Disusun Oleh:
MARYANI
CKR0160028
B. Anatomi Fisiologi
Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang iga kanan. Hati
normal kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma, 2006). Hati merupakan
kelenjar tubuh yang paling besar dengan berat 1000-1500 gram. Hati terdiri dari dua lobus
utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum Falsiformis (Noer, 2002).
Setiap lobus dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang
terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara
lempengan terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer
berfungsi sebagai pertahanan hati (Price, 2006). Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris,
yang merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus
biliaris membentuk duktus biliaris intralobular, yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di
dalam traktus porta (Chandrasoma, 2006)
C. Etiologi
1. Hepatitis A
Nama virusnya HAV/Hepatitis infeksiosa dengan agen virus RNA untai tunggal
dan disebabkan oleh virus RNA dari famili enterovirus serta dapat terjadi pada usia anak-
anak & dewasa muda. Cara penularan fekal-oral, makanan, penularan melalui air,
parenteral (jarang), seksual (mungkin) dan penularan melalui darah. Masa inkubasi 15-45
hari, rata-rata 30 hari pada usia anak-anak dan dewasa muda. Resiko penularan pada
sanitasi buruk, daerah padat seperti rumah sakit, pengguna obat, hubungan seksual
dengan orang terinfeksi dan daerah endemis. Tanda dan gejala dapat terjadi dengan atau
tanpa gejala, sakit mirip flu.
Virus ini merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm yang dapat dideteksi
didalam feses pada masa inkubasi dan fase praikterik. Awalnya kadar antibodi IgM anti-
HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya
suatu inveksi HAV. Setelah masa akut antibodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan
bertahan seterusnya hingga menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi
HAV di masa lampau da memiliki imunitas sedangkan keadaan karier tidak pernah
ditemukan.
Manifestasi kliniknya banyak pasien tidak tampak ikterik dan tanpa gejala. Ketika
gejalanya muncul bentuknya berupa infeksi saluran nafas atas dan anoreksia yang terjadi
akibat pelepasan toksin oleh hati yang rusak atau akibat kegagalan sel hati yang rusak
untuk melakukan detoksifikasi produk yang abnormal. Gejala dispepsia dapat ditandai
dengan rasa nyeri epigastium,mual, nyeri ulu hati dan flatulensi. Semua gejala akan hilang
setelah fase ikterus.
2. Hepatitis B
Nama virusnya HBV/Hepatitis serum dengan agen virus DNA berselubung ganda
yang dapat terjadi pada semua usia. Cara penularannya parenteral (fekal-oral) terutama
melalui darah, kontak langsung, kontak seksual, oral-oral dan perinatal. Masa inkubasinya
50-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari. Resiko penularan pada aktivitas homoseksual,
pasangan seksual multipel, pengguna obat melalui suntikan IV, hemodialisis kronis,
pekerja layanan kesehatan, tranfusi darah dan bayi lahir dengan ibu terinfeksi. Bisa terjadi
tanpa gejala akan tetapi bisa timbul atralgia dan ruam. Dapat juga mengalami penurunan
selera makan, dispepsia, nyeri abdomen, pegal-pegal menyeluruh, tidak enak badan dan
lemah. Apabila ikterus akan disertai dengan tinja berwarna cerah dan urin berwarna gelap.
Hati penderita akan terasa nyeri tekan dan membesar hingga panjangnya mencapai 12-
14 cm, limpa membesar dan kelenjar limfe servikal posterior juga membesar.
Virus hepatitis B merupakan virus DNA yang tersusun dari partikel HbcAg,
HbsAg, HbeAg dan HbxAg. Virus ini mengadakan replikasi dalam hati dan tetap berada
dalam serum selama periode yang relatif lama sehingga memungkinkan penularan virus
tersebut.
3. Hepatitis C
Nama virusnya RNA HCV/sebelumnya NANBH dengan agen virus RNA untai
tunggal yang dapat terjadi pada semua usia. Cara penularan terutama melalui darah
hubungan seksual dan perinatal. Masa inkubasinya 15-160 hari dengan rata-rata 50 hari.
Resiko penularannya pada pengguna obat suntik, pasien hemodialisis, pekerja layanan
keehatan, hubungan seksual, resipien infeksi sebelum Juli 1992, resipien faktor
pembekuan sebelum tahun 1987 dan bayi yang lahir dari ibu terinfeksi.
HCV merupakan virus RNA rantai tunggal, linear berdiameter 50-60 nm.
Pemeriksaan imun enzim untuk mendeteksi antibodi terhadap HCV banyak menghasilkan
negatif-palsu sehingga digunakan pemeriksaan rekombinan suplemental (recombinant
assay, RIBA).
4. Hepatitis D
Nama virusnya RNA HDV/agen delta atau HDV (delta) dengan agen virus RNA
untai tunggal, dapat terjadi pada semua usia. Cara penularan terutama darah tapi
sebagian melalui hubungan seksual dan parenteral. Masa inkubasinya 30-60 hari, 21-140
hari rata-rata 40 hari yang terjadi pada semua usia. Resiko penularan pada pengguna obat
IV, penderita hemovilia dan resipien konsentrat faktor pembekuan.
Hepatitis D terdapat pada beberapa kasus hepatitis B. Karena memerlukan
antigen permukaan hepatitis B untuk replikasinya, maka hanya penderita hepatitis B yang
beresiko terkenahepatitis D. Antibodi anti-delta dengan adanya BBAg pada pemeriksaan
laboratorium memastikan diagnosis tersebut. Gejala hepatitis D serupa hepatitis B kecuali
pasiennya lebih cenderung untuk menderita hepatitis fulminan dan berlanjut menjadi
hepatitis aktif yang kronis serta sirosis hati.
5. Hepatitis E
Nama virusnya RNA HEV/agen penyebab utama untuk NANBH dengan agen
virus RNA untai tunggal tak berkapsul. Cara penularan fekal-oral dan melali air, bisa terjadi
pada dewasa muda hingga pertengahan. Masa inkubasinya 15-60 hari, rata-rata 40 hari.
Resiko penularannya pada air minum terkontaminasi dan wisatawan pada daerah
endemis. HEV merupakan suatu virus rantai tunggal yang kecil berdiameterkurang lebih
32-34 nm dan tidak berkapsul. HEV adalah jenis hepatitis non-A, non-B, pemeriksaan
serologis untuk HEV menggunakan pemeriksaan imun enzim yang dikodekan khusus.
D. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus
dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari
hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon
sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar
klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan
dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut
kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya
billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat
kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi
ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan,
konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih,
sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
E. Manifestasi Klinis
1. Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus
berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea,
vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama
di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat
sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal
mencolok pada hepatitis virus B.Fase Ikterik
3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan
disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada
minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang
disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2
minggu.
4. Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati,
disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik.
Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan
lekas capai.
F. Komplikasi
1. Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi
amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik.
2. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
3. Komplikasi yang sering adalah sesosis, pada serosis kerusakan sel hati akan diganti oleh
jaringan parut (sikatrik) semakin parah kerusakan, semakin beras jaringan parut yang
terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang sehat
4. Hepatoma
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Pemeriksaan pigmen
Urobilirubin direk
bilirubun serum total
bilirubin urine
urobilinogen urine
urobilinogen feses
2. Pemeriksaan protein
protein totel serum
albumin serum
globulin serum
HbsAG
3. Waktu protombin
Respon waktu protombin terhadap vitamin K
Pemeriksaan serum transfersae dan transminasae
H. Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid. Pemberian bila untuk penyelamatan nyawa dimana ada reaksi imun yang
berlebihan.
2. Antibiotik, misalnya Neomycin 4 x 1000 mg / hr peroral.
3. Lactose 3 x (30-50) ml peroral.
4. Vitamin K dengan kasus kecenderungan perdarahan 10 mg/ hr intravena.
5. Roboransia.
6. Glukonal kalsikus 10% 10 cc intavena (jika ada hipokalsemia)
7. Sulfas magnesikus 15 gr dalam 400 ml air.
8. Infus glukosa 10% 2 lt / hr.
9. Istirahat, pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat.
10. Jika penderita tidak napsu makan atau muntah – muntah sebaiknya di berikan infus
glukosa. Jika napsu makan telah kembali diberikan makanan yang cukup
11. Bila penderita dalam keadaan prekoma atau koma, berikan obat – obatan yang mengubah
susunan feora usus, isalnya neomisin ataukanamycin samapi dosis total 4-6 mg / hr.
laktosa dapat diberikan peroral, dengan pegangan bahwa harus sedemikian banyak
sehingga Ph feces berubah menjadi asam
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perasaan tidak
nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbs dan metabolisme pencernaan
makanan, kegagalan masukan untuk memenuhu kebutuhan metabolic karena anoreksia,
mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang
mengalami inflamasi hati dan bndungan vena prota.
3. Hipertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap
inflamasi hepar.
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusaka integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites
penurunan ekspansi paru dan akumulasi secret.
7. Resiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agen virus.
D. EVALUASI
1. Menunjukan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan laboratorium normal dan
bebas dari tanda-tanda malnutrisi
2. Menunjukan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dama nyeri
3. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
4. Tidak terjadi keletihan
5. Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus
6. Pola nafas adekuat
7. Tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
C. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit
sudah lanjut. Tujuannya adalah untuk pencegahan cacat dan komplikasi, bertambahnya penyakit,
dan kematian. Sedangkan, sasarannya adalah penderita penyakit itu sendiri. Pada proses pasca-
patogenesis, terdapat beberapa kemungkinan tingkat kesembuhan, yaitu: sembuh sempurna,
baik bentuk dan fungsi tubuh kembali semula seperti keadaan sebelum sakit; sembuh dengan
cacat, kesembuhan tidak sempurna, dan ditemukan cacat pada pejamu (kondisi cacat dapat
berupa cacat fisik, fungsional dan social); serta karier, dalam diri pejamu masih ditemukan bibit
penyakit dan suatu saat penyakit dapat timbul kembali (daya tahan tubuh menurun). Untuk
meminimalisir kondisi cacat dan kerier ketika pasca-patogenesis, dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu disability limitation dan rehabilitation.
1. Disability limitation
Disability Limitation atau pembatasan kecacatan berusaha untuk menghilangkan
gangguan kemampuan berfikir dan bekerja yang diakibatkan oleh penyakit hepatitis. Usaha
ini merupakan lanjutan dari usah early diagnosis and promotif treatment yaitu dengan
pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh kembali dan tidak cacat
( tidak terjadi komplikasi ). Bila sudah terjadi kecacatan maka dicegah agar kecacatan
tersebut tidak bertambah berat dan fungsi dari alat tubuh yang cacat ini dipertahankan
semaksimal mungkin. Disability limitation termasuk :
a. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
Hepatitis dapat berlangsung singkat (akut) kemudian sembuh total. Namun
dapat pula berkembang menjadi masalah menahun (kronis). Tingkat keparahan
hepatitis bervariasi, mulai dari kondisi yang dapat sembuh sendiri secara total, kondisi
yang mengancam jiwa, menjadi penyakit menahun, hingga gagalnya fungsi hati (liver).
Sedangkan hepatitis kronis terjadi jika sebagian hati (liver) yang mengalami
peradangan berkembang sangat lambat, tetapi sebagian lain dapat menjadi aktif dan
semakin memburuk dalam hitungan tahun. Akibat dari hepatitis kronis yang memburuk
adalah terjadinya sirosis atau kanker hati. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada
hati lebih lanjut, sebaiknya penderita hepatitis (terutama hepatitis kronis) melakukan
pengobatan secara menyeluruh dan tuntas. Bila perlu, check up secara rutin ke dokter
untuk pemberian vitamin agar hati berfungsi dengan baik kembali.
b. Pengadaan dan peningkatan fasilitas kesehatan dengan melakukan pemerikasaan
lanjut yang lebih akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan pemerikasaan
penunjang lainnya agar penderita dapat sembuh dengan baik dan sempurna tanpa ada
komplikasi lanjut.
c. Penyempurnaan pengobatan agar tidak terjadi komplikasi
Masyarakat diharapkan mendapatkan pengobatan yang tepat dan benar oleh
tenaga kesehatan agar penyakit yang dideritanya tidak mengalami komplikasi. Selain
itu untuk mencegah terjadinya komplikasi maka penderita yang dalam tahap
pemulihan, dianjurkan untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan secara rutin untuk
melakukan pemeriksaan rutin agar penderita sembuh secara sempurna.
2. Rehabilitation
a. Rehabilitasi mental, Yaitu agar bekas penderita dapat menyesuikan diri dalan
hubungan perorangan dan social secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan
terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan mental.
Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum
kembali ke dalam masyarakat. Seperti pada penderita hepatitis yang mengalami
penurunan semangat hidup, penderita harus menjalani rehabilitasi mental untuk
mengembalikan semangat hidup.
b. Rehabilitasi social vokasional, Yaitu agar bekas penderita menempati suatu
pekerjaan/jabatan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimal-
maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
c. Rehabilitasi aesthetis, Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk
mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya
itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya: penggunaan mata palsu. Seperti pada
penderita hepatitis yang tidak memungkinkan hatinya bekerja secara normal seperti
orang yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit Untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia
Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, EGC Jakarta.
Smeltzer, Suzzana C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa
Agung Waluyo, Edisi 8, Jakarta, EGC 2001.