Anda di halaman 1dari 19

Setiap orang pasti pernah mengalami stres saat bekerja.

Akibat stres, sering kali apa yang


dikerjakan hasilnya menjadi tidak maksimal, bahkan bisa berantakan. Penelitian yang pernah
dilakukan Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI) terhadap para pekerja kantor di Indonesia pada tahun 1990-an menunjukkan, sekitar 30
persen karyawan pernah mengalami stres di tempat kerja dengan beragam keluhan mulai dari
yang ringan sampai berat. "Harus disadari, 15-30 persen pekerja pernah mengalami masalah
kesehatan jiwa," ujar Ketua Program Studi Magister Kedokteran Kerja, FKUI, dr Dewi S
Soemarko, MS, SpOK, Selasa (19/7/2011) di Jakarta. Menurut Dewi, faktor risiko stres kerja
dapat dipengaruhi dari lingkungan kerja (bising, tata ruang, suhu, pencahayaan), beban kerja,
peran individu dalam organisasi dan faktor individu itu sendiri. "Dan itu memang sudah terbukti,
di beberapa tempat memang stres itu ada. Tapi itu kan bisa recovery, itu tidak menetap
istilahnya," ujarnya. Untuk mengukur tingkat stres kerja seseorang, kata Dewi, dapat dilakukan
lewat metode kuisioner. Dengan kuisioner dapat diihat berapa banyak pekerja yang mengalami
stres mulai dari ringan, sedang, sampai berat. Penanganan harus difokuskan bagi mereka yang
diketahui mengalami stres sedang dan berat. Pasalnya, jika tidak segera ditolong dan dibiarkan,
hal itu akan berakibat lebih buruk. Sementara untuk mereka yang tres ringan, hal ini tidak perlu
terlalu dikhawatirkan karena semua orang pasti stres. Menurut Dewi, mengurangi stres bekerja
umumnya dapat dilakukan oleh individu maupun perusahaan. Dari individu, yang harus
dilakukan adalah menerima semua keadaan dengan pasrah, belajar untuk rileks, latihan
mengontrol emosi, tidur dan istirahat yang cukup, serta makan teratur dengan menu seimbang.
Sementara dari perusahaan, salah satu cara untuk mengurangi stres kerja adalah berekreasi
bersama-sama, misalnya dalam bentuk kegiatan kerohanian dan diskusi. "Itu sebenarnya salah
satu hal untuk mengurangi rasa stres. Karena kalau perusahaan sendiri enggak tahu apa mau
karyawan, mereka juga akan stres," ujarnya. Lebih lanjut Dewi mengatakan, beberapa
perusahaan besar umumnya sudah banyak yang mengaplikasikan program manajemen stres atau
program pendampingan untuk pekerja. Dalam hal ini, pekerja-pekerja yang memang dirasakan
perlu pendampingan biasanya akan didampingi oleh psikolog dan psikiater di mana pekerja bisa
curhat, mengeluarkan masalah, dan diberikan solusi. "Jadi perusahaan-perusahaan besar sudah
melakukan itu, terutama perusahaan migas," ujarnya. Diperlukan usaha untuk dapat mengenali
tanda-tanda stres kerja sejak dini. Dewi memaparkan, ada tiga hal yang dapat dijadikan patokan
untuk mendeteksi secara dini seorang pekerja yang mengalami stres. 1. Emotional warning sign:
cemas, gangguan tidur, marah, susah konsentrasi, sedih, mood sering tidak baik. 2. Physical
warning sign: postur tubuh berubah, keringat dingin, kelelahan kronik, dan psikosomatik. 3.
Behaviour warning sign: reaksi berlebihan, minum alkohol, menarik diri, ganti-ganti pekerjaan,
dan merasa lesu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "30 Persen Pekerja Kantor Alami Stres",
https://lifestyle.kompas.com/read/2011/07/20/10232458/30.persen.pekerja.kantor.alami.stres.

Kita tahu bahwa tidak semua orang mencintai pekerjaan atau tempat bekerjanya. Namun, bila
Anda mencoba bertahan dan menganggap wajar semua hal buruk terjadi, Anda justru berpotensi
mengalami stres dan ini akan terbawa kepada aspek kehidupan lainnya. Artikel ini akan
membahas beberapa hal yang dapat menyebabkan Anda stres di kantor atau tempat bekerja.
Sadar atau tidak, mungkin beberapa hal di bawah ini pernah atau sedang Anda alami.
1. Atasan yang ‘penuntut’
Dalam pekerjaan, terdapat banyak jenis atasan. Pada dasarnya, atasan akan bersikap dan
berperilaku seperti apapun untuk mendapatkan kinerja yang sempurna dari perusahaan.
Kecenderungan seperti itu sangat memungkinkan atasan memiliki sikap ‘penuntut’. Baik
secara lembut ataupun dengan cara mendikte, atasan pasti menuntut kualitas pekerjaan
Anda. Kondisi seperti ini berpotensi membuat stres. Solusi yang bisa Anda lakukan
adalah mencoba memahami alasan atasan dalam menuntut. Untuk menghindari stes,
Anda bisa menilai positif bagaimanapun cara atasan menuntut kualitas kerja. Hindari
perasaan merasa gagal dalam menjadi pegawai, karena itu akan membuat Anda kian
merasa stres. Baca juga : 2 Tipe Atasan dari Neraka yang Dimiliki Semua Orang
2. Konflik dengan rekan kerja Di mayoritas kantor,
Anda ditempatkan di mana seharusnya berada. Artinya, perusahaan menempatkan Anda untuk
bekerja sama dengan orang yang tepat. Namun, hal ini tidak selamanya terjadi. Kemungkinan
buruk adalah Anda mendapat rekan kerja yang tidak cocok. Ketidakcocokan dalam bekerja
rentan menimbulkan konflik antar pegawai. Konflik berkelanjutan jelas membuat stres dan tidak
optimal dalam bekerja. Solusi dalam hal ini, cobalah tidak membawa sentimen pribadi dalam
menjalankan aktivitas kerja di kantor. Sugestikan diri bahwa Anda memiliki kewajiban memberi
potensi terbaik dalam bekerja untuk menghidupi perekonomian Anda. Baca juga : Dihina Rekan
Kerja, Bagaimana Harus Merespon?
3. Beban kerja
Perampingan jumlah karyawan sering dipilih perusahaan sebagai cara untuk menghemat
pengeluaran perusahaan. Namun, ternyata hal ini tidak selamanya berdampak baik untuk
perusahaan, khsususnya karyawan itu sendiri. Hal tersebut pastinya menyebabkan beban kerja
yang harus ditanggung oleh setiap karyawan menjadi lebih banyak. Ilustrasi ketiduran di kantor
Ilustrasi ketiduran di kantor(SaHo_H) Selain beban kerja, hal tersebut dapat membuat jam kerja
lebih panjang daripada biasanya. Tentunya hal tersebut dapat memicu stres. Pola hidup karyawan
juga akan menjadi tidak teratur, dan ini ada kaitannya dengan pola makan, jatah waktu untuk
berolahraga, jatah waktu untuk refreshing di luar jam kantor dan di akhir pekan. Semuanya dapat
membuat Anda bekerja kurang optimal dari sebelumnya, dan selanjutnya hal tersebut berkaitan
dengan bagaimana atasan menilai pekerjaan Anda. Nilai buruk dari atasan tentu menambah
deretan pemicu stres di lingkungan pekerjaan. Baca juga : Yang Perlu Dilakukan Jika Rekan
Anda Gajinya Lebih Besar
4. Perasaan takut kehilangan pekerjaan
Nilai-nilai yang diberikan perusahaan tentu berpengaruh pada aspek psikologis Anda dalam
bekerja. Misalnya, nilai buruk yang diberikan atasan tentu membuat Anda kehilangan rasa
percaya diri. Anda akan merasa bahwa posisi di perusahaan menjadi terancam. Perasaan tersebut
sangat mungkin memicu stres dalam bekerja. Rasa takut kehilangan pekerjaan secara tidak
langsung akan terus menerus menekan mental. Lalu, bagaimana mengatasinya? Selain terus
mencoba menjadi lebih baik, cobalah kesampingkan perasaan takut kehilangan pekerjaan itu.
Dalam melakukan setiap tugas, fokuslah pada tujuan dari tugas tersebut tanpa membawa rasa
cemas akan penilaian perusahaan. Baca juga : Pilih Mana: Gaji Besar Atau Pekerjaan yang
Memuaskan?
5. Kurangnya komunikasi
Tempat bekerja mau tidak mau menjadi tempat di mana Anda menghabiskan sebagian besar
waktu. Seperti di rumah, bangunlah jaringan komunikasi yang baik di kantor. Kurangnya
komunikasi dalam bekerja akan menghadirkan paranoia sendiri dalam benak Anda. Perasaan
tersebut akan seperti menyudutkan. Cobalah menegur rekan kerja dan sering membuka topik di
luar pekerjaan dengan rekan kerja, dengan atasan, atau dengan siapapun yang berada di kantor.
Hal tersebut akan memberi efek ‘penerimaan’ bagi Anda di perusahaan. Rasa nyaman tersebut
akan menghindarkan dari stres berada di tempat kerja.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Hal yang Bisa Jadi Penyebab Stres di
Kantor", https://lifestyle.kompas.com/read/2018/01/08/161800120/5-hal-yang-bisa-jadi-
penyebab-stres-di-kantor.

Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya sangat
penting dalam kaitannya dengan produktfitas kerja karyawan. Belum lagi banyaknya faktor yang
mempengaruhi kita bisa stres. Seperti faktor dari lingkungan kerjaan yang membuat kita harus bisa
menyusaikan diri dengan lingkungan sekitar. Menurut Hartono dan Boy (2012) stres adalah suatu
bentuk gangguan emosi yang di sebabkan adany atekanan yang tidak dapat diatasi oleh individu.
Stres terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam
kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa-peristiwa tersebut di sebut stresor, dan reaksi orang
terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres. Stres yang berlanjut dapat menimbulkan
gangguan emosi yang menyakitkan seperti kecemasan dan depresi.

Sumber-sumber stres harus di sadari dan harus tahu bagaimana bisa mengatasinya. Dalam
mengatasinya juga harus di pikirkan secara matang. Stres dalam pekerjaan bisa membuat pekerja
menjadi tidak sehat, tidak produktif dalam bekerja dan kurang nyaman di tempat kerja. Stres di
tempat kerja dapat menjadi masalah utuk organisasi dan untuk para pekerjanya. Manajemen dan
organisasi yang baik dapat memberikan layanan pencegah stres, pengusaha dan atasan di tempat
kerja dapat melindungi para pekerja yang mengalami stres terkait dengan pekerjaan.

Terkadang karyawan sering mengalami stres yang berlebihan dan menimbulkan tingkat
depresi. Hampir di indonesia tingkat depresi karyawan cukup tinggi. Di karenakan dari
lingkungan luar atau juga dari lingkungan dalam kerja. Banyak karyawan yang di PHK juga
penyebab dari stres dan berlanjut ke depresi tingkat ringan. Menurut (Lubis, 2009) Depresi
merupakan gangguan mental yang sering terjadi ditengah masyarakat. Berawal dari stres yang
tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. (Rathus dalam Lubis, 2009) menyatakan
orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi,
motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisi. Menurut (Atkinson dalam Lubis,
2009) depresi sebagai suatu gangguan yang mood yang dicirikan tak ada harapan dan patah hati,
ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak
mampu berkonsentrasi, tak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri.

Aamodth (2010) mengatakan bahwa banyak kejadian dan faktor bisa dianggap stres, dan, seperti
yang dinyatakan sebelumnya, apa yang menimbulkan stres bagi satu orang mungkin tidak untuk
yang lain. Sekali lagi, apa yang menentukan apakah sesuatu akan menjadi stressor tergantung
banyak pada pentingnya dan jumlah pengendalian dirasakan. Stres dapat dikelompokkan dalam
dua kategori besar: pribadi dan pekerjaan.

Personal Stressor sumber pribadi dari stres dengan masalah di luar pekerjaan seperti keluarga dan
hubungan intim, perkawinan, perceraian, masalah kesehatan, masalah keuangan, dan
membesarkan anak-anak. orang yang sulit dan marah juga merupakan sumber stres karena konflik
mereka menyebabkan dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan kita. Selain itu, harus berurusan
dengan perubahan hidup dapat sangat stres. Bahkan, banyak stres dapat dianggap sebagai reaksi
kita untuk berubah, apakah perubahan itu pindah ke rumah baru, mengakhiri atau memulai sebuah
hubungan baru, atau mengubah diri kita sendiri.

Kalau ditanya “apa itu penyebab stres”. Hampir semuanya tidak bisa di jelaskan. Karena terlalu
banyak penyebab dari stres tersebut. Menurut Khairani (2016) umunya penyebab stres adalah suatu
keinginan yang tidak terpenuhi atau suatu keinginan khawatir apabila tidak terpenuhi. Suatu
perasaan / emosional yang memicu metabolisme tubuh untuk bekerja yang secara alamiah normal,
tetapi bila metabolisme ini sering terjadi dapat menyebabkan over load / kerja yang berlebihan
yang selanjutnya dapat mempengaruhi metabolisme yang lain menjadi tidak normal lagi. Dan
inilah yang sangat dirasakan oleh penderita / individu yang tercetus menjadi gejala fisik yang tidak
diketajui / secara sadar apa penyebabnya. Lihat juga mekanisme terjadinya stres.

Ada beberapa penyebab stres yang kadang-kadang tidak diketahui oleh yang bersangkutan antara
lain:

1. Beban fisik yang relatif lama


2. Ketidak puasan terhadap pencapaian hasil upaya/merasa superior.
3. Kekhawatiran terhadap sesuatu / kurang percaya diri
4. Kegagalan dlaam usaha.

Dari semua itu bisa kita lihat. Karyawan yang stres mempunya beban yang berat. Beban itu bisa
berasal dari tempat kerjanya yang lingkungannya tidak ada komukasi sama sekali atau juga bisa
di sebabkan tempat kerja yang tidak ergonomis sehingga membuat beban para karyawan.

Dalam bekerja kamunikasi sangat penting. Agar selain mempunyai teman bicara dikantor tetapi
bisa mempunya teman yang bisa mendengarkan semua keluh kesah. Muhammad (2009)
menyebutkan bahwa dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan lancar
dan begitu pula sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi dapat macet atau
berantakan. Tanpa komunikasi yang efektif di antara berbagai pihak, pola hubungan yang kita
sebut organisasi tidak akan melayani kebutuhan seseorang dengan baik.

Tempat kerja yang tidak ergonomis juga penyebab dari stres para karyawan. Ruangan yang sempit
bisa mempengaruhi kenerja para karyawan. Ruangan yang ergonimis yaitu ruangan yang bisa
membuat karyawan bergerak secara bisa tanpa perlu terbebani. Selain itu, ada banyak faktor yang
mempengaruhi stres dalam bekerja dan bisanya karyawan banyak yang mengalaminya. Menurut
Anatan & Ellitan (2009) adapun faktor-faktor penyebab stres pada karyawan meliputi :

1. Stresor dari luar organisasi (extra organizational stresor ) yang meliputi perubahan sosial
dan tekhnologi yang mengakibatkan perubahan life style individu, perubahan ekonomi dan
finansial yang mempengaruhi pola kerja individu, mencari the second job.
2. Stresor dari dalam organisasi (organizational stresor) yang meliputi kondisi kebijakan,
strategi administrasi, strukutur dan desain organisasi, proses organisasi dan kondisi
lingkungan kerja.
3. Stresor dari kelompok dalam organisasi (group stresor) yang muncul akibat kurangnya
kesatuan dalam pelaksanaan tugas kerja terutama terjadi pada level bawah, kurangnya
dukungan dari atasan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan, munculnya konflik
antar personal, interpersonal, dan antar personal.
4. Stresor dari dalam diri individu (individu stresor) yang muncul akibat role ambiguity dan
konflik. Seperti beban kerja yang terlalu berat dan kurangnya pengawasan pihak
perusahaan.

Setelah semua tentang faktor-faktor terjadinya stres pada karyawan sudah diketahui. Ada cara
bagaimana mengatasi stres saat di lingkungan kerja / organisasi:

1. Jalin keakraban dengan karyawan lain

Mulailah berkumunikasi dengan karyawan yang lain selain untuk pekerjaan juga untuk
menyambung tali silaturahmi.

2. Olahraga secara rutin

Dengan berolahraga walau ringan akan tetapi dilakukan secara rutin akan meningkatkan daya
tahan tubuh dalam mengatasi berbagai macam hal yang bisa menyebabkan seseorang
mengalami stress maupun depresi. Hal ini didukung dengan adanya penelitian tyang telah
menunjukkan bahwa olahraga dapat meningkatkan kesehatan seseorang baik secara mental dan
fisik.

3. Cukup Istirahat Tidur

Tidur adalah waktu ketika seseorang mengisi ulang otak dan tubuh. Karenanya, kualitas dan
jumlah tidur yang didapatkan akan mempengaruhi suasana hati, tingkat energi, konsentrasi dan
fungsi tubuh secara keseluruhan. Untuk itu penting juga kita memperhatikan akan kualitas
kuantitas tidur yang baik untuk kesehatan. Karena dengan istirahat yang cukup akan sangat
mendukung kita bekerja dengan baik dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kita sehari-
hari.

4. Berwisata setiap liburan

Setiap perusahaan pasti memiliki jadwal libur mingguan bagi karyawannya. Manfaatkanlah
setiap masa liburan untuk berwisata bersama keluarga untuk menghilangkan rasa suntuk di
kantor. Percayalah setiap selesai liburan maka pikiran akan kembali segar dan siap untuk
bekerja esok harinya

5. Makan makanan sehat

Tututan kerja memerlukan kondisi tubuh yang prima. Di samping olahraga makanan yang di
konsumsi juga memiliki andil dalam menjaga kesehatan tubuh. Makanan sehat sangat
diperlukan untuk menutrisi otak agar dapat digunakan berpikir keras dan menjaga konsentrasi.

Daftar Pustaka
Aamondt, M.G. 2010. Industrial/organizational psychology: An applied approach, 6th edition.
United State of America: Wadsworth.

Anatan, Lina dan Ellitan, Lena. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Bisnis Modern.
Bandung: Alfabeta.

Hartono dan Boy. 2012. Psikologi konseling: Edisi revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Lubis, N.L. 2009. Depresi tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Muhammad, Arni. 2009, Komunikasi Organisasi: Edisi 11. Jakarta: Bumi Aksara.

https://pioupj.wordpress.com/2017/03/19/stres-kerja-pada-karyawan/

Mengalami stres di tempat kerja adalah hal yang tidak dapat dihindari untuk para pekerja
profesional. Namun jika dibiarkan, kondisi ini dapat memberikan pengaruh besar kepada kualitas
kerja hingga memengaruhi kualitas hidup Anda, lho, Rekan Kerja. Bahkan, stres akibat pekerjaan
dapat menyebabkan gangguan saraf, menyebabkan insomnia, dan berkontribusi pada masalah
kesehatan seperti penyakit jantung dan depresi. Tentu Anda tidak ingin hal ini terjadi bukan?

Nah untuk itu, Anda harus dapat segera menemukan sumber masalah stres untuk membantu Anda
melawannya. Berikut adalah tipe stres di tempat kerja yang harus Anda kenali dan juga cara
mengatasinya.

1. Selalu sibuk tanpa jeda

Selalu sibuk bekerja (Sumber: huffingtonpost.com)

Ciri-ciri tipe stres yang satu ini biasanya dapat dilihat dari mobilitas kerja Anda yang selalu sibuk
dari datang hingga waktu jam pulang kantor. Bahkan, lembur sudah menjadi kegiatan yang biasa
untuk Anda. Anda seperti tidak bisa mengatur jam kerja sendiri, dan malah seperti dikendalikan
oleh orang lain. Saat satu pekerjaan sudah hampir selesai, tiba-tiba Anda mendapat tugas
berikutnya dari atasan. Anda tidak bisa bekerja dengan gaya sendiri atau memilih project yang
ingin Anda kerjakan.

Jenis pekerjaan yang dikenal sebagai “high demand, low control” ini dapat menyebabkan tekanan
psikologis, kata Peter L. Schnall, MD, seorang ahli stres kerja dari University of California. Solusi
untuk menghadapi stres akibat gaya kerja semacam ini dapat diatasi dengan lebih terlibat dalam
pengambilan keputusan.

2. Pekerjaan yang kurang dihargai

Pekerjaan kurang dihargai (Sumber: lifehack.org)

Apakah Anda telah bekerja dengan sangat keras, tetapi merasa tidak menerima kredit atau
kompensasi yang sepadan? Walaupun sudah banyak sekali usaha serta pengorbanan, bahkan
keringat dan air mata yang telah Anda lakukan untuk atasan, tetapi Anda belum menerima
kenaikan gaji, promosi, atau bahkan pengakuan yang lebih dari atasan. Semua jerih payah yang
telah Anda lakukan hanya membuat atasan terlihat lebih baik di hadapan pimpinan.

Kondisi “ketidakseimbangan imbalan-kerja” ini dapat memicu munculnya stres kepada mereka
terutama orang-orang yang begitu semangat untuk mengejar pengakuan di kantor. Untuk
mengatasi sumber stres yang satu ini, Anda dapat mencoba untuk mendiskusikan tujuan karir Anda
kedepan bersama atasan. Mungkin Anda tidak akan mendapatkan imbalan yang diinginkan dalam
waktu dekat. Namun, Anda bisa mendapatkan gambaran tentang cara memperbaiki diri dan
mengatur strategi karir kedepan.
3. Tempat kerja yang tidak adil dan tidak hormat pada karyawan

Merasa tidak adil (Sumber: wholefoodscience.com)

Keputusan manajemen yang tidak berdasar dan sewenang-wenang, karyawan yang diperlakukan
seperti anak-anak, atau adanya perilaku tidak adil dari atasan dapat menjadi sumber stres dalam
bekerja. Tempat kerja yang tidak ada rasa hormat kepada karyawan, atau tidak transparan juga
cenderung membuat karyawan tertekan. Dr Schnall mengatakan, “kapan pun seseorang merasa
mereka diperlakukan secara berbeda atau tidak adil, ia akan mengalami stres yang berpotensi
membahayakan untuk mereka”.

Mungkin Anda tidak bisa mengatur suasana di tempat kerja jika ada masalah seperti ini, namun
Anda dapat mengeskalasi masalah ini kepada bagian HR yang dapat dipercaya.

4. Merasa tersingkir
Merasa tersingkir atau sendiri (Sumber: calmindia.com)

Karyawan yang merasa tersingkir pasti membuat mereka seperti sendirian. Anda merasa tidak
mendapatkan bantuan atau bimbingan yang cukup dari atasan. Saat Anda ingin mencurahkan isi
hati, tidak ada orang atau kolega yang dapat Anda percaya untuk mendengarkan cerita Anda.

Pendukung karir terbaik di tempat kerja adalah atasan, sedangkan kolega adalah orang yang akan
memberikan dukungan emosional. Jika Anda tidak mendapatkan keduanya, maka Anda akan
merasa seperti orang asing yang terdampar di tempat kerja. Cobalah untuk memperbaiki hubungan
sosial di kantor dengan cara mengomunikasikan kebutuhan Anda pada atasan, dan berbicara lebih
personal dengan kolega.

5. Menjadi tahanan teknologi


Technostress (Sumber: glocalthinking.com)

Sebagian besar kantor biasanya akan menyediakan laptop atau ponsel perusahaan untuk para
karyawannya. Berkat adanya kebijakan ini, atasan menjadi bebas untuk menghubungi Anda setiap
saat dan setiap waktu. Jika Anda terus-menerus terhubung dengan urusan kantor, Anda dapat
kesulitan dalam membedakan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Menurut Dr Rosch, seorang profesor klinis kedokteran dan psikiatri di New York Medical College,
technostress merupakan sebuah masalah penting yang semakin berkembang saat ini. Nah, untuk
melindungi diri dari stres mental dan fisik akibat teknologi, Anda harus tahu bagaimana caranya
untuk beristirahat dari gadget. Matikanlah gadget kantor Anda dan jadwalkan waktu tenang,
misalnya antara jam 9 malam hingga 8 pagi. Fokuskan diri Anda untuk relaksasi dan
membersihkan pikiran dari urusan pekerjaan.

6. Stres akibat kelelahan


Stres karena kelelahan (Sumber: internationalworkplace.com)

Karyawan bisa menjadi stres saat ia benar-benar merasa lelah, baik secara fisik maupun emosional,
hingga ke titik Anda menjadi sulit untuk berfungsi atau bekerja dengan baik. Kelelahan yang luar
biasa berasal dari stres yang berhubungan dengan intensitas kerja yang berkepanjangan. Burnout
atau kelelahan paling sering terjadi pada pekerjaan dengan lingkungan kerja berisiko tinggi.
Namun, tentu hal ini juga dapat terjadi pada hampir semua tipe pekerjaan.

Biasanya, tubuh Anda akan memberikan sinyal awal seperti pusing hingga ingin muntah karena
terlalu banyak berpikir. Bahkan stres yang berkepanjangan juga dapat membuat suasana hati
menjadi negatif, kurangnya motivasi hingga depresi. Jika Anda mengalami hal ini, langsung
diskusikan dengan atasan dan ajukan cuti.

7. Stres karena takut

Stres karena takut (Sumber: dreamstime.com)

Seorang penulis bernama Robert Maurer mengungkapkan bahwa stres merupakan samaran dari
rasa takut untuk pegawai, khususnya mereka yang berada di level atas. Gejala yang muncul akibat
stres ini seperti otot yang tegang dan kaku, gangguan tidur hingga tidak adanya nafsu makan.
Gejala ini sama seperti gejala yang dialami oleh seseorang yang sedang mengalami ketakutan.

Saat Anda merasa terintimidasi dengan besarnya tanggung jawab yang diberikan oleh atasan atau
tanggung jawab yang harus Anda kerjakan, Anda berisiko untuk mengalami stres karena rasa takut.
Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan adanya dukungan dan berbagi pikiran bersama orang
terdekat.
Itulah tadi tujuh tipe stres yang dapat terjadi di tempat kerja. Apakah Anda sedang merasakan salah
satunya? Jangan segan-segan untuk selalu mengkomunikasikan masalah Anda kepada atasan atau
kolega yang dapat Anda percaya, agar Anda tidak terlalu lama larut dalam stres yang dapat
membahayakan kesehatan. Ingat, kita bekerja untuk hidup bukan hidup untuk bekerja!

https://blog.ruangguru.com/7-tipe-stres-di-tempat-kerja-dan-cara-mengatasinya

Pada 2013 silam, Mita Diran, seorang copywriter Young & Rubicam usia 27, diwartakan
meninggal dunia setelah bekerja selama 30 jam tanpa istirahat. Tekanan kerja di dunia periklanan
atau industri kreatif lainnya memang dibilang tinggi, dengan tenggat waktu penyelesaian kerja
yang ketat dan permintaan klien yang kerap membuat kewalahan.

Tidak jarang, untuk dapat mengejar waktu penyelesaian kerja, karyawan memilih memompa
energi secara instan dengan mengonsumsi penambah stamina atau kafein banyak-banyak yang
sebenarnya malah merusak tubuhnya.

Baca juga: Ancaman Kematian Pekerja Kreatif

Kasus Mita Diran merupakan salah satu contoh ekstrem di mana tekanan kerja mampu
mengantar seseorang kepada ajal. Dalam banyak kasus lainnya yang tak separah Mita, tekanan
kerja tidak cuma berimbas kepada fisik, tetapi juga pada kondisi mental yang kadang luput
diperhatikan, baik oleh si empunya badan maupun orang-orang di sekitarnya dan pihak
perusahaan.

Ambil contoh cerita Maria Cattleya (24). Perempuan ini mengaku pernah mengalami stres atau
burnout di beberapa tempat kerja sebelumnya. Saat magang di salah satu media misalnya, ia
sempat kecewa karena ditempatkan di divisi yang tidak sesuai dengan yang dilamarnya.

“Saat itu, gue melamar jadi jurnalis, tapi malah ditempatkan di marketing communication. Gue
jadi nggak suka dan muak dengan yang gue kerjakan. Belum lagi beban kerjanya yang berat.
Pernah gue diminta memegang media sosial waktu ada dua acara bersamaan dalam satu hari.
Rasanya hectic banget,” jabar Maria.

Ia juga mengatakan sempat menangis saat menjalani pelatihan di tempat magang tersebut karena
tidak kuat dengan tekanannya. Ketidaksukaan Maria tidak berefek pada komplain lisan yang
kerap terlontar darinya saja saat itu. Kondisi serupa terjadi saat ia bekerja di perusahaan minyak.
Ia bercerita bahwa dirinya sempat mengalami insomnia dan gangguan makan sampai harus
mendatangi dokter.

“Di sana, gue sempat menduduki posisi admin. Waktu itu, gue sering merasa letih enggak jelas
juga,” kisahnya.

Pada saat seorang karyawan mengeluh lelah, tidak selamanya kolega atau atasan memahami
kondisinya. Ada yang justru berpendapat, “Ah, masa baru segini saja kamu sudah keletihan?
Nanti masih lebih banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan, lho,” atau “Kalau kamu
menyerah sekarang, bisa-bisa kamu kena damprat atau malah gagal dapat promosi kenaikan
jabatan”.

Pecutan-pecutan kala penat tersebut malah dianggap sebagai motivasi bagi karyawan untuk
bekerja lebih keras lagi. Padahal, tubuhnya bisa saja sudah memberi sinyal ‘waspada’ dan
meminta rehat sejenak sebelum meledak.

Masalah mental sering kali dilimpahkan kepada individu saja untuk diselesaikan. Ada
perusahaan-perusahaan yang lepas tangan dan tidak ingin mengevaluasi budaya kerja di kantor
setelah terdapat karyawan yang dilaporkan burnout sehingga ia tidak lagi produktif sebagaimana
mulanya. Pengabaian pihak kantor terhadap kondisi mental karyawan juga bisa mendatangkan
ketidakadilan baginya.

Mari kita bayangkan situasi ini. Kesehatan jasmani dan rohani sudah jamak menjadi syarat untuk
masuk tempat kerja. Karenanya, di banyak perusahaan diberlakukan psikotes untuk menakar
kondisi psikologis calon karyawannya. Pada perjalanan kariernya, sangat mungkin si karyawan
yang sudah bergabung dengan perusahaan mengalami kepelikan di tempat kerja hingga
menimbulkan depresi.

Lantaran mengaku memiliki masalah mental masih menjadi hal tabu bagi banyak orang,
termasuk mendatangkan kekhawatiran tidak bisa mendapat promosi, karyawan yang depresi pun
memilih bungkam. Kalaupun ia mengeluhkan kondisinya kepada si bos, bisa jadi atasannya
malah ‘memangkasnya’ karena dianggap tidak cukup tangguh atau memenuhi kualitas untuk
bekerja di sana.

Misalnya, pada pasal 87 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, terdapat aturan
pemberhentian kerja atas alasan tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban. Tidak cakap rohani ini bisa diinterpretasikan sebagai
pengalaman memiliki problem mental, tidak mesti gangguan semacam bipolar atau skizofrenia,
tetapi bisa saja burnout atau depresi yang acap kali diremehkan orang-orang.

Yang jadi pertanyaan, bila depresi ini datang akibat suasana kerja yang tidak kondusif, apakah
pihak kantor akan tetap memberhentikan dengan dasar peraturan ini? Atau sebaliknya,
perusahaan berupaya menanggulangi masalah tersebut bersama si karyawan dengan memberinya
dukungan, baik berupa cuti berobat mental maupun menyesuaikan situasi kerja agar lebih
nyaman bagi pekerja?

Jika opsi pertama yang diambil pihak kantor, tentu jelas bekerja di sana bisa jadi simalakama
bagi si karyawan. Memutuskan berhenti berarti tak lagi berpenghasilan, sementara terus bekerja
di tempat penuh tekanan bisa-bisa merusak jiwa raganya.

Strategi Perusahaan
Alan Kohll, penggagas dan presiden TotalWellnes, menuliskan di Forbes sejumlah strategi yang
dapat diterapkan pihak perusahaan guna membantu mengatasi burnout pada karyawan. Pertama,
sosialisasi edukasi tentang penanganan stres pada karyawan. Hal ini bisa dilakukan sembari makan
siang bersama dengan mengundang pakar psikologi dan kesehatan.

Berikutnya, perusahaan bisa mengecek secara berkala kondisi para karyawannya dan memberi
tanggapan atas keluhan-keluhan kerja mereka. Penting bagi perusahaan untuk mengingatkan
karyawannya, mereka dapat mendiskusikan masalah yang ditemukan di tempat kerja tanpa perlu
merasa khawatir. Tanyakan kepada karyawan apakah beban kerja, tenggat waktu, dan ekspektasi
pencapaian yang ditetapkan atasan sudah cukup realistis atau tidak.

Saat atasan mendapati karyawan sedang rehat sejenak di luar kantor di luar jam istirahat, tak perlu
langsung menegurnya. Mengambil jeda sekitar 5 menit pun dapat mendatangkan efek positif bagi
mental dan fisik karyawan. Atau dengan berjalan-jalan, hengkang sesaat dari ruang kerja atau
kubikel, karyawan bisa menyegarkan pikirannya, meningkatkan konsentrasi kerja, sehingga pada
akhirnya, produktivitas meningkat dan level stres menurun.

Baca juga: Cuti Kerja Demi Kesehatan Jiwa

Di samping itu, Kohll juga menyarankan perusahaan untuk menerapkan jadwal masuk kantor yang
fleksibel. Tak melulu karyawan mesti datang ke kantor bila pekerjaan bisa diselesaikan di luar,
memanfaatkan internet dan komunikasi jarak jauh. Dengan begini, kejenuhan melihat setting
kantor pun dapat berkurang.

Dilansir Harvard Business Review, tidak jarang perusahaan memberi beban kerja yang begitu besar kepada
orang-orang yang dianggap paling berkompetensi. Sekilas, seperti tidak ada yang salah dengan tindakan
ini. Namun sebenarnya, orang-orang berkompetensi itu pun sangat mungkin meledak dengan beban kerja
begitu tinggi, sementara mereka yang catatan prestasinya masih di bawah orang-orang berkompetensi ini
cenderung dipandang sebelah mata oleh atasan.

Selain terdapat ketimpangan distribusi pekerjaan yang mendorong penilaian diri rendah sebagian
karyawan, hal ini juga bisa mempercepat burnout pada karyawan-karyawan yang dianggap kompeten.
Pertimbangan pembagian kerja yang lebih adil bisa jadi strategi yang baik untuk mereduksi stres segelintir
orang di kantor.

Memang, bisa saja diperlukan waktu pengerjaan lebih lama atau kualitas pekerjaan tak seprima mereka
yang bintang lima di tempat kerja. Tetapi dengan begini, pekerja berperingkat 2 atau 3 pun bisa
meningkatkan kompetensinya yang akhirnya, berimbas positif pada performa perusahaan.

Yang tidak kalah penting disoroti perusahaan untuk mengatasi burnout pada karyawan ialah dengan
memberikan apresiasi atas pencapaian mereka. Setelah berjerih payah menuntaskan pekerjaan,
karyawan tentu berharap mendapat timbal balik positif dari perusahaan, bukan sekadar gaji yang rutin
mereka terima. Bisa lewat ucapan, hadiah, maupun kepercayaan untuk menangani proyek yang lebih
besar, perusahaan dapat mengekspresikan apresiasinya terhadap karyawan.

Apresiasi akan memompa penilaian dan kepercayaan diri karyawan, yang pada akhirnya berdampak
terhadap performa kerja dan pencapaiannya pada kemudian hari.

https://tirto.id/kantor-perlu-tangani-stres-pada-karyawan-cwcC
Pengertian Stres Kerja

Stres Kerja

Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan
psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan (Rivai, 2004:108).
Orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis sehingga mereka
sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan sikap yang tidak
kooperatif (Hasibuan, 2012:204).

Berikut ini adalah beberapa pengertian dan definisi stres kerja dirangkum dari beberapa sumber:

 Menurut Handoko (2008:200), stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
proses berpikir, emosi, dan kondisi seseorang, hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan
mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya.
 Menurut Sasono (2004:47), stres kerja bisa dipahami sebagai keadaan dimana seseorang
menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh
kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru sampai angka 5 (lima) tetapi menghadapi
pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka 9 (sembilan), maka sangat mungkin sekali
orang itu akan terkena stres kerja.
 Menurut Charles D Spielberger (Handoyo, 2001:63) mendefinisikan stres adalah tuntutan-
tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya objek-obyek dalam lingkungan atau
suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai
tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri
seseorang.

Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan. Stres kerja tampak dari gejala antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak
tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup,
tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

Penyebab Stres Kerja


Terdapat dua faktor penyebab stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti,
2001:75). Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan
sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan
mengembangkan diri.

Menurut Hasibuan (2012:204) faktor-faktor penyebab stres karyawan, antara lain sebagai berikut:

1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan.


2. Tekanan dan sikap pemimpin yang kurang adil dan wajar.
3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai.
4. Konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja.
5. Balas jasa yang terlalu rendah.
6. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua, dan lain-lain.

a. Faktor-faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Selain mempengaruhi desain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian lingkungan juga


mempengaruhi tingkat stres para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi.
2. Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stres diantara karyawan.
3. Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat menyebabkan stres, karena
inovasi-inovasi baru yang dapat membuat bentuk inovasi teknologi lain yang serupa merupakan
ancaman bagi banyak orang dan membuat mereka stres.

b. Faktor-faktor Perusahaan
Faktor-faktor perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang, meliputi: desain
pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata
letak fisik pekerjaan.
2. Tuntutan peran adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan
melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada. Ambiguitas peran manakala ekspektasi peran
tidak dipahami secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia lakukan.
3. Tuntutan antarpribadi yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungan
dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stres.

c. Faktor-faktor Pribadi
Faktor-faktor pribadi ini terutama menyangkut masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi serta
kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang. Berbagai kesulitan dalam hidup
perkawinan, retaknya hubungan dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak merupakan masalah
hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan yang lalu terbawa sampai ketempat kerja. Masalah
ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang
menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja mereka.
Dampak dan Akibat Stres Kerja
Dampak stres kerja dapat menguntungkan atau merugikan karyawan. Dampak yang menguntungkan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat sebaik-
baiknya, namun jika stres tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan dampak yang merugikan
karyawan (Gitosudarmo, 2000:54).

Berikut ini beberapa dampak dan akibat yang ditimbulkan dari stres kerja:

1. Subjektif, berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan,
frustrasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.
2. Perilaku, berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat,
luapan emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup.
3. Kognitif, berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya
konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental.
4. Fisiologis, berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas, dan dingin.
5. Organisasi, berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra kerja,
komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

Daftar Pustaka

 Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori Ke
Praktik. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
 Hasibuan, Malayu. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta.
 Handoko, T Hani. 2008. Manjemen Personalia. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
 Sasono, Eko. 2004. Mengelola Stress Kerja. Semarang, Universitas Pandanaran.
 Handoyo, Seger. 2001. Stres Pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media Psikologi 3 : 61-74.
Surabaya, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
 Dwiyanti Endang. 2001. Stres Kerja Di Lingkungan DPRD : Studi Tentang Anggota DPRD Di Kota
Surabaya, Malang dan Kabupaten Jember. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 3: 73-
84. Surabaya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
 Robbins, Stephen P, Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Salemba Empat, Jakarta.
 Gitosudarmo & Sudita. 2000. Perilaku Keorganisasian, Edisi Pertama. Jogjakarta: Erlangga.

https://www.kajianpustaka.com/2016/10/pengertian-penyebab-dan-akibat-stres-kerja.html

Definisi Stres Kerja


Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang
dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers to a physical or
psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the work environment.
yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat
individu tersebut berada.
Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses
yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau
situasi kerja yang tertentu.
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Jika seseorang / karyawan mengalami stres yang terlalu besar maka akan dapat menganggu
kemampuan seseorang / karyawan tersebut untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan
dilakukannya(Handoko 1997:200)
Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik
maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian
diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu
konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan
permintaan psikologis dan
atau fisik berlebihan kepada seseorang.

Kategori Stres Kerja


Menurut Phillip L (dikutip Jacinta, 2002), seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja bila:
1. Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja.
Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke
pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.
2. Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.
3. Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres
tersebut

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala yang
meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological, Psychological dan Behavior. (Robbins, 2003, pp. 800-802)

1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada metabolisme tubuh, meningkatnya
kecepatan detak jantung dan napas, meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan
menyebabkan serangan jantung.
2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah,
cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan.
3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran dalam
jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara
dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur

Faktor Penyebab Stres Kerja


Menurut (Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Lingkungan.
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu:
1. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi
menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
2. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak
sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam
ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau
mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja.
3. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan
baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan
menyesuaikan diri dengan itu.
4. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke
21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang
Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.

2. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari
kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang
menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas,
penulis mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung di
dalamnya. Yaitu:
1. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan
tugasnya secara baik dan benar.
2. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari
peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu.
Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan
peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu.
Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti
mengenai apa yang harus dikerjakan.
3. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.
Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat
menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan
sosial yang tinggi.
4. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan
dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres.

3. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah
ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.
1. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap
bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan,
pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
2. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan
mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan
mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
3. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat
kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya
berasal dari dalam kepribadian orang itu.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2011/02/stres-kerja-definisi-kategori-dan.html

Anda mungkin juga menyukai