Anda di halaman 1dari 64

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan kepada
penyusun sehingga Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat Jombangdapat
terseleseikan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat Jombang ini merupakan
pedeoman bagi semua pihak yang berkaitan dengan pelayanan Gawat Darurat RSIA Muslimat
Jombang, dalam tatacara penyelenggaraan pelayanan Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat
Jombang.

Dalam Pedoman ini diuraikan tentang semua Pelayanan Gawat Darurat yang ada di
RSIA Muslimat Jombang mulai dari pelayanan pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSIA
Muslimat Jombang sampai pasien ditransfer ke ruang perawatan rawat inap atau pasien
diijinkan pulang.

Tidak lupa penyusun menyampaikan terimakasih yang sedalam – dalamnya atas bantuan
semua pihak dan menyelesaikan Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat
Jombang.
Daftar Isi

Kata pengantar............................................................................................................................1
Daftar isi.....................................................................................................................................2
SK Direktur RSIA Muslimat Jombang
BAB I Pendahuluan......................................................................................................................3
1.1 Latar belakang ................................................................................................................3
1.2 Tujuan pedoman.............................................................................................................3
1.3 Ruang lingkup pelayanan................................................................................................4
1.4 Batasan operasional........................................................................................................4
1.5 Landasan hukum…........................................................................................................7
BAB II Standar ketenagaan.......................................................................................................8
2.1 Kualifikasi sumber daya manusia..................................................................................8
2.2 Distribusi ketenagaan....................................................................................................8
2.3 Pengaturan jaga.............................................................................................................9
BAB III Standar fasilitas.........................................................................................................11
3.1 Denah ruangan.............................................................................................................11
3.2 Standar fasilitas...........................................................................................................12
BAB IV Tata laksana pelayanan..............................................................................................19
4.1. Tatalaksana pendaftaran.............................................................................................19
4.2. Tatalaksana sistem komunikasi IGD..........................................................................19
4.3. Tatalaksana pengisian informed consent....................................................................20
4.4. Tatalaksana pelayanan false emergency.....................................................................20
4.5. Tatalaksana pelayanan death on arrival (DOA).........................................................20
4.6. Tatalaksana skrining pasien........................................................................................21
4.7. Tatalaksana triage.......................................................................................................25
4.8. Penahanan pasien untuk tindakan observasi ..............................................................28
4.9. Tatalaksana bila tempat tidur penuh di RSIA Muslimat ...........................................29
4.10. Tatalaksana transfer..................................................................................................30
4.11 Hambatan – hambatan dalam populasi pasien yang muncul di Rumah Sakit..............39
4.12 Tatalaksana sistem rujukan........................................................................................43
4.13 alur pelayanan pasien .......................................................................................49
BAB V Logistik........................................................................................................................50
BAB VI Keselmatan Pasien.....................................................................................................53
BAB VII Keselamatan Kerja...................................................................................................56
BAB VIII Pengendalian mutu.................................................................................................58
BAB IX Penutup.....................................................................................................................63
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara terpadu dari multi disiplin
dan multi profesi termasuk pelayanan keperawatan. Sebagai bagian integral pelayanan
kegawatdaruratan, pelayanan keperawatan mengutamakan akses pelayanan kesehatan bagi
korban dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kematidan dan
kecacatan.
Meskipun upaya peningkatan terus dilakukan yaitu dalam usaha meningkatkan harapan
hidup manusia, tetapi angka kematian masih cukup tinggi terutama angka kematian ibu dan
anak saat proses kehamilan dan kelahiran. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak
mempunyai akses kepelayanan kesehatan ibu yang berkualitas terutama pelayanan terutama
pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh mengenal tanda bahaya
dan mengambil keputusan. Terlambat mencapai fasilitas kesehatan serta terlambat
mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu perlu strategi menurunkan
angka kematian / kesakitan maternal perinatal dengan meningkatkan kualitas pelayanan
serta kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dengan pembekalan pelatihan secara
berkala. Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upayamenyediakan pelayanan
bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif ( PONEK ) dirumah sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Dasar ( PONED ) di tingkat puskesmas.
Rumah sakit PONEK 24 jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan
kegawatdaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan
tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, sarana dan prasarana serta management yang
handal. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat
Jombang menyelenggarakan PONEK 24 jam sehingga perlu dibuat standar pelayanan yang
merupakan perdoman bagi semua pihak dan tata cara pelaksanaan pelayanan
kegawatdaruratan yang diberikan kepada pasien yang datang ke RSIA muslimat Jombang.
1.2 Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi kesehatan dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan.
2. Tujuan khusus
1. Meningkatkan pengetahuan perawat / bidan dalam penanganan kegawatdaruratan
2. Meningkatkan kompetensi SDM perawat / bidan penanganan kegawatdaruratan
3. Terlaksananya sistem rujukan pelayanan maternal dan perinatal
4. Pembinaan dan pengawasan pelayanan maernal dan perinatal di rumah sakit

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan IGD meliputi :
1. Pasien dengan kasus True Emergency
Yaitu pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya.
2. Pelayanan PONEK di rumahs akit dimulai dari garis depan / IGD dilanjutkan ke kamar
oprasi / ruang tindakan sampai ke ruang perawatan. Secara singkat dapat didiskripsikan
sebagai berikut :
a. Stabilisasi di IGD dan persiapan untuk pengobatan selanjutnya
b. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK di ruang tindakan
c. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparatomi dan sectio caesarea
d. Perawatan intermediet dan intensif ibu dan bayi
e. Pelayanan asuhan ante natal resiko tinggi
3. Pasien dengan kasus false emergency, yaitu pasien dengan :
a. Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
b. Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
c. Keadaan tidak gawat dan tidak darurat

3.4 Batasan Oprasional


1. Instalasi Gawat Darurat
Adalah unit pelayanan yang di Rumah sakityang memberikan pelayanan pertama
pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai multidisiplin
2. Rumahs sakit PONEK 24 jam
Adalah rumahs sakit yang menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam.
3. Triase
Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan ataas berat ringannya trauma /
penyakit serta kecepatan penanganannya / pemindahannya
4. Prioritas
Adalah penentuan mana yang harus di dahulukan menegnai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul
5. Survey primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa
6. Survey sekunder
Adalah melengkapi survey primer dengan mencari perubahan – perubahan anatomi
yang akan berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan fungsi
vital yang mengancam jiwa dan harus segera ditangani
7. Pasien gawat darurat
Pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya / anggota badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya
8. Pasien gawat tidak darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan seger.
Misalnya : kangker stadium lanjut
9. Pasien darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal
10. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien dengan batuk pilek, muntah tidak disertai dengan dehidrasi dan
sebagainya
11. Kecelakaan ( accident )
Suatu kejadian dimana terajdi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak
tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera ( fisik, mental, sosial )
Kecelakaan dan cidera dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu menurut :
1. Tempat kejadian
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan di lingkungan ruah tangga
c. Kecelakaan di sekolah
d. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan
e. Kecelakaan di tempat – tempat umum ( tempat rekreasi, tempat
perbelanjaan, diare olah raga dll )
2. Mekanisme kejadian
Tertimbun, jatuh, tercekik oleh benda asing, terpotong, tersengat, terbakar baik
dari efek kimia, fisik maupun listrik / radiasi
3. Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan ( travelling / transport time )
b. Waktu bekerja, sekolah, bermain dll.
4. Cidera
Cidera / luka yang didapat / dialami dari akibat kecelakaan
5. Bencana
Peristiwa / rangkaianperistiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia yang
mengakibatkan kerusakan dan penderitaan manusia, kehilangan harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang
memerlukan pertolongan dan bantuan. Kematian dapat terjadi bila seseorang
mengalami kerusakan atau kegagalan dari salahn satu system / organ dibawah ini
yaitu :
a. Susunan saraf pusat
b. Pernafasan
c. Kardiovaskuler hati
d. Ginjal
e. Pancreas
 Kerusakan sistem atau organ tersebut dapat disebabkan :
a. Trauma / cidera
b. Inflamasi
c. Keracunan
d. Degenerasi
e. Asfiksia
f. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar dll.
 Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, perfusi dan hipoglikemi
dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat ( 4 – 6 , sedangkan kegagalan
sistem organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama
 Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
dalam mencegah kematian ditentukan oleh :
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
4. Dalam perjalanan rumah sakit
5. Pertolongan selanjutnya di rumah sakit
2 Landasan Hukum
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
436/Menkes/SKIV/1993 Tentang berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit dan
Pelayanan Medis Rumah Sakit
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
0701/YANMED/RSKS/GDE/VII/1991 tentang Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer 1051Menkes/SK/XI/2008
tentang pedoman penyelenggaraan/pelayanan Obstetri Neonatal Emergency
Komprehensif ( PONEK ) 24 jam di rumah sakit.
6. Undang –Undang Republik Indonesia Nomer 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
7. Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
8. Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 18 tahun 1964 tentang Wajib Kerja
Tenaga Medis
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 340 tahun 2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus
10. Keputusan Menteri Kesehatan 147 tahun tentang Perizinan Rumah Sakit
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 1045 tahun 2006 tentang
Pedoman Pengorganisasian Rumah Sakit
BAB II

STANDART KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi SDM

Tabel 2.1 Kualifikasi SDM di Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat Jombang

KUALIFIKASI
No NAMA JABATAN KETERANGAN
FORMAL
Bersertifikat ATCLS/
1 Ka Instalasi Gawat Darurat Dokter Umum
ACLS/PPGD
Dokter Spesialis Obstetri Pelatihan Ponek
2 Dokter SpOG
dan Gynekologi
3 Dokter Spesialis anak Dokter Sp A Pelatihan Ponek
4 Dokter Anastesi Dokter Sp An Pelatihan Ponek
Bersertifikat ATCLS/
5 Dokter Jaga IGD Dokter Umum
ACLS
Bersertifikat PPGD/
6 Kepala Perawat IGD S-1 Keperawatan BTCLS/ Pelatihan
Ponek
S-1 Keperawatan / D-3 Bersertifikat PPGD/
Perawat / Bidan
7 Keperawatan / D-3 BTCLS
Penanggung Jawab Sift
Kebidanan
S-1 Keperawatan/ D-3 Bersertifikat PPGD/
8 Perawat Pelaksana Keperawatan / D-3 BTCLS
Kebidanan

TABEL 2.2 Pola ketenagaan di Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat Jombang

No JENIS PENDIDIKAN JUMLAH TENAGA

1 Dokter SpOG 1-2


2 Dokter SpA 1-2
3 Dokter Anastesi 2
4 Dokter Umum/Terlatih 6
5 S-1 Kebidanan 1
6 S-1 Keperawatan 6
7 D-3 Keperawatan 2
8 D-3 Kebidanan 1

2.2 Distribusi Ketenagaan


Pola pengaturan ketenagaan instalasi gawat darurat yaitu:
a. Untuk dinas pagi
Katagori :
 Dokter IGD 1 orang
 Kepala perawat 1 orang
 Perawat pelaksana 2 orang
 Bidan koordinator 1 orang
 Bidan penyelia 2 orang
 Shift pagi : jam 07.00 – 14.00
b. Untuk dinas sore
Katagori :
 Dokter IGD 1 orang
 Perawat pelaksana 2 orang
 Bidan koordinator 1 orang
 Bidan penyelia 2 orang
 Shift sore : jam 14.00-21.00
c. Untuk dinas malam
Katagori :
 Dokter IGD 1 orang
 Perawat pelaksana 2 orang
 Bidan koordinator 1 orang
 Bidan penyelia 2 orang
 Shift sore : jam 21.00-07.00

2.3 Pengaturan jaga


1 Pengaturan jaga perawat IGD
 Pengaturan jadwal dinas perawat IGD dibuat dan dipertanggung jawabkan oleh
kepala ruang (karu) dan disetujui oleh kepala IGD
 Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana IGD setiap satu bulan
 Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tetentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada buku permintaan.
Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada ( apa bila tenag
cukup dan berimbang serta tidak menggangu pelayanan, maka permintaan tidak
disetujui).
 Setiap tugas jaga/shift harus ada perawat penanggung jawab shift (PJ Shift) dengan
syarat pendidikan minial D-3 keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun, serta
memiliki sertifikat tentang kegawat daruratan.
 Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas siang, dinas malam, libur dan cuti
 Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat yang bersangkutan harus
memberitahu kepala ruangan IGD diharapkan perawat yang bersangkutan sudan
mencari perawat pengganti, apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan
perawat pengganti, maka kepala ruangan IGD akan mencari tenaga perawat
pengganti yaitu perawat yang hari itu libur.
2 Pengaturan jaga dokter IGD
 Pengaturan jadwal dokter jaga IGD menjadi tanggung jawab ka IGD dan disetujui
oleh direktur.
 Jadwal dokter jaga IGD dibuat untukjangka waktu 1 bulan serta sudah diedarkan ke
instalasi terkait dan dokter jaga 6yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga dimulai.
 Apabila dokter jaga IGD karena suatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan maka :
 Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke ka IGD serta wajib menunjuk dokter jaga pengganti.
 Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke ka IGD dan diharapkan dokter tersebut sudah
menunjuk dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti tidak
didapatkan, maka ka IGD wajib untuk mencarikan dokter jaga
pengganti,yaitu digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu libur.
3 Pengaturan jadwal Dokter Spesialis
 Pengaturan jadwal jaga dokter spesialismenjadi tanggung jawab kepala IGD
 Jadwal jaga dokter spesialis dibuat untuk jangka waktu 1 minggu sekali serta sudah
diedarkan ke unit terkait dan dokter spesialis yang bersangkutan diinformasikan 1
hari sebelum jaga dimulai.
 Apabila dokter spesialis berhalangan karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan maka “
1. Untuk terencana, dokter yang bersangkutan harus mengintropeksi ke kepala IGD
paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta dokter tersebut wajib menunjuk
dokter spesialis jaga pengganti.
2. Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke kepala IGD dan diharapkan dokter tersebut sudah menunjuk dokter spesialis
jaga pengganti. Apabila dokter spesialis jaga pengganti tidak didapatkan maka
kepala IGD wajib untuk mencarikan dokter spesialis jaga pengganti ( prosedur
pengatur jadwal jaga dokter spesialis sesuai SOP terlampir ).
3.2 Standar Fasilitas
1. Fasilitas & Sarana
IGD RSIA Muslimat Jombang berlokasi dilantai 1 gedung utara yang
terdiri dari triase, bedah, observasi dan resusitasi.
Ruangan terdiri dari bed yang terbagi menjadi tindakan observasi,
bedah dan resusitasi. Peralatan yang tersedia di IGD mengacukepada buku
pedoman pelayanan gawat darurat departemen kesehatan Republik Indonesia
untuk penunjang kegiatan pelayanan terhadap pasien gawat darurat alat yang
harus tersedia harus bersifat live saving untuk kasus kegawatan jantung seperti
monitor dan difibrilator.
2. Peralatan
a. Alat – alat untuk tindakan resusitasi
1 Mesin suction
2 Oxigen central dengan flowmeter
3 Laringoskope anak & dewasa
4 Spuit semua ukuran
5 Oropharingeal airway (dengan berbagai ukuran)
6 Nasopharingeal airway (dengan berbagai ukuran)
7 Infus set/tranfusi set
8 Brandcard fungsional diatur posisi trendelenberg ada gantungan infus
& penghalang
9 Gunting besar
10 Gunting kecil
11 Defibrilator
12 Monitor EKG
13 Monitor bedset
14 Syrink pump
15 Infuse pump
16 Ambubag dewasa
17 Ambubag pediatric
18 Endotrakeal tube (dengan berbagai ukuran)
19 Stetoskop
20 Tensimeter
21 Thermometer
22 Nebulizer
23 Lampu senter
24 Emergency trolley
25 Jelly
26 Srung tangan
27 Plester
b. Alat – alat untuk ruangan tindakan bedah
1. Bidai segala ukuran untuk tungkai, lengan, leher, tulang punggung
2. Verban segala ukuran
3. Hecting set
4. Benang – benang / jarum segala jenis dan ukuran :
 Cat gut 2/0 dan 3/0
 Silk black 2/0 ( 1 buah ), 3/0
 Jarum
5. Kassa
6. Ganti verban set
7. Stomach tube / NGT
8. Spuit sesuai kebutuhan
9. Infus set
10. Dower catheter segala ukuran
11. Stetoskop
12. Tensimeter
13. Standar infus
14. Senter
c. Alat – alat untuk ruangan tindakan non bedah
1. Stomach tube / NGT
2. Urine bag
3. Nebulizer
4. Mesin EKG
5. Infus set
6. IV catheter semua nomer
7. Spuit sesuai kebutuhan
8. Tensimeter
9. Stetoskop
10. Thermometer
11. Standar infus
d. Alat – alat untuk ruang observasi
1. Tensimeter
2. Oxygen central dengan flow meter
3. Termometer
4. Stetoskop
5. Standar infus
6. Infus set
7. IV catheter segala ukuran
8. Spuit sesuai kebutuhan
9. Monitor bedsed
10. Automatic SPO2
e. Alat – alat dalam trolly emergency
a. Obat life saving ( terlampir pada standar obat IGD RSIA Muslimat
Jombang )
b. Obat penunjang ( terlampir pada standar obat IGD RSIA Muslimat
Jombang )
c. Alat – alat kesehatan:
1. Ambubag / air viva untuk dewasa dan anak
2. Extension tube
3. Oropharingeal airway
4. Laringoscope dewasa dan anak
5. Face mask
6. Urine bag non steril
7. Spuit semua ukuran
8. Infus set
9. Mikro mask
10. Makro mask
11. Medicat sesuai kebutuhan
12. Endotracheal tube ( dewasa dan anak )
13. Selang oxigen sesuai kebutuhan
14. Stomach tube / NGT
15. IV catheter sesuai kebutuhan
16. Suction catheter segala ukuran
17. Neck Collar
f. Peralatan maternal
1. Ambubag dan sungkup dewasa
2. Laringoskop dewasa
3. Selang resevoir oksigen
4. Jarum suntik ( 1 cc, 3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc )
5. Infus set
6. Pipa endotrakeal
7. Ekstraktor vakum
8. Forceps naegle
9. Pompa fakum listrik
10. AVM (Aspirasi vakum manual )
11. Feotal dopler
12. Partus set
13. Set section
14. Pulse oximetri
g. Peralatan neonatal esensial
1. Ambubag dan sungkup bayi
2. Laringoskop bayi, lidah kuku ukuran 0, 0, 0, 1
3. Selang reservoir
4. Infant warmer
5. Pulse oximeter neonatus
6. CPAP (Continous Positive Airways Preassurev)
7. Lampu tindakan
3. Ambulance
Unuk menunjang pelayanan terhadap pasien RSIA Muslimat saat ini memilih
satu unit ambulance yang kegiatannya berada dalam koordinasi IGD dan
bagian umum
1. Fasilitas dan sarana untuk ambulance
a. Fasilitas dan sarana untuk ambulance
 AC
 Sirine
 Lampu rotater
 Sabuk pengaman
 Sumber listrik / stop kontak
 Lemari untuk alat medis
 Lampu ruangan
 Wastafel
b. Alat dan obat
 Tabung oxigen
 Kit emergency
h. Standar obat IGD RSIA Muslimat Jombang
1. Injeksi high alert
No Katagori / kelas obat - obatan Nama obat
1 Agonis adrenergic IV Epineprin
Dopamine
Dobutamin
2 Agen anestesi Profofol
( umum, inhalasi dan IV ) Ketamin
Tiopental
3 Anti aritmia IV Lidokain HCL
4 Obat – obatan epidural dan Bupivacain
intratekal IV Lidokain HCL
5 Insulin SC dan IV Insulin detemir
Insulin aspart
Insulin biphasic
6 Narkose IV Morfin
7 Obat yang bekerja di uterus IV Oksitosin
8 Elektrolit konsentrat Kalium klorida 46 %
Dextrose 40 %
Natrium bicarbonate 8,4
%
Magnesium sulphate 20 %
dan 40 %
2. Tablet / supp high alert
No Katagori / kelas obat – obatan Nama obat
1 Obat hipoglikemik Metmorfin
Glibenclamide
Glimepirid
Glikuidon
Acarbose
2 Agen sedasi moderat / sedang oral Ketamin
untuk anak Midazolam
Diazepam

3. Cairan infus
No Nama obat Satuan
1 Asering Kolf
2 Fimahes 500 ml Kolf
3 D5 ½ 500 ml Kolf
4 D5 ¼ 500 ml Kolf
5 RLD5 Kolf
6 NaCl 0,9 % 500 ml Kolf
7 Ringer lactat Kolf
8 Dextrose 10 % 100 ml Kolf
9 NaCl 0,9 % 100 ml Kolf

4. Suppositoria
No Nama obat Satuan
1 Profenid Supp
2 Dulcolax 5 mg Supp
3 Dulcolax 10 mg Supp
4 Cygest 400 mg Supp
5 Kaltrofen 100 mg Supp

5. Obat – obatan maternal khusus “ PONEK “


1. Ringer asetat
2. Dextrose 10 %
3. Dextran 40 / HES
4. Saline 0,9 %
5. Adrenalin / epineprin
6. Metronidazole
7. KCL 7,4 %
8. Larutan ringer laktat
9. Kalsium glukorat 10 %
10. Ampisilin
11. Gentamisin
12. Dexamethasone / cortidex
13. Aminophiline
14. Transamin
15. Dopamin
16. Dobutamin
17. Sodium bikarbonat 8,4 %
18. MgSO4 40 %
19. Nifidipin
6. Obat – obatan untk neonatal khusus PONEK
1. Dextrose 10 %
2. Dextrose 40 %
3. NS
4. KCL 7,4 %
5. NaCl 0,9 % 25 ml
6. NaCl 0,9 % 500 ml
7. Kalsium glukonat 10 ml
8. Dopamin
9. Dobutamin
10. Adrenalin / epineprin
11. Morphin
12. Sulfat atropin
13. Midazolam
14. Phenobarbital injeksi
15. Gentamisin
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1 TATA LAKSANA PENDAFTARAN PASIEN


1. Petugas penanggung jawab
a. Perawat IGD
b. Petugas administrasi
2. Perangkat kerja
Status medis
3. Tata laksana pendaftaran pasien IGD
a. Pendaftaran pasien yang datang ke IGD dilakukan oleh pasien / keluarga
dibagikan administrasi
b. Bila keluarga tidak ada petugas IGD bekerja sama dengan administrasi
untuk mencari identitas pasien
c. Sebagai bukti pasien sudah mendaftar dibagian administrasi akan
memberikan status untuk diisi oleh dokter IGD yang bertugas
d. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka akan langsung diberikan
pertolongan di IGD, sementara keluarga / penanggung jawab melakukan
pendaftaran di bagian administrasi

4.2 TATA LAKSANA SISTEM KOMUNIKASI IGD


1. Petugas penanggung jawab
Dokter / perawat IGD
2. Perangkat kerja
Pesawat telephone
3. Tata laksana sistem komunikasi IGD
1. Antara IGD dengan instalasi lain dalam RSIA Muslimat Jombang adalah
dengan nomor extension masing – masing instalasi
2. Antara IGD dengan dokter konsulen / rumah sakit lain / yang terkait
dengan pelayanan diluar rumah sakit adalah menggunakan pesawat
telephone langsung dari IGD
3. Antara IGD dengan petugas ambulance yang berada dilapangan
menggunakan handphone
4. Dari luar RSIA Muslimat Jombang dapat langsung melalui operator

4.3 TATA LAKSANA PENGISIAN INFORMED CONSENT


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter jaga IGD
b. Perawat
2. Perangkat Kerja
a. Formulir persetujuan tindakan
3. Tata Laksana Informed Consent
a. Dokter IGD yang sedang bertugas menjelaskan tujuan drai pengisian
informed consent pada pasien / keluarga pasien disaksikan oleh perawat
b. Pasien menyetujui, informed consent diisi dengan lengkap disaksikan oleh
perawat
c. Setelah diisi dimasukkan dalam status medis pasien

4.4 TATA LAKSANA PELAYANAN FALSE EMERGENCY


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter jaga IGD
b. Perawat
2. Perangkat Kerja
a. Stetoskop
b. Tensimeter
c. Alat tulis
3. Tata Laksana Sistem Komunikasi IGD
a. Pasien / keluarga pasien mendaftar di bagian administrasi IGD
b. Dilakukan triase untuk penempatan pasien
c. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter
d. Dokter jaga menjelaskan kondisi pasien pada keluarga / penanggung jawab
e. Bila perlu dirawat / observasi pasien dianjurkan kebagian administrasi
f. Bila tidak perlu dirawat pasien diberikan resep dan bisa langsung pulang
g. Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali sesuai dengan saran dokter
4.5 TATALAKSANA PELAYANAN DEATH ON ARRIVAL (DOA)
1. Petugas penanggung jawab
a. Dokter jaga IGD
b. Petugas satpam
2. Perangkat kerja
a. Senter
b. Stetoskop
c. EKG
d. Surat kematian
3. Tatalaksana death on arrival (DOA)
a. Pasien dilakukan triase dan pengkajian oleh dokter jaga IGD
b. Bila dokter suda menyatakan meninggal, maka dilakukan perawatan
jenazah
c. Dokter jaga IGD membua surat keterangan meninggal
d. Jenazah dipindahkan / diserah terimakan diruangan jenazah

4.6 SKRINING PASIEN


A. Definisi
Skrining adalah rangkaian kegiatan melakukan penilaian awal kegawat
daruratan pada setiap pasien yang datang ke IGD.
Dalam hal ini skrining pasien dilakukan pada awal triage primer yang
juga meliputi cara mendiagnosis serta memilah penderita berdasarkan
kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Kegiatan skrining sangat
diperlukan dalam pelayanan gawat darurat karena instalasi gawat darurat
sebagai pusat pelayanan gawat darurat selama 24 jam berfungsi untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas dari pemyakit dengan pengobatan dini
yang sesuai terhadap kasus – kasus kegawatdaruratan. Untuk itu diperlukan
langkah – langkah skrining pasien yang baik sehingga pelayanan kesehatan
untuk kasus – kasus gawat dan darurat dapat diselenggarakan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan.

Pada saat pasien datang, pasien disambut atau diterima oleh perawat jaga
IGD
1. Point A
1.1. Perawat jaga melakukan penilaian, apakah pasien dalam kondisi
sekarat (memerlukan intervensi life saving segera)atau tidak ada
respon.
1.2. Jika YA, maka pasien di kategorikan sebagai ESI 1, dan segera
dibawa ke ruang resusitasi untuk segera diperiksa dokter dan diberi
tindakan life saving.
Yang dimaksud kondisi sekarat adalah : Apnue, nadi tak teraba
distress nafas berat, SPO2 < 90% perubahan kondisi mental akut,
tidak respon.
Yang dimaksud tidak responsive adalah :
1) Non verbal atau tidak mengikuti perintah.
2) Memerlukan stimulus nyeri.
Tindakan live saving yang dimaksud adalah :
Air way, obat-obatan emergensi, intervensi hemodinamik
(IV,O2. MONITOR, ECG, Laboratorium dam lain-lain).
Yang tergolong dalam ESI 1 adalah:
1) Cardiak arrest.
2) Respiratory arrest.
3) Safetty respiratory Dextress.
4) SpO2 < 90.
5) Cidera berat dan tidak ada respon.
6) Over dosis obat dengan frekuensi nafas < 6, nafas regional
(gasping).
7) Takikardi dan beradi kardi berat dengan tanda-tanda
hipoperfusi.
8) Hhipertensi dengan tanda-tanda hipoperfusi.
9) Chesphain disertai dengan pucat, keringat dingin, dan nyeri
dada sebelah kiri.
10) Lemah dan pusing dengan HB < 2, syok anafilatik.
11) Bayi dangan kondisi flaccid.
12) Hiperglikemi dengan penurunan kesadaran.
2. Poin B
Jika pasien tidak dalam kondisi sekarat, perawat IGD menilai apakah
penangan pasien boleh ditunda atau tidak, dengan cara dinilai apakah
pasien mengalami salah satu dari berikut ini :
2.1. Apakah pasien dalam resiko tinggi ?
1) Anamnese. riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu.
2) Curiga infak myokard acute, stroke perdarahan,
intracranial, tapi masih stabil dan tidak memerlukan
tindakan live saving segera.
3) Cidera tusukan oleh jarum suntik ada petugas rumah sakit.
4) Kehamilan ektopik terganggu dengan hemoginamik yang
stabil.
5) Pasien keracunan dan percobaan bunuh diri.
2.2. Apakah pasien tampak disorientasi, letargi, bingung ?
2.3. Apakah pasien mengalami nyeri berat?
Didapat dari anamnesa dan tampilan pasien, misalnya : Keringat
dingin, posisi tubuh, muntah-muntah, ekspresi wajah, fitalsign,
serta skala nyeri (< 7) . Jika jawabnya ya, maka pasien masuk
kategori ESI 2.
Pada esi 2, walaupun pasien dalam kondisi sakit berat, tidak perlu
harus langsung ditangani dokter, tetapi perawat IGD boleh
melakukan tindakan live saving sederhana lebih dahulu, misalnya
: pemberian O2 nasalkanul, pemasangan infuse maintenance,
pemeriksaan ECG, GDS, pemasangan kateter, sambil menunggu
pemeriksaan dan instruksi lebih lanjut dari dokter
3. Poin C
3.1. Jika pada poin b jawabanya tidak, maka selanjutnya perawat IGD
melakukan penilaian dengan poin c, meliputi : berapa banyak
sumber daya ( laboratorium, radiologi, tindakan bedah minor,
pasang kateter, nebulisasi, cairan infuse untuk dehidrasi, obat-
obat symtomatik, konsul spesialis) yang mungkin dibutuhkan
dalam menangani keluhan pasien tersebut.
3.2. Perawat IGD menggunakan informasi sumyektif (anamneses)
maupun obyektif yang didapat dan penilaian singkat terhadap
kondisi pasien, meliputi : riwayat penyakit, pengobatan, umur,
jenis kelamin untuk memperkirakan berapa sumber daya yang
diperlukan oleh pasien.
Jika jawabanya :
1) Diperkirakan tidak ada memerlukan sumber daya sama
sekali, maka masuk kategori ESI 5.
2) Diperkirakan perlu satu macam sumber daya, maka masuk
kategori ESI 4.
3) Diperkirakan perlu lebih dari satu macam sumber daya,
maka sementara di masukkan kategori ESI 3, perawat
melanjutkan kepenilaian dengan pain D.

Sumber Daya dari Sistem Triage ESI

Kel Sumber Daya Riwayat Sumber Daya

ESI 5 Laaboratorium ( Darah, Urin ) Riwayat Penyakit dan


Pemeriksaan fisik
ESI 4 ECG
ESI 3 X – Ray, CT Scan, MRI, Point of care testing
Angiografi
USG
Cairan infuse untuk hidrasi Saline / heplock
Obat-obat injeksi IV / IM Obat-obat oral, Immunisasi
Nebulizer tetanus.
Penulisan resep
Konsultasi specialis Telepon ke PCP
Prosedur = 1 Perawatan luka sederhana
(jahit luka robek, pasang kateter (control luka, luka lecet)
urin)

Prosedur komplek = 2 Pemasangan bidai, slink


(pembiusan)

4. Poin D
Pada poin D, focus pada vital sign pasien, meliputi :
4.1. Tekanan darah
4.2. Frekuensi nadi
4.3. Frekuensi nafas
4.4. Suhu, terutama pada anak < 3 tahun
4.5. SpO2
4.6. Nyeri
Jika batas bahaya vital sign terlampui, maka perawat IGD yang
melakukan triage harus betul – betul mempertimbangkan, bahwa
pasien perlu naik dari ESI 3 menjadi ESI 2. Jika vital sign dalam batas
normal (tidak melampaui batas bahaya, maka pasien tetap kategori ESI
3).
Batas Bahaya Vital Sign
Umur HR RR SpO2
< 3 bulan > 180 > 50 > 92%
3 bulan – 3 tahun > 160 > 40 > 92 %
3 tahun – 8 tahun > 140 > 30 > 92 %
> 8 tahun > 100 > 20 > 92 %

5. Pertimbangan Panas Anak


5.1. Umur 0-28 hari, panas > 38 C → ESI 2
5.2. Umur 1 bulan – 3 bulan, panas > 38ᵒC → Pertimbangkan ESI 2
5.3. Umur 3 bulan – 3 tahun, panas > 39 C Status Imunisasi tidak
lengkap atau penyabab panas tak jelas → pertimbangkan ESI 3
Adapun kriteria perawat IGD RSIA Muslimat Jombang yang
melakukan triage adalah :
1. Minimal lulusan D3 Keperawatan.
2. Minimal bekerja di IGD RSIA Muslimat Jombang pernah
mengikuti pelatihan PPGD

4.7 TATA LAKSANA TRIAGE


1. Definisi

Triage, suatu system untuk menyeleksi, pasien mana yang harus


mendapat penolongan terlebih dahulu, pertam kali dilakukan pada medan
pertemuan abad ke-18 masa Nepoleon. Tujuan Triage pada saat itu adalah
untuk member penamganan kepada prajurit-prajurit yang mempunyai resiko
tinggi untuk meninggal, jika tidak segera ditolong. Saat ini Triage diterapkan
pada berbagai macam latar belakang pelayanan kesehatan, seperti kejadian
musibah missal, Instalasi Pelayanan Intensif (IPI), dan Instalasi Gawat
Darurat (IGD)(Van der Wulp,2010).
Ada beberapa macam system Triage :
1.1 Metode START (Simple Triage and Rapid Treatment):
a. Biasa dilakukan di luar rumah sakit (kasus musibah massal)
b. Dapat dilakukan oleh orang awam, atau orang yang kurang
berpengetahuan tentang medis.
c. Korban dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu :
1) Meninggal, tak perlu diberi pertolongan
2) Kondisi cederanya berat tapi masih bisa ditolong dan harus
segera dikirim ke rumah sakit.
3) Kondisi cederanya tidak begitu berat, dan pengiriman ke
rumah sakit masih bisa ditunda.
4) Kondisi cederanya ringan, dan tidak perlu dikirim ke rumah
sakit.
1.2 Metode Advance Triage :
a. Dilakukan oleh petugas medis atau petugas yang terlatih.
b. Korban dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam prioritas atau
dengan menggunakan label warna :
1) Merah atau prioritas (satu)
Dilakukan pada korban atau penderita yang mempunyai
harapan hidup, tetapi dapat meninggal jika tidak segera
mendapat pertolongan.
2) Kuning atau Prioritas 2 (dua)
Digunakan pada korban atau penderita yang cederanya
cukup berat atau sakitnya akut, tetapi kondisinya stabil atau
tidak mengancam nyawa jika sementara dilakukan
penundaan pertolongan. Sementara dapat diobservasi dan
bila perlu dapat dilakukan trige ulan, jika terdapat tanda-
tanda perubahan status korban.
3) Hijau atau Prioritas 3 (tiga)
Digunakan pada korban dengan cedera tidak berat atau sakit
akut, tapi masih dapat berjalan, namun masih tetap
memerlukan penanganan medis nantinya, setelah cideranya
yang parah sudah teratasi.
4) Hitam atau Prioritas 0 (nol)
Digunakan pada korban atau penderita yang meninggal, atau
kondisinya sangat parah, sehingga walaupun mendapat
pertolongan segera, tetap meninggal (Mikal Rose, 2009,
Stoppler,2007)
Sistem triage cenderung bergantung pada 3 (tiga) macam nilai pelayanan
kesehatan Yang berbeda. Pertama, triage bertujuan mencegah bahaya fatal
terhadap nyawa dan kesehatan manusia. Pada system ini, memprioritaskan
pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan segera, sementara pasien
lain yang kondisi penyakit atau lukanya tidak berat, dipastikan dapat
menunggu giliran dengan aman. Kedua, trige bertujuan untuk efisiensi
sumber daya yang tersedia. Pada kondisi dimana ada beberapa pasien yang
membutuhkan penanganan Life Saving, sementara ada seseorang pasien yang
membutuhkan banyak petugas penolong, maka pasien seorang tersebut tidak
harus diberikan penanganan terlebih dahulu karena jumlah petugas di
pelayanan kesehatan terbatas, maka petugas-petugas kesehatan tersebut lebih
dialokasikan pada pasien yang paling membutuhkan dengan kemungkinan
yang hidup yang besar. Ketiga, nilai terakhir system triage bergantung pada
kejujuran dan berpegangan pada guidelines atau pedoman yang sudah
ditetapkan dalam hal pengalokasian sumberdaya (sarana atau prasarana
kesehatan). Dengan guidelines tersebut, keputusan dibuat berdasarkan
standart atau bukan keinginan perorangan (Vander Wult), 2010.
Sistem triage sering diterapkan di Instalasi Gawat Darurat, hal ini
disebabkan oleh adanya peningkatan tuntutan untuk bekerja secara terlatih
dan peningkatan beban kerja, akibat banyaknya pasien untuk tidak gawat
tidak darurat yang memilih berobat ke Instalasi Gawat Darurat, terutama
pada hari libur dan diluar jam praktek pribadi dokter.
Triage merupakan penilaian keperawatan yang dimulai dari saat pasien tiba
di Instalasi Gawat Darurat. Triage merupakan kunci dimana penaganan
kegawat-daruratan dimulai. Tiage merupakan proses yang berkesinambungan
meliputi penilaian yang terus menerus dan penilaian ulang.

Ada beberapa macam metode triage Instalasi Gawat Darurat yang


digunakan diberbagai rumah sakit diseluruh dunia, diantaranya adalah:
1. Austrazilian triage-scaler, menggunakan lima tinggat skala triage.
2. Carnazilian triage and acury scaler, menggunakan lima scala triage.
3. Manchester Triage, menggunakan 5 tingkat skala Triage dan, 52
macam flow chart. Mula – mula perawat mengidentufikasi keluhan
utama pasien, kemudian mengambil flow chart yang sesuai untuk
memenuhi wawancara yang berstuktur, kemudian menetapkan tingkat
triage dari 1 (perlu penanganan segera) sampai 5 (dapat menunggu
selama 4 jam).
4. Emergency Savety Indeks (ESI), menggunakan 5 tingkat skala trige dan
4 point kunci yang digunakan untuk menentukan tingkat skala trige.
Dokter jaga dan perawat IGD dibagi menjadi 3 (tiga) shift, pagi, sore
dan malam. Pada saat bertugas dokter IGD juga menerima konsulan
dari ruang rawat inap apabila dibutuhkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka IGD Rumah Sakit Islam Siti
Hajar juga menggunakan system triage dalam memberikan pelayanan
terhadap pasien, terutama pada kondisi dimana beberapa pasien datang
hampir bersamaan, dan adanya konsulan dari ruang rawat inap. Sistem
triage yang kami anggap tepat diterapkan di IGD Rmah Sakit Ibu dan
Anak Muslimat Jombang adalah Metode ESI.
Triage ESI dapat dilakukan oleh perawat IGD yang sudah
berpengalaman oleh karena itu pengalaman perawat di IGD sangat
penting untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penggolongan
tingkat kegawatan pasien (under triage atau over triage).
Seperti metode triage lainnya (ATS, CTAS, Menchester), triage ESI,
mengelompokkan pasien menjadi 5 berdasarkan tingkat. Perbedaan
utamanya adalah tujuan trige ATS, CTAS, Manchester lebih kepada
menentukan beberapa lama pasien dapat menunggu untuk ditangani di
Instalasi Gawat Darurat, sedangkan Triage ESI tidak menentukan lama
waktu tunggu evaluasi oleh dokter (Response Time), melainkan
pemulihan secara cepat pasien mana yang harus dievaluasi lebih dahulu
oleh dokter. Selain itu Triage ESI mempunyai keunikan dimana perawat
trige juga harus mampu memperkirakan banyaknya sumber daya yang
dibutuhkan untuk memilah lagi tingkat triage pasien yang kondisinya
tidak akut. Jadi Trige ESI adalah proses pemilihan yang cepat menjadi 5
kelompok dengan proyeksi kebutuhan sumber daya yang sangat berbeda
secara klinis, sehingga berpengaruh juga pada kebutuhan operasional.
Dengan menggunakan ESI, aliran pasien ke IGD lebih lancar.
Begitu tingkat Triage ESI ditegakkan, pasien dapat ditetapkan apakah
pemeriksaan yang lengkap dulu, pendaftaran dulu, langsung terapi awal,
atau menunggu, berdasarkan pada tingkat kegawatan (acuity) mereka dan
perkiraan banyaknya sumber daya yang mereka perlukan. Contoh, tingakt
1 dan 2, dapat langsung diterima di area penanganan untuk evaluasi dan
terapi yang cepat, sedangkan pasien tingkat 4 dan 5 dipersilakan ke
pendaftaran dulu, kemudian menunggu sampai ada tempat atau tenaga
kosong.

4.8 PENAHANAN PASIEN UNTUK TINDAKAN OBSERVASI


1. Definisi
Hasil dari triage pasien gawat darurat adalah ditentukannya kriteria
pasien berdasarkan level kegawatannya. Pasien medis tidak gawat darurat
seperti pasien hematemesis melera tanpa syok, stroke tanpa penurunan
kesadaran, diare dengan dehidrasi. Pasien akut / gawat adalah pasien yang
menderita sakit secara mendadak (onset waktu yang cepat) yang
membutuhkan pertolongan segera yang apabila tidak ditolong sakitnya
akan bertumbah parah.
Pasien gawat darurat adalah seseorang atau banyak orang yang
mengalami suatau keadaan yang mengancam jiwanya yang memerlukan
pertolongan secara cepat, tepat dan cermat yang maka bila tidak di tolong
maka seseorang tersebut dapat mati / mengalami kecacatan. Semua pasien
gawat darurat yang mengancam jiwa harus dilakukan observasi, penderita
gawat harus diobservassi. Kriteria pasien gawat akut antara lain :
1. terganggunya fungsi otak dan kesadaran antara lain stroke dengan
penurunan kesadaran
2. Trauma capitis dengan penurunan kesadaran
3. Pasien dengan koma (koma diabetika, koma uremikum, kejang,
infeksi otak dll)
4. Terganggunya fungsi sirkulasi antara lain syok (hipovolemik,
kardiogerik, sepsis, neurogenik, anafilaktik, dll)

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup observasi pasien di IGD mencakup :
1. Identifikasi kegwatdaruratan pasien
2. Observasi pasien
3. Stabilisasi kondisi pasien
4. Tindakan dan therapi
5. Tanggap darurat dalam penyelamatan jiwa pasien bila kondisi
memburuk
6. Mencegah kecacatan lanjut
3. Tatalaksana
1. Observasi dilakukan tiap 5 – 15 menit sesuai dengan tingkat
kegawatannya
2. Observasi dilakukan oleh paramedis perawat, bila perlu oleh dokter
3. Hal – hal yang perlu diobservasi :
a. Keadaan umum penderita
b. Kesadaran penderita
c. Kelancaran jalan nafas (air way)
d. Kelancaran pemberian O2
a. Tanda – tanda vital :
a) Tensi
b) Nadi
c) Respirasi / pernafasan
d) Suhu
b. Kelancaran tetesan infus
4. Apabila hasil observasi menunjukkan keadaan pasien semakin tidak baik
maka paramedis perawat harus lapor kepada dokter yang sedang bertugas
5. Apabila kasus penyakitnya diluar kemampuan dokter IGD maka perlu
dirujuk
6. Observasi dilakukan maksimal 6 jam, selanjutnya di putuskan pasien bisa
pulang atau rawat inap
7. Perkembangan pasien selama observasi dicatat dikartu status pasien / RM.
IGD (lembar observasi)

4.9 TATA LAKSANA BILA TEMPAT TIDUR PENUH DI RSIA MUSLIMAT


1. Definisi
Tempat tidur penuh adalah kondisi dimana tempat tidur diunit yang
dituju dan atau seluruh tempat tidur pasien di RSIA Muslimat terisi
semua
2. Tujuan
Untuk menjamin kontuinitas pelayanan IGD pasien selama 24 jam
3. Ruang Lingkup
RSIA Muslimat Jombang
4. Tatalaksana
1. Dokter jaga di IGD mengintruksikan pasien untuk rawat inap
2. Perawat untuk dokter jaga IGD membuat formulir pendaftaran
rawat inap dan diberikan kepada pasien / keluarga / wali pasien
untuk mencari ruang perawatan
3. Jika unit yang dituju, maka akan dicarikan tempat diunit lain
yang memiliki fasilitas memadai dan menyerupai sampai unit
perawatan yang diperlukan kembali tersedia
4. Jika disemua ruang perawatan di RSIA Muslimat terisi semua /
pemuh maka perawat / dokter jaga IGD akan mencarikan ruang
perawatan di Rumah Sakit lain (lihat panduan SPO rujukan dan
transfer)
5. Jika semua ruang perawatan baik di RSIA Muslimat maupun di
Rumah Sakit lain penuh maka sementara pasien akan dirawat di
IGD sampai mendapatkan kepastian ruang perawatan lebih lanjut
6. Pasien yang dirawat sementara di IGD karena ruang perawatan
penuh selanjutnya tetap dibawah pengawasan DPJD (lihat SPO
observasi pasien di IGD)

4.10 KRITERIA TRANSFER PASIEN

Panduan transfer pasien di Rumah Sakit RSIA Muslimat Jombang adalah


suatu panduan cara memberikan standar pengelolaan prosedur transfer pasien
yang seragam di lingkungan RSIA Muslimat Jombang Panduan transfer pasien
ini harus dipatuhi oleh semua instalasi / unit pelayanan di lingkungan RSIA
Muslimat Jombang, karena panduan ini bertujuan meningkatkan mutu
pelayanan, meningkatkan keselamatan serta melindungi pasien dari resiko yang
mengancam jiwa selama proses transfer berlangsung. Panduan transfer pasien
ini dimaksud untuk menjamin bahwa semua pasien yang berobat di lingkungan
RSIA Muslimat Jombang mendapat standat pengelolaan transfer yang
terbaik,bermutu dan terkoordinir sesuai dengan peraturan yang berlaku.Kondisi
pasien yang menjalani prosedur transfer berbeda-beda tergantung dari keadaan
umum pasien itu sendiri, hal tersebut dapat dijabarkan kriteria dibawah ini :

Transfer pasien di RSIA Muslimat Jombang berdasarkan kriteria pasien


berikut ini:
Level
Kriteria
pasien
0 Pasien dengan Airway, Breathing, Circulation (ABC)/
hemodinamik stabil yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan
rawat inap biasa.
1 1) Pasien dengan Airway, Breathing, Circulation (ABC)/
hemodinamik stabil, namun berpotensi menjadi tidak stabil
2) Pasien yang baru dipindahkan dari ruang perawatan intensif
(HCU atau ICU) ke ruang rawat inap biasa
2 3) Pasien dengan Airway, Breathing, Circulation (ABC)/
hemodinamik yang tidak stabil dan membutuhkan observasi
lebih ketat dan intervensi lebih mendalam.
4) Pasien yang mengalami kegagalan satu sistem organ.
5) Pasien yang membutuhkan perawatan pasca operasi.
3 Pasien dengan Airway, Breathing, Circulation (ABC)/
hemodinamik yang tidak yang stabil membutuhkan bantuan
pernafasan dan atau dengan Pasien yang mengalami kegagalan
multi organ, sehingga 3 membutuhkan bantuan/penunjang
kegagalan multi organ dalam jangka waktu lama dan alat bantu
pernapasan.

2.2 Jenis Transfer Pasien


a. Transfer Intra Rumah Sakit
Transfer intra rumah sakit adalah transfer antar instalasi pelayanan yang ada
dilingkungan RSIA Muslimat Jombang. Transfer bisa dari IRJ ke IRNA atau
sebaliknnya, bisa dari IRD ke kamar operasi,dari kamar operasi ke ruang
ICU atau RR,dari ICU ke IRNA,dari RR ke IRNA,dan lain sebagainnya.
Selama transfer berlangsung, semua peralatan yang berhubungan dengan
pasien letaknnya harus berada sejajar atau dibawah pasien, kecuali tidak
diperkuat melebihi alat pada tubuh pasien.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam transfer intra rumah sakit adalah
sebagai berikut :
1. Standar : pemantauan minimal, pelatihan, dan petugas yang
berpengalaman, diaplikasikan pada transfer intra dan antar rumah sakit.
2. Sebelum transfer lakukan analisis mengenai resiko.
3. Sediakan kapasitas candangan oksigen dan daya baterai yang cukup
untuk mengantisipasi kejadian emergensi.
4. Petugas yang mentransfer pasien keruang radiologi harus paham akan
bahaya potensi yang ada.
5. Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melebihi level
pasien.
Kriteria transfer intra hospital dari IGD dan ponek ke ruang rawat inap.
1. Keadaan umum stabil
2. Tanda-tanda vital stabil
3. Ruangan yang dituju sudah siap
4. Pengisian status di IGD sudah lengkap
Kriteria transfer intra hospital masuk ke ruang intensif atau neonatal level II
Non infeksi :
1. Neonatus premature dengan usia kehamilan > 32 minggu
2. Neonatus dengan BBL < 2,5 kg.
3. Neonatus yang memerlukan resusitasi dan stabilisasi segera
4. Neonatus yang dalam masa penyembuhan
5. Neonatus yang memerlukan infuse intra vena perifer dan memerlukan
nutrisi parenteral jangka waktu tertentu atau jalur sentral menggunakan
tali pusat.
6. Neonatus dengan ibu penderita diabetes
7. Neonatus lahir dari kehamilan beresiko tinggi atau persalinan dengan
komplikasi
8. Neonatus dengan hiperbilirubin yang memerlukan terapi sinar
9. Neonatus yang mengalami hyptermi atau hipetermi
10. Neonatus yang memerlukan terapi oksigen baik jangka pendek maupun
jangka panjang dan memerlukan pemantauan saturasi oksigen dan alat
pantau yang lain.
11. Neonatus yang memerlukan ventilasi dengan alat bantu termasuk CPAP
(Continous Positive Air Way Perssure) Atau ventilasi mekanik
(ventilator)
Kriteria Rawat Inap Neonatus Level II Infeksi :
1. Neonatus dengan usua kehamilan > 32 minggu dengan infeksi
2. Neonatus dengan infeksi ringan atau berat
3. Neonatus dengan meconial aspirasi syndrome
4. Neonatus dengan sepsis
5. Neonatus dengan diare
6. Neonatus luar RSIA Muslimat yang memerlukan perawatan dan
tindakan medis di rumah sakit
7. Neonatus sakit yang memrlukan infuse intravena dan membutuhkan
nutrisi parenteral.
Kriteria transfer intra hospital keluar ke ruangan intensif atau neonatal level
II.
1. Neonatus yang sudah stabil tidak ada gawat nafas dan suhu tubuh
2. Neonatus yang reflek hisap baik
3. Telah latihan menetek dengan baik
b. Transfer antar rumah sakit
1. Transfer dari luar atau keluar RSIA Muslimat Jombang bisa berupa
transfer dari RSIA Muslimat Jombang ke rumah sakit lainnya atau
sebaliknnya.
Tabel. 1

Transfer Intra Rumah Sakit

NO Pasien Petugas pendamping KETERAMPILAN YANG DIBUTUHKAN PERALATAN UTAMA

1 Derajat 0 Perawat PK 1 Perawat : BLS Brankar / Kursi roda

2 Derajat 1 Perawat PK 1 Perawat BLS / PPGD Oksigen, brankar, tiang infus,pulse


oksimetri.

3 Derajat 2 Perawat PK II Perawat : Oksigen,brankar, suction, tiang infus,

- BLS, PPGD,BTCLS, pulse oksimetri serta monitor EKG, tensi


- Harus mengikuti pelatihan untuk transfer meter, dan defibrilator, ambubag
pasien.
4 Derajat 3 Perawat PK III Perawat : Oksigen, suction, tiang infus. Pulse
osimentri seerta monitor EKG, tensi
(INTENSIF - Ketrampilan BLS,PPGD,BTCLS
meter, defibrilator, ambubag, jackson
CARE) - Telah mengikuti pelatihan untuk transfer
rees, scoop stretcher dan long spine
board.
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Keputusan untuk dilakukan transfer internal.


 Keputusan untuk dilakukan transfer internal berdasarkan indikasi transfer internal
dan kebutuhan pelayanan pasien tersebut.
 Pengambil keputusan untuk melakukan transfer internal dilakukan oleh DPJP atau
jika oleh dokter jaga atau perawat maka harus sepengetahuan dan persetujuan DPJP.

3.2 Menyampaikan komunikasi, informasi, dan edukasi dengan pasien dan/atau


keluarga pasien tentang transfer pasien.
 Menyampaikan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga pasien
mengenai perlunya dilakukan transfer internal.

3.3 Menghubungi bagian/unit/ruangan yang akan dituju.


 Saat keputusan transfer internal telah diambil, maka DPJP atau dokter jaga atau
perawat harus menghubungi bagian/unit/ruangan yang akan dituju.
 Jika untuk kepentingan diagnostik, maka DPJP atau dokter jaga atau perawat
menghubungi bagian penunjang medis (radiologi, laboratorium, dan lain-lain) yang
dituju dengan memberikan informasi tentang identitas pasien, diagnosa, kondisi
pasien, dan permintaan pemeriksaan penunjang yang diminta.
 Untuk kepentingan tindakan medis/operasi, maka DPJP atau dokter jaga atau perawat
menghubungi kamar operasi dengan memberikan informasi tentang identitas pasien,
diagnosa, kondisi pasien, dan rencana tindakan medis/operasi yang akan dilakukan.
 Untuk kepentingan perawatan selanjutnya, informasi yang diberikan tentang identitas
pasien, diagnosa, kondisi pasien, indikasi rawat inap, dan kebutuhan pasien di
ruangan rawat inap tersebut.

3.4 Petugas transfer pasien.


 Petugas transfer internal segera disiapkan sesuai dengan criteria/level pasien yang
akan ditransfer.
 Petugas transfer internal melakukan koordinasi dengan DPJP atau dokter jaga yang
mengambil keputusan dilakukan transfer internal.
 Petugas transfer internal harus mempunyai kompetensi tertentu, kompetensi ini
didasarkan pada criteria/level pasien yang akan ditransfer.
3.5 Standarisasi Transfer Pasien
Menstranfer pasien, baik intra rumah sakit mauapun antar rumah sakit terutama yang
sakit kritis membutuhkan koordinasi dengan banyak pihak. Hal menyangkut kerjasama
antar rumah sakit/ instansi / unit pelayanan, ketersediaan SDM yang berkopetensi/
terlatih, ketersediaan peralatan utama sampai pada transportasi seperti brankar/ kursi
roda atau ambulance ( untuk transfer antar rumah sakit) yang memadai dan sesuai
standar dan perundang-undangan yang berlaku. Koordinasi ini semua bertujuan untuk
menyediakan proses transfer pasien denfgan standar terbaik seperti yang ditampilkan
pada tabel dibawah ini.

3.6 Stabilisasi sebelum transfer pasien.


a. Transfer internal dilakukan dalam kondisi pasien sudah stabil.
b. Pasien harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat pasien se-stabil mungkin.
Tindakan yang dilakukan sebelum transfer internal. sebagai berikut:
1) A = Airway adalah mempertahankan jalan napas dengan teknik manual atau
menggunakan alat bantu. Tindakan ini mungkin akan banyak memanipulasi leher
sehingga harus diperhatikan untuk menjaga stabilitas tulang leher (cervical spine
control).
2) B = Breathing adalah menjaga pernapasan/ventilasi dapat berlangsung dengan
baik.
3) C = Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan tindakan
untuk menghentikan perdarahan (hemorrhage control).
4) D = Disability adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya
gangguan neurologis.
5) E = Exposure/environmental control adalah pemeriksaan pada seluruh tubuh
penderita untuk melihat jejas atau landa-tanda kegawatan yang mungkin tidak
terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi.
c. Keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan resusitasinva dilakukan pada
saat itu juga.
d. Dokumentasikan dalam rekam medis dan lembar observasi pasien tentang kondisi
pasien, tindakan stabilisasi, pemberian cairan, pemberian obat-obatan, dan observasi
pasien.
e. Setelah pasien dalam kondisi se-stabil mungkin, maka dapat dilakukan transfer
pasien sesuai dengan criteria/level pasien.
3.7 Monitoring selama transfer pasien.
Monitoring yang dilakukan selama transfer internal adalah sebagai berikut:
 Keluhan pasien.
 Keadaan umum pasien.
 Tanda-tanda vital pasien : nadi, tekanan darah, pernapasan, saturasi oksigen,
kesadaran, skala nyeri.
 Mempertahankan dan mengamankan jalan napas dan pernapasan/ventilasi.
 Hasil monitoring ini didokumentasikan dalam formulir transfer.

3.8 Serah terima pasien dengan ruangan atau bagian/unit/ruangan yang dituju.
 Pètugas transfer pasien melakukan serah terima dengan petugas di
bagian/unit/ruangan yang dituju.
 Transfer internal untuk kepentingan perawatan selanjutnya, petugas transfer
memberikan informasi:
- Identitas pasien.
- Dokter yang merawat atau DPJP.
- Riwayat penyakit dan diagnosa medis.
- Keadaan umum, kesadaran dan hasil observasi tanda-tanda vital pasien.
- Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan (laboratorium, radiologi, dan
Lain-lain) serta untuk follow-up hasil pemeriksaan yang belum selesai.
- Tindakan yang telah dilakukan.
- Terapi yang telah diberikan (cairan infus, transfusi, obat-obatan).
- Alergi obat.
- Rencana tindakan, pemeriksaan penunjang. terapi yang akan
dilakukan/dilanjutkan.
- Status Rekam Medis Pasien.
- Formulir transfer pasien.
- Lembar observasi pasien.
- Informasi lain yang dianggap perlu.
 Untuk kepentingan tindakan medis/operasi, maka petugas transfer melakukan serah
terima dengan menginformasikan tentang identitas pasien, diagnosa, kondisi pasien.
dan rencana tindakan medis/operasi yang akan dilakukan.
- Identitas pasien.
- Diagnosis pra bedah.
- Keadaan umum, kesadaran dan hasil observasi tanda-tanda vital pasien.
- Alergi obat.
- Informed consent.
- Penandaan lokasi operasi.
- Hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, dan lain-lain)
- Hasil konsultasi dokter anestesi/pemeriksaan pra-anestesi atau sedasi.
- Persiapan pasien perhiasan sudah dilepas, skiren lokasi operasi, gigi palsu
sudah dilepas, puasa, obat premedikasi (antibiotic profilaksis), lavemen,
personal hygiene, oral hygiene, persediaan darah (bila diperlukan).
- Informasi lain yang dianggap perlu.
- Status Rekam Medis Pasien.
- Formulir transfer pasien.
- Lampiran pengecekan persiapan operasi.
 Jika untuk kepentingan diagnostik, petugas transfer menyerahkan surat permintaan
pemeriksaan penunjang dan informasi tentang identitas pasien, diagnosa, kondisi
pasien, dan permintaan pemeriksaan penunjang yang diminta.
 Dokumentasi transfer internal harus jelas dan lengkap sehingga dapat digunakan
sebagai acuan data dasar dan sarana audit.
 Jika terjadi insiden keselamatan pasien selama proses transfer internal maka harus
dilaporkan ke Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai panduan yang berlaku.
4.11 HAMBATAN – HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN YANG MUNCUL DI
RUMAH SAKIT
RSIA Muslimat Jombang melayani berbagai populasi masyarakat, munkin
pasiennya tua cacat, bicara dengan berbagai bahasa dan dialek, budaya yang
berbeda atau penghalang lainnya. Hambatan – hambatan ini dapat menggangu
proses assesment dan pemberian asuhan.
1. Definisi
Hambatan adalah segala sesuatu yang menghalangi, membingungkan,
mengacaukan, dan mengganggu proses pelayanan di rumah sakit. Hambatan –
hambatan tersebut anatara lain : pasien tua, cacat fisik, bicara dengan berbagai
bahasa dan dialek, budaya yang berbeda dan lain – lain.
2. Ruang Lingkup
1. Pasien berusia lanjut (lansia)
2. Pasien yang cacat fisik
a. Gangguan pendengaran
b. Gangguan penglihatan
c. Gangguan bicara
d. Cacat fisik yang lainnya
3. Pasien dengan bahasa dan dialek diluar bahasa dan dialek jawa timur
4. Pasien dengan budaya berbeda, agama berbeda, kepercayaan berbeda
5. Pasien dengan kognitif terbatas
6. Pasien dengan motivasi kurang
7. Pasien dengan emosional
3. Tatalaksana
1. Pasien berusia lanjut
a. Menciptakan suasana yang nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang berhadapan dengan pasien
c. Petugas RSIA Muslimat Jombang berkomunikasi dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti / dipahami atau bahasa yang
dipergunakan sehari – hari oleh pasien tersebut
d. Menggunakan umpan balik (feedback) baik verbal maupun non verbal
e. Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien yang
mendampingi pasien untuk menjadi mediator komunikasi atas
persetujuan pasien
2. Pasien dengan gangguan pendengaran
a. Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang sedapat munkin ambil posisi yang
dapat dilihat pasien bila pasien mengalami kebutaan parsial atau
sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran petugas
c. Petugas RSIA Muslimat melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran
d. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi pasien
tidak memunkinkannya menerima pesan verbal secara visual. Nada
suara memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien
e. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, petugas
menerangkan alasan pemeriksaan fisik tersebut
f. Informasikan kepada pasien ketika petugas akan meninggalkannya /
memutus komunikasi
g. Orientasikan pasien pada lingkungannya jika pasien dipindahkan ke
lingkungan / ruangan yang baru
h. Prientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya
i. Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien yang
mendampingi pasien untuk menjadi mediator komunikasi atas
persetujuan pasien
3. Pasien dengan gangguan pendengaran
a. Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama pasien dan peran
c. Petugas RSIA Muslimat Jombang menggunakan bahasa yang
sederhana dan bicaralah dengan terang, jelas dan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir petugas. Sangat penting
untuk berbicara dengan jelas, bukan dengan keras
d. Jika pasien dapat mendengar dengan alat bantu dengar, pastikan alat
tersebut terpasang dan berfungsi
e. Meminimalkan distraksi yang dapat menghalangi konsentrasi pasien :
meminimalkan percakapan jika pasien keletihan atau gunakan
komunikasi secara tertulis
f. Bila munkin gunakan bahasa pantomime dengan gerakan sederhana
dan wajar
g. Gunakan bahasa isyarat dan bahasa jari bila petugas bias dan
diperlukan
h. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (symbol)
i. Jangan melakukan pembicaraan ketika petugas sedang mengunyah
sesuatu misalnya permen karet
j. Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien yang
mendampingi pasien atau petugas yang mempunyai keahlian bahasa
isyarat, untuk menjadi mediator komunikasi atas persetujuan pasien
4. Pasien dengan gangguan biacara
a. Ciptakan suasana nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran
c. Petugas RSIA Muslimat Jombang menggunakan bahasa yang
sederhana dan berbicaralah degan terang, jelas dan perlahan untuk
meumdahkan pasien dengan membaca gerak bibir petugas
d. Usahakan bicara dengan posisi tepat didepan pasien dan pertahankan
sikap tubuh dan mimic wajah yang lazim
e. Petugas benar – benar dapat memperhatikan mimic dan gerak bibir
pasien
f. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata – kata yang diucapkan
g. Gunakan bahasa isyarat dan bahasa jari petugas bias dan diperlukan
h. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (symbol)
i. Jangan melakukan pembicaraan ketika petugas sedang mengunyah
sesuatu misalnya permen karet
j. Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien yang
mendampingi pasien atau petugas yang mempunyai keahlian bahasa
isyarat, untuk menjadi mediator komunikasi atas persetujuan pasien
5. Pasien degan cacat fisik
Misalnya tuan raksa, tuna grahita, tergantung sepenuhnya kepada keluarga
pasien yang mendampingi pasien tersebut, untuk menjadi mediator
komunikasi atas pesetujuan pasien.
6. Pasien dengan bahasa dan dialek diluar bahasa dan dialek jawa timur
a. Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran
c. Kaji bahasa apa yang dapat digunakan pasien secara baik
d. Petugas RSIA Muslimat Jombang berkomunikasi dengan bahagsa
Indonesia, bicara dengan jelas dan lebih lambat dari normal (jangan
melakukannya secara berlebihan)
e. Jika pasien tidak dapat memahami atau berbicara (merespon) gunakan
metode alternative dalam melakukan komunikasi :
- Menuliskan pesan yang akan disampaikan
- Guankan gerak tubuh atau tindakan
- Melakukan klarifikasi maksud dari setiap kata yang tidak jelas
f. Jika perlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien yang
mendampingi pasien atau petugas yang mempunyai keahlian
penerjemah, untuk menjadi mediator komunikasi atas persetujuan
pasien
7. Pasien dengan budaya berbeda, agama berbeda, kepercayaan berbeda
a. Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama peran
c. Kaji budaya, agama, kepercayaan, dari pasien
d. Jika dalam memberikan pelayanan, terdapat hal yang
berkesinambungan dengan budaya, agama, kepercayaan pasien maka
berikan penjelasan ke pasien terutama maksud dan tujuan pelayanan
tersebut
8. Pasien dengan kognitif terbatas
a. Menciptakan suasana yang nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang duduk berhadapan dengan pasien
c. Petugas RSIA Muslimat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran
d. Kaji kemampuan kognitif dan tipe pembelajaran dari pasien
e. Petugas RSIA Muslimat Jombang berkomunikasi dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti / dipahami atau bahasa yang
dipergunakan sehari – hari oleh pasien tersebut
f. Selalu memperjelas hal yang tidak dimengerti / dipahami oleh pasien
dengan mengulang kembali kata – kata yang diucapkan serta
memperjelas maksud dan tujuannya
g. Menggunakan umpan balik (feedback) baik bahasa verbal maupun non
verbal
9. Pasien dengan motivasi kurang
a. Menciptakan suasana yang nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang duduk berhadapan dengan pasien
c. Petugas RSIA Musilmat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran
d. Kaji tingkat motivasi pasien
e. Petuga RSIA Muslimat Jombang berkomunikasi dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti / dipahami atau bahasa yang
dipergunakan sehari – hari oleh pasien tersebut
f. Selalu memperjelas hal yang tidak dimengerti / dipahami oleh pasien
dengan mengulang kembali kata – kata yang diucapkan serta
memperjelas maksud dan tujuannya
g. Menggunakan umpan balik (feedback) baik bahasa verbal maupun non
verbal
h. Jika dalam memebrikan pelayanan, pasien terlihat kurang motifasi maka
berikan penjelasan ke pasien terutama maksud dan tujuan pelayanan
tersebut
10. Pasien dengan emosional
a. Mencipatakan suasana nyaman dan privasi
b. Petugas RSIA Muslimat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran
c. Petugas RSIA Muslimat Jombang melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran
d. Kaji reaksi emosional pasien : menolak (denial), marah (anger), tawar –
menwar (bergening), depresi (depressive), pasrah (acceplace)
e. Petugas RSIA Muslimat Jombang berkomunikasi dengan bahasa yang
sederhana dan dimengerti / dipahami atau bahasa yang dipergunakan
sehari – hari oleh pasien tersebut
f. Petugas tidak boleh terbawa emosional pasien, senantiasa sabar dan
memahami kondiri pasien sehingga dapat memberika pelayanan dengan
ikhlas
g. Selalu memperjelas hal yang tidak dimengerti / dipahami oleh pasien
dengan mengulang kembali kata – kata yang diucapkan serta
memperjelas maksud dan tujuannya
h. Menggunkan umpan balik (feedback) baik bahasa verbal maupun non
verbal
4.12 TATALAKSANA SISTEM RUJUKAN
1. DEFINISI
Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayan
kesehatan secara timbale balik, baik vertical maupun horinzontal.
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertical adalah rujukan yang dilakukan antar pelayan kesehatan yang
berbeda tingkatan.Dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
2. TATA CARA PELAKSANAAN SYSTEM RUJUKAN BERJENJANG
Sistem rujukan pelayan kesehatan dilaksanakan secar berjenjang sesuai
kebutuhan medis yaitu :
1. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
2. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk
ke fasilitas atas rujukan dari faskes primer
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes primer
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer
KRITERIA PASIEN DIRUJUK

1. Tidak tersedia fasilitas kesehatan di RSIA muslimat jombang


2. Tidak tersedianya dr spesialis yang merawat
3. Permintaan pasien dan keluarga
4. Membutuhkan perawatan atau pemeriksaan lanjutan yang tidak tersedia di
RSIA muslimat jombang
3. PETUGAS YANG MERUJUK PASIEN.
a. Petugas merujuk internal segera disiapkan sesuai dengan criteria/level pasien
yang akan dimerujuk.
b. Petugas merujuk internal melakukan koordinasi dengan DPJP atau dokter
jaga yang mengambil keputusan dilakukan merujuk internal.
c. Petugas merujuk internal harus mempunyai kompetensi tertentu, kompetensi
ini didasarkan pada criteria/level pasien yang akan dimerujuk
4. STABILISASI SEBELUM MERUJUK PASIEN.
a. Merujuk dilakukan dalam kondisi pasien sudah stabil.
b. Pasien harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat pasien se-stabil
mungkin. Tindakan yang dilakukan sebelum merujuk internal. sebagai
berikut:
1) A = Airway adalah mempertahankan jalan napas dengan teknik
manual atau menggunakan alat bantu. Tindakan ini mungkin akan
banyak memanipulasi leher sehingga harus diperhatikan untuk
menjaga stabilitas tulang leher (cervical spine control).
2) B = Breathing adalah menjaga pernapasan/ventilasi dapat berlangsung
dengan baik.
3) C = Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan
tindakan untuk menghentikan perdarahan (hemorrhage control).
4) D = Disability adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan
adanya gangguan neurologis.
5) E = Exposure/environmental control adalah pemeriksaan pada seluruh
tubuh penderita untuk melihat jejas atau landa-tanda kegawatan yang
mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi.
d. Keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan resusitasinva dilakukan
pada saat itu juga.
e. Dokumentasikan dalam rekam medis dan lembar observasi pasien tentang
kondisi pasien, tindakan stabilisasi, pemberian cairan, pemberian obat-obatan,
dan observasi pasien.
f. Setelah pasien dalam kondisi se-stabil mungkin, maka dapat dilakukan
merujuk pasien sesuai dengan criteria/level pasien.
5. MONITORING SELAMA MERUJUK PASIEN.
Monitoring yang dilakukan selama merujukinternal adalah sebagai berikut:
a. Keluhan pasien.
b. Keadaan umum pasien.
c. Tanda-tanda vital pasien : nadi, tekanan darah, pernapasan, saturasi oksigen,
kesadaran, skala nyeri.
d. Mempertahankan dan mengamankan jalan napas dan peinapasan/ventilasi.
e. Hasil monitoring ini didokumentasikan dalam formulir merujuk.
6. SERAH TERIMA PASIEN DENGAN RUANGAN ATAU
BAGIAN/UNIT/RUANGAN YANG DITUJU.
a. Pètugas merujuk pasien melakukan serah terima dengan petugas di
bagian/unit/ruangan yang dituju.
b. Merujuk internal untuk kepentingan perawatan selanjutnya, petugas merujuk
memberikan informasi:
1) Identitas pasien.
2) Dokter yang merawat atau DPJP.
3) Riwayat penyakit dan diagnosa medis.
4) Keadaan umum, kesadaran dan hasil observasi tanda-tanda vital pasien.
5) Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan (laboratorium, radiologi,
dan Lain-lain) serta untuk follow-up hasil pemeriksaan yang belum
selesai.
6) Tindakan yang telah dilakukan.
7) Terapi yang telah diberikan (cairan infus, transfusi, obat-obatan).
8) Alergi obat.
9) Rencana tindakan, pemeriksaan penunjang. terapi yang akan
dilakukan/dilanjutkan.
10) Status Rekam Medis Pasien.
11) Formulir merujuk pasien.
12) Lembar observasi pasien.
13) Daftar barang pasien (bila pasien tidak ada keluarga).
14) Informasi lain yang dianggap perlu.
c. Untuk kepentingan tindakan medis/operasi, maka petugas merujuk melakukan
serah terima dengan menginformasikan tentang identitas pasien, diagnosa,
kondisi pasien. dan rencana tindakan medis/operasi yang akan dilakukan.
1) Identitas pasien.
2) Dokter operator.
3) Diagnosis pra bedah.
4) Keadaan umum, kesadaran dan hasil observasi tanda-tanda vital pasien.
5) Alergi obat.
6) Informed consent.
7) Penandaan lokasi operasi.
8) Hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, dan lain-lain)
9) Hasil konsultasi dokter anestesi/pemeriksaan pra-anestesi atau sedasi.
10) Persiapan pasien perhiasan sudah dilepas, skiren lokasi operasi, gigi
palsu sudah dilepas, puasa, obat premedikasi (antibiotic profilaksis),
lavemen, personal hygiene, oral hygiene, persediaan darah (bila
diperlukan).
11) Informasi lain yang dianggap perlu.
12) Status Rekam Medis Pasien.
13) Formulir merujuk pasien.
14) Lampiran pengecekan persiapan operasi.
d. Jika untuk kepentingan diagnostik, petugas merujukmenyerahkan surat
permintaan pemeriksaan penunjang dan informasi tentang identitas pasien,
diagnosa, kondisi pasien, dan permintaan pemeriksaan penunjang yang
diminta.
7. Tata laksana
a. Keputusan untuk dilakukan rujukan :
1) Keputusan untuk dilakukan rujuk berdasarkan indikasi rujukan dan
kebutuhan pelayanan pasien tersebut.
2) Pengambil keputusan untuk melakukan rujuk dilakukan oleh DPJP jika
oleh dokter jaga atau perawat maka harus sepengetahuan persetujuan
DPJP.
b. Menyampaikan komunikasi, informasi dan edukasi pasien dan / keluarga
pasien tentang merujuk pasien dengan cara yang mudah dimengerti pasien
dan keluarganya yaitu :
1) Menyampaikan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan
keluarga pasien menyetujui persetujua dilakukan rujukan.
2) Jika pasien dan/atau keluarga pasien menyetujui dilakukan rujukan ke rs
lain maka didokumentasikan dalam persetujuan tindakan merujuk
pasien. Jika menolak maka didokumentasikan dalam penolakan tindakan
merujuk pasien.
3) Menyampaikan intruksi pada pasien dan keluarga tentang kapan kembali
untuk pelayanan tindak lanjut yang diterapkan di surat control.
4) Menyampaikan informasi bila kondisi pasien di dalam keadaan yang
mendesak untuk segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan yang
terdekat (di terapkan pada surat control)
c. Menghubungi RS yang akan dituju:
1) Saat keputusan merujuk pasien telah diambil maka DPJP atau dokter
jaga dan perawat harus menghubungi RS yang akan dituju.
2) Jika untuk kepentingan diagnosa, maka DPJP dan dokter jaga atau
perawat menghubungi bagian penunjang medis (radiologi, laboratorium
dll) yang dituju dengan memberikan informasi tentang identitas pasien,
diagnosa, kondisi pasien, dan permintaan pemeriksaan penunjang yang
diminta.
3) Untuk kepentingan tindakan medis/operasi, maka DPJP atau dokter jaga
dan perawat menghubungi dokter jaga UGD dengan memberikan
informasi tentang identitas pasien, diagnosa, kondisi pasien dan rencana
tindakan medis/operasi yang akan dilakukan.
4) Untuk kepentingan perawatan selanjutnya, informasi yang diberikan
tentang identitas pasien, diagnosa, kondisi pasien, indikasi rawat inap
dan kebutuhan pasien di ruang rawat inap.
d. Daftar rumah sakit rujukan :
1) RSUD JOMBANG
RSUD Kab.Jombang adalah RS negeri kelas B. Rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas.RS
ini juga menampung pelayanan rujukan dari RS kabupaten.jumlah
dokter banyak dan sebagian besar spesialis.
2) RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA
Rumah sakit tersebut adalah rumah sakit negeri kelas A.Rumah sakit
tersebut mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan sub
spesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau
disebut pula Rumah sakit pusat.memiliki fasilitas dan SDM yang
lengkap (profesor dan konsultan).
3) Graha Amerta,GRIU RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA
Rumah sakit tersebut adalah rumah sakit negeri kelas A. memiliki
fasilitas dan SDM yang lengkap (profesor dan konsultan).
4) RSU Dr.Saiful Anwar Malan
Rumah sakit tersebut adalah rumah sakit negeri kelas A.Rumah sakit
tersebut mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan sub
spesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau
disebut pula Rumah sakit pusat (jumlah dokter banyak,sebagian besar
spesialis).
ALUR PELAYANAN PASIEN
IGD RSIA MUSLIMAT JOMBANG
Datang Sendiri

Dokter Praktek
Pintu IGD
Poliklinik

RS Lain / Puskesmas
TRIAGE Pendaftaran

Tidak gawat Gawat darurat

TIDAK DARURAT DARURAT GAWAT DARURAT


Pemeriksaan tindakan Pemeriksaan tindakan Resusitasi tindakan
medis medis medis

Konsul spesialis

Observasi Pemeriksaan penunjang

Resep / apotik
Administrasi

Rawat Rawat Rujuk RS Pasien


jalan inap lain meninggal

Keterangan :
Garis komando
Garis koordinasi
BAB V
LOGISTIK

1.1 Pengadaan barang oprasional


1. Barang umum ( alat tulis )
No Nama barang Jumlah barang
1 Bolpoin hitam 4
2 Pensil 1
3 Buku obat 1
4 Buku laporan 5
5 Staples 2
6 Isi staples 1
7 Penggaris 1
8 Penghapus 1
9 Stipo 1
10 Spidol snowman 2
11 Spidol boardmakes hitam 2

2. Barang umum ( percetakan )


No Nama barang Jumlah barang
1 Resep 5
2 Amplop 5
3 Surat keterangan istirahat 5
4 Formulir rujukan 5
5 Form visite dokter 5
6 Lembar CPPT 5
7 Form APS 5
8 Lembar konsul dan jawaban 5
9 Form persetujuan tindakan medis 5
10 Form penolakan tindakan medis 5
11 Form discharge planing 5
12 Form second opinion 5
13 Form laporan pasca pajanan 5
14 Form privasi 5
15 Form penitipan barang 5
16 Form penyelesaian komplain 5
17 Form alih rawat pasien 5
18 Form keinginan memilih dokter 5
DPJP
19 Form transfer pasien 5
20 Form perintah lisan 5
21 Form pengkajian nyeri 5
22 Form observasi 5
23 Form DNR 5
24 Form permintaan pelayanan 5
kerohanian
3. Barang umum ( rumah tangga )
No Nama barang Jumlah barang
1 Tempat sampah 9
2 Keset 2
3 Kursi bundar 2
4 Kursi 6
5 Korden 5
6 Bed 5
7 Pijakan kaki 1
8 Hand soap 2
9 Hand rub 3
10 Bantal 5
11 Tisu kotak 2
12 Masker 1
13 Handscoon 1
14 Kain pel 1
15 Obat pembersih lantai 1

4. Barang umum ( bengkel )


No Nama barang Jumlah barang
1 Lampu philips 12
2 Kabel rol 1
3 Wastafel 2
4 AC 4
5 TV 1
6 Komputer 1
7 Printer 2
8 Telphone 1
9 Airphone 1
10 Senter 2
5. Barang umum medis
No Nama barang Jumlah barang
1 Rawat luka set 12
2 AJ set 1
3 THT set 2
4 Bak instrumen kecil 4
5 Tensi meter dewasa 1
6 Tensi meter anak 1
7 Thermometer 2
8 Nebulizer 1
9 Suction 1
10 Infus pump 2
11 Syring pump 1
12 Stetoskop 4
13 APD set 1
14 Spill kit set 1
15 Troly emergency 1
16 Dc shock 1
17 ECG 1
18 Code blue set 1
19 Infarm warmer 1
20 Oksimetri 1
21 Heacting set 1
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

6.1 Pengertian
Keselamatan pasien ( patient safety ) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman . sistem tersebut meliputi :
1. Asesmen resiko
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
3. Pelaporan dan analisis insiden
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
1. Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
2. Tidak mengambil tindakana yang seharusnya diambil

6.2 Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan kejadian tidak diharapkan ( KTD ) dirumah sakit
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan ( KTD )

6.3 Standar Keselamatan Pasien


1. Ketepatan identifikasi pasien
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki atau meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien.
2. Peningkatan komunikasi efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki atau meningkatkan
efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai ( high alert )
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat
yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur dan tepat pasien.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untukPengurangan resiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi resiko pasien dari cidera
karena jatuh.

 KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN ( KTD )


ADVERSE EVENT :
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondsi pasien. Cedera dapat
diakibatkan olehkesalahan medis atau buan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.

KTD yang tidak dapat dicegah


Unpreventable Adverse Event :
Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan
pengetahuan mutakhir.

 KEJADIAN NYARIS CEDERA ( KNC )


Near Miss :
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan ( commission )atau tidak
mengambil tindakan yang seharusn6ya diambil ( omission , yang dapat mencederai
pasien, tetapicedera serius tidak terjadi :
 Karena “ keberuntungan”
 Karena “ pencegahan”
 Karena “peringanan”

 KESALAHAN MEDIS
Medical Error :
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.

 KEJADIAN SENTINEL
Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius, baisanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan
keseriusan cedera yang terjadi ( seperti amputasi pada kaki yang salah ) sehingga
pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada
kebijakan dan prosedur yang berlaku.
6.4 TATALAKSANA
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada apsien
2. Melaporkan pada dokter jaga IGD
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan Insiden
Keselamatan”
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

7.1 Pengertian

Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat kerja /
aktivitas karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.

7.2 Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di RSIA Muslimat Jombang
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaan menjadi bertambah tinggi

7.3 TATALAKSANA KESELAMATAN PEGAWAI


Untuk melindungi sumber daya rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,

maupun lingkungan rumah sakit yang ada di rumah sakit ibu dan anak muslimat

jombang dari risiko kejadian keselamatan dan kesehatan kerja, diperlukan

penyelenggaraan K3RS secara berkesinambungan dengan cara :

1. Setiap karyawan RSIA MUSLIMAT JOMBANG mengikuti program pelatihan yang

dilakukan K3RS secara rutin yang berhubungan dengan tanggap darurat kebakaran

dan tanggap darurat bencana lainya.

2. Setiap karyawan RSIA MUSLIMAT JOMBANG harus mampu mengoperasikan alat

pemadam api ringan (APAR) dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur APAR.

3. Setiap karyawan RSIA MUSLIMAT JOMBANG mampu melakukan evakuasi sesuai

dengan prosedur yang ada.

4. Setiap karyawan RSIA MUSLIMAT JOMBANG wajib melakukan upaya-upaya

pencegahan bahaya kebakaran dan ledakan yang mungkin terjadi.

5. Setiap karyawan RSIA MUSLIMAT JOMBANG mengikuti pemeriksaan berkala

sesuai jadwal yang telah di tetapkan oleh komite K3RS.


6. Setiap ada kejadian kecelakaan kerja wajib dilakukan penanganan sesuai standart

prosedur dan dilaporkan ke komite K3RS.

7. Setiap karyawan RSIA MUSLIMAT JOMBANG mengikuti pengenalan, penggunaan

dan penanganan tentang bahan berbahaya dan beracun (B3).

Secara Khusus Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip
pencegahan infeksi, yaitu :
a. Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan infeksi
b. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot / alas kaki
tertutup, celemek, masker, dll) terutama bila terdapat kontak dengan spesimen
pasien yaitu: urin, darah, muntah, sekret, dll
c. Melakukan perasat yang aman baik bagi petugas maupun pasien, sesuai prosedur
yang ada. Mis : memasang kateter, menyuntik, menjahit luka, memasang infus, dll
d. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menangani pasien
8. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius
9. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu :
a. Dekontaminasi dengan larutan klorin
b. Pencucian dengan sabun
c. Pengeringan
10. Menggunakan baju kerja yang bersih
11. Melakukan upaya – upaya medis yang tepat dalam menangani kasus:
a. Hepatitis B / C sesuai prinsip pencegahan
12. Pengelolaan jarum dan alat tujuan untuk mencegah perlukaan
13. Tersedianya APAR ( alat pemadam kebakaran ) di setiap unit kerja
14. Tersedianya spilkit disetiap unit kerja
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
8.1 Pengertian
Mutu pelayanan kesehatan adalah kinerja yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan
pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata – rata penduduk, serta dipihak
lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang
telah ditetapkan ( MUTU DEPKES RI th 2002 )
8.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Instalasi Gawat Darurat RSIA Muslimat Jombang dapat memebrikan pelayanan
kegawatdaruratan secara optimal sesuai dengan standar
b. Tujuan khusus
1. Menjamin penaganan gawat darurat dengan respons time yang cepat dan
penaganan yang tepat
2. Tercapainya tingkat kepuasan pelangan IGD
3. Terorganisirnya semua unsur di IGD secara terpadu dalam memberikan
pelayanan gawat darurat yang optimal, bermutu, sesuai dengan standar
4. Terlaksananya program peningkatan mutu pelayanan IGD sebagai program
yang terpadu dan berkesinambungan

Mutu Unit Ruang IGD


1. Angka kegagalan pemasangan Infus

Ruang lingkup Angka kegagalan pemasangan Infus

Dimensi mutu Keselamatan, Kompetensi


Tujuan Meningkatkan pelayanan IGD
Definisi operasional Pasien yang dilakukan pemasangan IV cateter lebih dari 2 kali
penusukan
Kriteria inklusi Seluruh pasien yang gagal dilakukan pemasangan infus
Kriteria eksklusi -
Jumlah pasien yang dilakukan pemasangan IV cateter lebih dari
Numerator
2 kali dalam waktu satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam waktu satu bulan
Dasar pemikiran
Tipe Indikator Proses dan outcome
Sumber Data Buku pelaporan
Wilayah Pengamatan IGD
Metode
Sensus harian
Pengumpulan Data
Jangka waktu
Bulanan
laporan
Standar ≤ 20%
Penanggungjawab Kepala ruang IGD
Frekuensi penilaian
Bulanan
data
Periode waktu
Bulanan
laporan
Analisis data Tri wulan
Sosialisasi hasil data Rapat bulanan
Nama alat atau
Form sensus harian online
sistem audit
Target sample Semua pasien

2. Pelayanan Life saving

Ruang lingkup Kemampuan menangani life saving di gawat darurat

Dimensi mutu Keselamatan, Kompetensi


Tujuan Terciptanya kemampuan dasar penanganan gawat darurat
Definisi operasional Live safing adalah upaya penyelamatan jiwa manusia dengan
urutan Airway, Breath, Circulation
Kriteria inklusi Seluruh pasien gawat darurat mendapat pertolongan life saving
Kriteria eksklusi -
Jumlah komulatif pasien yang mendapat pertolongan life saving
Numerator
di gawat darurat
Jumlah seluruh pasien yang membutuhkan penanganan life
Denominator
saving diunit gawat darurat
Dasar pemikiran Indikator wajib
Tipe Indikator Proses dan outcome
Sumber Data Buku laporan IGD
Wilayah Pengamatan IGD
Metode
Sensus harian
Pengumpulan Data
Jangka waktu
Bulanan
laporan
Standar 100 %
Penanggungjawab Kepala ruang IGD
Frekuensi penilaian
Bulanan
data
Periode waktu
Bulanan
laporan
Analisis data Tri wulan
Sosialisasi hasil data Rapat bulanan
Nama alat atau
Form sensus harian online
sistem audit
Target sample Semua pasien
3. Waktu Tunggu Pelayanan Dokter di gawat darurat

Ruang lingkup Waktu Tunggu Pelayanan Dokter di gawat darurat


Dimensi mutu Efektifitas
Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter untuk memberikan
penjelasan kepada pasien dan mendapat persetujuan dari pasien
akan tindakan medik yang dilakukan.
Definisi operasional Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah kecepatan
pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat pelayanan
dokter
Kriteria inklusi Semua pasien yang dilayani di IGD
Kriteria eksklusi -
Jumlah komulatif waktu yang diperlukan sejak kedatangan
Numerator
pasien yang disampling secara acak sampai dilayani dokter
Denominator Jumlah seluruh pasien yang disampling
Mempengaruhui penegakan diagnosa dan penanganan pasien
Dasar pemikiran
lebih lanjut
Tipe Indikator Proses
Sumber Data Catatan pelayanan IGD
Wilayah Pengamatan Instalasi gawat Darurat
Metode
Sensus harian
Pengumpulan Data
Jangka waktu
Bulanan
laporan
Standar ≤ 5 menit
Penanggungjawab Kepala Ruang IGD
Frekuensi penilaian
Bulanan
data
Periode waktu
Bulanan
laporan
Analisis data Tri wulan
Sosialisasi hasil data Rapat bulanan
Nama alat atau
Form sensus harian
sistem audit
Target sample Semua pasien yang datang ke IGD

4. Kepuasan Pasien IGD

Ruang lingkup Kepuasan Pasien IGD


Dimensi mutu Management
Tujuan Tercapainya kepuasan pasien dan keluarga terhadap sistem kerja
dan pelayanan di IGD
Definisi operasional Pernyataan tentang presepsi pelanggan terhadap pelayanan yang
di berikan
Kriteria inklusi Paien Rawat Inap
Kriteria eksklusi Pasien Rawat Jalan
Jumlah komulatif rerata penilaian kepuasan pasien gawat darurat
Numerator yang di survey

Denominator Jumlah seluruh pasien gawat darurat yang di survey


Dasar pemikiran Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan pelayanan
Tipe Indikator Proses, input, output
Sumber Data Bagian marketing
Wilayah Pengamatan Instalasi gawat Darurat
Metode
Sensus harian
Pengumpulan Data
Jangka waktu
Bulanan
laporan
Standar ≥ 90 %
Penanggungjawab Kepala Ruang IGD
Frekuensi penilaian
Bulanan
data
Periode waktu
Bulanan
laporan
Analisis data Tri wulan
Sosialisasi hasil data Rapat bulanan
Nama alat atau
Form sensus harian
sistem audit
Target sample Semua pasien yang datang ke IGD

5. Angka kematian Di IGD

Ruang lingkup Angka kematian Di IGD


Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan Meningkatkan mutu pelayanan kegawatdaruratan dan
kemampuan petugas dalam melayani pasien kritis
Definisi operasional Kematian yang terjadi dalam periode 24 jam sejak pasien datang.
Tidak termasuk didalam angka kematian ini Death On Arrival
(DOA)
Kriteria inklusi Seluruh pasien meninggal dalam 24 jam di IGD
Kriteria eksklusi Pasien meninggal belum 24 jam
Jumlah pasien yang meninngal dalam periode ≤ 24 jam sejak
Numerator
pasien datang
Jumlah seluruh hari pelayanan rawat jalan spesialistik dalam satu
Denominator
bulan
Dasar pemikiran -
Tipe Indikator Proses dan outcome
Sumber Data Catatan pelayanan IGD
Wilayah Pengamatan Instalasi gawat Darurat
Metode
Sensus harian
Pengumpulan Data
Jangka waktu
Bulanan
laporan
Standar 0%
Penanggungjawab Kepala Ruang IGD
Frekuensi penilaian
Bulanan
data
Periode waktu
Bulanan
laporan
Analisis data Tri wulan
Sosialisasi hasil data Rapat bulanan
Nama alat atau
Form sensus harian
sistem audit
Target sample Seluruh pasien meninggal dalam 24 jam di IGD
6. Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat BLS/PPGD/ GELS/ALS

Ruang lingkup Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat


BLS/PPGD/ GELS/ALS
Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan -
Definisi operasional Tenaga kompeten pada gawat darurat adalah tenaga yang sudah
memiliki sertifikat pelatihan BLS/ PPGD/ GELS/ ALS
Kriteria inklusi Petugas yang bersertifikat BLS/ PPGD/ GELS/ ALS
Kriteria eksklusi Petugas yang tidak bersertifikat BLS/ PPGD/ GELS/ ALS
Numerator Jumlah tenaga yang bersertifikat BLS/ PPGD/ GELS/ ALS
Denominator Jumlah tenaga yang memberikan pelayanan kegawat daruratan
Dasar pemikiran -
Tipe Indikator Outcome
Sumber Data Arsip dan dokumen Ruangan
Wilayah Pengamatan Instalasi gawat Darurat
Metode
Sensus harian
Pengumpulan Data
Jangka waktu
Bulanan
laporan
Standar 100%
Penanggungjawab Kepala Ruang IGD
Frekuensi penilaian
Bulanan
data
Periode waktu
Bulanan
laporan
Analisis data Tri wulan
Sosialisasi hasil data Rapat bulanan
Nama alat atau
Form sensus harian
sistem audit
Target sample Seluruh petugas igd yang bersertifikat BLS/ PPGD/ GELS/ ALS

8.3 Tatalaksana Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan

Pencatatan dan dokumentasi kegiatan peningkatan mutu pelayanan IGD dilakukan


oleh tim peningkatan mutu pelayanan IGD dalam bentuk data tertulis, cetak, dan digital.
Pelaporan program dibuat dalam bentuk laporan bulanan. Laporan bulanan ini akan
dianalisa oleh tim peningkatan mutu pelayanan IGD setiap 3 bulan dan kemudian
dilaporkan ke Tim Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit.

Tim peningkatan mutu pelayanan IGD dan rumah sakit berkoordinasi dalam
menindak lanjuti hasil kegiatan peningkatan mutu termasuk dalam menentukan langkah –
langkah berikutnya untuk meningkatkan pencapaian sasaran dari waktu ke waktu
BAB IX
PENUTUP

Demikian buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat ini di susun. Kami mengajak

semua pihak yang bekerja di RSIA Muslimat Jombang untuk dapat bersama – sama

membina dan mengembangkan sistem pelayanan di IGD. Semua petugas Instalasi Gawat

Darurat. Semua petugas baik tenaga medis, paramedis, maupun non medis yang berkaitan

dengan penyelanggaraan pelayanan gawat darurat hendaknya selalu menaati ketentuan yang

telah digariskan didalam buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat.

Anda mungkin juga menyukai