Anda di halaman 1dari 168

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI


BERDASARKAN STANDAR INDUSTRI HIJAU PADA PT KSG

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik


guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata Satu

Oleh:
Nama : Vincentia Elberta Safira
NIM : 00000015523

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2018
SURAT KETERANGAN KERJA PRAKTEK DARI
PERUSAHAAN
PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI
BERDASARKAN STANDAR INDUSTRI HIJAU PADA PT KSG

Oleh:
Vincentia Elberta Safira
00000015523

Tangerang, 7 September 2018


Disetujui oleh

Dosen Pembimbing

Helena Juliana Kristina, MT

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2018

iv
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

PERSETUJUAN DOSEN PENGUJI


LAPORAN KERJA PRAKTEK

Pada , 19 September 2018 telah diselenggarakan ujian Kerja Praktek untuk

memenuhi sebagian persyaratan akademik guna mencapai Gelar Sarjana Teknik

Strata Satu, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Pelita Harapan, atas nama:

Nama : Vincentia Elberta Safira

NIM : 00000015523

Program Studi : Teknik Industri

yang berjudul “PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI

BERDASARKAN STANDAR INDUSTRI HIJAU PADA PT KSG” oleh:

Dosen Penguji

Natalia Hartono, M.T

Mengetahui,

Priskila Ch.R., S.Si, M.T.


Ketua Program Studi Teknik Industri

v
ABSTRACT
Vincentia Elberta Safira (00000015523)

PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI PADA


PT KSG BERDASARKAN STANDAR INDUSTRI HIJAU
Internship report, Faculty of Science and Technology, 7 September 2018
(xvi + 93 pages, 25 tables, 36 images, 6 attachments)

Increasing competition in industry makes the actors of industry should improve the
quality and quantity of their product but also with competitive rates in order to improve
customer satisfaction. Industries can improve their quality and quantity by eliminating
waste (or activities that do not provide value-added). This can be done by using the concept
of lean manufacturing approach. Industries also required to take responsibility of global
issues related to environmental issues, therefore green manufacturing concept is also need
to be applied to minimize environmental impact. PT KSG is a mattress manufacturing
company and classified as a medium enterprise, which has a desire to improve the quality
in order to compete in International Industrial competition. Therefore this research is aimed
to identify and measure waste in the mattress production line by using a Lean and Green
manufacturing approach, and also measure the readiness and company's commitment to the
environment based on Green Industry Standard by using Green Industry self assessment
form by Ministry of Industry. The data needed are secondary data which obtained directly
from company and primary data by observation and interview, which committed during
200 hours. After doing research, it was found that there are 7 types of waste in the mattress
production line, but the quantitative research is only done on defect and waiting. Defect
average/shift occurs in the spring is 133 units, in quilting is 1 unit, in foam is 0.525 m2, in
c-ring is 10 units, in obras process is 5 events. Average time/production of waiting for
spring machine’s set up is 1761 seconds, in embroidery machine’s set up is 293 seconds,
in fixing embroidery thread is 135 seconds, and in packing machine is 129 seconds.
Measurement of Green Industry standard application is also done by using the Green
Industry self-assessment form. The total score is 44.6% which indicates that the company
has not committed to environment. However this result should increase the awareness about
their current company's condition and also increase efforts to achieve lean and green
industry position.

Keywords : Lean Manufacturing Concept, Green Manufacturing Concept, Green Industry


self-assessment by Ministry of Industry, Waste, Seven Deadly Waste.

References 18 (2000-2017)

vi
ABSTRAK
Vincentia Elberta Safira (00000015523)

PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI BERDASARKAN


STANDAR INDUSTRI HIJAU PADA PT KSG
Laporan Kerja Praktek, Fakultas Sains dan Teknologi, 7 September 2018
(xvi + 93 halaman, 25 tabel, 36 gambar, 6 lampiran)
Persaingan dalam industri yang semakin ketat membuat para pelaku Industri harus
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi dengan harga yang kompetitif guna
meningkatkan kepuasan pelanggan. Industri dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
mereka dengan menghilangkan pemborosan atau kegiatan yang tidak memberikan nilai
tambah (waste), hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan menggunakan konsep Industri
Ramping. Industri juga dituntut untuk bertanggung jawab atas isu global yang terkait
dengan isu lingkungan, oleh karena itu konsep Industri Hijau juga perlu diterapkan untuk
meminimalkan dampak lingkungan akibat pemborosan dan juga demi bersaing di pasar
global. PT KSG adalah perusahaan manufaktur kasur dan diklasifikasikan sebagai
perusahaan menengah, yang memiliki keinginan untuk meningkatkan kualitas agar dapat
bersaing dalam kompetisi Industri Internasional. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan mengukur pemborosan di lini produksi kasur dengan
pendekatan menggunakan konsep Lean and Green manufacturing, hal ini juga bertujuan
untuk mengukur kesiapan dan komitmen perusahaan terhadap lingkungan berdasarkan
Standar Industri Hijau dengan menggunakan formulir penilaian sendiri Industri Hijau oleh
kementerian Industri RI. Data yang diperlukan adalah data sekunder yang diperoleh
langsung dari perusahaan dan data primer dengan observasi dan wawancara, yang
dilakukan selama 200 jam. Setelah dilakukan penelitian, ditemukan bahwa ada 7 jenis
waste di lini produksi kasur, tetapi hanya defect dan waiting yang dilakukan penelitian
kuantitatif. Defect rata-rata/shift terjadi pada material per sebesar 133 buah, pada jahitan
quilting sebesar 1 buah, pada busa sebesar 0,525 m2, pada c-ring sebesar 10 dan pada obras
sebesar 5 kejadian. Waiting terjadi pada lini cetak per, bordir, dan packing. Waiting karena
set up mesin rata-rata/produksi per sebesar 1761 detik, pada set up mesin bordir sebesar
293 detik, pada benang mesin bordir sebesar 135 detik, dan pada packing sebesar 129 detik.
Pengukuran penerapan Standar Industri Hijau juga dilakukan dengan menggunakan form
self assessment Industri Hijau. Total skor yang didapat yaitu sebesar 44,6% dan
menunjukkan bahwa perusahaan belum memiliki kokitmen terhadap lingkungan. Namun
hasil ini harus meningkatkan kesadaran terhadap kondisi perusahaan mereka saat ini dan
juga meningkatkan upaya perusahaan untuk mencapai posisi industri ramping dan hijau.

Kata Kunci : Industri Ramping, Industri Hijau, Self-assessment Industri Hijau yang
diterbitkan oleh Kementrian Perindustrian, Pemborosan, Seven Deadly Waste

Referensi: 18 (2000-2017)

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat
dan rahmat-Nya maka laporan kerja praktek pada PT KSG ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan kerja praktek ini berjudul “Pengukuran Kinerja
Lingkungan Industri pada PT KSG Berdasarkan Standar Industri Hijau”. Adapun
laporan ini dibuat dalam memenuhi persyaratan akademik guna memperoleh gelar
Sarjana Teknik Industri Strata Satu.
Pembuatan laporan kerja praktek ini tidaklah lepas dari peran serta
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Darius Chia, selaku Chief Executive Officer dan Owner pada PT
KSG dan Bapak Sola Gratianno, selaku Business Development Manager
yang telah memberikan izin untuk melakukan kerja praktek dan membantu
memberikan berbagai informasi dan data yang diperlukan untuk
menyelesaikan laporan kerja praktek ini;
2. Ibu Helena J. Kristina, MT. selaku dosen pembimbing kerja praktek yang
telah memberikan arahan dan bantuan mengenai materi laporan, sehingga
laporan ini dapat terselesaikan dengan baik;
3. Ibu Natalia Hartono, M.T sebagai koordinator kerja praktek yang telah
memberikan arahan dan mengkoordinasi peserta kerja praktek, sehingga
laporan ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu;
4. Bapak Eric Jobiliong, Ph.D selaku Dekan dari Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Pelita Harapan.
5. Bapak Laurence, S.T., M.T. selaku Direktur Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Pelita Harapan.
6. Ibu Priskila Ch.R., S.Si, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Industri
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pelita Harapan.
7. Orang tua yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan
kerja praktek ini;
8. dan berbagai pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

viii
Penulisan laporan kerja praktek ini tidak lepas dari kekurangan, baik dari
segi bahasa maupun analisa dan pembahasan, oleh karena itu penulis
menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan atau kesalahan dalam
penyusunan laporan ini.
Dengan demikian, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dapat
disampaikan untuk kesempurnaan laporan ini. Penulis sangat mengharapkan agar
laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Tangerang, 7 September 2018

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Surat Keterangan Kerja Praktek
Persetujuan Dosen Pembimbing
Persetujuan Dosen Penguji

Abstract .................................................................................................................. vi

Abstrak .................................................................................................................. vii

Kata Pengantar ..................................................................................................... viii

Daftar Isi.................................................................................................................. x

Daftar Tabel ......................................................................................................... xiii

Daftar Gambar ...................................................................................................... xiv

Daftar Lampiran ................................................................................................... xvi

BAB 1 - PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.4 Pembatasan Masalah ............................................................................... 3
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 4

BAB 2 - LANDASAN TEORI ............................................................................... 6


2.1 Industri Ramping..................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian dan Manfaat Industri Ramping ....................................... 6
2.1.2 Seven Deadly Waste .......................................................................... 6
2.1.3 Dampak Waste terhadap Lingkungan ............................................... 7
2.1.4 Process Activity Mapping ................................................................. 9
2.1.5 Diagram Fishbone ............................................................................. 9
2.1.6 Overall Equipment Effectiveness (OEE) ........................................... 9
2.2 Industri Hijau ........................................................................................ 11
2.2.1 Definisi Industri Hijau..................................................................... 11
2.2.2 Standar Industri Hijau ..................................................................... 12

x
2.2.3 Karakteristik Industri Hijau............................................................. 13
2.2.4 Manfaat Penerapan Industri Hijau .................................................. 14
2.2.5 Penghargaan Industri Hijau ............................................................. 14

BAB 3 - METODE PENELITIAN ....................................................................... 17


3.1 Penelitian Pendahuluan ......................................................................... 17
3.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 17
3.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 18
3.4 Kajian Pustaka....................................................................................... 18
3.5 Pengumpulan Data ................................................................................ 18
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 19
3.7 Pembahasan ........................................................................................... 21
3.8 Kesimpulan dan Saran........................................................................... 21
3.9 Skema Penelitian ................................................................................... 22

BAB 4 - PENGUMPULAN PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA ............. 23


4.1 Sejarah Umum Perusahaan ................................................................... 23
4.2 Struktur Organisasi ............................................................................... 24
4.3 Proses Produksi ..................................................................................... 26
4.3.1 Bahan Baku ..................................................................................... 26
4.3.2 Permesinan dan Alat Produksi ........................................................ 29
4.3.3 Penjabaran Proses Produksi ............................................................ 38
4.4 Penelitian berdasarkan Konsep Industri Ramping ................................ 41
4.4.1 Process Activity Mapping (PAM) ................................................... 41
4.4.2 Seven Deadly Waste ........................................................................ 43
4.5 Pengolahan Data Lean Manufacturing .................................................. 53
4.5.1 Waktu Siklus ................................................................................... 53
4.6 Penilaian Aspek Industri Hijau ............................................................. 55
4.6.1 Proses Produksi ............................................................................... 55
4.6.2 Kinerja Pengelolaan Limbah / Emisi .............................................. 72
4.6.3 Manajemen Perusahaan ................................................................... 73
4.7 Pneolahan Aspek Industri Hijau............................................................ 76

BAB 5 - PEMBAHASAN..................................................................................... 77

xi
5.1 Industri Ramping (Lean Manufacturing) .............................................. 77
5.1.1 PAM ................................................................................................ 77
5.1.2 Seven Deadly Waste ........................................................................ 78
5.2 Hasil self-assessment Industri Hijau ..................................................... 87
5.2.1 Aspek Proses Produksi (A) ............................................................. 88
5.2.2 Aspek Kinerja Pengelolaan Limbah / Emisi (B) ............................. 89
5.2.3 Aspek Manajemen Perusahaan (C) ................................................. 90
5.2.4 Penilaian Industri Hijau................................................................... 91

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 92


6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 92
6.2 Saran ...................................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97

LAMPIRAN ........................................................................................................ 100

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dampak Waste terhadap Lingkungan (Environmental Impact) ............. 7


Tabel 2.2 Klasifikasi Penghargaan berdasarkan Interval Nilai ............................. 16
Tabel 4.1 BOM (Bill of Material) Produk Spring Bed Jenis Cbr ......................... 28
Tabel 4.2 Total Waktu PAM Rata-rata ................................................................. 41
Tabel 4.3 Waktu berdasarkan Tipe Aktivitas Proses Produksi ............................. 42
Tabel 4.4 Waktu Rata-rata per Lini....................................................................... 42
Tabel 4.5 Rangkuman 7 Deadly Waste ................................................................. 43
Tabel 4.6 Defect pada Proses Produksi Spring Bed Tipe Cbr ............................... 50
Tabel 4.7 Data Kuantitatif Waste Jenis Defect...................................................... 51
Tabel 4.8 Jenis Waiting pada Proses Produksi Spring Bed Tipe Cbr.................... 52
Tabel 4.9 Data Kuantitatif Waste Jenis Waiting ................................................... 52
Tabel 4.10 Waktu Siklus Spring Bed Tipe Cbr ..................................................... 54
Tabel 4.11 Jenis Defect ......................................................................................... 59
Tabel 4.12 Rangkuman Defect yang Menghasilkan Scrap ................................... 60
Tabel 4.13 Defect Per dan Busa ............................................................................ 60
Tabel 4.14 Defect C-ring....................................................................................... 61
Tabel 4.15 Rasio Produk terhadap Material Input ................................................ 62
Tabel 4.16 Substitusi Material Input ..................................................................... 63
Tabel 4.17 Tabel Inovasi Teknologi yang dilakukan Perusahaan......................... 67
Tabel 4.18 Indikator untuk Perhitungan OEE ....................................................... 69
Tabel 4.19 Peningkatan Kapasitas SDM ............................................................... 71
Tabel 4.20 Sarana Pengelolaan Limbah ................................................................ 72
Tabel 4.21 Tabel Penilaian Standar Industri Hijau ............................................... 76
Tabel 5.1 Pembahasan Waste yang Terdapat pada Proses Produksi di PT KSG .. 82
Tabel 5.2 Dampak Waste terhadap Lingkungan ................................................... 84

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Penelitian ............................................................................... 22


Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT KSG ............................................................. 25
Gambar 4.2 BOM (Bill of Material) Tree Spring Bed Jenis Cbr .......................... 27
Gambar 4.3 Mesin Cetak Per Huajian Machine.................................................... 29
Gambar 4.4 Wadah Gulungan Kawat pada Mesin Cetak Per ............................... 29
Gambar 4.5 Area Mesin Per .................................................................................. 30
Gambar 4.6 Mesin Susun Rangka Per .................................................................. 30
Gambar 4.7 Detail Mesin Susun Rangka Per ........................................................ 31
Gambar 4.8 Mesin Quilting Continous ................................................................. 31
Gambar 4.9 Gulungan Busa dan Kain pada Mesin Quilting Continous ............... 32
Gambar 4.10 Mesin Quilting Single Needle ......................................................... 32
Gambar 4.11 Gulungan Busa pada Mesin Quilting Single Needle ....................... 33
Gambar 4.12 Mesin Jahit Tabeng dan Lidah Manual ........................................... 33
Gambar 4.13 Area Lini Obras Kain Quilting ........................................................ 34
Gambar 4.14 Mattress Border Tape Sewing Machine .......................................... 34
Gambar 4.15 Mesin Bordir ................................................................................... 35
Gambar 4.16 Mesin Jahit untuk Proses Assembly (Huanjian Tape Edge
Automatic) ............................................................................................................. 35
Gambar 4.17 Mesin Packing ................................................................................. 36
Gambar 4.18 Forklift CAT.................................................................................... 36
Gambar 4.19 Hotmelt Spray Gun .......................................................................... 37
Gambar 4.20 Stapler C-ring.................................................................................. 37
Gambar 4.21 Diagram Proses Produksi Spring Bed Jenis Cbr ............................. 40
Gambar 4.22 Diagram Pareto Jumlah dan Persentase Waste pada Proses Produksi
Spring Bed PT KSG .............................................................................................. 44
Gambar 4.23 Inventori WIP per ............................................................................ 45
Gambar 4.24 Inventori WIP Kain Quilting untuk Body ....................................... 45
Gambar 4.25 Inventori WIP Kain Quilting untuk Tabeng.................................... 46
Gambar 4.26 Defect Per ........................................................................................ 47
Gambar 4.27 Per yang Bukan Merupakan Defect ................................................. 48

xiv
Gambar 4.28 Defect C-ring (Tidak terpasang pada rangka per) ........................... 48
Gambar 4.29 Defect C-Ring yang telah dikumpulkan dan Bercampur dengan
Selongsong C-Ring selama 4 Jam ......................................................................... 49
Gambar 4.30 C-ring yang Terpasang dengan Baik pada Rangka Per................... 49
Gambar 4.31 Defect Busa ..................................................................................... 50
Gambar 4.32 Bukti Pembelian Mesin ................................................................... 68
Gambar 5.1 Fishbone Penyebab Defect C-ring .................................................... 78
Gambar 5.2 Fishbone Penyebab Defect Per ......................................................... 79
Gambar 5.3 Diagram Fishbone Waiting pada Mesin Per ..................................... 80
Gambar 5.4 Diagram Fishbone Penyebab Waiting pada Mesin Bordir ................ 81

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1 PAM 1 ................................................................................................... 100


Tabel 2 PAM 2 .................................................................................................. 108
Tabel 3 PAM 3 ................................................................................................... 117
Tabel 4 PAM 4 ................................................................................................... 123
Tabel 5 PAM 5 ................................................................................................... 129
Tabel 6 Form Self Assessment Industri Hijau .................................................... 136

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab 1 ini merupakan pendahuluan dari laporan kerja praktek yang
bertujuan untuk menerangkan kepada pembaca mengenai latar belakang, tujuan dan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Bab ini berisikan latar belakang
penelitian, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian dan
sistematika penulisan laporan kerja praktek.

1.1 Latar Belakang

Persaingan Industri Internasional yang semakin ketat membuat pelaku


industri terus berupaya untuk melakukan improvement guna meningkatkan
kepuasan konsumen sehingga dapat bersaing dalam Industri Internasional. Kualitas
produk berbanding lurus dengan kepuasan konsumen terhadap produk, sehingga
pelaku industri berlomba-lomba untuk menghasilkan produk yang berkualitas
tinggi. Selain itu kuantitas produksi juga penting karena kuantitas produksi
berkaitan erat dengan kemampuan perusahaan dalam pemenuhan permintaan pasar.
Kualitas dan kuantitas dapat ditingkatkan dengan mengeliminasi kegiatan
pemborosan / kegiatan yang tidak memberi nilai tambah pada produk. Hal tersebut
mendasari pentingnya dilakukan identifikasi waste (pemborosan) yang terdapat
pada proses produksi saat ini. Setelah mengetahui waste dan penyebabnya maka
dapat dilanjutkan dengan penyusunan rencana untuk mengeliminasi waste tersebut.
Hal tersebut dilakukan dengan pendekatan konsep Industri Ramping dan Hijau
(Lean & Green Manufacturing).
Selain dituntut untuk selalu melakukan improvement, pelaku Industri juga
dituntut untuk menjawab isu global yang terkait dengan isu lingkungan. Kementrian
Perindustrian Republik Indonesia juga telah menanggapi isu lingkungan tersebut
dengan memasukkan Industri Hijau sebagai bagian penting dari Rencana Induk
Pembangunan Industri Nasional 2015-2035. Kegiatan Penghargaan Industri Hijau
diselenggarakan demi mendorong seluruh industri untuk menerapkan prinsip
industri hijau (Kementrian perindustrian, 2016).

1
PT KSG adalah perusahaan kategori Industri menengah yang bergerak di
bidang industri manufaktur, khususnya produk spring bed. Perusahaan sudah
berdiri sejak tahun 1998. Perusahaan berpusat di Pekanbaru dan memiliki 11
cabang yang tergabung di dalam KSG Group yaitu di Tangerang, Batam,
Palembang, Lampung, Padang, Jambi, Medan, Semarang. Perusahaan tersebut
sedang fokus dalam penetrasi pasar ekspor. Perusahaan menyadari untuk tetap eksis
dalam persaingan industri internasional, suatu perusahaan harus melakukan
continuous improvement guna meningkatkan kepuasan konsumen dan juga penting
untuk menjawab isu global terkait dengan isu lingkungan. Hal tersebut mendasari
keinginan perusahaan untuk mengtahui kinerja lingkungan perusahaan saat ini
untuk selanjutnya dipelajari dan dijadikan dasar untuk melakukan improvement.
Semua hal diatas mendasari penelitian dalam melakukan pengukuran
kinerja lingkungan pada perusahaan. Penelitian ini didasari oleh konsep Industri
Ramping dan Hijau (Lean & Green Manufacuring), dimana konsep Industri
Ramping yaitu melakukan pendekatan secara sistemik guna mengidentifikasi dan
menghilangkan pemborosan (waste) dan juga kegiatan yang tidak memberi nilai
tambah (non value added activities). Semua jenis waste menghasilkan
environmental impact sehingga pendekatan konsep Industri Hijau tidak dapat
terpisah dengan konsep Industri Ramping. Pendekatan konsep Industri Hijau juga
dilakukan dengan mengukur kinerja lingkungan industri pada perusahaan yang
mengacu pada form self assessment Industri Hijau yang diterbitkan oleh
Kementrian Perindustrian.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut : Apakah


terdapat 7 deadly waste pada PT KSG? Apakah penyebab dari adanya waste pada
PT KSG berdasarkan observasi dan wawancara pada pihak perusahaan? Bagaimana
kesiapan PT KSG untuk menerapkan Standar Industri Hijau yang diukur dengan
menggunakan self assessment Industri Hijau?

2
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi 7 deadly waste (pendekatan berdasarkan konsep
Industri Ramping) yang terdapat pada proses produksi di PT KSG.
2. Melakukan identifikasi terhadap akar penyebab dari waste yang terdapat
pada PT KSG.
3. Melakukan penilaian pada PT KSG dalam menerapkan Standar Industri
Hijau yang mengacu pada form self-assessment Industri Hijau 2016 yang
dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian.

1.4 Pembatasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah guna mendapatkan hasil yang lebih


terarah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan pada PT KSG (hanya dicantumkan inisial dari
perusahaan) dan tidak dicantumkan nama jenis sesungguhnya, melainkan
hanya inisial saja yaitu Cbr.
2. Penelitian guna melakukan pendekatan konsep Industri Ramping dan
Hijau hanya dilakukan pada PT KSG cabang Tangerang, sedangkan
pengisian form self assessment Industri Hijau dilakukan berdasarkan
keadaan seluruh cabang PT KSG.
3. Penelitian dilakukan pada 1 jenis springbed yang di produksi oleh PT KSG
yaitu jenis Cbr.
4. Pengambilan dan pengolahan data dilakukan dalam kurun waktu yaitu
bulan Mei 2018 - Juni 2018.
5. Penelitian dilakukan menggunakan tools sebagai berikut ; Process Activity
Mapping, Diagram Pareto, dan Diagram Fishbone.
6. Melakukan pengukuran kinerja lingkungan pada PT KSG yang mengacu
pada form self-assessment Industri hijau yang dikeluarkan oleh
Kementrian Perindustrian pada tahun 2016 dan menggunakan pedoman
pengisian form self-assessment pada tahun 2018.

3
1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan kerja praktek ini terdiri dari 6 bab yang berisi
pendahuluan, landasan teori, metodologi penelitian, pengolahan data dan analisa
data, pembahasan, kesimpulan dan saran. Isi dari 6 bab tersebut akan dijelaskan
lebih rinci dibawah ini :

BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab 1 berisi pendahuluan penelitian yang terdiri dari latar belakang,
perumusan masalah, tujuan masalah, pembatasan masalah, dan sistematika
penulisan penelitian ini.

BAB 2 : LANDASAN TEORI


Bab 2 berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam melakukan
penelitian ini. Teori yang akan dibahas pada bab ini akan menjadi landasan untuk
menganalisa data yang telah dikumpulkan. Pada bab 5 landasan teori tersebut akan
dikaitkan dengan hasil penelitian.

BAB 3 : METODE PENELITIAN


Bab 3 berisi metode penelitian yang digunakan dalam proses penelitian.
Metode yang digunakan yaitu seperti observasi dan wawancara. Pada bab tersebut
juga akan dibahas lebih detail mengenai jenis data dan data apa saja yang akan
dikumpulkan untuk menjawab tujuan dari penelitian ini.

BAB 4 : PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ALALISIS DATA


Bab 4 berisi data-data beserta pengolahan data dan analisis data yang
diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan metode penelitian
yang telah ditentukan.

BAB 5 : PEMBAHASAN
Bab 5 berisi pembahasan dari hasil pengumpulan, pengolahan data dan
analisa data yang telah diselesaikan di bab sebelumnya. Bab ini juga menampilkan
hasil dari analisa menggunakan tools yang telah ditentukan pada bab sebelumnya.

4
BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab 6 berisi kesimpulan dari penelitian dan saran untuk perusahaan dan
untuk kegiatan penelitian selanjutnya.

5
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab 2 berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam melakukan
penelitian ini. Teori yang akan dibahas pada bab ini adalah mengenai Industri Hijau
dan Ramping, 7 deadly waste, Standar Industri Hijau, self-assessment Industri Hijau
dan tools yang digunakan yaitu Process Activity Mapping, pareto diagram, dan
fishbone diagram.

2.1 Industri Ramping

Pada bab 2.1 akan dijabarkan mengenai teori/knsep dan informasi terkait
Industri ramping. Informasi tersebut berisi mengenai pengertian Industri Ramping,
manfaat industri ramping, tools yang digunakan, dampak waste terhadap
lingkungan dan OEE.

2.1.1 Pengertian dan Manfaat Industri Ramping


Penerapan konsep industri ramping pada sebuah industri / perusahaan akan
menghasilkan pengaruh positif. Manfaat dari penerapan konsep industri ramping
tersebut adalah sebagai berikut (Melton, 2005):
1. Mengurangi lead time kepada pelanggan.
2. Mengurangi jumlah inventori pada manufaktur.
3. Meningkatkan pengetahuan mengenai proses yang dijalankan pada sebuah
manufaktur dan pengelolanya.
4. Mengurangi produk cacat yang membutuhkan rework pada proses produksi.
5. Mengurangi waste yang terdapat pada proses produksi (waste seperti
overproduction, inventory, defect, overprocessing, unnecessary motion,
waiting, transportation).
6. Mengurangi biaya yang harusnya dikeluarkan.

2.1.2 Seven Deadly Waste


Pada sub bab 7 deadly waste dijabarkan mengenai definisi, jenis waste,
dampak waste terhadap lingkungan. 7 deadly waste atau 7 pemborosan yang

6
mematikan adalah sebutan untuk 7 pemborosan yang mungkin terjadi pada proses
produksi. Toyota menargetkan pengurangan tujuh limbah sebagai bagian dari
Toyota Production System, atau TPS, sebagai berikut (Dornfeld; Green
Manufacturing; 13) :
1. Overproduction
2. Transportation
3. Inventory
4. Motion
5. Defect
6. Over-processing
7. Waiting

2.1.3 Dampak Waste terhadap Lingkungan


Lean manufacturing dan Green manufacturing merupakan konsep yang
saling berhubungan, maka apabila terjadi upaya reduksi waste melalui industri
ramping maka environmental waste juga berkurang, dimana penurunan
environmental waste akan membawa sebuah industri kearah industri yang semakin
hijau. (Environmental impact yang berkaitan dengan material, energi dan emisi dari
seven deadly waste dapat dilihat pada Tabel 2.1 (EPA, 2007).

Tabel 2.1 Dampak Waste terhadap Lingkungan (Environmental Impact)

Jenis waste Environmental Impact (Dampak terhadap Lingkungan)

- Berlebihan dalam menggunakan bahan baku dan konsumsi


energi untuk membuat produk yang tidak perlu

Produksi
- Produk tambahan dapat rusak atau menjadi usang sehingga
berlebihan
membutuhkan pembuangan

- Tambahan bahan berbahaya dapat menghasilkan ekstra


emisi, pembuangan limbah, paparan pekerja, dll.

Persediaan yang - Membutuhkan lebih banyak kemasan untuk menyimpan


tidak perlu barang setengah jadi

7
- Adanya limbah dari kerusakan barang setengah jadi yang
disimpan

- Membutuhkan lebih banyak material untuk mengganti


barang setengah jadi yang rusak

- Lebih banyak energi yang dibutuhkan untuk memanaskan,


mendinginkan dan menerangi ruang persediaan

- Lebih banyak energi yang digunakan untuk transportasi

- Emisi dari transportasi

- Lebih banyak ruang yang dibutuhkan untuk pergerakan


barang setengah jadi, dimana ini akan meningkatkan
permintaan pencahayaan, pemanasan dan pendinginan yang
Transportasi dan berarti meningkatkan konsumsi energi
gerakan yang
tidak perlu - Lebih banyak packaging yang dibutuhkan untuk
melindungi komponen selama gerakan

- Kerusakan dan tumpahan selama pengangkutan

- Transportasi bahan berbahaya memerlukan pengiriman dan


kemasan khusus untuk mencegah risiko apabila terjadi
kecelakaan

- Bahan baku dan energi yang dikonsumsi dalam membuat


produk cacat

- Komponen yang cacat harus didaur ulang atau dibuang


Cacat
- Lebih banyak ruang yang dibutuhkan untuk pengerjaan
ulang dan perbaikan yang meningkatkan konsumsi energi
untuk pemanasan, pendinginan dan pencahayaan.

Proses yang tidak - Lebih banyak part dan bahan baku yang dikonsumsi per
unit dalam produksi
tepat
- Proses yang tidak perlu meningkatkan limbah, penggunaan
energi dan emisi

8
- Potensi terjadinya pembusukan bahan atau kerusakan
komponen yang menyebabkan limbah
Menunggu
- Terbuangnya energi akibat pemanasan, pendinginan dan
pencahayaan selama downtime berlangsung

(Sumber: EPA, 2013)

2.1.4 Process Activity Mapping


Process activity mapping adalah sebuah tool yang digunakan untuk
menggambarkan proses produksi secara detail dari seluruh aktivitas yang dilakukan
dalam proses produksi tersebut. Pemetaan dari PAM ini berguna untuk identifikasi
persentase aktivitas yang tergolong value added dan non value added. Terdapat
lima tahap dalam process activity mapping yaitu :
1. Melakukan analisa seluruh proses dan aliran proses
2. Mengidentifikasi pemborosan pada proses
3. Melakukan analisa pada proses yang ada guna memutuskan adanya
perubahan atau tidak untuk mencapai proses yang lebih efisien
4. Mempertimbangkan perubahan dan pola aliran yang lebih baik
5. Mempertimbangkan seluruh hal dalam aliran proses yang diutamaka

2.1.5 Diagram Fishbone


Diagram fishbone atau diagram sebab akibat adalah salah satu tools dari
konsep Industri Ramping. Fishbone berguna untuk menganalisa akar penyebab dari
sebuah masalah. Penemu diagram tersebut adalah Profesor Kaoru Ishikawa seorang
ilmuwan Jepang pada tahun 1943.

2.1.6 Overall Equipment Effectiveness (OEE)


Menurut Stamatis (2010) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah
sebuah hirarki metrik yang berfokus pada seberapa efektif operasi manufaktur
digunakan. OEE merupakan perbandingan antara fully productive time atau waktu
pembuatan produk tanpa henti, dan planned production time yaitu waktu produksi
yang direncanakan. Perhitungan OEE juga dapat disimpulkan dengan perkalian

9
antara availability, performance, dan quality. Penghitungan OEE menggunakan
rumus dibawah ini:

𝑂𝐸𝐸 = 𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 × 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 ×


𝑄𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦............................(2.1)

 Availability Index
Availability index adalah waktu produksi sebenarnya ditambah dengan
waktu idle dibandingkan dengan ketersediaan waktu pada periode 1 tahun terakhir.
Availability dapat diukur sebagai perbandingan antara run time dengan planned
production time.

𝑅𝑢𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 =
𝑃𝑙𝑎𝑛𝑛𝑒𝑑 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎−(𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑘𝑑𝑜𝑤𝑛+𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑢𝑝)
= × 100
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
...............(2.2)

 Performance Index
Performance index adalah tingkat produksi sebenarnya pada periode 1
tahun terakhir dibandingkan dengan tingkat produksi yang terbaik (best
demonstrated production rate).

(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑥 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒)


𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 =
𝑅𝑢𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
= × 100 = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 ×
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑡𝑖𝑚𝑒

100......(2.3)

 Quality Index
Quality index adalah kualitas produk sebenarnya pada periode 1 tahun
terakhir dibandingkan dengan target kualitas. Hal ini berkaitan dengan jumlah
produk reject/losses. Nilai 100% untuk Quality menunjukkan bahwa produksi tidak

10
menghasilkan produk cacat sama sekali atau tidak terjadi losses.

𝐺𝑜𝑜𝑑 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑂𝐾


𝑄𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑠 = ×
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
100..................(2.4)

2.2 Industri Hijau

Pada bab Industri hijau akan dijabarkan mengenai definisi industri hijau,
karakteristik, prinsip industri hijau, standar industri hijau, dan self assessment
Industri Hijau yang mengacu pada form yang diterbitkan oleh Kementrian
Perindustrian.

2.2.1 Definisi Industri Hijau


Industri hijau adalah suatu konsep industri dalam memanfaatkan energi
secara efektif, mengupayakan efisiensi pada proses produksi, dan penggunaan
sumber daya secara berkelanjutan dalam siklus terbarukan. Industri hijau
merupakan konsep kegiatan industri dengan efek pencemaran yang rendah bahkan
konsep ini memiliki upaya untuk mengeliminasi pencemaran yang dihasilkan dari
penggunaan bahan baku, penggunaan energi, maupun produk jadi. Konsep dasar
Industri hijau adalah mendorong pengembangan pola konsumsi sumber daya dan
produksi yang berkelanjutan pada industri.
UU No 3 tahun 2014 tentang perindustrian memberikan pengertian
industri hijau sebagai “Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan
upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan
sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat”. Menurut David
A. Dornfeld et al. (2013), definisi Industri hijau adalah

“Green manufacturing is a process or system which has a minimal, nonexistent, or


negative impact on the environment.”

11
Menurut Kementrian Perindustrian RI (2017) Industri Hijau di Indonesia
diatur dalam berbagai perundang-undangan dan peraturan, yaitu :
1. Undang-undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.
2. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Undang-undang nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan.
4. Peraturan Pemerintah nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk
Pengembangan Industri Nasional Tahun 2015-2035.
5. Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi.
6. Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999 perubahan atas peraturan
pemerintah nomor 85 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun.
7. Peraturan Presiden nomor 61 Tahun 2009 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Gas Rumah Kaca.
8. Peraturan Presiden nomor 71 Tahun 2009 tentang Pedoman Inventarisasi
Gas Rumah Kaca.
9. Peraturan Mentri nomor 448 tahun 2015 tentang penggunaan Logo
Industri Hijau.
10. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 51 tahun 2015 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Industri Hijau.
11. Peraturan Mentri nomor 18 tahun d2016 tentang penghargaan Industri
hijau atau Penyelenggaraan Sertifikasi Industri Hijau.

2.2.2 Standar Industri Hijau


Standar Industri Hijau adalah standar industri yang terkait dengan bahan
baku, bahan penolong, energi, produk, sistem manajemen, pengelolaan limbah dan
aspek lain yang dibakukan dan disusun secara konsensus oleh semua pihak yang
terkait dan bertujuan untuk mewujudkan ndustri hijau. Sistem sertifikasi Industri
hijau membutuhkan penilaian kesesuaian Industri Hijau, pengakuan Komite
Otorisasi Lembaga Sertifikasi IH (KOLSIH), dan pedoman sertifikasi IH dalam
bentuk regulasi dan dokumen pendukung (Kementrian Perindustrian RI, 2017).
Bersumber dari Kementrian Perindustrian (2017) terdapat persyaratan teknis dan

12
persyaratan manajemen pada Standar Industri Hijau. Persyaratan teknis meliputi
aspek sebagai berikut :
1. Bahan baku
2. Energi
3. Air
4. Proses Produksi
5. Produk
6. Limbah
7. Emisi CO2.
Persyaratan manajemen meliputi aspek yaitu :
1. Perencanaan strategis dan penaatan peraturan perundangan pengelolaan
lingkungan,
2. Pelaksanaan dan pemantauan program peningkatan berkelanjutan,
3. Sistem Manajemen.

Perusahaan tentunya akan mendapatkan dampak / manfaat dari penerapan


SIH tersebut. Manfaat SIH bagi industri yaitu (Kementrian Perindustrian RI, 2017):
1. Mendapatkan insentif (fiskal dan non fiskal)
2. Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya (bahan baku,
energi, dan air) sehingga mampu meminimalisasi biaya produksi
3. Pemenuhan dan partisipasi terhadap pengelolaan lingkungan lebih
meningkat berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan industri dan
masyarakat sekitar
4. Menignkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap produk yang dihasilkan
5. Membuka peluang sponsorship, pendanaan berbasis ESCO, green atau
proyek keberlanjutan (sustainable project) dari internasional
6. Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja pada
lingkungan kerja

2.2.3 Karakteristik Industri Hijau


Menurut Kementrian Perindustrian RI (2017) Industri Hijau memiliki 7

13
karakteristik yaitu :
1. Efisiensi penggunaan material input
2. Menggunakan alternatif material input
3. Rendahnya intensitas energi
4. Rendahnya intensitas air
5. Sumber daya manusia yang kompeten
6. Minimisasi limbah yang dihasilkan
7. Teknologi rendah karbon

2.2.4 Manfaat Penerapan Industri Hijau


Menurut Kementrian Perindustrian (2017) Manfaat dari penerapan
industri hijau yaitu :
1. Berkembangnya paradigma global dan perhatian terhadap industri yang
menerapkan kaidah atau prinsip berkelanjutan : green processing dan
green consumption.
2. Ketentuan beberapa aturan tata niaga : eco labeling, sustainable standard,
green production, dan lain-lain.
3. Persyaratan lembaga perbankan atau pendanaan terhadap debitur: green
investment/financing atau green procurement dari proyek investasi.
4. Pemanfaatan sumber daya alam bagi kebutuhan industri secara optimal
dan terjaganya keberlanjutan lingkungan.
5. Mendorong pengembangan teknologi baru yang lebih efisien dan ramah
lingkungan.
6. Mendukung prinsip environmental equity dalam rangka pembangunan
berkelanjutan.
7. Berkurangnya biaya produksi untuk satu satuan produk yang dihasilkan
pada industri.
8. Memperkuat daya saing produk nasional di pasar internasional.

2.2.5 Penghargaan Industri Hijau


Menurut Kementrian Perindustrian (2018) Penghargaan Industri Hijau
adalah program tahunan yang dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian Indonesia

14
dengan tujuan memberi motivasi untuk perusahaan industri untuk menerapkan
prinsip industri hijau. Program ini tidak bersifat wajib bagi seluruh perusahaan
industri Nasional. Penghargaan diberikan kepada industri yang telah memberikan
kontribusi terhadap perekonomian negara, memberikan manfaat pada masyarakat
dan ikut berperan serta dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan melalui
pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien dan penerapan proses produksi yang
ramah lingkungan.
Penilaian Industri Hijau dibagi menjadi 3 aspek yaitu aspek proses
produksi, aspek kinerja pengelolaan limbah / emisi, dan aspek manajemen
perusahaan. Setiap aspek tersebut selanjutnya memiliki sub aspek yang akan dinilai
berdasarkan data faktual dari perusahaan terkait.
Penilaian Industri hijau mengacu pada form self-assessment yang
dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian. Seluruh dokumen mengenai
Penghargaan Industri Hijau terdapat pada website Kementrian Perindustrian.
Prosedur penilaian Penghargaan Industri Hijau yaitu (Kementrian Perindustrian,
2018):
Terdapat 3 kategori dalam self-assessment industri hijau yaitu sebagai
berkut (Kementerian Perindustrian RI, 2018).
1. Kategori Industri Besar
Kriteria industri besar adalah industri yang memiliki kekayaan bersih atau
investasi lebih dari Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
2. Kategori Industri Menengah
Kriteria industri menengah adalah industri yang memiliki kekayaan bersih
atau investasi lebih dari Rp500.000.000,00 sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
3. Kategori Industri Kecil
Kriteria industri kecil adalah industri yang memiliki kekayaan bersih atau
investasi paling banyak Rp500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
Terdapat 3 aspek penilaian dengan beberapa sub aspek penilaian dalam
self assessment industri hijau untuk industri menengah yaitu sebagai berikut

15
(Kementerian Perindustrian RI, 2011):
1. Proses Produksi, meliputi program efisiensi produksi, penggunaan
material input, energi, air, teknologi proses, sumber daya manusia dan
lingkungan kerja di ruang proses produksi. Pembahasan proses produksi
memiliki bobot 70%.
2. Kinerja Pengelolaan Limbah/Emisi, meliputi pemenuhan baku mutu
lingkungan dan sarana pengelolaan limbah/emisi. Pembahasan kinerja
pengelolaan limbah/emisi memiliki bobot 20%.
3. Manajemen Perusahaan, meliputi sertifikasi, corporate social
responsibility, penghargaan dan kesehatan karyawan. Pembahasan
manajemen perusahaan memiliki bobot 10%.
Nilai pada setiap sub aspek penilaian akan dijumlah untuk dijadikan nilai
aspek penilaian. Setelah diperoleh nilai untuk masing-masing aspek penilaian,
kemudian dilakukan perhitungan total skor dengan tujuan untuk mengetahui
klasifikasi penghargaan untuk perusahaan industri yang diuji dengan menggunakan
rumus sebagai berikut.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝐴 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝐵


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 = [ × 0.7 + × 0.2 +
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝐴 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝐵
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝐶
× 0.1] × 100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝐶

…………………………………………..(2.5)

Klasifikasi penghargaan Industri Hijau terbagi atas lima level berdasarkan


interval nilai yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi Penghargaan berdasarkan Interval Nilai

Klasifikasi Penghargaan Interval Nilai


Level 5 90,1 – 100,0
Level 4 80,1 – 90,0
Level 3 70,1 – 80,0
Level 2 60,1 – 70,0

16
Level 1 50,0 – 60,0

Melalui hasil total skor yang telah dihitung, perusahaan yang memperoleh
nilai paling sedikit 50% daari keseluruhan total nilai, dapat dikatakan telah
memiliki komitmen dan kepedulian terhadap lingkungan. Sementara perusahaan
yang mencapai lebih dari 90% dari keseluruhan total nilai dapat dikatakan telah
menerapkan prinsip Industri Hijau tersebut secara berkelanjutan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab 3 berisi metodologi penelitian yang digunakan dalam proses
penelitian. Metodologi yang digunakan yaitu penelitian pendahuluan, kajian
pustaka, identifikasi seven deadly waste dan penilaian industri hijau yang mengacu
pada form, self-assessment Industri Hijau. Metode penelitian akan dirangkum
dalam Skema Penelitian yang tercantum dalam Gambar 3.1.

3.1 Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan studi terkait dengan Industri ramping hijau,
Penghargaan Industri Hijau yang mengacu pada form self assessment yang
diterbitkan oleh Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (Kementrian
Perindustrian, 2016). Studi awal / penelitian pendahuluan berisi informasi
mengenai definisi, konsep, prinsip, dan contoh aplikasi dalam industri. Penelitian
juga dilakukan dengan melakukan wawancara pendahuluan kepada PT KSG yang
menjadi objek pada penelitian. Wawancara mengenai data umum perusahaan
dilakukan kepada pihak perusahaan yaitu divisi Business Development sebagai
penanggung jawab mahasiswa/i kerja praktek. Data awal perusahaan berisi
mengenai latar belakang perusahaan, visi misi perusahaan, proses produksi, jenis
produk, penerapan konsep lean & green pada perusahaan dan manajemen
perusahaan secara umum.

3.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penelitian pendahuluan berupa wawancara dan observasi

17
perusahaan maka diketahui bahwa PT KSG sudah sadar akan pentingnya
penerapan konsep Industri Ramping dan Hijau pada perusahaan dan juga
berkeinginan untuk menerapkan SIH (Standar Industri Hijau) pada perusahaan.
Tujuan perusahaan yaitu untuk mengurangi biaya pokok produksi dengan
mengeliminasi waste, meningkatakan kualitas dan kuantitas produk dan mampu
bersaing di Industri nasional maupun internasional. Langkah awal untuk mencapai
industri ramping dan hijau yaitu mengetahui waste yang ada sehingga dapat di
eliminasi, selanjutnya adalah komitmen perusahaan terhadap lingkungan. Self-
assessment Industri Hijau juga perlu dilakukan untuk mengetahui kesiapan/keadaan
perusahaan dalam menerapkan Standar Industri Hijau.

3.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diangkat dari hasil perumusan masalah. Tujuan


penelitian tersebut memiliki 3 poin yaitu identifikasi seven deadly waste,
identifikasi penyebab seven deadly waste pada PT KSG dan mengukur kinerja
lingkungan pada perusahaan berdasarkan Standar Industri Hijau yang mengacu
pada self assessment yang diterbitkan oleh Kementrian Perindsutrian tahun 2016.

3.4 Kajian Pustaka

Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai teori dan informasi yang
digunakan untuk mendukung penelitian. Referensi yang digunakan adalah buku,
jurnal, dan website Kementrian Perindustrian. Teori yang kaji meliputi konsep,
definisi, dampak waste, prinsip Industri Ramping dan Hijau, definisi dan contoh
tools yang digunakan dalam penelitian dan self-assessment Industri Hijau yang
mengacu pada Penghargaan Industri Hijau oleh Kementrian Perindustrian.

3.5 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data dimulai dengan penelitian pendahuluan


yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu data umum dan data khusus. Data umum
dibagi menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder, dimana data primer berisi

18
data mengenai BOM (bill of material) dan proses produksi yang diperoleh melalui
observasi langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan terkait, sedangkan
data sekunder berisi data mengenai sejarah perusahaan, kondisi perusahaan saat ini,
struktur organisasi, jenis produk dan data historis permintaan.
Setelah penelitian pendahuluan dilakukan maka dilanjutkan pengumpulan
data khusus selama 200 jam kerja. Data khusus tersebut terbagi menjadi 2 yaitu data
Industri Ramping dan data Industri hijau. Kedua data tersebut didapatkan dari
observasi langsung, pengukuran di lantai produksi dan wawancara dengan beberapa
pihak perusahaan. Data industri ramping adalah data cycle time, changeover time,
transport time dan lainnya dengan salah satu tools Industri Ramping yaitu PAM
(Process Activity Mapping) pada proses produksi springbed jenis Cbr. Data Industri
ramping juga berisi mengenai hasil identifikasi jenis pemborosan dan tingkat
pemborosan (7 deadly waste) yang terdapat pada proses produksi dengan observasi
langsung dan wawancara dengan operator dan kepala produksi. Sementara data
Industri Hijau adalah data dari hasil pengisian form self-assessment Industri Hijau
dengan metode wawancara kepada pemilik perusahaan dan divisi Business
Development dengan mencantumkan bukti berupa dokumen maupun informasi
secara lisan. Pengisian form self-assessment Industri Hijau diikuti dengan melihat
dan mencatat bukti / data perusahaan terkait dengan masing-masing indikator pada
self assessment Industri Hijau.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Setelah tahap pengumpulan data selesai maka dilakukan tahap pengolahan


dan analisis data. Pengolahan data terkait pendekatan pada konsep Industri
Ramping melalui beberapa tahap yaitu memetakan seluruh aktivitas / proses
produksi spring bed jenis Cbr menggunakan PAM (Process Activity Mapping),
menghitung cycle time, melakukan identifikasi 7 deadly waste pada proses produksi
spring bed tipe / jenis Cbr, mengumpulkan dan menghitung data kuantitatif
beberapa jenis waste / pemborosan yang memungkinkan untuk dilakukan
pencatatan, melakukan wawancara dan observasi untuk mengetahui akar penyebab
terjadinya waste pada proses produksi spring bed jenis Cbr dan menghitung OEE.

19
Sementara pengolahan industri hijau akan dilakukan dengan menganalisa dan
menghitung nilai hasil self assessment sesuai dengan ketentuan Kementrian
Perindustrian.

20
3.7 Pembahasan

Setelah melakukan pengolahan dan analisis data selanjutnya masuk pada


tahap pembahasan. Pada tahap ini dilakukan pembahasan terhadap hasil olah data
khusus yang terbagi menjadi 2 yaitu data pengukuran berdasarkan pendekatan
konsep Industri Ramping dan Industri Hijau. Pada data industri ramping dilakukan
pembahasan terhadap PAM, waktu siklus, penemuan 7 deadly waste yang
dirangkum dalam tabel dan menggunakan fishbone pada beberapa waste yang dapat
diambil data kuantitatifnya dan analisa terhadap hasil perhitungan OEE. Pada hasil
pengolahan data berdasarkan pendekatan konsep Industri Hijau dilakukan
pembahasan terhadap hasil skor akhir self assessment. Pada tahap ini akan
dilakukan pembahasan lebih detail terhadap hasil pengolahan dan analisa data
untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan telah menerapkan Standar Industri
Hijau dalam seluruh kegiatan industrinya. Secara garis besar pada tahap
pembahasan akan dilakukan berdasarkan keterkaitan konsep Industri Ramping dan
Hijau dengan hasil data pada penelitian.

3.8 Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini hasil analisis dan pembahasan disimpulkan untuk menjawab
tujuan penelitian yang sebelumnya telah ditetapkan. Kesimpulan diikuti oleh saran
untuk perusahaan dan untuk penelitian selnjutnya.

21
3.9 Skema Penelitian

Gambar 3.1 Skema Penelitian

22
BAB 4
PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Bab 4 berisi data-data beserta pengolahan data dan analisis data yang
diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan metodologi penelitian
yang telah ditentukan.

4.1 Sejarah Umum Perusahaan

PT KSG berdiri sejak tahun 1998, tepat saat Indonesia mengalami krisis
ekonomi. PT KSG adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur,
khususnya produk spring bed. Perusahaan berpusat di Pekanbaru dan memiliki 11
cabang yang tergabung di dalam KSG Group yaitu di Pekanbaru, Tangerang,
Batam, Palembang, Lampung, Padang, Jambi, Semarang. PT KSG
memperkerjakan kurang lebih 750 karyawan untuk memproduksi berbagai macam
jenis springbed dan varian warna juga ukuran. Perusahaan ini memiliki kurang
lebih 12 lini produksi tergantung pada lokasi dan kapasitas pabrik setiap cabang.
Setiap pabrik memiliki kapasitas produksi yang beragam. Pabrik cabang Tangerang
memiliki kapasitas produksi kurang lebih 40 spring bed/hari. Produk PT KSG
dipasarkan melalui toko home furnish kecil hingga supermarket besar seperti Giant,
Hypermart, Transmart, Lulu, dan lainnya. Daerah yang menjadi target market
perusahaan adalah seluruh kota di pulau Sumatra, Jabodetabek, Kota Semarang,
Kota Surabaya, dan Kota Manado. PT KSG sudah mulai memasuki pasar
perdagangan di pulau jawa setelah sukses di pasar perdaganan pulau Sumatra.
Selain menjalankan bisnis springbed, PT KSG rutin mengadakan program CSR
dalam upayanya untuk memenuhi kewajiban sosial pada masyarakat.
Produk yang dihasilkan PT KSG adalah spring bed, dan kasur busa. Jenis
spring bed yang dihasilkan adalah bonell, spring bed pocket, spring bed dnegan
memory foam, spring bed latex (untuk kesehatan), spring bed supersoft foam,
regular foam, dan rebonded foam (busa yang dipadatkan). Meskipun berbagai
macam produk yang dihasilkan oleh perusahaan tetapi PT KSG lebih banyak
bergerak pada bisnis spring bed, oleh karena itu produk spring bed dipilih menjadi
objek penelitian ini dan tipe yang dipilih adalah tipe Cbr. PT KSG sangat fokus

23
dalam berkomitmen untuk menghasilkan matras yang berkualitas tinggi untuk
meningkatkan kualitas tidur penggunanya. PT KSG memiliki visi “to create
products that are excellent in design, beneficial in function and competitive in
values while also providing unmatched customer service”.

4.2 Struktur Organisasi

Jadwal kerja PT KSG yaitu hari senin sampai jumat. PT KSG memiliki
jadwal kerja untuk karyawan bagian office yaitu 7 jam kerja/hari dan 1 jam istirahat
(pada jam 12 siang). Jadwal operasional pabrik PT KSG yaitu senin hingga jumat
selama 2 shift/hari dan sabtu selama 1 shift/hari. Durasi 1 shift pada PT KSG yaitu
7 jam kerja dan 1 jam istirahat. PT KSG memiliki kegiatan rutin yaitu ibadah pagi
yang dilaksanakan setiap hari senin dan jumat. Karyawan bagian office yang
beragama Kristen wajib mengikuti ibadah tersebut pada hari senin dan jumat,
sedangkan pada hari jumat karyawan yang beragama Muslim mengikuti sholat
jumat. Kegiatan tersebut adalah kegiatan kerohanian pada PT KSG.
PT KSG dimiliki oleh seorang owner yang sekaligus menjabat sebagai
CEO (Chief Excecutive Officer). PT KSG memiliki seperangkat jabatan pada
tingkatan holding yang berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan utama
perusahaan dan berfungsi sebagai pengambil keputusan tertinggi pada setiap divisi
pada perusahaan yang berlaku untuk seluruh cabang. PT KSG juga memiliki
seperangkat jabatan yang membentuk organisasi pada setiap cabangnya. Struktur
organisasi pada PT KSG dapat dilihat lebih detail pada Gambar 4.1.

24
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT KSG

25
4.3 Proses Produksi

Proses produksi yang dilakukan pada pembuatan spring bed di PT KSG


terdiri dari tiga tahap utama yaitu pembuatan per, proses quilting dan proses
assembling. Bahan baku yang digunakan sangat beragam sesuai dengan jenis,
ukuran, dan motif springbed. Proses produksi springbed pada PT KSG
menggunakan beberapa mesin yang sudah terautomasi diantaranya adalah mesin
cetakper, mesin bordir emblem, dan mesin quilting.

4.3.1 Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi springbed pada PT KSG
berasal dari berbagai sumber. Tidak seluruh cabang PT KSG memproduksi per
untuk kebutuhan produksi, beberapa cabang memesan per pada pabrik cabang
Tangerang karena kapasitas cabang Tangerang yang lebih memadai. Perusahaan
induk PT KSG di Pulau Sumatra adalah pabrik satu-satunya yang memproduksi
busa dan menggunakannya untuk produksi springbed, sedangkan cabang lainnya
masih membeli busa dari beberapa vendor. Keputusan perusahaan untuk membeli
atau membuat bahan baku diambil berdasarkan beberapa faktor diantaranya faktor
harga, faktor harga dan faktor distribusinya. Bahan baku yang digunakan springbed
jenis Cbr tercantum dalam Gambar 4.2 yaitu BOM (bill of material) tree dan Tabel
4.1 yang berisi tabel BOM. BOM tree dan tabel untuk produk jenis Cbr dijabarkan
dibawah ini:

26
Gambar 4.2 BOM (Bill of Material) Tree Spring Bed Jenis Cbr

27
Tabel 4.1 BOM (Bill of Material) Produk Spring Bed Jenis Cbr

28
4.3.2 Permesinan dan Alat Produksi
Proses produksi spring bed membutuhkan beberapa mesin untuk
menghasilkan rangka per, kain quilting, bordir emblem, dan untuk menjahit
beberapa bagian pada spring bed sebelum masuk pada tahap akhir yaitu assembly.
Mesin yang digunakan oleh PT KSG dalam produksi spring bed antara lain yaitu:

1. Mesin Cetak Per

Gambar 4.3 Mesin Cetak Per Huajian Machine


Gambar 4.3 menunjukan mesin cetak per yang dimiliki oleh PT KSG yaitu
Huajian Machine. Mesin per dilengkapi meja untuk wadah per yang telah tercetak
dari mesin, selain itu mesin juga memiliki cerobong asap untuk pembuangan emisi
dan wadah untuk gulungan per yang bisa dilihat lebih jelas pada Gambar 4.4.
Kecepatan mesin untuk memproduksi 1 buah per kurang lebih yaitu 1 detik. Waktu
yang dibutuhkan untuk mencetak per berbeda-beda sesuai dengan jenis per yang
ingin dihasilkan. Variasi per adalah tinggi dan ketebalan dari kawat yang
digunakan.

Gambar 4.4 Wadah Gulungan Kawat pada Mesin Cetak Per

29
Gambar 4.4 adalah foto wadah gulungan kawat pada mesin cetak per.
Gulungan kawat tersebut selanjutnya ditarik dan diletakan pada jalur kawat untuk
menuju ke dalam mesin per. Wadah kawat tersebut memiliki poros yang dapat
berputar mengikuti gerakan selongsong kawat saat kawat mulai jalan masuk ke
dalam mesin per untuk dicetak menjadi per.

Gambar 4.5 Area Mesin Per


PT KSG cabang Tangerang memiliki 5 mesin per, tetapi selama penelitian
berlangsung mesin yang digunakan hanya 3-4 mesin. Posisi mesin per berjajar ke
samping dan setiap mesin memiliki cerobong untuk membuang emisi dari mesin
keluar dari bangunan pabrik. Setiap 1 mesin per dioperasikan oleh 1 operator,
kecuali saat mesin mengalami kerusakan membutuhkan 1 operator ahli untuk
memperbaiki mesin tersebut. Per yang sudah jadi kemudian ditumpuk dan diletakan
di depan mesin seperti yang terlihat pada Gambar 4.5.

2. Mesin Susun Rangka Per

Gambar 4.6 Mesin Susun Rangka Per

30
Gambar 4.6 menunjukan area mesin susun rangka per. PT KSG memiliki
3 mesin yang beroperasi. Mesin tersebut berfungsi untuk menyusun per yang telah
lolos tahap QC yang kemudian dihasilkan rangka per. Rangka per dibuat sesuai
dengan produk yang di inginkan. Jumlah susunan, jumlah per dan jenis per
disesuaikan dengan spesifikasi yang telah ditentukan pada masing-masing jenis
springbed. Mesin ini membutuhkan 1 operator untuk beroperasi.

Gambar 4.7 Detail Mesin Susun Rangka Per


Pada Gambar 4.7 terlihat detail sisi kanan mesin susun rangka per. Pada
sisi kanan mesin terdapat gulungan kawat yang berfungsi untuk mengikat per satu
sama lain sehingga dapat menjadi susunan rangka per.

3. Mesin Quilting

Gambar 4.8 Mesin Quilting Continous


Gambar 4.8 Menunjukan mesin quilting continous. Mesin ini memiliki
fungsi ya sama dengan mesin quilting single needle tetapi mesin ini memiliki
banyak jarum sehingga pattern yang dibuat lebih full. Mesin ini digunakan untuk

31
semua kelas produk kecuali premium. Mesin ini dioperasikan oleh 1 operator utama
dan 1 operator pemhantu. Mesin quilting ini membutuhkan waktu kurang lebih 1
jam untuk melakukan setup sebelum memulai produksi. Kegiatan set up tersebut
adalah set up pada benang dan jarum sesuai produk yang ingin di hasilkan.

Gambar 4.9 Gulungan Busa dan Kain pada Mesin Quilting Continous
Pada Gambar 4.9 terlihat gulungan busa yang akan masuk pada proses di
dalam mesin. Material input yang digunakan untuk proses quilting adalah kain,
busa, dan benang. Hasil quilting berfungsi untuk lapisan luar springbed yang
berfungsi sebagai comfort layer.

Gambar 4.10 Mesin Quilting Single Needle


Gambar 4.10 menunjukan mesin quilting single needle yang digunakan
khusus untuk produk kelas premium. Mesin ini sama fungsinya dengan mesin
quilting continous yaitu menjahit tumpukan kain dan busa guna menghasilkan
lapisan terluar dari spring bed.

32
Gambar 4.11 Gulungan Busa pada Mesin Quilting Single Needle
Pada Gambar 4.11 menunjukan gulungan busa yang digunakan oleh mesin
quilting single needle. Posisi gulungan busa berada di depan mesin, sama dengan
posisi mesin quilting continous. Busa ini digunakan khusus untuk produk spring
bed kelas premium. Kain yang digunakan oleh kelas premium juga berbeda dengan
kelas dibawahnya.

4. Mesin Jahit Manual

Gambar 4.12 Mesin Jahit Tabeng dan Lidah Manual


Gambar 4.12 menunjukan Mesin Jahit tabeng dan lidah. Mesin jahit pada
PT KSG berjumlah 6 unit lengkap beserta meja dan kursinya. Mesin yang
digunakan untuk menjahit tabeng yaitu 4 unit, sedangkan untuk jahit lidah sebanyak
2 unit. Mesin jahit membutuhkan 1 operator untuk beroperasi. Mesin jahit tersebut
masih termasuk mesin jahit manual.

33
5. Mesin Obras

Gambar 4.13 Area Lini Obras Kain Quilting


Gambar 4.13 menunjukan area obras pada PT KSG cabang Tangerang.
Jumlah mesin yaitu hanya 1 dengan 1 operator. Obras dilakukan pada meja yag
berukuran 2x2 meter sehingga meja dapat menbantu menampung sisi kain lainnya
yang sedang tidak dilakukan proses obras.

6. Mesin Jahit List Otomatis

Gambar 4.14 Mattress Border Tape Sewing Machine


Pada Gambar 4.14 menunjukan mesin jahit list otomatis yang bernama
Mattress Border Tape Sewing Machine. PT KSG memiliki 3 unit mesin jahit list
otomatis tetapi selama penelitian mesin tersebut hanya beberapa kali digunakan dan
hanya pada 1 mesin. Menurut hasil wawancara dengan operator, mesin tersebut
belum membantu proses produksi dengan maksimal karena penempatanya sehingga
operator harus melakukan transportasi berkali-kali.

34
7. Mesin Bordir

Gambar 4.15 Mesin Bordir


Gambar 4.15 menunjukan mesin bordir milik PT KSG. Mesin ini memiliki
4 jalur bordir sekaligus sehingga sekali proses akan menghasilkan 4 hasil bordir
pada tabeng. Bordir ini biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam
tergantung dengan kerumitan bentuk dari hasil produk yang diinginkan.

8. Mesin Jahit List Assembly

Gambar 4.16 Mesin Jahit untuk Proses Assembly (Huanjian Tape Edge Automatic)
Pada Gambar 4.16 terdapat mesin jahit list untuk proses assembly. PT KSG
memiliki 3 mesin jahit list assembly tetapi hanya 1 mesin yang sudah otomatis.
Mesin ini berfungsi untuk menjahit list guna menutup dan membungkus seluruh
bagian springbed dengan kain quilting.

35
9. Mesin Packing Plastik

Gambar 4.17 Mesin Packing


Gambar 4.17 menunjukan mesin packing pada PT KSG cabang
Tangerang. Mesin ini digunakan untuk memotong platik dan vacuum pada packing
kasur. Pada proses ini juga dilakukan pemasangan karton sudut dan meletakkan
buku garansi pada setiap produk spring bed. Mesin Packing pada PT KSG
berjumlah 1 unit dengan operator 2 orang.

10. Forklift

Gambar 4.18 Forklift CAT


Sumber: https://www.toyshop.cz/14/8247/CAT-DP25N, [1 Agustus 2018]

Gambar 4.18 Menunjukan mesin forklift yang digunakan untuk


memindahkan material input dari truck ke dalam pabrik maupun memindahkan
WIP dari satu tempat ke tempat lainnya.

36
11. Lem Hotmelt

Gambar 4.19 Hotmelt Spray Gun


Gambar 4.19 menunjukan hotmelt spray glue. Alat ini digunakan untuk
menyatukan kain, busa juga hardpadding pada proses assembly. PT KSG memiliki
kurang lebih 4 hotmelt spray glue yang berfungsi selama penelitian berlangsung.

12. Stapler

Gambar 4.20 Stapler C-ring


Gambar 4.20 menunjukan stapler milik perusahaan cabang tangerang. PT
KSG memiliki kurang lebih 6 stapler yang berfungsi berdasarka hasil observasi
selama penelitian berlangsung. Stapler digunakan untuk menyatukan rangka per
dan list rangka. Alat ini membutuhkan 1 operator untuk beroperasi.

37
4.3.3 Penjabaran Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan pada pembuatan spring bed di PT KSG
terdiri dari tiga tahap utama yaitu pembuatan per, proses quilting yaitu proses
penyatuan kain dan busa sebagai lapisan kasur dengan benang pada mesin quilting,
dan proses assembly yaitu proses penyatuan seluruh bagian untuk menghasilkan
satu produk kasur utuh (per, busa dan kain). Proses produksi akan dijelaskan lebih
rinci pada sub bab selanjutnya.

4.3.3.1 Proses Pembuatan Rangka Per


Proses pembuatan rangka per dimulai dari pemasangan gulungan kawat,
dan set up mesin. Tahap pertama adalah gulungan kawat diletakkan pada wadah
dan setelah itu ujung kawat ditarik melewati alat berbentuk lingkaran yang
menyerupai katrol (guna memperlancar jalannya kawat masuk ke dalam mesin) lalu
dimasukan ke celah mesin yang sudah disediakan untuk kawat. PT KSG
memproduksi per dengan beberapa ukuran dan kualitas, sesuai dengan jenis
masing-masing spring bed, oleh karena itu mesin cetak per harus melewati tahap
set up untuk menghasilkan ukuran per yang di inginkan. Pada proses pencetakan
per dilakukan quality control untuk memastikan seluruh per tercetak dengan
keadaan yang diinginkan.
Seluruh per yang telah melewat tahap quality control di tumpuk dan diberi
lebel keterangan produknya. Selanjutnya per akan dikirim ke lini pembuatan rangka
per. Pada lini pembuatan rangka per tumpukan per satuan akan dibuka dan disusun
pada mesin pembuatan rangka per. Jumlah per yang disusun untuk menjadi sebuah
rangka sangat beragam dan disesuaikan dengan jenis spring bed yang akan
dihasilkan. Sping bed jenis Cbr memiliki 2 tumpukan rangka per, sehingga rangka
per melewati proses assembly untuk menjadi rangka per yang utuh sesuai
spesifikasi jenis Cbr.

38
4.3.3.2 Proses Quilting dan Jahit
Proses Quilting adalah proses penyatuan busa, kain atas, dan kain alas
dengan menggunakan sistem jahit yang membentuk pattern. Proses quilting
dilakukan untuk menghasilkan top layer pada spring bed dan side layer atau biasa
disebut tabeng oleh pekerja pabrik di PT KSG. Proses quilting menggunakan mesin
yang sudah full automatic. PT KSG memiliki berbagai macam pattern jahitan pada
lapisan atas spring bed, maka dari itu mesin quilting perlu melewati proses set up
yang cukup lama untuk menyesuaikan benang dan jarum yang akan digunakan pada
setiap jenis prduk spring bed.
Kain hasil quilting di bedakan menjadi 2 yaitu top layer dan side layer atau
yang biasa disebut tabeng. Kain top layer akan dipotong sesuai ukuran jenis spring
bed dan masuk ke lini obras untuk merapihkan jaitan seluruh ujung kain. Sedangkan
tabeng akan dipotong sesuai ukuran, lalu masuk pada proses jahit list dan melewati
proses bordir emblem. Selain top layer dan tabeng, proses jahit juga meliputi
pembuatan lapisan dalam dengan lidah di ujungnya yang memiliki fungsi untuk
membuat pillow top dan untuk menarik lapisan atas spring bed agar setiap bagian
yang tersusun pada spring bed tidak kendur.

4.3.3.3 Proses Assembly


Proses assembly pada PT KSG melewati 3 lini yaitu lini assembly pertama
untuk menyatukan per, hardpading, busa, kain dan lainnya. Proses assembly
dilakukan pada meja assembly yang berukuran 2x2 meter. Meja assembly dapat
diputar oleh operator sehingga operator tidak perlu jalan untuk meraih sisi ujung
spring bed. Susunan layer setiap jenis spring bed pada PT KSG sangat beragam.
Proses assembly adalah proses yang sangat penting, seluruh tumpukan dan jenis
bahan baku yang menyusun spring bed akan menentukan kualitas spring bed itu
sendiri. Proses assembly dikerjakan manual oleh satu operator. Proses assembly
tidak hanya menyusun tumpukan layer pada dalam spring bed tetapi termasuk
proses pemasangan dan penjahitan top layer (kain quilting) atau lapisan paling luar
dan pemasangan lubang angin. Setelah proses assembly selesai, spring bed akan
masuk pada proses packing.

39
Gambar 4.21 Diagram Proses Produksi Spring Bed Jenis Cbr

40
4.4 Penelitian berdasarkan Konsep Industri Ramping

Pada bagian Industri Ramping (Lean manufacturing) akan dijabarkan data


yang merupakan pendekatan terhadap konsep Industri Ramping yang didapatkan
dengan tools berikut ; PAM (Process Activity Mapping), dan 7 deadly waste. Pada
sub bab ini juga disajikan hasil pengolahan data kuantitatif beberapa jenis waste
yang memungkinkan untuk dilakukan penelitian kuantitatif selama penelitian
berlangsung.

4.4.1 Process Activity Mapping (PAM)


Pengukuran waktu pada PAM dilakukan hanya sebanyak 3 kali pada 3
shift dengan 2 operator yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan jenis springbed Cbr
tidak setiap hari diproduksi (memiliki lead time yang lama), sehingga tidak dapat
dilakukan pengambilan data PAM sebanyak 14 kali. Pengukuran PAM dilakukan
hanya pada 1 pekerja/mesin (1 jalur) setiap 1 lini, sehingga waktu akhir yang
didapatkan adalah total waktu proses produksi 1 springbed dengan asumsi setiap 1
lini hanya memiliki 1 jalur (1 pekerja/1 mesin). Total waktu hasil pengukuran pada
kelima tabel PAM yang dapat dilihat pada lampiran 1. Data tersebut di rekap lalu
didapatkan waktu rata-rata sebesar 17093 detik atau 4.7 jam. Total waktu pada
PAM adalah total seluruh proses produksi dan bukan merupakan waktu siklus 1
produk. Tabel 4.2 merupakan total waktu PAM rata-rata yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.2 Total Waktu PAM Rata-rata

Pengolahan data dilanjutkan dengan menghitung waktu rata-rata/lini dan


data waktu pada PAM dipisah menjadi 5 jenis berdasarkan tipe aktivitas proses
produksi yaitu operation, transportation, inspection, storage, dan delay. dari hasil
olah data dan pembulatan didapatkan persentase operation sebesar 76.5%,

41
transportation sebesar 9.1%, inspection sebesar 2.6%, storage sebesar 5%, dan
delay sebesar 6.8%. Pengolahan data lebih jelas dapat dilihat dari tabel 3.4 di bawah
ini.

Tabel 4.3 Waktu berdasarkan Tipe Aktivitas Proses Produksi

Selanjutnya untuk mempermudah membaca data waktu siklus maka


dilakukan rekap waktu berdasarkan lini. Lini yang terdapat pada proses produksi
Spring bed tipe Cbr berjumlah 14 sehingga pada Tabel 4.4 disajikan Waktu
siklus/lini dari kelima PAM beserta waktu rata-ratanya.

Tabel 4.4 Waktu Rata-rata per Lini

42
4.4.2 Seven Deadly Waste
Pengambilan data 7 deadly waste dilakukan sebanyak 20 kali observasi
pada masing-masing lini dengan melakukan checklist. Observasi data
membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Observasi yang dilakukan dua kali dalam
satu shift, sehingga membutuhkan 10 hari kerja. Setelah dilakukan checklist pada
tabel 7 deadly waste pada 20 kali observasi, dilakukan rekap jumlah kejadian
waste/pengamatan berdasarkan jenis waste.

Tabel 4.5 Rangkuman 7 Deadly Waste

Hasil rekap tersebut menunjukan bahwa terdapat 60 kejadian pada


transportation, 99 pada inventory, 80 pada motion, 42 pada over production, 3 pada
over processing dan 46 pada defect. Hasil rekap tersebut diolah dengan diagram
pareto untuk menampilkan waste yang paling banyak terjadi. Hasil pareto chart
pada Gambar 4.22 menunjukan jenis waste yang paling banyak terjadi hingga waste
yang jarang terjadi berturut-turut yaitu ; 1) Inventory, 2) Motion, 3) Transport, 4)
Defect, 5) Over production, 6) Waiting, dan 7) Over processing.

43
7 Deadly Waste pada Proses Produksi
Springbed di PT KSG

100 100.00
90 90.00
80 80.00
70 70.00
60 60.00
50 50.00
40 40.00
30 30.00
20 20.00
10 10.00
0 0.00

Count Cumulative Percentage

Gambar 4.22 Diagram Pareto Jumlah dan Persentase Waste pada Proses
Produksi Spring Bed PT KSG

Hasil diagram pareto menunjukan bahwa waste yang paling banyak terjadi
adalah Inventory, motion dan transport. Waste jenis Inventory banyak terjadi pada
WIP per, WIP kain quilting, WIP rangka per dan finished goods. Walaupun
demikian jumlah WIP menurun pada akhir pekan karena sudah diangkat untuk
dikirim. Pareto pada Gambar 4.22 menunjukan bahwa perusahaan dapat
menyelesaikan masalah waste sebesar 65% jika perusahaan berhasil mengeliminasi
waste jenis inventory, motion dan transportation.

44
Gambar 4.23 Inventori WIP per
PT KSG cabang Tangerang tidak hanya produksi per untuk mendukung
proses produksi di kota Tangerang saja, melainkan untuk medukung seluruh cabang
sehingga sering terjadi penumpukan WIP jika belum dikirim ke cabang lain.
Keadaan WIP per pada pabrik dapat dilihat pada Gambar 4.23.

Gambar 4.24 Inventori WIP Kain Quilting untuk Body

45
Gambar 4.25 Inventori WIP Kain Quilting untuk Tabeng

Pada Gambar 4.24 terlihat bahwa pada PT KSG terjadi penumpukan WIP
kain quilting body, dan Gambar 4.25 adalah foto dari penumpukan WIP tabeng.
WIP kain quilting untuk body dan tabeng terletak di samping, depan, dan belakang
mesin quilting. Penyimpanan WIP kain dilakukan dengan cara dilipat dan tersusun
ke atas. PT KSG cabang Tangerang juga mendukung hasil wawancara mengatakan
bahwa Inventory WIP kain terjadi karena kecepatan proses quilting kain lebih cepat
dibandingkan dengan proses assembly, sehingga kain akan menumpuk dan
menunggu untuk dipakai pada proses assembly.
Data kuantitatif waste tidak diambil pada seluruh jenis dikarenakan waktu
penelitian yang tidak memungkinkan dan hasil rekomendasi pihak pabrik. Data
kuantitatif waste hanya diambil pada waste jenis defect dan waiting. Hal tersebut
dikarenakan dari hasil wawancara mengatakan bahwa Inventory bukan hal yang
bersifat mendesak / urgent untuk perusahaan saat ini karena perusahaan sudah
produksi sesuai permintaan, dan hal tersebut dikarenakan line balancing pabrik
yang kurang seimbang, waktu tunggu untuk pengiriman yang cukup lama semenjak
selesai di produksi dan tata letak fasilitas yang belum tertata menurut penelitian
sementara oleh perusahaan PT KSG. Hasil wawancara tersebut mengarahkan
penelitian lebih fokus pada waste jenis defect dan waiting karena defect dan waiting
sangat berpengaruh terhadap cost menurut perusahaan, selain itu perusahaan ingin

46
meningkatkan kuantitas produksi sehingga perusahaan ingin mengeliminasi waste
jenis waiting. Hal tersebut menjadi dasar penelitian untuk mengambil data
kuantitatif defect dan waiting pada proses produksi spring bed di PT KSG.

4.4.2.1 Defect
PT KSG belum memiliki data historis defect dan belum pernah melakukan
pencatatan terhadap jenis defect, oleh karena itu jenis defect yang ada pada Tabel
4.6 adalah hasil wawancara dan observasi langsung di lantai produksi.
Hasil wawancara dengan pihak perusahaan (operator dan kepala produksi)
menghasilkan data bahwa defect pada per terjadi karena mesin yang kondisinya
kurang baik / ada sedikit kerusakan. Per defect adalah per yang tidak terikat dengan
kawat pada saat proses pencetakan per, sedangkan per dengan kondisi baik adalah
per yang terdapat ikatan kawat pada bagian atas dan bawah. Defect per juga dapat
disebabkan oleh ukuran yang salah sehingga mesin perlu di set up kembali. Per
defect tidak dapat digunakan kembali sehingga harus dibuang dan menghasilkan
waste jenis defect pada lini cetak per. Defect per dapat dilihat pada Gambar 4.26,
dan per yang tercetak dengan baik/bukan merupakan defect dapat dilihat pada
Gambar 4.27.

Gambar 4.26 Defect Per

47
Gambar 4.27 Per yang Bukan Merupakan Defect
Defect selanjutnya yang terjadi adalah defect c-ring. Defect c-ring adalah
c-ring yang tidak terpasang dengan baik pada rangka per. Defect c-ring dapat dilihat
pada gambar 4.28 sedangkan c-ring yang terpasang dengan baik dapat dilihat pada
gambar 4.30. Gambar 4.29 menunjukan defect c-ring yang telah dikumpulkan
bersama dengan scrap lainnya seperti selongsong c-ring. Hasil wawancara dengan
karyawan lini assembly rangka menghasilkan kesimpulan bahwa c-ring yang tidak
terpasang dengan baik dapat terjadi karena pekerja yang kurang tepat mengarahkan
stapler-nya dan karena error pada mesin stapler. C-ring yang defect sudah tidak
dapat dipakai kembali sehingga lini assembly rangka per menghasilkan scrap (di
buang).

Gambar 4.28 Defect C-ring (Tidak terpasang pada rangka per)

48
Gambar 4.29 Defect C-Ring yang telah dikumpulkan dan Bercampur dengan
Selongsong C-Ring selama 4 Jam

Gambar 4.30 C-ring yang Terpasang dengan Baik pada Rangka Per

Defect busa sobek dapat terjadi karena proses transport yang kurang baik,
sobek saat membuka kemasan, dan bisa jadi sudah sobek saat pengiriman dari
vendor busa. Busa yang sobek tidak dapat digunakan kembali sehingga harus di
gunting dan dibuang. Scrap busa dapat dilihat pada gambar 4.31. Seluruh scrap
yang dihasilkan oleh proses produksi spring bed diletakan di area luar kanan pabrik
dekat dengan area parkir motor. Hal ini merupakan penemuan waste jenis defect
pada lini quilting maupun pada lini assembly. PT KSG belum mengelola defect busa
secara mandiri melainkan menjualnya pada pihak luar yang berkompetensi /
memiliki kemampuan untuk mengolah busa.

49
Gambar 4.31 Defect Busa
Hasil wawancara dan observasi secara langsung dapat dilihat pada Tabel
4.6. Hasil wawancara dan penelitian secara langsung menghasilkan penemuan 5
jenis defect yaitu defect per karena per kurang full, defect jahitan quilting yang
lepas, defect busa sobek, defect c-ring yang tidak terpasang dengan baik, dan defect
obras yang masih terbuka pada bagian pinggir. Defect terjadi pada lini 1, 2, 4 dan
10. Pengamatan yang selanjutnya dilakukan adalah menghitung jumlah / kuantitas
dari ke 5 defect tersebut yang dilakukan selama 20 shift.
Sebagian data sudah diambil bersamaan pada saat checklist 7 deadly waste,
data tersebut adalah defect per kurang full, defect jahitan quilting lepas, defect busa
sobek, dan defect obras kurang pas. Seluruh pengamatan dilakukan hanya pada 1
pekerja/1 mesin. Hasil data kuantitatif defect dapat dilihat lebih detail pada tabel
4.7 yaitu tabel data kuantitatif waste jenis defect.

Tabel 4.6 Defect pada Proses Produksi Spring Bed Tipe Cbr

50
Tabel 4.7 Data Kuantitatif Waste Jenis Defect

Pengamatan terhadap jumlah / kuantitas defect menghasilkan jumlah rata-


rata defect yaitu 133 buah per kurang full /shift pada 1 mesin, 1 buah jahitan lepas
/shift, 0.53m2 busa sobek /shift, 11 c-ring lepas /produk dan 1 kejadian obras kurang
pas /produk. Dengan frekuensi kejadian yaitu 20/20 yang artinya defect selalu
terjadi dalam 20 shift untuk defect per, 4/20 yaitu 4 kali defect terjadi dalam 20 shift
untuk defect jahitan quilting lepas, 8/20 yaitu 8 kali terjadi dalam 20 shift untuk
defect busa sobek, 20/20 yaitu selalu terjadi dalam pengerjaan 20 produk pada untuk
defect c-ring tidak terpasang dengan baik, 5/20 yaitu 5 kali kejadian selama
pengerjaan 20 produk untuk defect obras kurang pas.

51
4.4.2.2 Waiting
Hasil wawancara dengan pekerja pabrik PT KSG menghasilkan
kesimpulan bahwa efisiensi produksi terganggu karena mesin membutuhkan waktu
set up dan down time yang cukup lama karena keadaan mesin yang kurang sehat.
PT KSG belum memiliki jadwal maintenance yang terencana, sehingga sering
terjadi kerusakan pada mesin terutama mesin per. Pengambilan data jenis waiting
dilakukan dengan pengamatan / observasi dan wawancara. Jenis waiting pada
proses produksi di PT KSG dijabarkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Jenis Waiting pada Proses Produksi Spring Bed Tipe Cbr

Tabel 4.9 Data Kuantitatif Waste Jenis Waiting

52
Tabel 4.9 menunjukan hasil penelitian kuantitatif pada waste jenis waiting.
Hasil pengambilan data kuantitatif waste jenis waiting menghasilkan waktu rata-
rata pada mesin per, mesin bordir, perbaikan benang pada mesin bordir, dan
menunggu produk jadi secara berurutan yaitu sebesar 1761 detik, 293 detik, 135
detik, dan 129 detik.

4.5 Pengolahan Data Lean Manufacturing

Pada sub-bab pengolahan data lean manufacturing akan dijabarkan hasil


olah data yang dilakukan pada data Lean manufacturing yang mencakup waktu
siklus yang berasal dari PAM, dan data hasil identifikasi waste yang telah diubah
menjadi environmental impact.

4.5.1 Waktu Siklus


Dari data PAM yang sudah ada maka didapatkan waktu siklus sebesar 184
menit atau 3 jam 4 menit. Waktu siklus dijabarkan lebih jelas dalam Tabel 4.10
sebagai berikut:

53
Tabel 4.10 Waktu Siklus Spring Bed Tipe Cbr

54
Tabel 4.10 menunjukan waktu siklus menggunakan kolom yang berisi
warna sesuai lini. Setiap 1 kolom waktu memiliki nilai yaitu 2 menit sehingga
diketahui bahwa waktu siklus 1 produk Cbr dengan asumsi 1 lini hanya memiliki 1
jalur (hanya 1 operator / mesin) yaitu sebesar 3 jam 8 menit.

4.6 Penilaian Aspek Industri Hijau

Pada bagian penilaian aspek industri hijau ini akan dijabarkan hasil
penilaian dan data perusahaan sebagai bukti dan objek penilaian. Aspek yang dinilai
terdiri dari 3 aspek utama yaitu proses produksi, kinerja pengelolaan limbah / emisi,
dan manajemen perusahaan.

4.6.1 Proses Produksi


Pada bagian penilaian proses produksi akan dikumpulkan data program
efisiensi produksi, material input, energi air, teknologi proses, sumber daya
manusia dan lingkungan kerja di ruang proses produksi.

4.6.1.1 Program Efisiensi Produksi


Pada penilaian program efisiensi produksi terdapat 2 kriteria penilaian
yaitu :
a. Kebijakan perusahaan dalam penerapan efisiensi produksi.
Perencanaan penerapan efisiensi produksi sudah disusun selama tiga tahun
belakangan. Perusahaan menilai bahwa produksi yang efisien pada PT KSG itu
sendiri harus dimulai dari re-engineering dan meningkatkan teknologi pada proses
produksi. Re-engineering yang dimaksud ialah menuntut perusahaan untuk
melupakan cara lama dalam bekerja dan membangun sistem yang terbaik dari awal.
Sedangkan peningkatan teknologi yaitu usaha untuk otomatisasi lini produksi untuk
meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk yang dihasilkan. Penjelasan lebih
detail mengenai dua fokus kebijakan yang dimiliki PT KSG yaitu sebagai berikut:

55
1. Re-engineering
Hasil penelitian PT KSG menjadi dasar kesimpulan bahwa untuk
mencapai produksi yang efisien, perusahaan harus melakukan forecast,
penjadwalan, pencatatan yang lebih baik daripada sebelumnya. Forecast,
penjadwalan dan pencatatan yang baik dapat dihasilkan produk dengan tepat waktu,
kualitas yang tepat, kuantitas yang tepat, dan mengurangi resiko over production.
Perusahaan berusaha mencapai efisiensi produksi tanpa over production, tanpa
cacat / defect, dan penggunaan mesin yang tidak berlebihan. Selain kurangnya
penjadwalan maintenance mesin, penggunaan mesin dengan muatan kerja yang
berlebihan (dikarenakan over production) adalah salah satu faktor yang dapat
membuat mesin lebih cepat rusak / life cycle mesin menjadi lebih pendek dari pada
seharusnya. Hal ini tentunya tidak sehat untuk keuangan perusahaan dan efisiensi
produksi, karena mesin seharusnya memproduksi produk yang terjual saja bukan
memperoduksi produk yang pada akhirnya menjadi inventori yang slow moving
atau bahkan tidak terjual bertahun-tahun. Mesin rusak juga menyebabkan produk
yang dihasilkan tidak maksimal / ditemukan banyak defect.
Dapat dirangkum bahwa jika forecast dan penjadwalan tidak dilaksanakan
dengan baik (tidak tepat) maka waste yang akan dihasilkan adalah sebagai berikut
; over production, selanjutnya over production mengakibatkan mesin cepat rusak
sehingga tingkat efisiensi mesin berkurang dan pada akhirnya menghasilkan defect,
selain itu karena forecast yang tidak tepat dapat menghasilkan produk slow moving
dan akan meningkatkan inventory cost.
2. Peningkatan teknologi (otomatisasi mesin)
Peningkatan teknologi dilakukan dengan otomatisasi mesin guna
menignkatka efisiensi produksi. Mesin yang lebih terotomatisasi akan
meningkatkan kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Peningkatan kualitas
dan kuantitas produk berbanding lurus dengan peningkatan efisiensi produksi.

Top manajemen PT KSG memiliki komitmen untuk meningkatkan


efisiensi produksi dengan beberapa project dan rencana di bawah ini :
1. Penambahan SDM pada divisi Business Development untuk mendukung
peningkatan efisiensi produksi.

56
2. Penambahan SDM PPIC holding untuk mendukung peningkatan efisiensi
produksi.
3. Project HRD : Standarisasi seluruh SOP
4. Project Business Development : Standarisasi pelaksanaan R&D
Project ini akan membantu pengambilan keputusan mengenai produk
mana yang akan continue (terus di produksi) dan produk mana yang harus
discontinue (berhenti produksi) berdasarkan trend springbed pada waktu tertentu.
Dengan adanya keputusan continue / discontinue produk yang tepat maka PT KSG
melakukan kegiatan produksi yang bijak (tidak produksi produk yang memiliki
sedikit peluang untuk terjual) sehingga produksi pada PT KSG menjadi efisien.
Project ini sekaligus bertujuan untuk merapihkan ulang pencatatan inventori bahan
baku, SKU, BOM, waktu siklus produksi tiap jenis spring bed dan lainnya.
5. Project Business Development : Implementasi ERP
Tujuan project ini adalah memiliki pencatatan seluruh aspek perusahaan
secara online (termasuk pencatatan finance, inventori bahan aku, WIP, finished
goods, BOM, proses produksi dan waktu siklus produksi). Project Implementasi
ERP adalah project terusan dari project sebelumnya (merapihkan pencatatan
inventori dan lainnya). Dengan adanya ERP maka setiap penerbitan surat perintah
produksi (SPP) sudah merupakan perhitungan sistem, sehingga kegiatan produksi
lebih efisien. Project ini juiga dapat membantu mengidentifikasi adanya masalah
pada lantai produksi saat data di sistem berbeda dengan data di lapangan, dan
membantu menghindari keterlambatan pemenuhan permintaan.
6. Pembelian mesin baru untuk mendukung peningkatan efisiensi produksi.
7. Perencanaan maintenance mesin.
8. Penurunan jumlah scrap pada proses produksi.
Top manajemen PT KSG sudah memiliki komitmen dan sudah membuat
perencanaan untuk mencapai produksi yang efisien, tetapi PT KSG belum
melakukan pemantauan / evaluasi. Data yang telah dikumpulkan dari proses
wawancara secara langsung menjadi indikator penilaian dan dapat disimpulkan PT
KSG mendapatkan poin 3 (Ada komitmen manajeman puncak / top manajemen,
ada perencanaan / rencana kerja, dilaksanakan sesuai dengan rencana, tapi tidak
dilakukan pemantauan / evaluasi).

57
b. Tingkat capaian penerapan program yang sesuai dengan komitmen
perusahaan dalam meningkatkan efisiensi produksi.
Tingkat capaian penerapan program yang sesuai dengan komitmen
perusahaan belum 100% tercapai. Proyek dan perencanaan yang sudah tercapai
antara lain yaitu ; Penambahan SDM divisi Business Development, pembelian
mesin, dan implementasi ERP di pabrik pusat. Sedangkan proyek dan perencanaan
yang masih dalam tahap penyelesaian yaitu ; Standarisasi seluruh SOP, standarisasi
pelaksanaan R&D, merapihkan data (inventori bahan baku, WIP, FG, BOM dan
lainnya), penambahan sdm untuk PPIC holding dan implementasi ERP pada seluruh
cabang. Proyek yang belum tercapai dan belum dilaksanakan yaitu perencanaan
maintenance mesin, Penurunan jumlah scrap pada proses produksi. Proyek dan
perencanaan tersebut telah tercapai kurang lebih 50%. Hasil persentase didapatkan
dari proses wawancara secara langsung dengan pihak Business Development
Manager, kepala produksi dan RAFC. Pernyataan narasumber selanjutnya akan
menjadi indikator penilaian dan dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan
poin 2 (25 < x ≤ 50% tercapai).

4.6.1.2 Material Input


Pada penilaian Material Input terdapat 2 sub kriteria penilaian yaitu:

a. Sertifikasi/izin material input


PT KSG belum melakukan pengecekan sertifikasi material input yang
dibeli dari vendornya. Hasil wawancara tersebut menjadi indikasi penilaian yang
dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapat poin 0 (0 < x ≤ 70% material input
yang digunakan memiliki sertifikat/izin).

b. Rasio produk terhadap material input


Pada perusahaan spring bed umumnya tidak ditemukan defect pada produk
jadi/finished goods. Hal tersebut disebabkan karena proses assembly springbed
dilakukan manual oleh manusia sehingga jika ditemukan indikasi defect (seperti
lem kurang, jahitan lepas, maupun material yang rusak) akan langsung dikerjakan
ulang atau diganti material yang rusak dengan material yang baru. Rasio produk

58
terhadap material input pada penelitian kali ini diukur dari data defect yang telah
didapat pada penelitian sub-bab 4.5 Lean manufacturing. Selain itu rasio produk
terhadap material input juga diteliti dari hasil wawancara mengenai used material
dan needed material. Rasio produk terhadap material input berdasarkan data defect
dan scrap dari data used dan needed material akan dijabarkan dibawah ini.

 Data defect
Data defect yang didapatkan pada penelitian sebelumnya adalah data
defect per, jahitan quilting lepas, busa sobek atau kotor pada lini quilting, C-ring
tdak terpasang dengan baik, dan obras kurang pas dan masih terbuka pinggirnya.
Dapat dilihat dari ke lima defect yang teridentifikasi hanya 3 jenis defect (per, busa
sobek / kotor pada lini quilting, dan C-ring) yang menghasilkan sampah material
yang terbuang, 2 lainnya (jahitan quilting lepas, obras kurang pas) hanya
menyebabkan over processing karena sampah materialnya berupa benang yang
sangat kecil jumlahnya sehingga tidak diperhitungkan. Data ketiga jenis defect yang
terpilih dirangkum ke dalam tabel 4.11 dan data kuantitatif defect terdapat pada
Tabel 4.12 dibawah ini:

Tabel 4.11 Jenis Defect

59
Tabel 4.12 Rangkuman Defect yang Menghasilkan Scrap

Data defect diambil dari 20 kali observasi pada bulan juli 2018, data 1
pengamatan diambil pada 1 shift. Selanjutnya data Tabel 4.12 di rekap menjadi
defect rata-rata /shift dan dijadikan persentase defect material input yang tercantum
pada Tabel 4.13 yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.13 Defect Per dan Busa

Tabel di atas berisi jumlah produksi rata-rata per/shift yaitu 12000 buah dan
jumlah pemakaian rata-rata busa/shift yaitu 75.6 meter2. Selanjutnya didapatkan
persentase defect terhadap material input sebesar 1.11% untuk per dan 0.70% untuk
busa dengan rumus :

60
𝑟𝑎𝑡𝑎
𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−
𝑠ℎ𝑖𝑓𝑡
×
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

100%............................................(4.1)

Tabel 4.14 Defect C-ring

Tabel diatas menunjukan defect rata-rata/produk sebesar 10.2 buah. Data


tersebut didapatkan dari data lean manufacturing sebelumnya. Selanjutnya data
defect rata-rata/produk dijadikan persentase defect terhadap material input dengan
rumus
𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎/𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
× 100% =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑘𝑎𝑖𝑎𝑛/𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘

..................................(4.2)

Hasil perhitungan persentase defect terhadap material input jenis c-ring adalah
sebesar 6.375%.

 Used dan needed material


Selisih used dan needed material adalah scrap (material sisa yang tidak
digunakan kembali). Perusahaan belum melakukan pencatatan jumlah maupun
persentase scrap oleh karena itu dilakukan wawancara untuk mendapatkan data.
Hasil wawancara dengan pihak perusahaan menghasilkan data bahwa scrap
material busa centian, dan WIP kain quilting tabeng juga body (yang tersusun dari
kain dan busa) adalah sebesar 9%. 1% dari sisa WIP kain quilting digunakan
kembali untuk pengganti hardpadding pada divan.

61
 Rasio produk terhadap material input

Tabel 4.15 Rasio Produk terhadap Material Input

Tabel 4.15 berisi hasil perhitungan persentase defect, persentase scrap


material input yang berasal dari data used dan needed material pada poin
sebelumnya, dan penjumlahan keduanya menjadu data total scrap. Setelah
mendapatkan masing-masing Total scrap, dilakukan perhitungan rasio produk
terhadap material input dengan rumus:

100% − %𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡………………….(4.3)

Perhitungan Rasio produk terhadap material input dengan rumus 4.3


menghasilkan rasio material Per, Busa, Kain, dan C-ring berturut-turut sebesar
98,89%, 90,30%, 91%, dan 93,63%.
Pada tahap ini belum mendapatkan rasio produk terhadap material input
dari keseluruhan material input (± 17 jenis material input), melainkan hanya
mengukur dari defect 4 material saja. Hal ini dikarenakan perusahaan belum pernah
membuat pencatatan defect dan rasio produk terhadap material input, oleh karena
itu 13 material lainnya dianggap tidak memiliki scrap (scrap = 0%).
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan rasio produk
terhadap seluruh material input dengan perhitungan berikut ini:
(13 × 100%) + (4 × 93.51%)
× 100
(17 × 00%)
Hasil dari perhitungan rasio produk terhadap seluruh material input adalah 98.5%,

62
hal ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 4 (Penggunaan
material input menghasilkan per unit produk rata-rata 97 < x ≤ 100%).

c. Upaya efisiensi penggunaan material input


Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, perusahaan sudah melakukan
efisiensi penggunaan material input. Perusahaan mengganti penggunaan solvent
based glue dengan Hot melt spray glue sehingga pemakaian lem berkurang kurang
lebih 50% dari sebelumnya. Selain itu perusahaan juga berupaya menggunakan
flaring (stapler) guna mengurangi penggunaan lem yang berfungsi untuk
merkatkan lapisan busa maupun quilting dan juga berfungsi untuk efisiensi
penggunaan hardpadding, hdg, dan cotton sheet karena pdengan stapler tersebut
lapisan akan ditarik lebih erat sehingga tidak ada bagian yang berlebih. Hasil
wawancara dengan pihak perusahaan bagian produksi dapat disimpulkan bahwa
perusahaan mendapat poin 1 (Telah melakukan efisiensi penggunaan material input
(raw material index reduction) 0 < x ≤ 2,5 %).

d. Substitusi material input


Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir perusahaan sudah melakukan
penggantian/substitusi material input. Substitusi tersebut dilakukan pada material
busa endcase yang berfungsi untuk menahan beban pada pinggir spring bed dan
lem/perekat yang berfungsi untuk merekatkan busa dan kain pada susunan material
springbed lainnya. Keterangan substitusi tersebut tercatat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.16 Substitusi Material Input


Jenis Material Jumlah/Volume
Jenis Material
input saat ini Material Input yang
Tahun input semula
(setelah disubtitusi*)
(sebelum substitusi)
disubstitusi)
2016 Busa endcase Per M Belum ada pencatatan
dan hanya dilakukan
pada beberapa produk

2017 Solvent based glue PA Hot melt spray Belum ada pencatatan
glue

63
2018 Hot melt glue Flaring (stapler) Belum ada pencatatan

Perusahaan belum melakukan pencatatan untuk mengukur kesuksesan


penggantian material input tersebut, sehingga pada kolom jumlah material input
yang disubstitusi dikosongkan. Penggantian material input dilakukan berdasarkan
pada percobaan (trial and error) sebelum penggantian/substitusi saja, sedangkan
setelah substitusi dilakukan belum ada sdm khusus yang mengevaluasi dan
membuat laporan mengenai penggantian material input tersebut. Penggunaan PA
hotmelt spray glue dapat menurunkan jumlah penggunaan lem sebelumnya karena
aplikasi lem hotmelt spray glue dapat lebih merata sehingga tidak membutuhkan
banyak lem. Alasan penggantian solvent based glue dengan PA hotmelt glue juga
karena hotmelt glue lebih ramah lingkungan.
PT KSG juga berusaha melakukan efisiensi pada material hardpadding,
kain, dan cotton sheet. Hal tersebut dilakukan dengan mensubstitusi lem hotmelt
pada saat aplikasi menjadi stapler yang bernama flaring. Substitusi tersebut
bertujuan untuk memberi kekuatan lebih erat sehingga tidak membutuhkan tarikan
dari material input lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan
didapatkan data bahwa persentase substitusi yang dilakukan perusahaan terhadap
keseluruhan material input sebesar 20%. Hasil wawancara mengenai substitusi
material input disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 1 (Telah
melakukan substitusi 0 < x ≤ 20 %).

e. Penanganan material input


Penanganan material input pada PT KSG ditempatkan di gudang/ruangan
khusus, material input juga sudah dipisahkan berdasarkan jenis material. PT KSG
sudah melakukan pemantauan mutu material saat maerial datang dari vendor tetapi
hanya pada sebagian material karena material yang memiliki packaging sejenis
dengan kain roll, kawat roll, busa roll sulit untuk dilakukan pemantauan mutu.
Pemantauan mutu pada material yang memiliki packaging berbentuk roll hanya
dari luar dan dilakukan pemantauan mutu selanjutnya saat digunakan.
PT KSG belum menerapkan FIFO (first in first out), tetapi kesadaran
pekerja sudah ada untuk melakukan FIFO walaupun hanya pada sebagian material

64
input yang penempatannya mudah dilihat material mana yang lebih dulu datang.
Hasil wawancara dengan pihak perusahaan mengenai penanganan material input
dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 2 (Ditempatkan di
gudang/ruangan khusus untuk material input, dilakukan pemantauan mutu
material).

4.6.1.3 Energi
a. Upaya efisiensi energi
PT KSG sudah berupaya untuk melakukan efisiensi energi berupa efisiensi
energy listrik. Upaya tersebut dengan mematikan mesin pada saat mesin tidak
dipakai dan tidak mematikan lalu menyalakan mesin secara berturut-turut karena
hal tersebut dapat mengambil energi listrik lebih banyak. Menurut pihak perusahaan
pada bagian produksi upaya yang telah dilakukan terebut kurang lebih sebesar 3%
dari seluruh penggunaan energi pada proses produksi spring bed. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa perusahaan mendapat poin 2 (Telah melakukan efisiensi
penggunaan energi (energy index reduction) 2,5 < x ≤ 5,0%).
b. Upaya penggunaan energi terbarukan
PT KSG belum berupaya untuk penggunaan energi terbarukan, sehingga
perusahaan mendapat poin 0 (Belum ada penggunaan energi terbarukan).
c. Melakukan kegiatan manajemen energi dibuktikan dengan adanya catatan
PT KSG belum melakukan kegiatan manajemen energi dan dengan
melakukan pencatatan, tetapi perusahaan selalu menyimpan bukti pembayaran
listrik setiap bulan nya, maka dari itu perusahaan mendapatkan poin 1 (Melakukan
kegiatan manajemen energi > 3 tahun sekali).

4.6.1.4 Air
PT KSG Tidak menggunakan air pada kegiatan proses produksi springbed,
sehingga pada aspek air dikosongkan.

4.6.1.5 Teknologi Proses


a. Penerapan Reduce, Reuse, Recycle (3R)
PT KSG menerapkan reuse/penggunaan kembali material input pada

65
WIP kain quilting. Sisa potongan kain quilting yang sudah tidak terpakai menjadi
pengganti harpadding pada pembuatan divan. Hal ini mencakup upaya perusahaan
dalam menerapkan konsep reduce material input, yaitu menurunkan angka
pemakaian hardpadding dengan melakukan substitusi dengan sisa kain quilting
yang tidak terpakai.
PT KSG belum menerapkan konsep recycle. Keadaan perusahaan saat ini
yaitu masih menghasilkan limbah berupa c-ring dan sejenisnya, sisa potongan busa,
sisa potongan kain dan per yang merupakan defect maupun scrap. Penanganan
terhadap limbah sampai saat ini hanya dijual kepada pihak yang memiliki kapasitas
untuk mendaur ulang bahan tersebut. Perusahaan belum melakukan recycle pada
limbah yang ada. Hasil wawancara dengan pihak perusahaan mengenai penerapan
3R menghasilkan kesimpulan bahwa perusahaan mendapatkan poin 2 (Melakukan
Reuse dalam kegiatan proses produksi).
b. Segregasi air buangan dari proses produksi
PT KSG tidak menggunakan air dalam kegiatan proses produksinya,
sehingga indikator segregasi air buangan dari proses produksi dihapus pada
penilaian self assessment industri hijau pada perusahaan ini.
c. Inovasi teknologi proses untuk jangka waktu 1 tahun terakhir
PT KSG telah melakukan inovasi teknologi proses pada jangka waktu 1
tahun terakhir. Inovasi teknologi yang dilakukan perusahaan yaitu pembelian mesin
baru yang akan di jabarkan lebih lengkap pada Tabel 4.17 di bawah ini:

66
Tabel 4.17 Tabel Inovasi Teknologi yang dilakukan Perusahaan
No. Jenis Jenis Mesin/Peralatan Dampak Terhadap
Mesin/Peralatan Efisiensi Proses Produksi
Baru atau modifikasi
Lama

1. Tidak ada mesin Mesin press Hemat inventory space dan 1


press kali proses distribusi bisa
lebih banyak jumlahnya,
sehingga hemat waktu. Hal
tersebut dikarenakan
kubikasi turun. (turun 2/3%).

2. Packing Mesin packing Lebih cepat (durasi lebih


dilakukan singkat) dan lebih rapih
manual

3. Mesin quilting Mesin single needle Volume quilting bertambah,


(khusus untuk quilting dari 2cm - 6cm (menambah
spring bed premium nilai, selalu ada defect dan
series) nambah waste jika tidak
pakai single needle)

4. Mesin jahit list Mesin jahit list Lebih cepat sehingga hemat
manual automatic (automatic waktu, dan pekerja tidak
french pillow-top sewing perlu mengarahkan kain dan
machine) mengontrol mesin jahitnya.

5. Mesin jahit Mesin jahit matras Lebih cepat sehingga hemat


matras semi automatic (mattress faux waktu dan energi listrik.
automatic tape edge sewing Lebih mudah untuk
machine) pekerjanya, tidak perlu
membolak-balikan Kasur
untuk di jahit, dan tidak perlu
berjalan memutar untuk
memindahkan mesin jahit
mengelilingi spring bed.

67
Gambar 4.32 Bukti Pembelian Mesin

Gambar 4.32 diatas adalah tanda pembelian mesin oleh PT KSG dari
China. Bukti pembelian tersebut dijadikan bukti bahwa PT KSG telah melakukan
inovasi teknologi proses sesuai dengan sub aspek pada penilaian industri hijau.
Hasil wawancara tersebut disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 4
(Melakukan penggantian mesin/peralatan)

d. Kinerja Peralatan
Pemberian nilai pada indikator kinerja peralatan adalah dengan
mengetahui tingkat kesempurnaan proses produksi pada PT KSG. Perhitungan
tersebut menggunakan alat ukur yaitu OEE (Overall Equipment Effectiveness).
OEE pada PT KSG tidak dapat dihitung secara keseluruhan karena jumlah pekerja
dan mesin tiap lini berbeda-beda. OEE juga tidak dapat dihitung pada seluruh lini
karena PT KSG tidak melakukan pencatatan produksi/bulan pada setiap lini,

68
melainkan hanya mencatat data pemakaian material/bulan, sedangkan data
pemakaian bahan atau material pada PT KSG cabang Tangerang tidak mencakup
jumlah seluruh produksi oleh proses produksi PT KSG cabang Tangerang. Hal
tersebut dikarenakan PT KSG cabang Tangerang juga memproduksi bahan untuk
mendukung proses produksi cabang lainnya.
OEE dihitung hanya pada lini assembly spring bed dan jahit assembly
berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengamatan. OEE dihasilkan dari perkalian
3 faktor yaitu availability index, performance index dan quality index. Ketiga
indeks tersebut didapatkan dari hasil perhitungan dari data yang ada pada Tabel
4.18 yaitu tabel Indikator pada lini Assembly springbed & jahit assembly. Hasil
perhitungan ketiga faktor pada PT KSG akan dijabarkan lebih jelas di bawah ini:

Tabel 4.18 Indikator untuk Perhitungan OEE

Indikator Satuan Jumlah

Total waktu tersedia (menit/shift) 420

Total waktu breakdown + setup (menit/shift) 5

Total unit yang diproduksi (meter/shift) 25

Jumlah pekerja/mesin (pekerja atau mesin) 3

50/3=
Cycle time (menit/unit)
16.67

Total unit ok (unit/shift) 25

Total unit defect (unit/shift) 0

 Availability Index
420−(5)
× 100 = 98.81 %
420

 Performance Index
25
420 × 100 = 99.21%
( )
16.67

69
 Quality Index
25
× 100 = 100%
25
𝑂𝐸𝐸 = 98.81% × 99.21% × 100% = 98%

OEE PT KSG pada lini assembly springbed sebesar 98%, hal ini dapat
disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 4 (Overall Equipment
Effectiveness ≥ 85,0%).
e. Penerapan SOP penanganan material input, proses produksi, dan
maintenance
PT KSG hanya memiliki SOP proses produksi, dan sedang dalam proses
pembuatan SOP penanganan material input, sedangkan SOP untuk maintenance
belum ada. Hasil data tersebut berasal dari wawancara dengan pihak perusahaan
divisi R&D dan dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 2
(Tersedia satu SOP (penanganan material input/proses produksi/maintenance);
dilaksanakan).
f. Inovasi produk
Produk spring bed PT KSG selalu melakukan inovasi produk setiap
tahunnya yang dikeluarkan oleh divisi RND holding. Inovasi produk mengikuti
kebutuhan pasar dan dibagi kedalam beberapa kelas yaitu Prestige series, Timeless
series, Urban series, Pride series dan Kids series. Produk spring bed pada PT KSG
sedang dalam proses memperoleh paten dan sudah dikomersilkan. Berdasarkan data
hasil wawancara ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 4
(Dalam tahap sudah atau sedang memperoleh paten).
g. Tingkat produk reject / defect terhadap total produk
Pada umumnya finished goods produk spring bed tidak memiliki defect
karena setiap WIP material sudah melewati tahap quality control/pengendalian
mutu. Defect pada proses produksi spring bed terdapat pada material input seperti
per dan busa, adapun rasio defect pada material sebesar 0.1%. Dari hasil wawancara
dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 4 (≤ 0,5%).

4.6.1.6 Sumber Daya Manusia


Terdapat 2 kriteria penilaian dalam sub aspek sumber daya manusia yaitu:
a. Peningkatan kapasitas SDM proses produksi yang memenuhi persyaratan

70
PT KSG memiliki kurang lebih 750 karyawan pada seluruh cabang dan
belum termasuk karyawan holding yang tercatat dalam Tabel 4.19. Perusahaan
belum melakukan peningkatan kapasitas SDM proses produksi. Hasil data dari
wawancara dengan pihak perusahaan dapat disimpulkan bahwa perusahaan
mendapatkan poin 0 (Belum ada upaya Peningkatan kapasitas SDM proses
produksi memenuhi persyaratan eksternal dan internal).

Tabel 4.19 Peningkatan Kapasitas SDM


No. Uraian Jumlah (orang)
1. Jumlah tenaga kerja keseluruhan 750

2. Jumlah tenaga kerja di proses produksi 450

4. Jumlah tenaga kerja di proses produksi yang sudah 0


memiliki sertifikat kompetensi (seperti Teknik
implementasi produksi bersih, ISO 14000, Melok,
konservasi energi, 3R, Total Quality Management, Six
Sigma, Good House Keeping dan lain-lain)

b. Jumlah SDM yang sudah memperoleh pelatihan kompetensi


PT KSG belum melakukan peningkatan kapasitas SDM proses produksi
sehingga jumlah SDM yang sudah memperoleh pelatihan kompetensi adalah 0. Hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 0 (Belum ada
SDM yang memperoleh pelatihan kompetensi).

4.6.1.7 Lingkungan Kerja di Ruang Proses Produksi


PT KSG belum melakukan pemantauan dan penilaian kinerja K3L sesuai
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011, tetapi
perusahaan sudah menghimbau karyawan untuk menggunakan safety equipment
yang telah disediakan (seperti mask, goggle, gloves dan helmet) Data tersebut
didapatkan dari hasil wawancara pihak perusahaan PT KSG, sehingga perusahaan
mendapatkan poin 1 (Ada program, dijalankan secara berkala lebih dari 2 tahun
sekali).

71
4.6.2 Kinerja Pengelolaan Limbah / Emisi
Pada sub kriteria ini akan dijabarkan mengenai penilaian untuk perusahaan
terhadap kinerja pengelolaan limbah/emisi yang telah dilaksanakan.

4.6.2.1 Pemenuhan Baku Mutu Lingkungan


Terdapat 2 kriteria penilaian dalam sub aspek pemenuhan baku mutu
lingkungan yaitu:
a. Limbah cair
PT KSG tidak menghasilkan limbah cair pada proses produksi sehingga
aspek limbah cair diksongkan.
b. Limbah gas dan debu
Perusahaan belum menetapkan upaya penurunan emisi gas maupun debu
sebagai salah satu target/Key Performance Indicator (KPI). Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 0 (≤ 90% memenuhi).

4.6.2.2 Sarana Pengelolaan Limbah / Emisi


Terdapat 2 kriteria penilaian pada sub aspek pengelolaan limbah/emisi
yaitu:
a. Operasional sarana pengelolaan limbah dan emisi (sesuai persyaratan yang
berlaku)
Perusahaan hanya memiliki bank sampah untuk menampung limbah dari
proses produksi, tetapi belum melakukan olah limbah sendiri melainkan dijual dan
diberikan kepada pihak yang sudah berkompeten dalam pengolahan limbah
tersebut. Hasil wawancara dengan pihak perusahaan dapat disimpulkan bahwa
perusahaan mendapatkan poin 2. (Sarana tidak lengkap dan semua sarana
beroperasi dengan baik). Sarana tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20 Sarana Pengelolaan Limbah

No Jenis Sarana Pengelolaan Limbah Pengoperasian

1 Bak sampah 24jam/hari

2 Cerobong untuk saluran pembuangan emisi 16jam/hari


mesin per

72
b. Pengelolaan Limbah B3 (perizinan dan prasarana sesuai persyaratan yang
berlaku)
PT KSG memiliki limbah B3 yaitu berupa busa dan per, tetapi perusahaan
belum memiliki sarana pengelolaan limbah dan masih menjualnya kepada pihak
yang berkompeten dalam pengolahan limbah B3. Hasil wawancara ini dapat
disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 0 (Belum ada sarana
pengelolaan limbah B3).

4.6.3 Manajemen Perusahaan


Pada bagian sub bab manajemen perusahaan akan dilakukan penilaian dan
akan dilampirkan data sub aspek dari manajemen perusahaan yang meliputi
sertifikasi manajemen, CSR, penghargaan, dan kesehatan karyawan.

4.6.3.1 Sertifikasi
Terdapat 2 kriteria penilaian dalam sub-aspek sertifikasi yaitu :
a. Produk
Produk springbed pada PT KSG sedang dalam proses sertifikasi SGS
ASTM F1566, dan belum memiliki sertifikat lainnya. Berdasarkan data hasil
wawancara ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 0 (Belum
ada produk memiliki sertifikat).
b. Sistem Manajemen yang dibuktikan dengan dokumen
Perusahaan belum memiliki sertifikat sistem manajemen, tetapi sedang
dalam tahap penyempurnaan perencanaan sistem manajemen seperti penerapan
ERP dan K3. Data tersebut didapatkan dari wawancara dengan pihak perusahaan
dan dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 1 (Memiliki
perencanaan sistem manajemen).

4.6.3.2 CSR
Terdapat 2 kriteria penilaian dalam subaspek CSR yaitu:
a. Penerapan CSR yang berkelanjutan
PT KSG memiliki nilai luhur yaitu “5 roti dan 2 ikan” yang dikutip dari

73
Alkitab pada injil Matius 14:19 yang berisi “Lalu disuruh-Nya orang banyak itu
duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus
menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan
memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-
bagikannya kepada orang banyak”.
PT KSG menerjemahkan ayat tersebut sebagai nilai perusahaan yaitu
berbagi kepada sesama yang berkebutuhan. Sumbangan dan memberi makan secara
harafiah dinilai tidak menyelesaikan masalah, tetapi PT KSG berupaya untuk
membuka lapangan kerja baru, membantu dalam hal pendidikan, memberikan
pelatihan keterampilan dan mendukung kegiatan rohani masyarakat. Nilai tersebut
juga menjadi alasan mengapa PT KSG bergerak di bidang padat karya. Program
CSR pada PT KSG dikenal sebagai kegiatan diakonia yang diberi judul “KSG
Cares”. Program CSR pada PT KSG dilakukan rutin setiap tahun, setiap bulan dan
sudah dilakukan dari 19 tahun yang lalu. Hasil wawancara mengenai program CSR
tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin 4 (Ada kebijakan
CSR yang berkelanjutan, dilaksanakan, dilakukan pemantauan dan evaluasi serta
ada pelaporan).
b. Program CSR yang berkelanjutan
Program CSR berkelanjutan yang dilakukan oleh PT KSG adalah :
1. Menolong bencana alam
Program yang terakhir dilaksanakan yaitu program bantuan bencana alam
untuk Lombok berupa 1200 matras.
2. Membagikan sembako
Pembagian sembako dilakukan setiap minggu / seminggu 1 kali dengan
daerah / desa yang berbeda-beda.
3. Support penginjilan di daerah pedalaman seluruh Indonesia
Kegiatan ini dilakukan 1 minggu sekali oleh department sosial / tim
kerohanian yang posisinya dibawah HRD. Kegiatan ini dilakukan ke seluruh daerah
pedalaman di Indonesia yang membutuhkan bantuan dalam fasilitas maupun sdm
penginjilan.
4. Pembangunan rumah ibadah
PT KSG sudah melakukan beberapa kali pembangunan rumah ibadah

74
tetapi tidak memiliki jadwal rutin karena program ini sifatnya membangun rumah
ibadah bagi desa yang memerlukan saja.
5. Rumah karya
Rumah karya yaitu sekolah maupun rumah pelatihan kegiatan yang
menghasilkan karya, rumah karya sudah banyak dibangun di daerah Sumatra.
6. Beasiswa
Beasiswa dilakukan 1 tahun sekali untuk anak-anak sekolah yang
membutuhkan.
7. Membuka lapangan kerja untuk daerah sekitar pabrik
Rekrutmen dilakukan setiap tahun dan PT KSG terus berusaha untuk
membangun bisnis padat karya supaya lebih banyak lowongan pekerjaan untuk
masyarakat.
Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa perusahaan mendapatkan poin
4 (Memiliki >3 Program CSR yang berkelanjutan).

4.6.3.3 Penghargaan
PT KSG tidak pernah menerima penghargaan terkait bidang produksi dan
pengelolaan lingkungan industri dalam jangka waktu 1 tahun terakhir. Hasil
wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa PT KSG mendapatkan poin 0 (Belum
ada penghargaan).

4.6.3.4 Kesehatan Karyawan


PT KSG belum memiliki program pemeriksaan kesehatan karyawan, tetapi
perusahaan sudah memproses fasilitas kesehatan pada tahun 2018 yaitu berupa
asuransi BPJS untuk karyawan. Hal tersebut dapat disimpulkan berdasarkan hasil
wawancara bahwa perusahaan mendapatkan nilai 2 (Dilakukan medical check up
secara periodik setiap 3 tahun sekali).

75
4.7 Pengolahan Aspek Industri Hijau

Tabel 4.21 Tabel Penilaian Standar Industri Hijau

TABEL PERHITUNGAN PENILAIAN

Jumlah Jumlah
Nilai Setiap
Aspek penilaian Bobot Perolehan Skor
Aspek
Skor Maksimal

Proses Produksi ( A ) 70% 40 76 0,368

Kinerja Pengelolaan
20%
Limbah / Emisi ( B ) 2 12 0,033

Manajemen Perusahaan
10%
(C) 11 24 0,045

Total Perolehan Nilai :


(A+B+C) x 100 44,6%

Tabel 4.21 berisi rangkuman skor dari hasil form self assessment. Total
perolehan nilai hasil self-assessment industri hijau untuk PT KSG yaitu sebesar
44,6% .

76
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Industri Ramping (Lean Manufacturing)

Pada sub bab pembahasan Industri Ramping akan dijabarkan pembahasan


mengenai keterkaitan dari hasil olah data yang dilakukan pada bab sebelumnya
dengan konsep Industri Ramping. Pembahasan Industri Hijau meliputi hasil olah
data PAM, waktu siklus, 7 deadly waste dan environmental impact dari waste yang
terjadi di lantai produksi.

5.1.1 PAM
Dari kelima data PAM (Process activity mapping) didapatkan persentase
dari masing-masing jenis proses yaitu 76.4% pada operation, 9.1% pada
Transportation, 2.6% pada Inspection, 4.9% pada Storage dan 6.8% pada Delay.
Pembagian persentase tersebut menunjukan bahwa proses produksi sudah cukup
efisien karena 76% dari seluruh proses merupakan operasi, dimana operasi adalah
proses yang memberikan nilai tambah pada produk.
Transportation pada proses produksi spring bed banyak terjadi pada lini
assembly. Pekerja harus mengambil busa, rangka per, harpading dan lainnya dari
lokasi inventori satu per satu setiap pemasangan. PT KSG sudah menyiapkan
kereta barang (berbentuk papan dengan roda dibawahnya) dan rel yang
menghubungkan lini pembuatan rangka per hingga lini packing. Pada faktanya
kereta papan yang berjumlah 2 tersebut masih kurang sehingga saat 2 papan kereta
terpakai, pekerja harus melakukan transportasi untuk mengangkut rangka per
maupun WIP spring bed secara manual.
Delay sebesar 6.8% paling besar terjadi pada saat set up mesin/breakdown
mesin yang mengalami sedikit kerusakan. Mesin yang menyumbang waktu
breakdown paling besar yaitu mesin per. Sedangkan waktu set up terpanjang adalah
waktu set up jarum dan benang pada mesin quilting yang membutuhkan waktu 1
jam 20 menit untuk setiap tipe quilting.

77
5.1.2 Seven Deadly Waste
Pada sub bab 7 deadly waste dilakukan analisa terhadap data 7 deadly
waste yang dijabarkan pada bab sebelumnya. Analisa 7 deadly waste mencakup
analisa waste yang terdapat pada proses produksi spring bed, data kuantitatif defect
dan waiting, dan hasil olah data yang menghasilkan environmenatal impact. Hasil
analisa penyebab defect dan waiting disajikan dalam bentuk diagram fishbone dan
deskripsinya, selain itu waste lainnya akan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil
observasi lapangan dan wawancara menunjukan bahwa jenis defect yang paling
banyak terjadi dan penting untuk diteliti lebih lanjut yaitu defect pada per dan c-
ring, oleh karena itu analisa fishbone dibuat untuk defect per dan defect c-ring.
Analisa defect lainnya terdapat pada Tabel 5.1 yaitu tabel analisa waste.

Gambar 5.1 Fishbone Penyebab Defect C-ring

Diagram fishbone menunjukan bahwa terdapat 3 faktor yang


menyebabkan terjadinya defect c-ring yaitu faktor material, machine dan man.
Penyebab c-ring tidak terpasang dengan baik bisa terjadi karena mesin mengalami
error (slip) maupun karena tidak ada maintenance pada mesin stapler c-ring. C-
ring tidak terpsang dengan baik juga dapat disebabkan karena c-ring yang
digunakan merupakan defect dari awal pembelian / defect dari vendor. Faktor yang
paling sering menyebabkan c-ring tidak terpasang dengan baik yaitu pekerja terlalu
cepat memindahkan stapler setelah menembakkan c-ring sehingga c-ring lepas /
tidak terpasang dengan baik, hal tersebut bisa juga terjadi karena pekerja tidak

78
mengarahkan stapler dengan tepat. Solusi yang dapat digunakan untuk
permasalahan tersebut adalah memberikan training untuk pekerja, membuat SOP
penggunaan dan penanganan mesin, dan menjadwalkan maintenance pada mesin
stapler.

Gambar 5.2 Fishbone Penyebab Defect Per

Diagram fishbone pada Gambar 5.2 untuk defect per menunjukan bahwa
terdapat 4 faktor yang berpengaruh pada defect per yaitu metode, machine, material
dan man. PT KSG memiliki beberapa jenis dan kelas spring bed, kualitas per pun
mengikuti dengan kelas spring bed, tetapi semakin rendah kualitas per maka
semakin besar kemungkinan terjadinya defect. Pada faktor pekerja dapat terjadi
defect karena pekerja kurang edukasi/training dalam menggunakan mesin, salah set
up ukuran per, dan pekerja tidak pernah melakukan maintenance mesin. Hal yang
menyebabkan defect per pada faktor metode yaitu belum adanya implementasi SOP
penggunaan mesin, sehingga waktu maintenance pun belum diukur dan belum
dilakukan secara rutin. Hal ini mengakibatkan masalah baru yang terkait dengan
faktor mesin yaitu mesin jadi cepat rusak dan tidak dapat beroperasi secara
maksimal. Solusi dari permasalahan tersebut adalah membuat jadwal rutin
maintenance mesin, membuat SOP penggunaan dan penanganan mesin, membuat
project penelitian khusus untuk mesin per supaya perusahaan mengetahui persis
penyebab terjadinya defect per, dan memberi training juga edukasi kepada pekerja.

79
Gambar 5.3 Diagram Fishbone Waiting pada Mesin Per

Diagram fishbone pada Gambar 5.3 menunjukan ada 3 faktor yang


mempengaruhi terjadinya waste jenis waiting pada mesin per. Pada faktor metode
hal yang mengakibatkan waiting pada mesin per yaitu set up mesin karena
spesifikasi per yang akan di produksi kurang dipetakan sehingga pekerja
membutuhkan waktu untuk setup berulang-ulang, waiting juga terjadi karena mesin
mengalami kerusakan sebagai akibat dari tidak adanya maintenance mesin yang
rutin. Pada faktor pekerja terdapat 2 hal yang mempengaruhi terjadinya waiting
pada mesin per yaitu kurangnya edukasi mengenai mesin mulai dari setup hingga
melakukan perbaikan mesin dan pekerja tidak melakukan maintenance pada mesin
secara rutin sehingga terjadi kerusakan dan butuh waktu breakdown. Solusi dari
permasalahan tersebut adalah merencanakan jadwal rutin maintenance mesin,
membuat sop penggunaan dan penanganan mesin, memberikan training atau
edukasi untuk pekerja, merapihkan penjadwalan produksi per sehingga produksi
lebih efisien dan tidak melakukan setup pada ukuran yang sama berulang-ulang.

80
Gambar 5.4 Diagram Fishbone Penyebab Waiting pada Mesin Bordir

Diagram fishbone waiting pada Gambar 5.4 menunjukan bahwa waiting


yang terjadi pada mesin bordir dikarenakan benang putus saat mesin beroperasi.
Hal tersebut terjadi dikarenakan 3 faktor yaitu material, machine dan man. Pada
faktor material hal yang mempengaruhi yaitu benang tidak terpasang dengan baik,
dan semakin rendah kualitas benang maka semakin besar kemungkinan terjadinya
benang putus. Penyebab yang terjadi karena faktor mesin yaitu jika kecepatan
mesin tidak sebanding dengan kualitas benang maka benang akan putus. Sedangkan
penyebab benang putus pada faktor pekerja yaitu saat pekerja tidak memasang
benang dengan baik. Solusi untuk menghindari faktor-faktor tersebut adalah
mengganti benang dengan benang yang lebih kuat, membuat SOP penggunaan dan
penanganan mesin, memberi karyawan edukasi mengenai penggunaan mesin, dan
melakukan maintenance mesin secara rutin.
Waste / pemborosan lainnya yang terjadi pada proses produksi spring bed
PT KSG disajikan lebih lengkap pada Tabel 5.1 yang berisi rangkuman 7 deadly
waste berikut ini.

81
Tabel 5.1 Pembahasan Waste yang Terdapat pada Proses Produksi di PT KSG

Proses
Waste Pembahasan
produksi

1. Pada produksi per membutuhkan


kegiatan set up dan breakdown karena
mesin yang rusak, sehingga pekerja
menghasilkan gerakan yang tidak
memberi nilai tambah.
2. Pada 3 lini lainnya terjadi unnecessary
motion akibat dari lingkungan kerja
1. Produksi per
Unnecessary yang belum tertata berdasarkan
2. Jahit tabeng
Motion perencanaan fasilitas sehingga pekerja
3. Jahit list
harus melakukan transport yang cukup
4. Assembly 1
jauh dan berulang-ulang untuk
mengambil bahan baku yang akan di
pasang, maupun meletakan inventory
WIP atau FG.
(Contoh : pekerja lini assembly
mengambil rangka per, mengambil
busa, hardpadding, dan kain quilting.)
1. Over processing disebabkan oleh
defect. Pada lini obras sesekali terjadi
jahitan obras lepas / kurang tepat
Over processing 1. Obras sehingga kain quilting masih terbuka
pinggirnya. Defect tersebut akan
langsung ditangani dan di rework.
2. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pada
mesin dan kesalahan pekerja.
1. Hal ini disebabkan karena waktu dan
jumlah pekerja/mesin antar lini yang
belum seimbang. Sehingga masih
banyak muncul inventori WIP jika lini
Over Semua proses selanjutnya masih melakukan proses
production & produksi dan pada produk sebelumnya.
Unnecessary gudang 2. Unnecessary inventory disebabkan
Inventory inventory oleh terjadinya over production.
3. Perusahaan menilai bahwa kelebihan
produksi bertujuan untuk stock dan
dipakai saat ada permintaan tidak
terduga.

1. Produksi per 1. Waiting yang terjadi pada produksi per


Waiting 2. Bordir disebabkan oleh set up dan breakdown
3. Packing time karena keadaan mesin yang
kurang baik (rusak).

82
2. Waiting pada lini bordir disebabkan
oleh benang yang putus pada saat
proses bordir.
3. Waiting pada lini packing disebabkan
karena waktu antara proses packing
lebih cepat daripada proses assembly.
1. Defect pada produksi per yaitu per
yang tidak terikat dengan baik / ukuran
per salah. Hal ini disebabkan oleh 2
faktor utama yaitu mesin yang rusak
dan skill pekerja yang kurang untuk
setup mesin.
2. Defect pada assembly rangka per yaitu
terjadi pada c-ring. C-ring defect
adalah c-ring yang tidak terpasang
dengan baik yang disebabkan 2 faktor
1. Produksi per
yaitu mesin yang error (terjadi slip)
2. Assembly
Defect maupun faktor pekerja yang kurang
rangka per
terampil dalam menggunakan stapler.
3. Quilting
3. Defect pada quilting yaitu busa yang
4. Obras
sobek pada saat baru dibuka dari
gulungan, dan defect jahitan quilting
yang lepas yang akan dilakukan re-
work pada lini obras.
4. Defect pada lini obras yaitu jahitan
obras yang kurang sehingga masih
terbuka pinggiran kain quiltingnya.
Defect ini langsung di tangani dan di
lakukan re-work. Hal ini disebabkan
oleh faktor pekerja.
1. Waste Transportation terjadi karena
tata letak fasilitas belum dilakukan
dengan perencanaan dan belum
1. Jahit tabeng berdasarkan perhitungan. Hal tersebut
Transportation 2. Jahit list dikarenakan cabang perusahaan yang
3. Assembly 1 berlokasi di Tangerang adalah lokasi
sementara sehingga memakan cost
yang terlalu tinggi untuk renovasi
pabrik.

83
5.1.2.1 Dampak Waste terhadap Lingkungan
Pada lantai produksi PT KSG cabang Tangerang terdapat 7 jenis waste.
Data 7 jenis waste diolah sehingga menghasilkan data dampak waste tersebut
terhadap operasi. Selanjutnya dilakukan pengolahan data pada ketujuh jenis waste
untuk mendapatkan data dampak terhadap lingkungan atau environmental impact.
Data hasil perubahan waste menjadi environmental impact didapatkan dari
wawancara dan studi literatur mengenai environmental impact.

Tabel 5.2 Dampak Waste terhadap Lingkungan


Dampak
Environmental
Waste Permasalahan terhadap
impact
operasi
1. Pada lini assembly
pekerja perlu
mengambil busa dan
hardpadding terlebih
dahulu setiap proses
pemasangan busa dan
Kemungkinan
hardpadding.
material mengalami
Transport terjadi saat Waktu siklus
kerusakan lebih besar
pengambilan dari lini jadi lebih
jika transportasi
assembly ke lokasi panjang
Transpor- semakin jauh. Lebih
inventori. karena
tation banyak ruang yang
2. Pekerja lini assembly melakukan
dibutuhkan untuk
harus mengambil dan transport yang
transportasi,
mengangkat rangka per terlalu jauh
menambah traffic di
dari lini pembuatan
lantai produksi.
rangka per, hal ini
disebabkan karena
kereta pada rel
transport WIP tidak
difungsikan dengan
maksimal.
1. Line balancing antar  Lebih banyak
lini belum seimbang Inventori ruang yang
sehingga jika lini yang berlebih dibutuhkan.
tertentu kecepatan tanpa  Potensi terjadinya
menghasilkan produk penamaan kerusakan
Inventory lebih cepat dari lini yang baik bisa komponen yang
lainnya maka produk membuat menyebabkan
menumpuk di lintasan pekerja lini limbah karena
tertentu untuk selanjutnya penanganan yang
menunggu dikerjakan bingung dan kurang baik
lini selanjutnya. material satu terhadap

84
2. Over production dengan Inventori WIP
menyebabkan inventori lainnya dapat maupun material
finished goods. Over tertukar input.
production biasanya sehingga
terjadi karena forecast produksi tidak
yang meleset/salah. efisien.

Waktu siklus
jadi lebih
Saat terjadi waste panjang
transportation dan defect daripada
yang harus di re-work seharusnya
Motion -
berarti sekaligus karena
menghasilkan waste melakukan
motion motion yang
tidak memberi
nilai tambah
produk.
1. Waiting sering terjadi
di lini packing karena
menunggu proses
assembly yang
memakan waktu
 Terbuangnya
paling lama dari
energi akibat
proses lainnya.
pemana dan
2. Waiting juga terjadi
pencahayaan
karena mesin yang
selama down
kurang sehat sehingga
Terbuangnya time
membutuhkan waktu
waktu kerja berlangsung.
Waiting setup dan breakdown.
Waiting karena set up
dan energi  Potensi
saat downtime terjadinya
dan breakdown time
kerusakan
yang memberi nilai
komponen
tambah produk terjadi
yang
pada mesin per dan
menyebabkan
mesin bordir. pada
limbah.
mesin bordir sering
terjadi benang putus,
pada mesin per yaitu
kondisi mesin yang
tidak baik/rusak.
Over prduction Menghasilkan  Berlebihan
teridentifikasi dari inventori dalam
Over penumpukan inventori, setiap lini, menggunakan
production biasanya over production meningkatkan bahan baku
dikarenakan forecast yang cost untuk dan konsumsi
salah atau salah produksi produksi dan energi untuk

85
sehingga harus untuk membuat
memproduksi ulang untuk inventori produk yang
memenuhi kebutuhan. tidak perlu.
 Produk
tambahan
dapat rusak
atau menjadi
usang
sehingga
membutuhkan
pembuangan.

Meningkatkan
1. Defect per karena
jumlah scrap
keadaan mesin yang
dan
tidak sehat/ rusak.
membutuhkan
2. Defect busa untuk
material baru Tambahan bahan
quilting yaitu busa
untuk berbahaya dapat
yang sobek, hal ini
mengganti menghasilkan ekstra
Defect disebabkan
yang defect, emisi, pembuangan
penyimpanan yang
hal ini juga limbah, paparan
kurang baik atau bisa
meningkatkan pekerja, dll.
terjadi saat proses
cost dan
tranportasi atau dari
menurunkan
vendor sudah ada
rasio produk
sobek.
terhadap
material input
1. Over processing
terjadi saat rework
sebuah produk
defect. Pada proses
produksi spring bed
terdapat waste over
Meningkatkan
processing pada lini
Menambah penggunaan material
obras yaitu jahitan
Over durasi kerja input dan energi
obras kurang pas
pocessing dan energi untuk melakukan re-
sehingga pinggir
saat rework. work pada produk
kain quilting masih
defect.
terbuka, dan terjadi
pada jahitan quilting
yang lepas sehingga
harus di jahit manual
untuk
memperbaikinya.

86
Perusahaan menilai bahwa waste jenis inventory yang terjadi tidak memiliki
urgency yang tinggi untuk di selesaikan maupun di observasi. Perusahaan menilai
inventory yang dihasilkan disebabkan oleh lamanya waktu pengangkutan barang
untuk dikirim ke cabang lain dan jumlah lini yang tidak seimbang. Sedangkan hasil
observasi dan wawancara pekerja di pabrik PT KSG menunjukan bahwa terdapat
beberapa stok mati yang sudah bertahun-tahun ada di dalam pabrik. Stok tersebut
yaitu kain quilting, kain gulungan, dan rangka per. Kondisi kain dan rangka per
sudah sangat usang, bahkan rangka per sudah mengalami karat pada seluruh
permukaannya. Hal ini belum diperhitungkan oleh pihak perusahaan.
Menurut pendekatan konsep Industri Ramping waste jenis Inventory
memiliki dampak negatif untuk perusahaan, proses produksi, maupun lingkungan.
Dampak dari waste Inventory tersebut yaitu :
1. Perusahaan memerlukan cost untuk menyediakan area dan
penanganan khusus untuk inventory,
2. kegiatan inventory merupakan nilai / cost yang berhenti dan tidak
memberi nilai tambah pada produk,
3. Inventory yang berada dekat dengan proses produksi akan
mengganggu kegiatan proses produksi,
4. Inventory daakan memperbesar potensi kerusakan pada material
maupun FG,
5. Inventory yang memiliki flammability tinggi bisa sewaktu-waktu
terbakar karena faktor suhu, gesekan / benturan yang menghasilkan
api dan lainnya, sehingga menjadi ancaman untuk perusahaan.

5.2 Hasil self-assessment Industri Hijau

Pada sub bab ini dijabarkan mengenai pembahasan dari hasil pengisian
form self-assessment pada bab sebelumnya. Pembahasan dilakukan pada ketiga
aspek yaitu aspek proses produksi, aspek kinerja pengelolaan limbah / emisi, dan
aspek manajemen perusahaan.

87
5.2.1 Aspek Proses Produksi (A)
PT KSG mendapatkan poin 40 dari jumlah skor maksimal yaitu 76 atau
42,6% dari skor maksimal pada aspek proses produksi. Skor maksimal pada aspek
A hanya 76 karena PT KSG tidak menggunakan air dalam menjalankan proses
produksi, sehingga indikator yang berkaitan dengan energi air dieliminasi dan tidak
ikut perhitungan skor. Berdasarkan data yang telah didapatkan melalui wawancara,
data historis, penelitian lapangan secara langsung diketahui bahwa kriteria yang
menyebabkan nilai aspek proses produksi tidak maksimal adalah kriteria yang
mendapatkan poin 0 dan 1 yaitu kriteria yang berkaitan dengan upaya efisiensi
penggunaan material input, upaya efisiensi energi, upaya penggunaan energi
terbarukan, kegiatan manajemen energi yang dibuktikan dengan adanya pencatatan,
peningkatan kapasitas SDM proses produksi, jumlah SDM yang sudah memperoleh
pelatihan kompetensi, dan pemantauan dan penilaian kinerja K3L sesuai Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011.
Pada bagian upaya efisiensi penggunaan material input, upaya efisiensi
energi, dan upaya penggunaan energi terbarukan mendapat poin 1 karena PT KSG
belum menjalankan perencanaan efisiensi pada material input yang berkontribusi
kecil pada terbentuknya sebuah produk spring bed yaitu lem dan stapler. PT KSG
belum melakukan pencatatan pada beberapa upaya yang telah dilakukan sehingga
pada kriteria kegiatan manajemen energi yang dibuktikan dengan pencatatan
mendapat poin 1. PT KSG menyimpan bukti pembayaran energi listrik, tetapi
belum melakukan manajemen energi. PT KSG belum melakukan peningkatan
kapasitas SDM proses produksi sesuai standar yang ada sehingga pada aspek
tersebut dan aspek jumlah SDM yang sudah memperoleh pelatihan kompetensi
mendapatkan poin 0. PT KSG belum memiliki perencanaan penyuluhan maupun
training yang menyangkut K3 secara rutin tetapi perusahaan telah menyediakan
safety equipment untuk pekerja di lapangan proses produksi sehingga pada kriteria
pemantauan dan penilaian kinerja K3L sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 mendapatkan poin 1.
Kriteria yang sudah dijalankan tetapi belum maksimal yaitu berkaitan
dengan kriteria tingkat capaian penerapan program sesuai dengan komitmen
perusahaan dalam meningkatkan efisiensi produksi, substitusi material input,

88
penanganan material input, penerapan 3R, dan penerapan SOP (pada penanganan
material input, proses produksi, dan maintenance). Pada tahun 2017 sampai 2018
PT KSG telah merancang beberapa rencana untuk menuju pada efisiensi produksi,
tetapi hingga proses penelitian selesai PT KSG baru menjalankan beberapa rencana
tersebut. Sedangkan pada bagian substitusi material input PT KSG telah melakukan
substitusi material input dengan lem hotmelt spray glue, stepler (untuk
meminimalisir kuantitas penggunaan hardpadding, HDG dan cottonsheet),
penggunaan per m. Berdasarkan hasil perhitungan saat wawancara substitusi yang
telah dilakukan sebesar kurang dari 20% sehingga perusahaan mendapat poin 1.
Penanganan material input pada PT KSG yaitu dilakukan penempatan di
gudang/ruangan khusus untuk material input, dilakukan pemantauan mutu material
tetapi belum menerapkan FIFO (first in first out). Inisiatif untuk melakukan FIFO
sudah ada pada beberapa pekerja/karyawan di pabrik PT KSG, tetapi untuk
manajemen material input yang menerapkan FIFO belum dilakukan. Penerapan 3R
yaitu Reduce Reuse dan Recycle belum semua dilakukan oleh PT KSG. Perusahaan
sudah melakukan Reduce dan Reuse pada scrap/waste kain quilting. Scrap tersebut
digunakan kembali sebagai pengganti lapisan hardpadding.
Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan penerapan SOP, PT KSG
belum memiliki SOP yang lengkap dan penerapannya pun masih belum sempurna,
masih ada beberapa karyawan yang tidak melakukan pekerjaan sesuai SOP karena
kurangnya sosialisasi SOP.

5.2.2 Aspek Kinerja Pengelolaan Limbah / Emisi (B)


PT KSG mendapatkan poin 2 dari jumlah skor maksimal yaitu 12 atau 16%
dari skor maksimal pada aspek kinerja pengelolaan limbah. Berdasarkan hasil
wawancara dan penelitian secara langsung diketahui bahwa kriteria yang
menyebabkan skor aspek B tidak maksimal yaitu kriteria yang mendapatkan poin 0
antara lain ; Limbah gas dan debu, Pengelolaan Limbah B3 (perizinan dan prasarana
sesuai persyaratan yang berlaku). PT KSG belum melakukan penanganan untuk
limbah gas dan debu, perusahaan juga belum pernah melakukan pencatatan limbah
yang dihasilkan dari proses produksi. PT KSG memiliki beberapa limbah yang
mengandung B3 yaitu per dan busa, sedangkan PT KSG belum memiliki fasilitas

89
untuk mengolah limbah tersebut. PT KSG menjual limbah tersebut kepada pihak
yang memiliki kapasitas untuk mengolah limbah tersebut. Pada kriteria operasional
sarana pengelolaan limbah dan emisi (sesuai persyaratan yang berlaku) mendapat 2
poin karena perusahaan memiliki bank sampah dan cerobong asap pada setiap
mesin cetak per.

5.2.3 Aspek Manajemen Perusahaan (C)


PT KSG mendapatkan 11 poin dari jumlah skor maksimal yaitu 24 atau
45,8% dari skor maksimal pada aspek manajemen perusahaan. Berdasarkan
wawancara dan penelitian secara langsung maka dapat dilihat bahwa kriteria yang
menyebabkan skor aspek C tidak maksimal yaitu berkaitan dengan kriteria
sertifikasi produk, penghargaan terkait bidang produksi dan pengelolaan
lingkungan industri yang diterima dalam jangka waktu 1 tahun terakhir, dan
pemeriksaan kesehatan karyawan.
Produk yang diproduksi oleh PT KSG belum memiliki sertifikasi tetapi
sertifikasi tersebut sedang dalam proses. Berdasarkan wawancara dengan pihak
perusahaan diketahui bahwa sertifikasi produk yaitu sertifikat SGS ASTM F1566
akan diperolah pada tahun 2019. PT KSG belum memiliki penghargaan terkait
bidang produksi dan pengelolaan lingkungan industri.
Terkait dengan kriteria kesehatan karyawan yaitu PT KSG belum pernah
melakukan pemeriksaan kesehatan karyawan, tetapi pada tahun 2018 asuransi wajib
yaitu BPJS untuk seluruh karyawan sedang dalam proses.
Pada kriteria CSR diketahui bahwa perusahaan telah melakukan program
CSR secara berkala seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya yaitu
membagi sembako, membantu penginjilan ke daerah yang membutuhkan,
membangun rumah karya, membuka lapangan kerja dan lainnya. PT KSG memiliki
menerapkan salah satu nilai dari Alkitab yaitu 5 roti 2 ikan, yang berarti PT KSG
ingin menjadi berkat untuk orang banyak. Hasil wawancara terkait dengan program
CSR dapat disimpulkan bahwa perusahaan layak mendapat 4 poin untuk kriteria
tersebut.

90
5.2.4 Penilaian Industri Hijau
Berdasarkan penilaian industri hijau pada PT KSG yang telah dilakukan
yaitu didapatkan nilai akhir sebesar 44,6% yang berarti bahwa perusahaan belum
mencapai standar Industri Hijau. Hal ini dikarenakan perusahaan belum mencapai
50%. Menurut Kementrian Perindustrian (2018) bahwa sebuah perusahaan
manufaktur dapat dikatakan mencapai Industri Hijau saat mencapai nilai 50% dari
keseluruhan total nilai yang ada. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa PT KSG belum menerapkan standar Industri Hijau dan belum
menerapkan sistem berkelanjutan. Aspek yang mendapatkan poin terkecil yaitu
aspek pengelolaan limbah sebesar 16% dari skor maksimal, selanjutnya aspek yang
mendapat poin tertinggi adalah aspek proses produksi yaitu 52% dari skor
maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa PT KSG sudah berupaya
menjawab isu global yaitu isu lingkungan terkait Industri hijau, tetapi upaa tersebut
masih dalam tahap perencanaan dan baru 20% yang terealisasi. Perencanaan
tersebut digagaskan oleh CEO dan divisi business development yang berfungsi
untuk menemukan peluang-peluang bisnis guna memajukan perusahaan dalam
beberapa maupun seluruh aspek atau memajukan bisnis sesuai dengan
perkembangan zaman dan isu pada pasar global. Pasar dapat memberikan
konsekuensi dari ketidaktanggapan sebuah perusahaan dalam menjawab isu global
yaitu isu lingkungan. Konsekuensi tersebut adalah perusahaan menjadi tertinggal
dan tidak dipilih oleh pasar. Semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap
perlindungan lingkungan dan jumlah konsumen jenis ini yang akan semakin
meningkat, maka industri yang mempunyai reputasi buruk dalam pengelolaan
lingkungan akan ditinggalkan pasar (Kementerian Lingkungan Hidup, 2015).

91
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada tahap ini hasil analisis dan pembahasan disimpulkan untuk menjawab
tujuan penelitian yang sebelumnya telah ditetapkan. Kesimpulan diikuti oleh saran
untuk perusahaan dan untuk penelitian selnjutnya.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PT KSG terkait


pendekatan industri ramping dan hijau dengan identifikasi 7 deadly waste dan self
assessment Industri Hijau yang dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Seluruh jenis pemborosan / 7 deadly waste terjadi pada proses produksi di
PT KSG.
Berdasarkan hasil wawancara maka dilakukan penelitian lebih lanjut
hanya pada 2 jenis waste yang penting/urgent untuk diselesaikan yaitu defect dan
waiting. Defect terjadi pada per, busa, jahitan quilting, c-ring, dan hasil obras.
Defect per terjadi pada saat keadaan per tidak full. Defect busa terjadi saat busa
yang akan masuk ke mesin quilting sobek. Defect yang terjadi pada jahitan quilting
yaitu saat jahitan quilting lepas sehingga perlu diperbaiki. Defect c-ring yaitu saat
c-ring terlepas / tidak terpasang dengan baik. Defect pada obras mirip dengan kasus
defect pada jahitan quilting yaitu benang obras tidak full / ada yang terlepas
sehingga pinggir kain quilting masih ada yang terbuka. Dari ke lima defect tersebut
hanya 3 defect yang menghasilkan scrap (material terbuang), defect tersebut adalah
per, busa, dan c-ring. Pada kejadian defect jahitan quilting dan obras langsung
dilakukan rework setelah dilakukan QC oleh pekerja lini tersebut.
Pemborosan jenis waiting terjadi pada lini cetak per, lini bordir emblem
dan lini packaging. Pada lini cetak per waiting disebabkan oleh set up time mesin
karena jenis per yang ingin di hasilkan beragam dan down time karena mesin rusak.
Pada lini bordir waiting disebabkan oleh set up time mesin dan down time untuk
memperbaiki benang lepas ditengah proses. Pada lini packaging terjadi waiting
karena lini packaging menunggu hasil finished goods dari lini sebelumnya sehingga

92
pekerja dan mesin pada lini packaging memiliki banyak idle time.
2. Penyebab seluruh pemborosan disajikan pada bab sebelumnya.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tingkat urgensi waste
tertinggi ada pada defect dan waiting, sehingga hanya kedua waste tersebut yang
dilakukan observasi lebih detail dan disajikan menggunakan diagram fishbone.
Berdasarkan fishbone tersebut dapat disimpulkan bahwa defect pada per
disebabkan oleh mesin yang rusak dan pekerja yang kurang teliti / kurang
mendapatkan edukasi dalam melakukan setup mesin. Sedangkan penyebab mesin
rusak yaitu umur mesin yang sudah tua, maintenance mesin yang kurang, dan
operator menggunakan mesin tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.
Waiting pada mesin per juga disebabkan oleh mesin yang rusak akibat dari
maintenance mesin yang kurang, dan operator menggunakan mesin tidak sesuai
dengan SOP. Defect c-ring terjadi karena kerusakan mesin / slip pada mesin yang
disebabkan karena kurangnya maintenance, defect dari material c-ringnya, operator
terlalu cepat memindahkan mesin stapler saat proses dan karena operator
mengarahkan mesin stapler ke arah yang kurang tepat.
3. Penilaian pada PT KSG dalam menerapkan Standar Industri Hijau dengan
mengisi form self-assessment industri hijau menghasilkan skor sebesar
44,6%.
Penilaian yang mengacu pada form self-assessment industri hijau
menghasilkan skor sebesar 44,6% yang tersusun dari 36,8% pada aspek proses
produksi, 3,3% pada aspek kinerja pengelolaan limbah/emisi, dan 4,5% pada aspek
manajemen perusahaan. Hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa PT
KSG belum memiliki komitmen dan kepedulian terhadap lingkungan serta belum
menerapkan prinsip Industri Hijau tersebut secara berkelanjutan.

93
6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka saran yang diberikan


kepada PT KSG supaya dapat meningkatkan kinerja lingkungan sesuai dengan
Standar Industri Hijau yang dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian yaitu
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil temuan pemborosan (waste) pada PT KSG sebaiknya
perusahaan melakukan tindakan untuk memperbaiki mesin per yang rusak,
melakukan maintenance sesuai dengan kebutuhan pada mesin per secara
berkala guna menurunkan tingkat pemborosan jenis waiting dan defect.
Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai seluruh waste yang ada pada
proses produksi springbed di PT KSG guna mengoptimalkan proses
produksi dengan membuang kegiatan yang non value added.
2. Melakukan line balancing pada lantai produksi guna menghindari lead
time yang panjang dan menghindari terjadinya pemborosan jenis inventory
pada pabrik.
3. Merancang tata letak fasilitas pabrik dan menerapkan sistem FIFO (First
in First out) pada seluruh inventori terutama pada inventori material input.
Fungsi dari FIFO yaitu menghindari penurunan nilai pada produk saat
dipakai dan untuk mengukur nilai produk yang dipakai berdasarkan nilai
produk pada awalnya.
4. Melakukan pendataan dan upaya untuk peduli terhadap sertifikasi material
input yang digunakan dalam kegiatan proses produksi.
5. PT KSG sebaiknya melakukan pencatatan pada jumlah defect dan scrap
guna menghitung rasio penggunaan material input terhadap produk. Hal
tersebut dapat membantu perusahaan dalam menghindari data yang bias.
6. Perusahaan sebaiknya mengukur waktu siklus setiap produk supaya
penjadwalan produksi dapat disusun secara tepat. Pencatatan penting
dilakukan juga pada jumlah seluruh produksi part maupun finished goods
guna menghitung efisiensi proses dan kebutuhan akan data historis
lainnya.
7. Melakukan efisiensi penggunaan material input sesuai dengan
karakteristik industri hijau, walaupun sedikit tetapi memiliki komitmen

94
untuk terus melakukan upaya efisiensi pada penggunaan material input.
Contohnya pada kain dan busa yang digunakan untuk menghasilkan kain
quilting dan lapisan springbed dapat di ukur sesuai kebutuhan dan
memaksimalkan penggunaan pada setiap lembar kain dan busa, guna
mengurangi jumlah scrap yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi
perusahaan.
8. Melakukan upaya efisiensi energi dengan langkah awal yaitu melakukan
pengukuran dan pencatatan energi yang digunakan untuk melakukan
kegiatan proses produksi. Selain itu perusahaan sebaiknya mulai
menggunakan energi terbarukan sehingga proses produksi semakin
menuju kearah industri hijau dan berkelanjutan.
9. Mengadakan / mengikut sertakan karyawan pada kegiatan training dan
sejenisnya untuk menghasilkan karyawan dan pekerja yang kompeten.
Training tersebut yang akan mendapat sertifikasi dari lembaga sertifikasi
jika training tersebut bersifat umum. Tujuannya adalah menghasilkan
karyawan yang kompeten sehingga dapat meminimalisirkan kesalahan
kerja, meningkatkan komitmen terhadap kualitas, meningkatkan
keterampilan, dan meningkatkan motivasi karyawan untuk berkarya
dengan lebih baik. Pemberdayaan karyawan juga sebaiknya dilakukan
karena hal ini akan mengubah perasaan memiliki dari sekedar sense of
belonging menjadi sense of ownership. Sense of belonging adalah rasa
memiliki yang bersifat pasif, sementara sense of ownership adalah
perasaan yang bersifat aktif yang diwujudkan dalam bentuk inisiatif,
tanggung jawab, dan berani menerima resiko.
10. Perusahaan sebaiknya menerapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) yang dimulai dengan studi hazard apa saja yang ada pada lantai
produksi. Hal tersebut dapat diwujudkan mulai dari hal-hal kecil seperti
poster, equipment pekerja hingga penggantian peralatan kerja.
11. Melakukan kegiatan pengecekan kesehtan untuk seluruh karyawan
terutama untuk karyawan yang bekerja sebagai operator / karyawan yang
bekerja di dalam pabrik. Karyawan yang bekerja di pabrik tentunya
memiliki resiko gangguan kesehatan yang lebih tinggi, oleh karena itu

95
sebaiknya perusahaan mewujudkan kepedulian dan tanggung jawab
perusahaan atas kesehatam karyawan dengan mengadakan kegiatan
pengecekan kesehatan secara rutin.

Saran yang diberikan untuk penelitian yang dilakukan selanjutnya yaitu:


1. Membuat list semua data yang dibutuhkan untuk penelitian sebelum
penelitian dimulai sehingga mudah untuk memastikan kepada pihak
perusahaan terkait izin pengmbilan data sebagai informasi penelitian.
2. Melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengukur data kuantitatif dan
meneliti penyebab 7 jenis pemborosan (Overproduction, Inventory,
Defect, Waiting, Motion, Transport, Overprocessing) tersebut
menggunakan fishbone. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dan
dasar dari saran yang dibuat untuk pihak perusahaan.
3. Melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kegiatan non value added yang
ada pada perusahaan menggunakan VSM.

96
DAFTAR PUSTAKA

Besterfield, Dale H. Quality Control: Seventh Edition. New York: Prentice Hall,
2004.
Dornfeld, David A. Green Manufacturing. New York: London, 2013.
Liker, Jeffrey K., dan David Meier. The Toyota Way Field Book. New York:
McGraw-Hill, 2006.
Organization, Asian Productivity. Handbook on Green Productivity. Canada, 2006.
Kementrian Perindustrian RI. “Peraturan Menteri Perindustrian RI”. 2015.
Kementrian Perindustrian RI. “Overview Standar Industri Hijau”. 2017.
Kementrian Perindustrian RI. “Buku Pedoman Penghargaan Industri Hijau 2018.”
2018.
Wang, Haiyan, dan Mesut Bora Sezen. Lean and Green Production Development.
Thesis, Västerås: Malardalen University, 2011.
Kementrian Perindustrian RI. “Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 146.”
2016.file:///C:/Users/S%20A%20M%20S%20U%20N%20G/Downloads/
Kepmenperin_No.146_Tahun_2016_.pdf

Melton, T. “The Benefits of Lean Manufacturing: What Lean Thinking has to Offer
the Process Industries.” 2005.
http://www.mimesolutions.com/PDFs/WEB%20Trish%20Melton%20Lea
n%20Manufacturing%20July%202005.pdf (diakses Agustus 20, 2018).

"Calculate OEE." Overall Equipment Effectiveness Manufacturing Made Easy by


Vorne. Accessed August 20, 2018. https://www.oee.com/calculating-
oee.html.

97
LAMPIRAN

98
LAMPIRAN 1

PAM (Process Activity Mapping)


LAMPIRAN
1. PAM 1
Tabel 1 PAM 1

Jarak Waktu Jumlah Aktivitas Keteranga


No. Kegiatan Flow Mesin/alat
(m) (s) TK O T I S D n

Memindahkan kawat gulungan ke dalam


1 T Forklift, palet 723 2 v
mesin pembuat per

2 Set up mesin dan breakdown mesin D Alat perkakas 165 1 v

Mesin pencetak
3 Produksi per O 924 1 v
per

4 Qc I Penggaris 10 1 v

5 Ikat dan pindahkan ke palet T Kawat, Palet 26 1 v

6 Pindahkan palet ke inventory T Forklift, palet 62 1 v

Tiang di mesin
7 Set up busa O 34 1 v
quilting

Tiang di mesin
8 Set up kain O 31 1 v
quilting

Tiang di mesin
9 Set up kain vevenonwoven O 34 1 v
quilting

100
10 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 31 1 v

11 Produksi kain quilting atas + bawah O Mesin quilting 514 1 v

Tiang di mesin
12 Set up busa O 69 1 v
quilting

Tiang di mesin
13 Set up kain O 62 1 v
quilting

Tiang di mesin
14 Set up kain vevenonwoven O 69 1 v
quilting

15 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 62 1 v

16 Produksi quilting tabeng O Mesin quilting 1140 1 v

Transport ke lini gunting + set up posisi siap


17 T 180 2 v
digunting

18 Gunting tabeng (ukur dan gunting) O Gunting, penggaris 450 2 v

19 QC dan merapihkan I Gunting, penggaris 180 2 v

20 Transport ke inventory T 19 1 v

Mesin obras,
21 Obras Quilting body O 124 1 v
gunting

22 Gunting kain lebih setelah obras I Gunting 63 1 v

23 Transport ke inventory T 23 1 v

101
24 Meletakan Inventory S 5 1 v

Mesin jahit,
25 Set up mesin jahit D 120 1 v
benang

Mesin jahit,
26 Jahit tabeng (2 warna kain, 1 kecil + 1 besar) O 230 1 v
benang

27 Transport ke inventory T 18 1 v

28 Meletakan Inventory WIP sebelum assembly S 5 1 v

Mesin jahit,
29 Set up mesin jahit list D 40 1 v
benang

Mesin jahit,
30 Jahit list atas tabeng untuk pillow top O 73 1 v
benang

31 Transport ke lini jahit T 25 1 v

32 Meletakan Inventory WIP sebelum dijahit S 4 1 v

Mesin jahit,
33 Set up mesin jahit D 78 1 v
benang

Meisn jahit,
34 Jahit sambung tabeng O 231 1 v
benang

Mesin jahit,
35 Set up mesin jahit D 140 1 v
benang

102
Mesin jahit,
36 Jahit lidah untuk tarik pillow top O 980 1 v
benang

37 Transport ke inventory T 20 1 v

38 Meletakan Inventory WIP sebelum assembly S 5 1 v

Mesin bordir,
39 Set up mesin bordir D 350 1 v
benang

Mesin bordir,
40 Proses bordir O 660 1 v
benang

Set up benang bawah yang habis / putus Mesin bordir,


41 D 132 1 v
(akumulasi) benang

42 Melipat dan bawa ke inventory T 150 1 v

Mesin rangka per,


43 Set up mesin pembuat rangka per O 423 1 v
penggaris

Mesin rangka per,


44 Proses rangka per atas O 480 1 v
kawat

Mesin rangka per,


45 Proses rangka per bawah O 510 1 v
kawat

C-ring tembak, per


46 Assembly rangka per O 1957 1 v
frame

47 Transfer ke inventory T 29 1 v

103
48 ditumpuk untuk Waiting di ambil S 160 1 v

Transfer WIP rangka per ke lini assembly


49 T 30 1 v
selanjutnya

50 Pasang hardpading atas O Stapler 93 1 v

51 Ambil hardpading bawah T Stapler 32 1 v

52 Pasang hardpading bawah O Stapler 96 1 v

53 Pasang foam atas dan 4 sudut O 232 1 v

54 Lem foam + tempel hardpading hijau 4 sudut O Lem hotmelt 79 1 v

55 Ambil busa T 34 1 v

56 Pasang busa atas O Lem hotmelt 155 1 v

57 Pasang kain vevenonwoven (tarik) O Stapler 282 1 v

58 Membalikan permukaan kasur (adjust) O 80 1 v

59 Ambil busa T 26 1 v

Penggaris kayu,
60 Potong busa endchased O 339 1 v
cutter

61 Pasang busa endchased O Lem hotmelt 303 1 v

62 Ambil busa T 31 1 v

104
63 Isi lem dan adjust D Lem hotmelt 90 1 v

64 Pasang busa bawah O Lem hotmelt 65 1 v

Lem hotmelt,
65 Pasang Quilting bawah O 346 1 v
stapler

66 Pasang tabeng O Lem hotmelt 77 1 v

Memindahkan WIP kasur ke jalur


67 D 14 2 v
transportasi

68 Waiting lini jahit S 98 v

69 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 10 2 v

Jahit list (menyatukan tabeng + Quilting


70 O Mesin jahit list 242 1 v
bawah)

71 Adjust posisi I 52 1 v

72 Pasang lubang angin O Gunting 65 1 v

73 Fixing posisi ujung tabeng I 53 1 v

74 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 9 2 v

75 Merekatkan tabeng O Lem waterbased 185 1 v

76 Potong kelebihan kain vevenonwoven (tarik) O Gunting 56 1 v

77 Waiting Lini jahit S 360 v

105
78 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 20 2 v

79 Gunting kelebihan tabeng O Gunting 50 1 v

80 Jahit list (menyatukan tabeng + pillow top) O Mesin jahit list 301 1 v

81 Waiting lini assembly S 97 v

82 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 10 2 v

83 Pasang busa titpis pillow top O Lem hotmelt 195 1 v

84 Pasang busa tebal pillow top O Lem hotmelt 162 1 v

85 Ambil Quilting pillow top T 18 1 v

86 Pasang Quilting pillow top O Lem hotmelt 169 1 v

87 Gunting kelebihan vevenonwoven O Gunting 47 1 v

88 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 39 2 v

89 Pasang gulungan list ke mesin jahit D Mesin jahit list 53 1 v

Jahit list (Quilting pillow top + pinggiran


90 O Mesin jahit list 1 v
vevenonwoven) 174

91 Jahit emblem sudut miring O Mesin jahit list 5 1 v

92 QC I 9 1 v

93 Waiting di angkat ke lini packaging S 126 v

106
94 Memindahkan FG ke lini packaging T 24 2 v

95 Pasang plastik O 123 2 v Plastik PE

Karton
96 O 1 v
Pasang karton sudut 64 sudut

97 Adjust posisi I 48 2 v

Mesin mattress
98 press + potong plastik depan O compress plastic 1 v
packing bag 5

99 Adjust posisi I 40 2 v

Mesin mattress
100 press + potong plastik belakang O compress plastic 1 v
packing bag 5

101 Lipat plastik sudut dan lakban O Tape dispenser 65 1 v

102 Meletakan Inventory FG S 10 2 v

107
2. PAM 2
Tabel 2 PAM 2
Aktivitas
No. Kegiatan Flow Mesin/alat Jarak (m) Waktu (s) Jumlah TK Keterangan
O T I S D

Memindahkan kawat gulungan ke dalam


1 T Forklift, palet 725 2 v
mesin pembuat per

2 Set up mesin dan perbaiki mesin D Alat perkakas 165 1 v

Mesin
3 Produksi per (1 set = 500 per) O 924 1 v
pencetak per

4 Qc I Penggaris 10 1 v

5 Ikat dan pindahkan ke palet T Kawat, Palet 29 1 v

6 Pindahkan palet ke inventory T Forklift, palet 78 1 v

Tiang di
7 Set up busa O mesin 34 1 v
quilting

Tiang di
8 Set up kain O mesin 31 1 v
quilting

108
Tiang di
9 Set up kain vevenonwoven O mesin 34 1 v
quilting

Mesin
10 Set up jarum dan benang O 31 1 v
quilting

Mesin
11 Produksi kain quilting atas + bawah O 514 1 v
quilting

Tiang di
12 Set up busa O mesin 69 1 v
quilting

Tiang di
13 Set up kain O mesin 62 1 v
quilting

Tiang di
14 Set up kain vevenonwoven O mesin 69 1 v
quilting

Mesin
15 Set up jarum dan benang O 62 1 v
quilting

Mesin
16 Produksi quilting tabeng O 1140 1 v
quilting

Transport ke lini gunting + set up posisi siap


17 T 170 2 v
digunting

109
Gunting,
18 Gunting tabeng (ukur dan gunting) O 433 2 v
penggaris

Gunting,
19 QC dan merapihkan I 195 2 v
penggaris

20 Transport ke inventory T 20 1 v

Mesin obras,
21 Obras Quilting body O 132 1 v
gunting

22 Gunting kain lebih setelah obras I Gunting 63 1 v

23 Transport ke inventory T 21 1 v

24 Meletakan Inventory S 5 1 v

Mesin jahit,
25 Set up mesin jahit D 145 1 v
benang

Jahit tabeng (2 warna kain, 1 kecil + 1 Mesin jahit,


26 O 250 1 v
besar) benang

27 Transport ke inventory T 24 1 v

Meletakan Inventory WIP sebelum


28 S 5 1 v
assembly

Mesin jahit,
29 Set up mesin jahit list D 50 1 v
benang

110
Mesin jahit,
30 Jahit list atas tabeng untuk pillow top O 74 1 v
benang

31 Transport ke lini jahit T 28 1 v

32 Meletakan Inventory WIP sebelum dijahit S 4 1 v

Mesin jahit,
33 Set up mesin jahit D 93 1 v
benang

Meisn jahit,
34 Jahit sambung tabeng O 220 1 v
benang

Mesin jahit,
35 Set up mesin jahit D 120 1 v
benang

Mesin jahit,
36 Jahit lidah untuk tarik pillow top O 995 1 v
benang

37 Transport ke inventory T 19 1 v

Meletakan Inventory WIP sebelum


38 S 5 1 v
assembly

Mesin bordir,
39 Set up mesin bordir D 230 1 v
benang

Mesin bordir,
40 Proses bordir O 660 1 v
benang

111
Set up benang bawah yang habis / putus Mesin bordir,
41 D 134 1 v
(akumulasi) benang

42 Melipat dan bawa ke inventory T 165 1 v

Mesin rangka
43 Set up mesin pembuat rangka per O per, 421 1 v
penggaris

Mesin rangka
44 Proses rangka per atas O 478 1 v
per, kawat

Mesin rangka
45 Proses rangka per bawah O 500 1 v
per, kawat

C-ring
46 Assembly rangka per O tembak, per 1964 1 v
frame

47 Transfer ke inventory T 25 1 v

48 ditumpuk untuk Waiting di ambil S 98 1 v

Transfer WIP rangka per ke lini assembly


49 T 27 1 v
selanjutnya

50 Pasang hardpading atas O Stapler 95 1 v

51 Ambil hardpading bawah T Stapler 35 1 v

52 Pasang hardpading bawah O Stapler 65 1 v

112
53 Pasang foam atas dan 4 sudut O 214 1 v

Lem foam + tempel hardpading hijau 4


54 O Lem hotmelt 69 1 v
sudut

55 Ambil busa T 29 1 v

56 Pasang busa atas O Lem hotmelt 140 1 v

57 Pasang kain vevenonwoven (tarik) O Stapler 278 1 v

58 Membalikan permukaan kasur (adjust) O 78 1 v

59 Ambil busa T 26 1 v

Penggaris
60 Potong busa endchased O 320 1 v
kayu, cutter

61 Pasang busa endchased O Lem hotmelt 279 1 v

62 Ambil busa T 27 1 v

63 Isi lem dan adjust D Lem hotmelt 86 1 v

64 Pasang busa bawah O Lem hotmelt 60 1 v

Lem hotmelt,
65 Pasang Quilting bawah O 332 1 v
stapler

66 Pasang tabeng O Lem hotmelt 64 1 v

113
Memindahkan WIP kasur ke jalur
67 D 17 2 v
transportasi

68 Waiting lini jahit S 112 v

69 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 12 2 v

Jahit list (menyatukan tabeng + Quilting Mesin jahit


70 O 245 1 v
bawah) list

71 Adjust posisi I 35 1 v

72 Pasang lubang angin O Gunting 68 1 v

73 Fixing posisi ujung tabeng I 45 1 v

74 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 11 2 v

Lem
75 O 1
Merekatkan tabeng waterbased 163 v

Potong kelebihan kain vevenonwoven


76 O Gunting 1
(tarik) 58 v

77 Waiting Lini jahit S 280 v

78 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 18 2 v

79 Gunting kelebihan tabeng O Gunting 55 1 v

Mesin jahit
80 O 1
Jahit list (menyatukan tabeng + pillow top) list 293 v

114
81 Waiting lini assembly S 136 v

82 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 15 2 v

83 Pasang busa titpis pillow top O Lem hotmelt 188 1 v

84 Pasang busa tebal pillow top O Lem hotmelt 153 1 v

85 Ambil Quilting pillow top T 18 1 v

86 Pasang Quilting pillow top O Lem hotmelt 154 1 v

87 Gunting kelebihan vevenonwoven O Gunting 53 1 v

88 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 36 2 v

Mesin jahit
89 D 1
Pasang gulungan list ke mesin jahit list 55 v

Jahit list (Quilting pillow top + pinggiran Mesin jahit


90 O 1
vevenonwoven) list 180 v

Mesin jahit
91 O 1
Jahit emblem sudut miring list 4 v

92 QC I 10 1 v

93 Waiting di angkat ke lini packaging S 130 v

94 Memindahkan FG ke lini packaging T 21 2 v

95 Pasang plastik O 120 2 v

115
96 Pasang karton sudut O 62 1 v

97 Adjust posisi I 45 2 v

Mesin
mattress
98 press + potong plastik depan O compress 1
plastic
packing bag 5 v

99 Adjust posisi I 44 2 v

Mesin
mattress
10
press + potong plastik belakang O compress 1
0
plastic
packing bag 5 v

10 Tape
O 1
1 Lipat plastik sudut dan lakban dispenser 62 v

10
S 2
2 Meletakan Inventory FG 10 v

116
3. PAM 3
Tabel 3 PAM 3

Aktivitas
No. Kegiatan Flow Mesin/alat Jarak (m) Waktu (s) Jumlah TK Keterangan
O T I S D
Memindahkan kawat gulungan ke
1 T Forklift, palet 740 2 v
dalam mesin pembuat per
2 Set up mesin dan perbaiki mesin D Alat perkakas 165 1 v
3 Produksi per (1 set = 500 per) O Mesin pencetak per 924 1 v
4 Qc I Penggaris 12 1 v
5 Ikat dan pindahkan ke palet T Kawat, Palet 30 1 v
6 Pindahkan palet ke inventory T Forklift, palet 76 1 v
Tiang di mesin
7 Set up busa O 34 1 v
quilting
Tiang di mesin
8 Set up kain O 31 1 v
quilting
Tiang di mesin
9 Set up kain vevenonwoven O 34 1 v
quilting
10 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 31 1 v
11 Produksi kain quilting atas + bawah O Mesin quilting 514 1 v
Tiang di mesin
12 Set up busa O 69 1 v
quilting
Tiang di mesin
13 Set up kain O 62 1 v
quilting
Tiang di mesin
14 Set up kain vevenonwoven O 69 1 v
quilting

117
15 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 62 1 v
16 Produksi quilting tabeng O Mesin quilting 1140 1 v
Transport ke lini gunting + set up
17 T 150 2 v
posisi siap digunting
18 Gunting tabeng (ukur dan gunting) O Gunting, penggaris 430 2 v
19 QC dan merapihkan I Gunting, penggaris 193 2 v
20 Transport ke inventory T 23 1 v
Mesin obras,
21 Obras Quilting body O 130 1 v
gunting
22 Gunting kain lebih setelah obras I Gunting 61 1 v
23 Transport ke inventory T 20 1 v
24 Meletakan Inventory S 5 1 v
Mesin jahit,
25 Set up mesin jahit D 160 1 v
benang
Jahit tabeng (2 warna kain, 1 kecil + Mesin jahit,
26 O 251 1 v
1 besar) benang
27 Transport ke inventory T 24 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum
28 S 5 1 v
assembly
Mesin jahit,
29 Set up mesin jahit list D 47 1 v
benang
Mesin jahit,
30 Jahit list atas tabeng untuk pillow top O 74 1 v
benang
31 Transport ke lini jahit T 27 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum
32 S 4 1 v
dijahit

118
Mesin jahit,
33 Set up mesin jahit D 94 1 v
benang
Meisn jahit,
34 Jahit sambung tabeng O 223 1 v
benang
Mesin jahit,
35 Set up mesin jahit D 132 1 v
benang
Mesin jahit,
36 Jahit lidah untuk tarik pillow top O 990 1 v
benang
37 Transport ke inventory T 20 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum
38 S 5 1 v
assembly
Mesin bordir,
39 Set up mesin bordir D 310 1 v
benang
Mesin bordir,
40 Proses bordir O 660 1 v
benang
Set up benang bawah yang habis / Mesin bordir,
41 D 130 1 v
putus (akumulasi) benang
42 Melipat dan bawa ke inventory T 166 1 v
Mesin rangka per,
43 Set up mesin pembuat rangka per O 420 1 v
penggaris
Mesin rangka per,
44 Proses rangka per atas O 478 1 v
kawat
Mesin rangka per,
45 Proses rangka per bawah O 508 1 v
kawat
C-ring tembak, per
46 Assembly rangka per O 1962 1 v
frame
47 Transfer ke inventory T 25 1 v
119
48 Waiting di ambil S 136 1 v
Transfer WIP rangka per ke lini
49 T 28 1 v
assembly selanjutnya
50 Pasang hardpading atas O Stapler 98 1 v
51 Ambil hardpading bawah T Stapler 30 1 v
52 Pasang hardpading bawah O Stapler 75 1 v
53 Pasang foam atas dan 4 sudut O 217 1 v
Lem foam + tempel hardpading hijau
54 O Lem hotmelt 74 1 v
4 sudut
55 Ambil busa T 29 1 v
56 Pasang busa atas O Lem hotmelt 152 1 v
57 Pasang kain vevenonwoven (tarik) O Stapler 279 1 v
Membalikan permukaan kasur
58 O 74 1 v
(adjust)
59 Ambil busa T 25 1 v
Penggaris kayu,
60 Potong busa endchased O 344 1 v
cutter
61 Pasang busa endchased O Lem hotmelt 286 1 v
62 Ambil busa T 21 1 v
63 Isi lem dan adjust D Lem hotmelt 91 1 v
64 Pasang busa bawah O Lem hotmelt 63 1 v
Lem hotmelt,
65 Pasang Quilting bawah O 331 1 v
stapler
66 Pasang tabeng O Lem hotmelt 74 1 v

120
Memindahkan WIP kasur ke jalur
67 D 21 2 v
transportasi
68 Waiting lini jahit S 145 v
Memindahkan WIP kasur ke lini
69 T 15 2 v
jahit
Jahit list (menyatukan tabeng +
70 O Mesin jahit list 276 1 v
Quilting bawah)
71 Adjust posisi I 30 1 v
72 Pasang lubang angin O Gunting 70 1 v
73 Fixing posisi ujung tabeng I 46 1 v
Memindahkan WIP kasur ke lini
74 T 2
assembly 18 v
75 Merekatkan tabeng O Lem waterbased 168 1 v
Potong kelebihan kain
76 O Gunting 1
vevenonwoven (tarik) 59 v
77 Waiting Lini jahit S 245 v
Memindahkan WIP kasur ke lini
78 T 2
jahit 16 v
79 Gunting kelebihan tabeng O Gunting 58 1 v
Jahit list (menyatukan tabeng +
80 O Mesin jahit list 1
pillow top) 287 v
81 Waiting lini assembly S 184 v
Memindahkan WIP kasur ke lini
82 T 2
assembly 15 v
83 Pasang busa titpis pillow top O Lem hotmelt 186 1 v
84 Pasang busa tebal pillow top O Lem hotmelt 155 1 v
85 Ambil Quilting pillow top T 18 1 v
121
86 Pasang Quilting pillow top O Lem hotmelt 152 1 v
87 Gunting kelebihan vevenonwoven O Gunting 50 1 v
Memindahkan WIP kasur ke lini
88 T 2
jahit 27 v
89 Pasang gulungan list ke mesin jahit D Mesin jahit list 53 1 v
Jahit list (Quilting pillow top +
90 O Mesin jahit list 1
pinggiran vevenonwoven) 181 v
91 Jahit emblem sudut miring O Mesin jahit list 5 1 v
92 QC I 10 1 v
93 Waiting di angkat ke lini packaging S 163 v
94 Memindahkan FG ke lini packaging T 20 2 v
95 Pasang plastik O 125 2 v
96 Pasang karton sudut O 65 1 v
97 Adjust posisi I 45 2 v
Mesin mattress
98 O compress plastic 1
press + potong plastik depan packing bag 5 v
99 Adjust posisi I 45 2 v
Mesin mattress
100 O compress plastic 1
press + potong plastik belakang packing bag 5 v
101 Lipat plastik sudut dan lakban O Tape dispenser 64 1 v
102 Meletakan Inventory FG S 10 2 v

122
4. PAM 4
Tabel 4 PAM 4

Jarak Waktu Jumlah Aktivitas Keteranga


No. Kegiatan Flow Mesin/alat
(m) (s) TK O T I S D n
Memindahkan kawat gulungan ke dalam
1 T Forklift, palet 715 2 v
mesin pembuat per
2 Set up mesin dan perbaiki mesin D Alat perkakas 165 1 v
3 Produksi per (1 set = 500 per) O Mesin pencetak per 924 1 v
4 Qc I Penggaris 12 1 v
5 Ikat dan pindahkan ke palet T Kawat, Palet 25 1 v
6 Pindahkan palet ke inventory T Forklift, palet 60 1 v
Tiang di mesin
7 Set up busa O 34 1 v
quilting

123
Tiang di mesin
8 Set up kain O 31 1 v
quilting
Tiang di mesin
9 Set up kain vevenonwoven O 34 1 v
quilting
10 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 31 1 v
11 Produksi kain quilting atas + bawah O Mesin quilting 514 1 v
Tiang di mesin
12 Set up busa O 69 1 v
quilting
Tiang di mesin
13 Set up kain O 62 1 v
quilting
Tiang di mesin
14 Set up kain vevenonwoven O 69 1 v
quilting
15 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 62 1 v
16 Produksi quilting tabeng + lidah O Mesin quilting 1140 1 v
Transport ke lini gunting + set up posisi siap
17 T 182 2 v
digunting
18 Gunting tabeng (ukur dan gunting) O Gunting, penggaris 452 2 v
19 QC dan merapihkan I Gunting, penggaris 178 2 v
20 Transport ke inventory T 21 1 v
Mesin obras,
21 Obras Quilting body O 123 1 v
gunting
22 Gunting kain lebih setelah obras I Gunting 65 1 v
23 Transport ke inventory T 24 1 v
Meletakan Inventory S 5 1 v
24 Set up mesin jahit D Mesin jahit, benang 123 1 v
Jahit tabeng (2 warna kain, 1 kecil + 1
25 O Mesin jahit, benang 231 1 v
besar)
124
26 Transport ke inventory T 20 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum
S 5 1 v
assembly
27 Set up mesin jahit list D Mesin jahit, benang 38 1 v
28 Jahit list atas tabeng untuk pillow top O Mesin jahit, benang 73 1 v
29 Transport ke lini jahit T 25 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum dijahit S 4 1 v
30 Set up mesin jahit D Mesin jahit, benang 77 1 v
31 Jahit sambung tabeng O Meisn jahit, benang 229 1 v
32 Set up mesin jahit D Mesin jahit, benang 138 1 v
33 Jahit lidah untuk tarik pillow top O Mesin jahit, benang 982 1 v
34 Transport ke inventory T 31 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum
S 5 1 v
assembly
Mesin bordir,
35 Set up mesin bordir D 330 1 v
benang
Mesin bordir,
36 Proses bordir O 660 1 v
benang
Set up benang bawah yang habis / putus Mesin bordir,
37 D 131 1 v
(akumulasi) benang
38 Melipat dan bawa ke inventory T 151 1 v
Mesin rangka per,
39 Set up mesin pembuat rangka per O 420 1 v
penggaris
Mesin rangka per,
40 Proses rangka per atas O 478 1 v
kawat

125
Mesin rangka per,
41 Proses rangka per bawah O 503 1 v
kawat
C-ring tembak, per
42 Assembly rangka per O 1954 1 v
frame
43 Transfer ke inventory T 25 1 v
44 Waiting di ambil S 147 1 v
Transfer WIP rangka per ke lini assembly
45 T 32 1 v
selanjutnya
46 Pasang hardpading atas O Stapler 92 1 v
47 Ambil hardpading bawah T Stapler 31 1 v
48 Pasang hardpading bawah O Stapler 94 1 v
49 Pasang foam atas dan 4 sudut O 138 1 v
Lem foam + tempel hardpading hijau 4
50 O Lem hotmelt 80 1 v
sudut
51 Ambil busa T 31 1 v
52 Pasang busa atas O Lem hotmelt 153 1 v
53 Pasang kain vevenonwoven (tarik) O Stapler 279 1 v
54 Membalikan permukaan kasur (adjust) O 81 1 v
55 Ambil busa T 27 1 v
Penggaris kayu,
56 Potong busa endchased O 332 1 v
cutter
57 Pasang busa endchased O Lem hotmelt 312 1 v
58 Ambil busa T 28 1 v
59 Isi lem dan adjust D Lem hotmelt 87 1 v

126
60 Pasang busa bawah O Lem hotmelt 64 1 v
61 Pasang Quilting bawah O Lem hotmelt, stapler 345 1 v
62 Pasang tabeng O Lem hotmelt 72 1 v
Memindahkan WIP kasur ke jalur
63 D 16 2 v
transportasi
64 Waiting lini jahit S 102 v
65 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 14 2 v
Jahit list (menyatukan tabeng + Quilting
66 O Mesin jahit list 240 1 v
bawah)
67 Adjust posisi I 56 1 v
68 Pasang lubang angin O Gunting 63 1 v
69 Fixing posisi ujung tabeng I 54 1 v
70 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 11 2 v
71 Merekatkan tabeng O Lem waterbased 177 1 v
Potong kelebihan kain vevenonwoven
72 O Gunting 1
(tarik) 59 v
73 Waiting Lini jahit S 356 v
74 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 19 2 v
75 Gunting kelebihan tabeng O Gunting 46 1 v
76 Jahit list (menyatukan tabeng + pillow top) O Mesin jahit list 298 1 v
77 Waiting lini assembly S 94 v
78 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 12 2 v
79 Pasang busa titpis pillow top O Lem hotmelt 194 1 v
80 Pasang busa tebal pillow top O Lem hotmelt 160 1 v

127
81 Ambil Quilting pillow top T 20 1 v
82 Pasang Quilting pillow top O Lem hotmelt 158 1 v
83 Gunting kelebihan vevenonwoven O Gunting 45 1 v
84 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 36 2 v
85 Pasang gulungan list ke mesin jahit D Mesin jahit list 51 1 v
Jahit list (Quilting pillow top + pinggiran
86 O Mesin jahit list 1
vevenonwoven) 175 v
87 Jahit emblem sudut miring O Mesin jahit list 5 1 v
88 QC I 10 1 v
89 Waiting di angkat ke lini packaging S 137 v
90 Memindahkan FG ke lini packaging T 21 2 v
91 Pasang plastik O 128 2 v
92 Pasang karton sudut O 62 1 v
93 Adjust posisi I 48 2 v
Mesin mattress
94 O compress plastic 1
press + potong plastik depan packing bag 5 v
95 Adjust posisi I 41 2 v
Mesin mattress
96 O compress plastic 1
press + potong plastik belakang packing bag 5 v
97 Lipat plastik sudut dan lakban O Tape dispenser 61 1 v
Meletakan Inventory FG S 10 2 v

128
5. PAM 5
Tabel 5 PAM 5

Jarak Waktu Jumlah Aktivitas Keteranga


No. Kegiatan Flow Mesin/alat
(m) (s) TK O T I S D n
Memindahkan kawat gulungan ke dalam
1 T Forklift, palet 720 2 v
mesin pembuat per
2 Set up mesin dan perbaiki mesin D Alat perkakas 165 1 v
3 Produksi per (1 set = 500 per) O Mesin pencetak per 924 1 v
4 Qc I Penggaris 10 1 v
5 Ikat dan pindahkan ke palet T Kawat, Palet 24 1 v
6 Pindahkan palet ke inventory T Forklift, palet 59 1 v
Tiang di mesin
7 Set up busa O 34 1 v
quilting
Tiang di mesin
8 Set up kain O 31 1 v
quilting
Tiang di mesin
9 Set up kain vevenonwoven O 34 1 v
quilting
10 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 31 1 v
11 Produksi kain quilting atas + bawah O Mesin quilting 514 1 v
Tiang di mesin
12 Set up busa O 69 1 v
quilting
Tiang di mesin
13 Set up kain O 62 1 v
quilting
Tiang di mesin
14 Set up kain vevenonwoven O 69 1 v
quilting
15 Set up jarum dan benang O Mesin quilting 62 1 v
129
16 Produksi quilting tabeng O Mesin quilting 1140 1 v
Transport ke lini gunting + set up posisi
17 T 180 2 v
siap digunting
18 Gunting tabeng (ukur dan gunting) O Gunting, penggaris 456 2 v
19 QC dan merapihkan I Gunting, penggaris 170 2 v
20 Transport ke inventory T 18 1 v
21 Obras Quilting body O Mesin obras, gunting 140 1 v
22 Gunting kain lebih setelah obras I Gunting 59 1 v
23 Transport ke inventory T 21 1 v
Meletakan Inventory S 5 1 v
24 Set up mesin jahit D Mesin jahit, benang 129 1 v
Jahit tabeng (2 warna kain, 1 kecil + 1
25 O Mesin jahit, benang 245 1 v
besar)
26 Transport ke inventory T 18 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum
S 5 1 v
assembly
27 Set up mesin jahit list D Mesin jahit, benang 38 1 v
28 Jahit list atas tabeng untuk pillow top O Mesin jahit, benang 74 1 v
29 Transport ke lini jahit T 23 1 v
Meletakan Inventory WIP sebelum dijahit S 4 1 v
30 Set up mesin jahit D Mesin jahit, benang 75 1 v
31 Jahit sambung tabeng O Meisn jahit, benang 235 1 v
32 Set up mesin jahit D Mesin jahit, benang 138 1 v
33 Jahit lidah untuk tarik pillow top O Mesin jahit, benang 980 1 v
34 Transport ke inventory T 19 1 v
130
Meletakan Inventory WIP sebelum
S 5 1 v
assembly
35 Set up mesin bordir D Mesin bordir, benang 350 1 v
36 Proses bordir O Mesin bordir, benang 660 1 v
Set up benang bawah yang habis / putus
37 D Mesin bordir, benang 140 1 v
(akumulasi)
38 Melipat dan bawa ke inventory T 146 1 v
Mesin rangka per,
39 Set up mesin pembuat rangka per O 429 1 v
penggaris
Mesin rangka per,
40 Proses rangka per atas O 480 1 v
kawat
Mesin rangka per,
41 Proses rangka per bawah O 508 1 v
kawat
C-ring tembak, per
42 Assembly rangka per O 1960 1 v
frame
43 Transfer ke inventory T 25 1 v
44 Waiting di ambil S 185 1 v
Transfer WIP rangka per ke lini assembly
45 T 28 1 v
selanjutnya
46 Pasang hardpading atas O Stapler 90 1 v
47 Ambil hardpading bawah T Stapler 27 1 v
48 Pasang hardpading bawah O Stapler 95 1 v
49 Pasang foam atas dan 4 sudut O 230 1 v
Lem foam + tempel hardpading hijau 4
50 O Lem hotmelt 78 1 v
sudut
131
51 Ambil busa T 30 1 v
52 Pasang busa atas O Lem hotmelt 154 1 v
53 Pasang kain vevenonwoven (tarik) O Stapler 280 1 v
54 Membalikan permukaan kasur (adjust) O 75 1 v
55 Ambil busa T 28 1 v
Penggaris kayu,
56 Potong busa endchased O 337 1 v
cutter
57 Pasang busa endchased O Lem hotmelt 301 1 v
58 Ambil busa T 28 1 v
59 Isi lem dan adjust D Lem hotmelt 89 1 v
60 Pasang busa bawah O Lem hotmelt 63 1 v
61 Pasang Quilting bawah O Lem hotmelt, stapler 340 1 v
62 Pasang tabeng O Lem hotmelt 75 1 v
Memindahkan WIP kasur ke jalur
63 D 16 2 v
transportasi
64 Waiting lini jahit S 120 v
65 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 11 2 v
Jahit list (menyatukan tabeng + Quilting
66 O Mesin jahit list 245 1 v
bawah)
67 Adjust posisi I 49 1 v
68 Pasang lubang angin O Gunting 62 1 v
69 Fixing posisi ujung tabeng I 50 1 v
70 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 10 2 v
71 Merekatkan tabeng O Lem waterbased 182 1 v

132
Potong kelebihan kain vevenonwoven
72 O Gunting 1
(tarik) 55 v
73 Waiting Lini jahit S 278 v
74 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 20 2 v
75 Gunting kelebihan tabeng O Gunting 50 1 v
Jahit list (menyatukan tabeng + pillow
76 O Mesin jahit list 1
top) 305 v
77 Waiting lini assembly S 99 v
78 Memindahkan WIP kasur ke lini assembly T 10 2 v
79 Pasang busa titpis pillow top O Lem hotmelt 192 1 v
80 Pasang busa tebal pillow top O Lem hotmelt 160 1 v
81 Ambil Quilting pillow top T 16 1 v
82 Pasang Quilting pillow top O Lem hotmelt 165 1 v
83 Gunting kelebihan vevenonwoven O Gunting 51 1 v
84 Memindahkan WIP kasur ke lini jahit T 31 2 v
85 Pasang gulungan list ke mesin jahit D Mesin jahit list 55 1 v
Jahit list (Quilting pillow top + pinggiran
86 O Mesin jahit list 1
vevenonwoven) 175 v
87 Jahit emblem sudut miring O Mesin jahit list 5 1 v
88 QC I 10 1 v
89 Waiting di angkat ke lini packaging S 137 v
90 Memindahkan FG ke lini packaging T 22 2 v
91 Pasang plastik O 128 2 v
92 Pasang karton sudut O 62 1 v
93 Adjust posisi I 44 2 v
133
Mesin mattress
94 O compress plastic 1
press + potong plastik depan packing bag 5 v
95 Adjust posisi I 41 2 v
Mesin mattress
96 O compress plastic 1
press + potong plastik belakang packing bag 5 v
97 Lipat plastik sudut dan lakban O Tape dispenser 67 1 v
Meletakan Inventory FG S 10 2 v

134
LAMPIRAN 2

Self assessment Indusgtri Hijau

135
Form Self assessment Industri Hijau
Tabel 6 Form Self assessment Industri Hijau

ASPEK BOBOT ULASAN


NO KRITERIA INDIKATOR SKOR NILAI
PENILAIAN (%) SINGKAT
A PROSES PRODUKSI 70
1) Program a. Kebijakan Ada Komitmen manajemen puncak
efisiensi perusahaan (top management), ada perencanaan
produksi dalam - (rencana kerja), dilaksanakan sesuai 4
penerapan dengan rencana serta dilakukan
efisiensi pemantauan/evaluasi
produksi
Ada Komitmen manajemen puncak
(top management), ada perencanaan
- (rencana kerja), dilaksanakan sesuai 3 3
dengan rencana, tapi tidak dilakukan
pemantauan/evaluasi
Ada Komitmen manajemen puncak
(top management), ada perencanaan
- 2
(rencana kerja), tapi belum
dilaksanakan
Ada Komitmen manajemen puncak
- (top management) tapi belum tersedia 1
program atau rencana kerja
Belum ada komitmen manajemen
- 0
puncak (top management)
b. Tingkat - > 75% tercapai 4
capaian
penerapan - 50 < x ≤ 75% tercapai 3

136
program - 25 < x ≤ 50% tercapai 2 2
sesuai dengan
komitmen - 0 < x ≤ 25% tercapai 1
perusahaan
dalam
meningkatkan Belum tercapai atau tidak ada
- 0
efisiensi program
produksi
2) Material a. Sertifikasi/izin 100% material input yang digunakan
Input Material Input - 4
memiliki sertifikat/izin
90 < x < 100% material input yang
- 3 3 SNI
digunakan memiliki sertifikat/izin
80 < x ≤ 90% material input yang
- 2
digunakan memiliki sertifikat/izin
70 < x ≤ 80% material input yang
- 1
digunakan memiliki sertifikat/izin
0 < x ≤ 70% material input yang
- 0
digunakan memiliki sertifikat/izin
b. Rasio produk Hasil
terhadap Penggunaan material input perhitungan
material input - menghasilkan per unit produk rata- 4 4 menunjukan
rata 97 < x ≤ 100% bahwa rasio
sebesar 98.5%
Penggunaan material input
- menghasilkan per unit produk rata- 3
rata 90 < x ≤ 97%
Penggunaan material input
- menghasilkan per unit produk rata- 2
rata 80 < x ≤ 90%

137
Penggunaan material input
- menghasilkan per unit produk rata- 1
rata 70 < x ≤ 80%
Penggunaan material input
- menghasilkan per unit produk rata- 0
rata 0 < x ≤70%
c. Upaya Telah melakukan efisiensi penggunaan
efisiensi - material input (raw material index 4
Penggunaan reduction) > 7,5%
Material Input
Telah melakukan efisiensi penggunaan
- material input (raw material index 3
reduction) 5,0 < x ≤ 7,5%
Telah melakukan efisiensi penggunaan
- material input (raw material index 2
reduction) 2,5 < x ≤ 5,0%
lem hotmelt,
pake stepler
Telah melakukan efisiensi penggunaan baru (untuk
- material input (raw material index 1 1 meminimalisir
reduction) 0 < x ≤ 2,5 % hardpadding,
hdg,
cottonsheet)

Belum melakukan upaya efisiensi


- 0
penggunaan material input

d. Substitusi Telah melakukan substitusi


material input - 4
100%
- Telah melakukan substitusi 3

138
60 < x < 100%
Telah melakukan substitusi
- 2
20 < x ≤ 60%
Telah melakukan substitusi lem hotmelt,
pake stepler
baru (untuk
meminimalisir
- 1 1
0 < x ≤ 20 % penggunaan
lem),
penggunaan per
m
- Belum melakukan substitusi 0
e. Penanganan Ditempatkan di gudang/ruangan
material input khusus untuk material input, dilakukan
pemantauan mutu material,
- 4
menerapkan prinsip FIFO (first in first
out), dipisahkan berdasarkan jenis
material
Ditempatkan di gudang/ruangan
khusus untuk material input, dilakukan
- pemantauan mutu material, 3
menerapkan prinsip FIFO (first in first
out)
Ditempatkan di
gudang/ruangan
Ditempatkan di gudang/ruangan khusus untuk
- khusus untuk material input, dilakukan 2 2 material input,
pemantauan mutu material dilakukan
pemantauan
mutu material,

139
dipisahkan
berdasarkan
jenis material
Ditempatkan di gudang/ruangan
- 1
khusus untuk material input
Belum ada upaya penanganan
- 0
material
3.) Energi a. Upaya Telah melakukan efisiensi penggunaan
efisiensi - energi (energy index reduction) 4
energi > 7,5%
Telah melakukan efisiensi penggunaan
- energi (energy index reduction) 3
5,0 < x ≤ 7,5%
Telah melakukan efisiensi penggunaan Mematikan
energi (energy index reduction) mesin pada saat
mesin tidak
dipakai dan
tidak
mematikan dan
menyalakan
- 2 2
mesin secara
2,5 < x ≤ 5,0% berturut-turut
karena hal
tersebut
mengambil
energi listrik
lebih banyak.
Telah melakukan efisiensi penggunaan
- 1
energi (energy index reduction)

140
0 < x ≤ 2,5%

- Belum ada upaya efisiensi energi 0


b. Upaya Rasio penggunaan energi terbarukan
Penggunaan - terhadap total penggunaan energi 4
Energi > 3,0%
Terbarukan
Rasio penggunaan energi terbarukan
- terhadap total penggunaan energi 3
2,0 < x ≤ 3,0%
Rasio penggunaan energi terbarukan
- terhadap total penggunaan energi 2
1,0 < x ≤ 2,0%
Rasio penggunaan energi terbarukan
- terhadap total penggunaan energi 1
0 < x ≤ 1,0%
Belum ada penggunaan energi
- 0 0
terbarukan
c. Melakukan Melakukan kegiatan manajemen
kegiatan - 4
energi setiap tahun
manajemen
energi Melakukan kegiatan manajemen
- 3
dibuktikan energi 2 tahun sekali
dengan
Melakukan kegiatan manajemen
adanya - 2
energi 3 tahun sekali
catatan
penggunaan
Melakukan kegiatan manajemen
- 1 1 energi listrik
energi > 3 tahun sekali
belum dicatat

141
tetapi mereka
menyimpan
bukti
pembayaran
lsitrik setiap
bulan.
Belum pernah melakukan kegiatan
- 0
manajemen energi
4) Air a. Upaya Telah melakukan efisiensi penggunaan
efisiensi air - air (water index reduction) 4
>15%
Telah melakukan efisiensi penggunaan
- air (energy index reduction) 3
10,0 < x ≤ 15,0%
Telah melakukan efisiensi penggunaan
- air (water index reduction) 2
5,0 < x ≤ 10,0%
Telah melakukan efisiensi penggunaan
- air (water index reduction) 1
0 < x ≤ 5,0 %
- Belum ada upaya efisiensi air 0
b. Penggunaan - >30% 4
air daur ulang
untuk proses - 20 < x ≤ 30% 3
produksi dan
atau utilitas - 10 < x ≤ 20% 2

- 0 < x ≤ 10% 1

142
- Belum melakukan daur ulang air 0
c. Upaya Upaya konservasi sumber air sudah
- 4
konservasi berjalan
sumber air Sudah melakukan kajian, perencanaan
(misalnya - 3
teknis dan konstruksi
membuat
Sudah melakukan kajian dan
sumur - 2
perencanaan teknis
resapan, bio
pori atau - Sudah melakukan kajian 1
penampungan
Belum melakukan upaya konservasi
air hujan) - 0
air
d. Melakukan Melakukan kegiatan manajemen air
kegiatan - 4
setiap tahun
manajemen
air yang Melakukan kegiatan manajemen air
- 3
dibuktikan 2 tahun sekali
dengan
Melakukan kegiatan manajemen air
adanya - 2
catatan 3 tahun sekali
Melakukan kegiatan manajemen air
- 1
> 3 tahun sekali
Belum pernah melakukan kegiatan
- 0
manajemen air
5) Teknologi a. Penerapan Melakukan Reduce, Reuse, Recycle
Proses Reduce, - 4
(3R) dalam kegiatan proses produksi
Reuse,
Melakukan Recycle dalam kegiatan
Recycle (3R) - 3
proses produksi

143
waste dari sisa
Melakukan Reuse dalam kegiatan
- 2 2 kain quilting jadi
proses produksi
hardpading,
Melakukan dalam Reduce kegiatan
- 1
proses produksi
Belum melakukan Reduce, Reuse,
- Recycle (3R) dalam kegiatan proses 0
produksi
b. Segregasi air Sudah melakukan segregasi air
buangan dari buangan dari proses produksi dan
proses - 4
pengolahan di IPAL sudah terpisah
produksi dengan air hujan dan limbah domestik
Sudah melakukan segregasi air
buangan dari proses produksi, namun
- 3
pengolahan di IPAL masih bercampur
dengan air hujan dan limbah domestik
Sudah ada fasilitas segregasi, namun
- 2
belum/tidak beroperasi
Sudah ada perencanaan segregasi air
- 1
buangan
Belum ada perencanaan segregasi air
- 0
buangan
c. Inovasi Melakukan penggantian
- 4 4
Teknologi mesin/peralatan
Proses Untuk - Melakukan modifikasi mesin/peralatan 3
Jangka Waktu
1 Tahun Sudah ada perencanaan penggantian
- 2
Terakhir mesin/peralatan
Sudah ada perencanaan modifikasi
- 1
mesin/peralatan
144
Belum ada perencanaan penggantian
- 0
atau modifikasi mesin/peralatan
d. Kinerja
Peralatan
1.) Batch Overall Equipment Effectiveness
System - 4 4
≥ 85,0%
Overall Equipment Effectiveness
- 3
60,0 ≤ x < 85,0%
Overall Equipment Effectiveness
- 2
40,0 ≤ x < 60,0 %
Overall Equipment Effectiveness
- 1
20,0 ≤ x < 40,0 %
Overall Equipment Effectiveness
- 0
< 20,0%
2.) Continuous Overall Equipment Effectiveness
System - 4
≥ 95,0%
Overall Equipment Effectiveness
- 3
70,0 ≤ x < 95%
Overall Equipment Effectiveness
- 2
50,0 ≤ x < 70,0%
Overall Equipment Effectiveness
- 1
30,0 ≤ x < 50,0%
Overall Equipment Effectiveness
- 0
0 < x < 30,0%

145
e. Penerapan Tersedia tiga SOP (penanganan
SOP - material input, proses produksi dan 4
penanganan maintenance); dilaksanakan
material input, Tersedia dua SOP (penanganan
proses material input dan/atau proses
produksi, dan - 3
produksi dan/atau maintenance);
maintenance dilaksanakan
Tersedia satu SOP (penanganan
- material input/proses 2 2
produksi/maintenance); dilaksanakan
Tersedia minimal satu jenis SOP
(penanganan material input/proses
- 1
produksi/maintenance); tetapi tidak
dilaksanakan
Belum memiliki SOP penanganan
- material input dan/atau proses 0
produksi dan/atau maintenance
f. Inovasi produk Dalam tahap sudah atau sedang
- 4 4
memperoleh paten
- Komersial 3
- Sedang dalam tahap uji coba 2
- Masih dalam tahap kajian 1
- Belum ada inovasi 0
g. Tingkat - ≤ 0,5% 4 4
produk reject
/defect - 0,5 < x ≤ 1,0% 3
terhadap total
produk - 1,0 < x ≤ 1,5% 2

146
- 1,5 < x ≤ 2,0% 1

- > 2,0% 0
6) Sumber Daya a. Peningkatan Peningkatan kapasitas SDM proses
Manusia kapasitas SDM produksi memenuhi persyaratan
proses - eksternal dan internal 4
produksi yang 100%
memenuhi
Peningkatan kapasitas SDM proses
persyaratan
produksi memenuhi persyaratan
- eksternal dan internal 3
65 < x < 100%
Peningkatan kapasitas SDM proses
produksi memenuhi persyaratan
- eksternal dan internal 2
35 < x ≤ 65%
Peningkatan kapasitas SDM proses
produksi memenuhi persyaratan
- eksternal dan internal 1
0 < x ≤ 35%
Belum ada upaya Peningkatan
kapasitas SDM proses produksi
- 0 0
memenuhi persyaratan eksternal dan
internal
b Jumlah SDM Jumlah SDM yang sudah memperoleh
yang sudah - pelatihan kompetensi 4
memperoleh > 15%
pelatihan
kompetensi Jumlah SDM yang sudah memperoleh
- 3
pelatihan kompetensi

147
10,0 < x ≤ 15,0%
Jumlah SDM yang sudah memperoleh
- pelatihan kompetensi 2
5,0 < x ≤ 10,0%
Jumlah SDM yang sudah memperoleh
- pelatihan kompetensi 1
0 < x ≤ 5,0%
Belum ada SDM yang memperoleh
- 0 0
pelatihan kompetensi
7) Lingkungan Melakukan Ada program, dijalankan secara
Kerja di Ruang pemantauan - 4
berkala setiap 6 bulan sekali
Proses Produksi dan penilaian
Ada program, dijalankan secara
kinerja K3L - 3
berkala setiap 1 tahun sekali
sesuai
Peraturan Ada program, dijalankan secara
- 2
Menteri berkala setiap 2 tahun sekali
Tenaga Kerja penggunaan
dan safety
Transmigrasi Ada program, dijalankan secara
- 1 1 equipment
No. 13 Tahun berkala lebih dari 2 tahun sekali
(glove, goggle,
2011 dan mask)
Belum ada program pemantauan dan
- 0
penilaian kinerja K3L
KINERJA PENGELOLAAN LIMBAH /
B 20
EMISI
a. Limbah Cair
- 100% memenuhi 4

148
- 98 < x < 100% memenuhi 3

1) Pemenuhan - 95 < x ≤ 98% memenuhi 2


Baku Mutu
Lingkungan - 90 < x ≤ 95% memenuhi 1

- ≤ 90% memenuhi 0

b. Limbah Gas
dan Debu - 100% memenuhi 4

- 98 < x < 100% memenuhi 3

- 95 < x ≤ 98% memenuhi 2

- 90 < x ≤ 95% memenuhi 1

- ≤ 90% memenuhi 0 0

2) Sarana a. Operasional Sarana lengkap dan seluruhnya


Pengelolaan sarana - 4
beroperasi dengan baik
Limbah / Emisi pengelolaan
Sarana lengkap, tapi hanya beroperasi
limbah dan - 3
sebagian
emisi (sesuai
persyaratan Sarana tidak lengkap dan semua
- 2 2
yang berlaku) sarana beroperasi dengan baik
Sarana tidak lengkap dan tidak
- 1
dioperasikan

149
Belum ada sarana pengelolaan limbah
- 0
/ emisi
b. Pengelolaan Terdapat sarana, beroperasi serta
- 4
Limbah B3 memiliki izin
(perizinan dan Terdapat sarana, beroperasi tapi tidak
prasarana - 3
memiliki izin
sesuai Terdapat sarana, memiliki izin tidak
persyaratan - 2
beroperasi
yang berlaku)
Terdapat sarana, tapi tidak memiliki
- 1
izin dan tidak beroperasi
Belum ada sarana pengelolaan limbah
- 0 0
B3
C MANAJEMEN PERUSAHAAN 10
1) Sertifikasi a. Produk 75 < x ≤ 100% produk memiliki
- 4
sertifikat
50 < x ≤ 75% produk memiliki
- 3
sertifikat
25 < x ≤ 50% produk memiliki
- 2
sertifikat
0 < x ≤ 25% produk memiliki
- 1
sertifikat
proses
- Belum ada produk memiliki sertifikat 0 0 sertifikasi SGS
ASTM F1566
b. Sistem Memiliki perencanaan,
Manajemen mengimplementasikan, melakukan
yang - 4
monev dan melakukan rencana aksi
dibuktikan sistem manajemen
150
dengan
dokumen

Memiliki perencanaan,
- mengimplementasikan dan melakukan 3
monev
Memiliki perencanaan dan sudah
- 2
mengimplementasikan
memiliki
perencanaan
sistem
Memiliki perencanaan sistem manajemen
- 1 1
manajemen tetapi belum
memilki
sertifikat
manajemen
Belum memiliki sertifikat sistem
- 0
manajemen
2) CSR a. Penerapan Ada kebijakan CSR yang
CSR yang berkelanjutan, dilaksanakan, dilakukan
- 4 4
berkelanjutan pemantauan dan evaluasi serta ada
pelaporan
Ada kebijakan CSR yang
berkelanjutan, sudah dilaksanakan,
- 3
dilakukan pemantauan dan evaluasi,
tapi tidak ada pelaporan

151
Ada kebijakan CSR yang
berkelanjutan, sudah dilaksanakan,
- 2
namun belum dilakukan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan

Ada kebijakan CSR yang berkelanjutan


- 1
namun belum dilaksanakan
Belum ada kebijakan CSR yang
- 0
berkelanjutan
b. Program CSR Memiliki >3 Program CSR yang
yang - 4 4
berkelanjutan
berkelanjutan
Memiliki 3 Program CSR yang
- 3
berkelanjutan
Memiliki 2 Program CSR yang
- 2
berkelanjutan
Memiliki 1 Program CSR yang
- 1
berkelanjutan
- Tidak menerapkan CSR 0
3) Penghargaan Penghargaan
terkait bidang - > 3 penghargaan 4
produksi dan
pengelolaan - 3 penghargaan 3
lingkungan
industri yang
- 2 penghargaan 2
pernah
diterima
dalam jangka - 1 penghargaan 1

152
waktu 1 tahun
terakhir - Belum ada penghargaan 0 0

4) Kesehatan Pemeriksaan Dilakukan medical check up secara


karyawan kesehatan - 4
periodik setiap 1 tahun sekali
karyawan
Dilakukan medical check up secara
- 3
periodik setiap 2 tahun sekali
Asuransi BPJS
Dilakukan medical check up secara
- 2 2 untuk seluruh
periodik setiap 3 tahun sekali
karyawan
Dilakukan medical check up secara
- 1
periodik setiap >3 tahun
Belum pernah dilakukan medical check
- 0
up

153

Anda mungkin juga menyukai