikososial.
Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri yang kronis.
Interpersonal : gangguan citra diri yang berhubungan dengan suara sengau akibat massa dalam hidung.
B. Pemeriksaan Fisik Persistem.
1. B1 (breath) : RR dapat meningkat atau menurun, terjadi perubahan pola napas akibat adanya massa
yang membuntu jalan napas, adanya suara napas tambahan seperti ronchi akibat penumpukan secret,
serta terlihat adanya otot bantu napas saat inspirasi.
2. B2 (blood) : tidak ada gangguan.
3. B3 (brain) : adanya nyeri kronis akibat pembengkakan pada mukosa, gangguan penghidu atau
penciuman.
4. B4 (bladder) : terjadi penurunan intake cairan.
5. B5 (bowel) : nafsu makan menurun, berat badan turun, klien terlihat lemas.
6. B6 (bone) : tidak ada gangguan.
C. Diagnosa Keperawatan dengan Polip Hidung.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 – 15 menit setelah dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
a. RR normal (16 – 20 x/menit).
b. Suara napas vesikuler
c. Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasan.
d. Saturasi oksigen 100%
Intervensi :
a. Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi, dan gerakan dada.
R/ Mengetahui keefektifan pola napas.
b. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior .
R/ Mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
c. Pantau status oksigen pasien.
R/ Mencegah terjadinya sianosis dan keparahan.
Tindakan Mandiri Perawat :
Tindakan Edukasi :
a. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai.
R/ Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien.
b. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik.
R/ Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan
c. Kaji turgor kulit pasien.
R/ Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan.
d. Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah.
R/ Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah.
Tindakan Mandiri Perawat :
a. Kolaborasi dengan tim analis medis untuk mengukur kandungan albumin, Hb, dan kadar glukosa darah.
R/ Mengetahui adanya bising atau peristaltik usus yang mengindikasikan berfungsinya saluran cerna.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang TKTP pada pasien.
R/ Mengetahui kandungan biokimiawi darah pasien.
c. Diskusikan dengan dokter mengeni kebutuhan stimulasi nafsu makan atau makanan pelengkap.
R/ Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan memberi rangsangan pada
pasien untuk menimbulkan kembali nafsu makannya.
Tindakan Edukasi :
a. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
R/ Agar pasien mengetahui kebutuhan nutrisinya dan cara memenuhinya yang sesuai dengan
kebutuhan.
b. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
R/ Agar pasien mendapatkan gizi yang seimbang dengan harga yang relatif terjangkau.
c. Dukung keluarga untuk membawakan makanan favorit pasien di rumah.
R/ Merangsang nafsu makan pasien.
3. Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase sekret.
Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klien
Kriteria hasil:
a. Klien tidak merasa lemas.
b. Mukosa mulut klien tidak kering.
Intervensi :
Tindakan Edukasi :
Berikan informasi tentang sumber-sumber di komunitas yang akan membantu pasien untuk melanjutkan
dengan meningkatkan interaksi sosial setelah pemulangan.
R/ Pasien dapat meningkatkan sosialisasi dengan dengan baik pada komunitas masyarakat dan
sekitarnya.
a. Ajak pasien untuk berdiskusi masalah penyakitnya dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan pilihan.
R/ Meningkatkan motivasi diri pasien.
b. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
R/ Tingkat kenyamanan pasien dapat mempengaruhi kecemasan pada pasien.
c. Berikan hiburan kepada pasien.
R/ Hiburan akan mengalihkan fokus pasien dari kecemasannya.
Tindakan Kolaborasi :
Tindakan Edukasi :
Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca buku atau mendengarkan music).
R/ Klien mengetahui teknik distraksi dan relaksasi sehingga dapat mempraktekannya bila mengalami
nyeri.
Tindakan Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif: pemberian obat acetaminofen; aspirin,
dekongestan hidung; pemberian analgesik.
Tindakan Edukasi :
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Posting Komentar
Beranda
Mengenai Saya
arahman yasin
Arsip Blog
Maret (1)
POLIP HIDUNG
Pengertian :
Polip hidung adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat dalam rongga
hidung.
Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat hipersensitifitas atau reaksi alergi pada mukosa hidung.
Peranan infeksi terhadap kejadian polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi tidak ada keraguan
bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal serinkali ditemuakan bersamaan dengan adanya polip.
Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang terjadai pada anak-anak . Polip mungkin
merupakan gejala dari kistik fibrosis (mucoviscidosis)
Patofisiologi
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler dan kemudian
terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat.
Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hiung
paling sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk
ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana.
Secara makroskopik polip tershat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan.
Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak
dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan
oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh
epitel throrak berlapis semu.
Reaksi Alergi/Hipersensitivitas
Persisten
Polip Hidung
Ggn. Pola nafas
Gejala Klinik :
- Sumbatan hidung
- Hiposmia / anosmia
Pengobatan :
Polip yang masih kecl dapat diobati dengan kortikosteroid (secara konservatif) baik lokal maupun secara
sistemik. Pada polip yang cukup besar dan persisten dilakukan tindakan operatif berupa pengangkatan
polip (polipectomy).
Dalam kejadian polip berulang maka dilakukan etmoidectomy baik intranasal maupun ekstranasal.
Proses Keperawatan
Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
SIRKULASI
INTEGRITAS EGO
MAKANAN/CAIRAN
Adanya penurunan berat badan sebanyak 10% atau lebih dari berat
badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda -
NYERI/KENYAMANAN
PERNAPASAN
Gejala Dispnea
Pernafasan mulut
1. Rencana Keperawatan
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Memberikan dukungan fisik dan psikologi selama tes diagnostik dan program pengobatan.
2. Mencegah komplikasi
3. Menghilangkan nyeri
TUJUAN PEMULANGAN
1. Komplikasi dicegah/menurun
2. Nyeri hilang/terkontrol
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Beri posisi dan bantu ubah posisi secara Meningkatkan aerasi semua segmen paru
periodik dan memobilisasikaan sekresi
Observasi distensi vena leher, sakit Pasien non-Hodgkin pada resiko sindrom
kepala, pusing, edema periorbital/fasial, vena kava superior dan obstruksi jalan
dispnea,dan stridor napas, menunjukkan kedaruratan onkologis.
Kolaborasi
A. Identitas
Umur : 65 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tani
Penanggungjawab : Tn. K
Umur : 32 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Masuk Rumah Sakit :
Klien datang dengan diantar oleh keluarganya setelah sejak empat bulan yang lalu merasa hidungnya
tersumbat dan sering mengeluarkan lendir (pilek sulit berhenti) dan setelah diperiksakan ke Puskesmas
dianjurkan untuk dirujuk ke RS di Jombang untuk di Operasi. Selanjutnya klien berobat ke Surabaya
melalui IRJ sekitar seminggu yang lalu dan dianjurkan untuk dioperasi.
Klien mengatakan masuk rumah sakit karena akan menjalani operasi (polip hidung). Klien mengatakan
tidak tahu gambaran operasi, tidak mengetahui berapa lama klien dirawat dan mengatakan tidak
merasa takut atau was-waas enga rencana operasi yang akan dijalaninya.
Keluarga klien menyatakan tidak menderita penyakit jantung, paru, kencing manis, gondok, dan
penyakit kanker serta penyakit tekanan darah tinggi dan ginjal.
Keluarga menyangkal adanya penyakit Kencing Manis yang diderita oleh keluarga klien, penyakit
jantung.
a. Breath (pernafasan)
S ubyektif :
Obyektif :
Pernafasan 20 X/menit, , Hidung bersih, discart (-), pernafasan cuping hidung (-). Pada Inspeksi
ditemukan Benjolan putih keabuan pada sisi hidung kanan menempel dinding medial diameter 1 cm,
pada concha kanan terdapat pemesaran relatif.
Bentuk dada simetris, Retraksi dada inspirasi (-) pergerakan dada simetris,
Tidak ditemukan tonjolan abnormal dada, Brust Pulmonal (-), Fremitus Fokal simetris, sonor pada
seluruh lapang paru. Tidak ditemukan nyeri tekan dada.
b. Blood (Kardiovaskuler)
Subyektif : -
Obyektif :
Nadi 78 X/mnt, reguler kuat;TD : 160/90 mmHg, Suara Jantung S1S2 tanpa suara tambahan, mur-
mur/split (-), Kulit Pucat, CRT 1 detik, cyanosis (-)
c. Brain (Persyarafan)
Subyektif : -
Obyektif :
d. Bowel (Pencernaan)
Obyektif :
Mulut bersih, bibir lembab, lidah tidak tremor, pharing tidak hiperemis, pembesaran kel leher (-).
Abdomen supel simetris, masa (-) skibala tidak teraba, pembesaran hati (-) limpha (-) ascites (-). Bising
usus (+) tidak meningkat, b.a.b satu hari sekali.
e. Bladder (Perkemihan)
Subyektif : kencing 5-6 kali dalam sehari,banyak (jumlah tidak terkaji; sekitar 2000 cc, Banyak minum,
tidak nyeri pinggang
Obyektif :
Subyektif : -
Obyektif :
Kekuatan otot 5/5/5/5, atropi otot tidak ditemukan, deformitas ekstremitas tidak ditemukan,
Kemampuan bergerak terkoordinasi.
g. Skin (Integumen)
Subyektif : -
Obyektif :
Analisa Data
I. DS : MRS
karena akan
operasi,
mengatakan
Kurang Informasi Kurang Pengetahuan
tidak tahu
gambaran
operasi,
mengatakan
tidak
tahuberapa
lama klien di
RS dan
tndakan apa
yang akan ia
dapatkan
DO: -
DO :
akan operasi,
mengatakan
tidak tahu
gambaran
operasi,
mengatakan
tidak
tahuberapa
lama klien di
RS dan
tindakan apa
yang akan ia
dapatkan
DO: -
2. Resiko tinggi cidera operasi b.d Setelah dua hari perawatan klien Pantau tekanan darah setiap 6 jam
peningkatan tekanan darah siap untuk dioperasi dalam resiko
minimal
- Menyepakati tujuan
Dx H A S I L Paraf
1 S:
Klien menyebutkan akan dirawat sekitar satu minggu, kesini untuk operasi
Klien menyebutkan ia sadar selama operasi, tonjolan akan disendok dan
kemudian hidungnya nanti akan dibuntu dengan kain selama sekitar dua
hari.
A : Masalah teratasi,
P:-
Dx
I:
08.10 Menganjurkan klien tidak makan makanan kecuali yang dari rumah sakit,
kecuali buah-buahan
E (13.20)
Dx
1 S : Mengatakan tidak pusing
I:
E (13.40)
Share this
Google Facebook Twitter More
Related Articles :
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM Normal 0 false false false EN-US X-NONE
X-NONE MicrosoftInternetExplorer4 ...
0 comments
Newer Post Older Post Home
A. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Bila polip masih kecil dapat di obati secara konservatif dengan
kortikosteroid sistemik atau oral, misalnya Prednisone 50 mg/hari atau
Deksametason selama 10 hari kemudian di turunkan perlahan
b. Secara local dapat di suntikkan ke dalam polip, misalnya triasinolon
asetenoid atau prednisolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang
c. Dapat memakai obat secara topical sebagai semprot hidung misalnya
beklometason dipropinoat
d. Tindakan operasi diambil jika polip tidak bias di obati dan terus membesar
serta mengganggu jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga
bias operasi etmoidektomi.
2. Keperawatan
a. Vocational Rehabilitation
Rehabilitasi yang di lakukan
1. Tes Alergi
Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.
2. Naso-Endoskopi
Polip nasi Stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rhinoskopi anterior, tetapi tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.
3. Radiologik
Radiologi dengan polip nasi. CT scan Radiologi dengan posisi water`s dapat
menunjukkan opasitas sinus. CT scan potongan koronal merupakan
pemeriksaan yang terbaik untuk mengevaluasi pasien koronal dari sinus
paranasal sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami kerusakan,
luasnya penyakit dan kemungkinan adanya destruksi tulang.
(Zulkarnain, 2012)