Anda di halaman 1dari 24

STEP VI

BELAJAR MANDIRI

1. Bagaimana proses penyerapan makanan?

Gambar 1. Intestinum Tenue

Dinding saluran cerna memiliki empat lapisan. Dinding saluran


cerna memiliki struktur umum yang sama diseluruh panjangnya dari
esofagus hingga anus, dengan beberapa variasi lokal khas untuk masing-
masing bagian. Potongan melintang saluran cerna memperlihatkan empat
lapisan jaringan utama. Dari lapisan paling dalam ke arah luar, mereka
adalah mukosa , submukosa , muskularis eksterna , dan serosa.[2]

MUKOSA

Mukosa melapisi permukaan luminal saluran cerna. Bagian ini dibagi


menjadi tiga lapisan: [2]
■ Komponen primer mukosa : merupakan membran mukosa, suatu lapisan
epitel sebelah dalam yang berfungsi sebagai permukaan protektif.
Lapisan ini juga mengalami modifikasi di bagian-bagian tertentu untuk
sekresi dan absorpsi. Membran mukosa mengandung sel kelenjar
eksokrin untuk sekresi getah pencernaan, sel kelenjar endrokrin untuk
sekresi hormon pencernaan ke dalam darah, dan sel epitel yang khusus
untuk menyerap nutrien yang telah tercerna.

■ Lamina propria : adalah lapisan tengah tipis jaringan ikat tempat epitel
berada. lapisan ini mengandung gut-associated lynsphoidtissue (GALT)
yang penting dalam pertahanan terhadap bakteri usus penyebab
penyakit .

■ Muskularis mukosa : merupakan lapisan otot polos yang jarang, adalah


lapisan mukosa terluar yang terletak di samping submukosa Pada
beberapa bagian traktus, seperti usus halus, permukaan mukosa sangat
berlipat-lipat, dengan banyak bukit dan Iembah yang sangat
meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan. Sitat
anatomis ini memaksimalkan absorpsi nutrien, air, dan elektrolit oleh
usus halus. Sebaliknya, esophagus memperlihatkan sangat sedikit
pelipatan mukosa karena fungsi utamanya adalah sebagai saluran
transit. Pola pelipatan mukosa dapat dimodifikasi oleh kontraksi
muskularis mukosa. Hal ini penting untuk memajankan daerah-daerah
yang berbeda pada permukaan absorptif ke isi lumen.

SUBMUKOSA
Merupakan lapisan tebal jaringan ikat yang menentukan daya
regang dan elastisitas saluran cerna. Bagian ini mengandung pembuluh
darah dan pembuluh limfe yang lebih besar, yang keduanya membentuk
cabang-cabang ke arah dalam ke lapisan mukosa dan ke arah luar ke
lapisan otot tebal di sekitarnya. Di dalam submukosa juga terdapat
anyaman saraf yang dikenal sebagai pleksus submukosa (pleksus artinya
"anyaman").[2]
MUSKULARIS EKTERNA
Muskularis eksterna selubung utama otot polos saluran cerna,
mengelilingi submukosa. Di sebagian besar saluran cerna, muskularis
eksterna terdiri dari dua lapisan: lapisan sirkular dalam dan lapisan
longitudinal luar. Serat-serat di lapisan otot polos dalam (di samping
submukosa) mengelilingi saluran. Kontraksi serat-serat melingkar ini
mengurangi garis tengah lumen, mengonstriksikan saluran di titik
kontraksi. Kontraksi serat di lapisan luar, yang berjalan longitudinal di
sepanjang saluran cerna, memperpendek saluran. Bersama-sama, aktivitas
kontraktil kedua lapisan otot polos ini menghasilkan gerakan mendorong
dan mencampur. Anyaman saraf lain, mienterikus, terletak di antara kedua
lapisan otot (mio artinya "otot"; enterik artinya "usus"). Bersama-sama,
pleksus submukosa dan mienterikus, disertai hormon dan mediator
kimiawi lokal, membantu mengatur aktivitas lokal usus.[2]
SEROSA
Jaringan ikat paling luar yang menutupi saluran cerna adalah
serosa, yang mengeluarkan cairan encer licin (cairan serosa) yang
melumasi dan mencegah gesekan antara organ-organ pencernaan dan
visera di sekitarnya. Hampir di seluruh panjang saluran cerna, serosa
bersambungan dengan mesenterium, yang menggantung organ-organ
pencernaan dari dinding dalam rongga abdomen seperti kawat. Perlekatan
ini menghasilkan fiksasi relatif; menopang organ-organ pencernaan di
posisinya yang benar, sementara tetap memberi mereka kebebasan untuk
melakukan gerakan mencampur dan mendorong.

Gambar 2. Lapisan Dinding Saluran Cerna


INTESTINUM TENUE
Usus halus dibedakan menjadi 3 bagian: duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum : Pada duodenum terdapat muara dari duktus koledokus
dan duktus pankreatikus. Cairan empedu dari kantung empedu dikeluarkan
lewat duktus koledokus. Cairan pankreas lewat duktus pankreatikus.
Cairan pancreas mengandung enzim lipase, amilase, tripsinogen dan
chemotripsinogen. Lipase untuk memecah lemak (setelah
diemulsifikasikan oleh empedu) menjadi asam lemak dan gliserol.
Amilase untuk memecah amilum menjadi sakarida sederhana. Duodenum
menghasilkan enzim: Enterokinase, untuk mengaktifkan tripsinogen yang
dihasilkan pankreas; Erepsin atau dipeptidase, untuk mengubah dipeptida
atau pepton menjadi asam amino; Laktase, mengubah laktosa menjadi
glukosa; Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa;
Disakarase, mengubah disakarida menjadi monosakarida; Peptidase,
mengubah polipeptida menjadi asam amino, Lipase, mengubah
trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak,Sukrase, mengubah sukrosa
menjadi fruktosa dan glukosa.
Jejunum : Jejunum merupakan tempat absorpsi zat-zat makanan.
Proses penyerapan (absorpsi) zat-zat makanan meliputi; difusi, osmosis,
dan transpor aktif.
 Monosakrida dan asam amino melalui mekanisme difusi fasilitasi.
 Asam lemak melalui mekanisme difusi biasa
 Vitamin melalui mekanisme difusi biasa.
 Air melalui mekanisme difusi dan osmosis
 Elektrolit dan mineral melalui mekanisme difusi, dan transport aktif.
Ileum : Absorpsi melalui villi usus. Di permukaan luminal sel-sel
epitel usus halus terdapat tonjolan-tonjolan khusus seperti rambut,
mikrovilus, yang membentuk brush border. Membran plasma brush
border mengandung tiga kategori enzim yang berfungsi sebagai enzim-
enzim terikat membran:
1. Enterokinase, yang mengaktifkan enzim proteolitik pankreas
tripsinogen
2. Disakaridase (maltase, sukrase-isomaltase, dan laktase) yang
bekerja pada maltose, dekstrin a-limit, dan disakarida diet. Maltosa
(yang merupakan produk amilase liur dan pankreas) diurai menjadi
glukasa oleh aktivitas maltase atau sekrase-isomaltase. Namun
produk pencernaan karbohidrat lainnya, dekstrin a-limit, hanya
dapat diuraikan oleh sukrase-isotnaltase. Hasil akhir pencernaan
disakarida sukrnsa dan laktosa diet masing-masing diselesaikan
oleh enzim sukrase- isamaltase dan laktase.
3. Aminopeptidase, yang menghidrolisis hampir semua fragmen-
fragmen peptida kecil menjadi komponen-komponen asam amino
sehingga pencernaan protein tuntas.

Proses pencernaan Protein


Baik protein dari makanan maupun protein endogen (di dalam
tubuh) yang masuk ke lumen saluran cerna dari sumber berikut dicerna
dan diserap: [2]
1. Enzim pencernaan, yang semuanya adalah protein, yang
disekresikan ke dalam lumen. Asam amino esensial; asam
amino yang tidak dapat disintesis tubuh yaitu: Isoleusin, Leusin,
Lisin, Metionin, Fenilalanin, Triptofan dan valin. Asam amino
tidak esensial; asam amino yang dapat diseintesis tubuh.
Misalnya: Glutamat, alanin, aspartat, dsb. Jika berlebih dibuang
dalam bentuk urea (Nitrogen Balans). kekurangannya
menyebabkan kwashiokor dan hongeroedem.
2. Protein di dalam sel yang terdorong hingga lepas dari vilus ke
dalam lumen selama proses pergantian mukosa.

3. Sejumlah kecil protein plasma yang normalnya bocor dari kapiler


ke dalam lumen saluran cerna.
Sekitar 20 hingga 40 g protein endogen masuk ke lunlen setiap
hari dari ketiga sumber ini. Jumlah ini dapat melebihi jumlah protein
yang berasal dari makanan. Semua protein endogen harus dicerna dan
diserap, bersama dengan protein makanan, untuk rnencegah terkurasnya
simpanan protein tubuh. Asam-asam amino yang diserap dari protein
makanan dan endogen terutama digunakan untuk membentuk protein
baru di tubuh.[2]

Proses Pencernaan Lemak


Unsur lemak dalam makanan yang memiliki peranan penting
dalam proses fisiologis adalah: trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol.
Trigliserida terusun atas asam lemak dan gliserol. Kolesterol dalam
makanan kebanyakan berasal dari kolesterol hewan, sedangkan
kolesterol dari tumbuhan sukar diserap oleh mukosa usus. Digesti
lemak makanan meliputi:[2]
1. Pencernaan lemak di mulut oleh enzim lipase yang dihasilkan
kelenjar Ebner’s yang terdapat pada permukaan dorsal lidah dikenal
sebagai enzim lipase lingual. Enzim lipase ini bekerja aktif di
lambung dan mencerna lemak sekitar 20-30%.
2. Pencernaan lemak di lambung oleh enzim lipase lambung (gastric
lipase). Enzim lipase lambung ini kurang memiliki peranan penting
kecuali bila terjadi gangguan pankreas.
3. Pencernaan lemak di usus halus: Pada duodenum terdapat muara dari
duktus choledokus dan duktus pankreatikus. Cairan empedu
dikeluarkan lewat duktus choledokus, sedangkan cairan pankreas
dikeluarkan lewat duktus pankreatikus. Lemak setelah
diemulsifikasikan oleh garam empedu menjadi larut air sehingga
memungkinkan enzim lipase pankreas bekerja. Enzim lipase
pankreas memegang peranan penting pada digesti lemak di dalam
usus halus sebagai pemecah ikatan antara asam lemak dengan
gliserol pada rantai 1 dan 3 dari trigliserida sehingga dihasilkan asam
lemak dan 2 mol monogliserida.
4. Asam lemak, gliserol, dan kolesterol di dalam lumen usus halus
bersatu membentuk butiran-butiran (agregat) yang disebut micelle.
5. Kolesterol yang terdapat dalam makanan dalam wujud ester
kolesterol yang akan dihidrolisis oleh enzim ester-kolesterol
hidrolase yang terdapat dalam cairan pankreas menjadi kolesterol.
6. Proses penyerapan (absorpsi) lemak makanan: micelle diserap oleh
sel mukosa usus halus dengan cara difusi pasif. Di dalam sel mukosa
usus asam lemak dan gliserol mengalami reesterifikasi (bergabung
lagi) menjadi trigliserida. Diperlukan sebagai pelarut beberapa
vitamin, sebagai pelindung jaringan tubuh dan penghasil energi yang
besar.
Proses pencernaan karbohidrat [2]
1. Pencernaan KH di mulut: kelenjar air liur mengeluarkan saliva yang
mengandung enzim ptialin (amilase). Perannya untuk mengubah
amilum menjadi sakarida sederhana.
2. Pencernaan KH di lambung: Karbohidrat dalam makanan ditampung,
disimpan, dan dicampur dengan asam lambung, lendir dan pepsin.
3. Pencernaan KH di Usus halus: di dalam duodenum terdapat amilase
untuk memecah amilum menjadi monosakarida.
Maltosa ⎯⎯⎯→ glukosa + glukosa maltase
Sukrosa ⎯⎯⎯→ fruktosa + glukosa sukrase
Laktosa ⎯⎯⎯→ galaktosa + glukosa laktase
4. Proses penyerapan (absorpsi) KH melalui mekanisme difusi fasilitasi
oleh hormon insulin, terutama di duodenum dan jejunum. Kelebihan
karbohidrat dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak.
Organ tubuh yang membantu dalam pencernaan makanan

a. Hepar

Hepar tersusun atas sel-sel hati yang disebut hepatosit dan


membagi hepar dalam lobi-lobi. Lobulus hati berbentuk heksagonal, sel-
sel parenkim hepar tersusun secara radier (menjari) dengan vena sentralis
terletak di tengah. Sel-sel ini berbentuk poligonal, sitoplasma granulair
dengan tetes-tetes glikogen. Sel hati berperan menghasilkan empedu
sebagai hasil ekskresi dan sekresi. Ekskresi karena mengandung pigmen
empedu yang selanjutnya dikeluarkan lewat feses dan urine. Sekresi
karena mengandung garam empedu untuk mengemulsifikasikan lemak
makanan. Garam empedu disintesis dari kolesterol dan asam amino.
Berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan (surfaktan) butir lemak
makanan. Pigmen empedu yaitu bilirubin dan biliverdin berasal dari
degradasi hemoglobin. Bilirubin selanjutnya diubah menjadi urobilinogen
yag dikeluarkan melalui feses dan urine.
b. Pankreas
Pankreas dapat dibedakan menjadi bagian eksokrin dan endokrin.
Bagian eksokrin oleh sel-sel asini pankreas berfungsi menghasilkan cairan
pencernaan (enzim pencernaan). Bagian endokrin sel-sel Islet Langerhans
berfungsi menghasilkan hormon. Regulasi sekresi enzim pencernaan pada
usus halus bermula dari asam lambung yang menuju ke duodenum,
selanjutnya merangsang sekresi hormon sekretin oleh mukosa duodenal.
Sekretin merangsang :
1. Asini pankreas (bagian eksokrin) untuk mensekresikan cairan
pankreas yang bersifat alkalis (basa) untuk menetralkan asam
lambung.
2. Pada saat yang sama chyme merangsang pelepasan hormon
pankreosimin dari mukosa duodenum untuk mempengaruhi
pankreas mensekrsikan enzim digesti. Cairan pankreas mengandung
enzim-enzim pencernaan berikut ini:
1. Protease pankreas terdiri atas trypsinogen, dan
chemotrypsinogen
2. Amilase pankreas, untuk memecah amilum menjadi
sakarida sederhana.
3. Lipase pankreas, untuk memecah lemak (setelah
diemulsifikasikan oleh empedu) menjadi asam lemak
dan gliserol.
4. Bikarbonat (NaHO3).
Kelenjar pada Saluran digesti[2]
Kelenjar pada saluran digesti; sel-sel mukosa gastrium dan usus
halus. Permukaan duodenum membentuk llipatan-lipatan disebut villi
usus, diantara lipatan tersebut terdapat sel-sel Kripta Lieberkuhn yang
berperan menghasilkan enzim enterokinase. Enterokinase berperan
mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin. Sel sekretori mukosa usus halus
mensekresikan cairan yanng mengandung enzim pencernaan:
1. Disakaridase, berperan menghidrolisis disakarida menjadi
monosakarida. Dibedakaan menjadi: maltase, laktase, dan sukrase.
2. Peptidase, untuk menghidrolisis polipeptida dan dipeptida menjadi
asam amino.
3. Lipase usus, berperan menghidrolisis lemak menjadi asam lemak
dan gliserol.
2. Apa yang menyebabkan feses berwarna kuning?

Gambar 3. Pembentukan Bilirubin


Bilirubin adalah pigmen empedu utama yang berasal dari
penguraian sel darah merah yang usang. Sel darah merah yang telah usang
dikeluarkan dari tubuh oleh makrofag yang melapisi bagian dalam
sinusoid hati dan di tempat-tempat lain di tubuh. Bilirubin adalah produk
akhir penguraian bagian heme (yang mengandung besi). Hepatosit
mengambil bilirubin dari plasma, sedikit memodifikasi pigmen tersebut
untuk meningkatkan kelarutannya, dan kemudian secara aktif
mengekskresikannya ke empedu.[2]
Bilirubin adalah pigmen kuning yang menyebabkan empedu
berwarna kuning. Di dalam saluran cerna, pigmen ini dimodifikasi oleh
enzim-enzim bakteri, menghasilkan warna tinja yang cokelat khas. Jika
tidak terjadi sekresi bilirubin, seperti ketika duktus biliaris tersumbat total
oleh batu empedu, tinja berwarna putih keabuan. Dalam keadaan normal,
sejumlah kecil bilirubin direabsorpsi oleh usus kembali ke darah, dan
ketika akhirnya diekskresikan di urine, bilirubin ini berperan besar
menyebabkan warna urine menjadi kuning. Ginjal tidak dapat
mengekskresikan bilirubin hingga bahan ini telah dimodifikasi ketika
mengalir melalui hati dan usus.[2]
3. Bagaimana proses terjadinya flatus?
Gas, yang disebut flatus, dapat memasuki traktus gastrointestinal
dari tiga sumber yang berbeda: (1) udara yang ditelan, (2) gas yang
terbentuk di dalam perut sebagai hasil kerja bakteri, atau (3) gas yang
berdifusi dari darah ke dalam traktus gastrointestinal. Kebanyakan gas
dalam lambung adalah campuran nitrogen dan oksigen yang berasal dari
udara yang ditelan. Pada orang secara umum, kebanyakan gas ini
dikeluarkan lewat sendawa. Hanya sejumlah kecil gas yang umumnya
muncul dalam usus halus, dan banyak dari gas ini merupakan udara yang
berjalan dari lambung masuk ke dalam saluran usus. Dalam usus besar,
kebanyakan gas berasal dari kerja bakteri, termasuk khususnya karbon
dioksida, metan, dan hidrogen. Ketika metan dan hidrogen bercampur
secara tepat dengan oksigen, kadang terbentuk campuran yang benar-benar
bisa meledak. Penggunaan kauter listrik selama sigmoidoskopi telah
diketahui dapat menyebabkan ledakan ringan. Makanan tertentu diketahui
menyebabkan pengeluaran flatus yang lebih besar melalui anus
dibandingkan makanan yang lain kacang-kacangan, kubis, bawang,
kembang kol, jagung, dan makanan tertentu yang mengiritasi seperti cuka.
Beberapa dari makanan ini bertindak sebagai medium yang baik untuk
bakteri pembentuk gas, terutama tipe karbohidrat tak terabsorbsi yang
dapat mengalami fermentasi. Contohnya, kacang-kacangan mengandung
karbohidrat tak tercerna yang masuk ke dalam kolon dan merupakan
makanan utama bagi bakteri kolon. Tetapi pada keadaan lain, pengeluaran
gas yang berlebihan berasal dari iritasi usus besar, yang mencetuskan
peristaltik cepat pengeluaran gas-gas melalui anus sebelum gas tersebut
dapat diabsorbsi. Jumlah gas yang masuk atau terbentuk pada usus besar
setiap hari rata-rata 7 sampai 10 L, sedangkan jumlah rata-rata yang
dikeluarkan melalui anus biasanya hanya sekitar 0,6 L. Sisanya, dalam
keadaan normal diabsorbsi ke dalam darah melalui mukosa usus dan
dikeluarkan melalui paru.[3]
Secara selektif mengeluarkan gas ketika feses juga ada di rektum,
yang bersangkutan secara sengaja mengontraksikan otot-otot abdomen dan
sfingter anus eksternus secara bersamaan. Ketika kontraksi abdomen
meningkatkan tekanan yang menekan sfingter anus eksternus yang
menutup, terbentuk gradien tekanan yang memaksa udara keluar dengan
kecepatan tinggi melalui lubang anus yang berbentuk celah dan terlalu
sempit untuk keluarnya feses. Lewatnya udara dengan kecepatan tinggi
menyebabkan tepi-tepi lubang anus bergetar, menghasilkan nada rendah
khas yang menyertai keluarnya gas.[2]
4. Bagaimana mekanisme defekasi?
A. Gerakan Kolon
Setengah bagian proksimal kolon berhubungan dengan “absorbsi”
sedangkan setengah bagian distal berhubungan dengan
“penyimpanan”. Pergerakan kolon yang terjadi secara normal bersifat
sangat lambat. Meskipun lambat, karakteristik pergerakannya masih
serupa dengan usus halus (yaitu; gerakan mencampur dan
mendorong).[3]
Gambar 4. Fungsi Absorpsi dan Penimbunan
Usus Besar

Gerakan Mencampur “Haustrasi”[3]

1. Terjadi gerakan segmentasi (seperti halnya di usus halus).


2. Lalu, melibatkan otot sirkular berkontraksi dan kumpulan otot
longitudinal kolon (yang disebut juga Taenia coli)
berkontraksi.
3. Sehingga menyebabkan bagian-bagian usus besar menonjol ke
luar dan berbentuk seperti kantung yang disebut “Haustrasi”.
4. Puncak intensitas haustrasi hanya dalam kurun waktu 30 detik
lalu, menghilang selama 60 detik berikutnya.
5. Terkadang, kontraksi membuat gerakan yang lambat tadi
berjalan menuju ke anus (dorongan). Kecuali pada sekum dan
kolon asenden.
6. Beberapa menit kemudian, timbul haustrasi yang baru pada
daerah lain yang berdekatan.
7. Bahan feses dalam usus besar tadi secara lambat diaduk dan
diputar
8. Bahan-bahan feses akan bersentuhan dengan permukaan
mukosa usus besar.
9. Lalu cairan dan zat-zat terlarut secara progresif akan diabsorbsi
(hanya 80-200 mililiter feses yang di keluarkan setiap hari).
Berlangsung persisten 8-15 jam

Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”[3]

Jenis peristaltik yang dimodifikasi dan ditandai oleh


rangkaian peristiwa sebagai berikut;

1. Timbul sebuah cincin konstriksi, sebagai respon dari tempat


yang teregang dikolon (biasanya di kolon transversum)
2. Kemudian, dengan cepat kolon, sepanjang 20 cm atau lebih
pada bagian distal cincin konstriksi tadi akan kehilangan
haustrasinya dan justru berkontraksi sebagai satu unit,
untuk mendorong maju materi feses pada segmen ini
sekaligus untuk lebih menuruni kolon.
3. Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang
lebih besar selama kira-kira 30 detik, dan terjadi relaksasi
selama 2 sampai 3 menit berikutnya.
4. Lalu timbul pergerakan massa yang lain, kali ini mungkin
berjalan lebih jauh sepanjang kolon.

Satu rangkaian pergerakan massa biasanya menetap


selama 10-30 menit. Lalu mereda dan mungkin timbul kembali
setengah hari kemudian. Bila, pergerakan sudah mendorong
massa feses ke dalam rektum, akan terasa keinginan untuk
defekasi.[3]

Gambar 5. Jalur Aferen Dan


Eferen pada Mekanisme
Parasimpatis untuk menambah
kekuatan refleks defekasi
B. Defekasi
Adanya tinja di dalam rektum menyebabkan peregangan
rektum dan pendorongan tinja ke arah sfingter ani. Keadaan ini
menimbulkan rasa ingin berdefekasi yang selanjutnya terjadi defekasi.
Proses defekasi dapat dicegah oleh kontraksi tonik dari sfingter ani
internus dan eksternus. Sfingter ani internus merupakan kumpulan
otot polos sirkular yang terletak pada anus bagian proksimal,
sedangkan sfingter ani eksternus terdiri dari otot lurik yang terletak
pada bagian distal. Kerja kedua otot tersebut diatur oleh sistem saraf
somatik.[4]
Regangan pada rektum akan menimbulkan rangsangan pada
serabut saraf sensoris rektum. Impuls tersebut akan dihantarkan ke
segmen sakrum Medula spinalis dan selanjutnya secara refleks melalui
serabut saraf parasimpatis nervus erigentes akan dihantarkan ke kolon
desenden, sigmoid, rektum dan anus. Isyarat serabut saraf parasimpatis
ini berlangsung secara sinergis sehingga menyebabkan gerakan
peristaltik usus yang kuat, mulai dari fleksura lienalis sampai ke anus,
dan bermanfaat dalam pengosongan usus besar. Selain itu, impuls
aferen pada Medula spinalis juga menyebabkan refleks lain, seperti
bernafas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot abdomen (otot
kuadratus, rektus abdominis, oblik eksternus dan internus). Refleks
tersebut juga dapat mendorong feses yang berada di dalam usus ke
arah distal. Pada saat yang bersamaan dasar pelvis akan terdorong ke
arah distal sehingga mempermudah pengeluaran feses.[4]

Pada anak yang sudah beranjak besar, kontraksi sfingter ani


eksternus dapat diatur sehingga proses defekasi dapat ditunda sampai
keadaan yang memungkinkan. Proses tersebut akan menghilang
setelah beberapa menit dan baru akan timbul kembali setelah ada masa
feses tambahan yang masuk ke dalam rektum. Bila keadaan ini
berlangsung berulang kali atau akibat sensasi yang menurun dapat
menyebabkan rasa nyeri pada saat defekasi berlangsung yang pada
akhirnya dapat menyebabkan gangguan defekasi seperti konstipasi.[4]

5. Apa yang mempengaruhi bentuk feses?


Feses adalah kotoran yang dikeluarkan dari usus, hasil akhir yang
tidak digunakan oleh tubuh dari proses pencernaan, terdiri dari bakteri,
sekresi, terutama dari hepar, dan sejumlah kecil residu makanan.
Normalnya 19 feses berbentuk semisolid dan dilapisi mukus pada
permukaannya. Bentuk feses tergantung dari lamanya feses tertampung
pada kolon. Karakteristik feses terdiri atas warna, bentuk, konsistensi,
bau, dan frekuensi. Karakter ini bervariasi tergantung pada diet
(makanan) , jumlah asupan serat dan cairan, aktivitas yang kita lakukan,
dan gaya hidup yang kita punya. Karakteristik feses yang normal yaitu
berbentuk halus atau lembut, berwarna kuning kecoklatan hingga coklat
gelap, sedikit berbau, dan tidak mengambang pada jamban. Terdapat
suatu skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk atau
konsistensi feses, yaitu menjadi 7 kategori seperti gambar dibawah
ini:[5]
Gambar 6. Skala Tinja Bristol
Ketujuh kategori tersebut yaitu : [5]
1.Benjolan keras yang terpisah, seperti kacang (sulit untuk melewati
kolon)
2.Berbentuk sosis tetapi bergumpal
3.Berbentuk seperti sosis dengan permukaan retak
4.Berbentuk seperti sosis dengan permukaan halus
5.Gumpalan-gumpalan halus dengan tepi yang berbatas tegas
6.Gumpalan-gumpalan halus dengan tepi tidak jelas, lembek
7. Berair , tidak terdapat bagian feses yang solid.
Tipe 1 dan 2 adalah bentuk feses keras, mengindikasikan
konstipasi. Tipe 3 dan 4 adalah bentuk feses normal, terutama tipe 4. Tipe
5-7 berkaitan dengan peningkatan frekuensi defekasi dan diare.Warna
coklat dari feses disebabkan oleh adanya sterkobilin dan urobilin yang
berasal dari bilirubin. Warna feses bisa berubah menjadi lebih
coklat,hitam, hijau, kuning, abu-abu, biru, ataupun merah. Warna feses
yang lebih kuning disebabkan oleh makanan yang melalui saluran
pencernaan relatif singkat, sebaliknya apabila waktu yang dihabiskan feces
di dalam colon lebih lama dari biasanya, maka warna feces akan menjadi
lebih gelap.Warna feces abu-abu disebabkan oleh keadaan cholecystitis,
batu empedu, hepaptitis, sirosis yang menyebabkan bilirubin tidak dapat
diekskresikan melalui feces. Warna feses hijau dikarenakan banyaknya
bilirubin yang tidak diproses pada saluran pencernaan. Warna feses
menjadi hitam apabila terdapat perdarahan pada saluran cerna bagian atas,
yang dikenal dengan sebutan melena. Warna merah pada feces disebabkan
oleh karena adanya darah yang berasal dari saluran pencernaan bagian
bawah. Bau feses terutama disebabkan oleh produk kerja bakteri,
bervariasi bergantung pada flora bakteri kolon tiap orang dan pada jenis
makanan yang dimakan.[5]
6. Apa penyebab diare dan bagaimana mekanisme terjadinya diare?
Menurut WHO, diare (Diarrhea) adalah pasase feses dengan
konsistensi lebih encer dan frekuensi lebih sering ( > 2x dalam satu
hari).[6]
Berdasarkan durasinya, diare diklasifikasikan menjadi diare akut dan
diare kronik, diare akut berlangsung ≤ 14 hari, sedangkan diare kronik
berlangsung > 2 minggu.[6]
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤ 14 hari, diare ini dapat
disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Diare akut paling banyak
disebabkan oleh infeksi.
b. Diare Kronis
Diare kronis adalah diare yang berlangsung > 2 minggu, penyebab
diare ini sangat bervariasi. Inflammatory bowel disease merupakan
etiologi tersering di negara-negara maju, sementara infeksi masih
merupakan penyebab utama di negara-negara berkembang.

Etiologi Karakteristik Diare


Virus Virus menginvasi vili-vili usus halus. Absorpsi
Rotavirus, Norwalk Virus, terganggu dan terjadi diare sekretorik, kecuali
Adenovirus, Calicivirus, rotavirus menyebabkan diare campuran sekretorik
Astraovirus osmotik karena menyebabkan maldigesti
karbohidrat. Diare sering disertai muntah,
menggigil, demam dan malaise sehingga disebut
stomach flu
Bakteri
 Vibrio Cholera,  Menginfeksi usus halus. Diare sangat cair,
Enterotoxigenic tanpa disertai inflamasi maupun invasi ke
E.Coli dan mukosa.
Enteropathogenic
E.Coli
 Campylobacter  Menginfeksi kolon, biasanya terdapat
jejuni, Shigella, invasi mukosa, inflamasi, mukus dan darah
Salmonella. pada diare.
Yersinia eterocolica,
Enteroinvasive E.
Coli,
Enterohemoragic E.
Coli dan
Clostridium difficile

Parasit
 Giardia lambdia  Menginfeksi usus halus, menyebabkan
diare yang cair, berbau busuk, disertai
malabsorpsi, nyeri perut tanpa inflamasi
 Entamoeba  Menginfeksi kolon, menyebabkan diare
hystolitica inflamatorik.
Non-Infeksi
Irritable bowel syndrome Diare dan konstipasi bergantian , gejala lain
(IBS) bervariasi , berkaitan dengan stress. Gejala
berulang dalam waktu yang lama.
Malabsorpsi (mis: Diare, kembung, flatulens, sendawa, nyeri perut.
defisiensi laktosa)
Fase akut Inflammatory Frekuensi BAB meningkat disertai mukus dan
bowel disease (IBD) darah pada feses, sudah berlangsung dalam waktu
yang lama, ada riwayat siklus akut-remisi-kronik.
Kolitis Iskemik Sering pada pasien >50 tahun. Diare disertai nyeri
perut hebat. Terutama pada pasien lansia dan
memiliki riwayat penyakit vaskular perifer
Medikasi Konsumsi antibiotik jangka lama, antihipertensi,
kemo/radioterapi
Keracunan makanan Diare setelah mengonsumsi makanan tertentu,
terutama yang tidak dimasak dengan baik
Tabel 1. Penyebab dan Karakteristik Diare

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare :[6]

a. Diare Osmotik
Jika bahan makanan tidak dapat diabsorpsi dengan baik di usus
halus, maka tekanan osmotik intralumen meningkat sehingga menarik
cairan plasma ke lumen. Jumlah cairan yang bertambah melebihi
kemampuan reabsorpsi kolon menyebabkan terjadinya diare yang cair.[6]
b. Diare Sekretorik
Akibat gangguan transpor elektrolit dan cairan melewati mukosa
emterokolon, menyebabkan sekresi berlebihan atau absorpsi berkurang.
Penyebabnya adalah toksin bakteri (misal : kolera), penggunaan laksatif
non-osmotik, dll.[6]
c. Diare Eksudatif/Inflamatorik
Terjadi akibat inflamasi dan kerusakan mukosa usus. Diare dapat
disertai malabsorpsi lemak, cairan dan elektrolit serta hipersekresi dan
hipermotilitas akibat pelepasan sitokin pro-inflamasi. Penyebabnya : a)
Infeksi bakteri yang bersifat invasif seperti Camplyobacter Jejuni,
Shigella, Salmonella Yersinia enterocolica, Enteroinvasive Escherica coli
(EIEC), Enterohemorrhagic Eschericia coli (EHEC), Clostridium difficile
atau infeksi amuba; b) Non-infeksi berupa gluten sensitive enteropathy,
inflamatory bowel disease, atau radiasi. Karakteristik berupa feses dengan
pus (nanah), mukus atau darah karena kerusakan mukosa. Gejala biasanya
disertai tenesmus, nyeri dan demam.[6]
d. Diare Dismotilitas
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya
akan menimbulkan diare. [6]
7. Mengapa pada saat diare perut terasa sakit?
Sakit perut merupakan kelainan yang tidak khas, dapat terjadi pada
kelainan organik maupun fungsional. Pada diare karena penyakit organik,
lokasi nyeri menetap sedangkan pada diare fungsional (psikogenik) nyeri
dapat berubah-ubah baik tempat maupun penyebarannya. Penyebab nyeri
organik atau nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan organ antara lain
penyakit usus inflamasi (IBD), iskemia masenterika. Penyebab nyeri
fungsiona atau nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf antara
lain sindrom usus iritabel (IBS). Nyeri abdomen yang disebabkan
kelainan usus halus berlokasi disekitar pusat dan kolik/nyeri yang
disebabkan kelainan usus besar dapat terletak di suprapubik, kanan atau
kiri bawah. Nyeri terus menerus menandakan ulserasi yang berat pada
usus atau adanya komplikasi abses. Sakit perut yang sering muncul
disertai dengan diare kemungkinan menandakan suatu kondisi yang
disebut gastroenteritis. Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung
dan juga usus yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Kondisi ini
umumnya disebabkan oleh norovirus dan juga bakteri penyebab keracunan
makanan, yaitu salmonella dan campylobacter. Bakteri campylobacter dan
salmonella umumnya masuk ke tubuh melalui kontaminasi makanan
mentah, makanan yang tidak dimasak dengan baik, dan susu yang tidak
dipasteurisasi. Sakit perut parah yang disertai diare dan muntah-muntah
bias membuat kondisi tubuh sangat menurun. Tubuh akan mengalami
dehidrasi jika terlalu banyak cairan yang terbuang melalui diare. Selain
gastroenteritis, penyebab umum sakit perut yang disertai diare adalah
disentri, reaksi alergi, infeksi cacing, tifus, sindrom pramenstruasi, dan
efek samping obat-obatan.[7]
8. Mengapa diare tidak bisa ditahan?
Pada diare infeksius umum, infeksi paling luas terjadi pada usus besar
dan pada ujung distal ileum. Di mana pun infeksi terjadi, mukosa teriritasi,
dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu, motilitas
dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah
besar cairan cukup untuk membuat agen infeksi tersapu ke arah anus, dan
pada saat yang sama gerakan mendorong yang kuat akan mendorong
cairan ini ke arah depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk
membebaskan traktus intestinalis dari infeksi yang mengganggu.[3]

KESIMPULAN
Dari skenario ini, kami menyimpulkan bahwa proses akhir pencernaan
terjadi di usus besar/intestinum crassum, yang mana pada usus besar akan terjadi
proses absorpsi (air dan vitamin) dan penyimpanan feses sementara, sebelum
diteruskan ke rektum dan dikeluarkan melalui anus. Pada proses pengeluaran
feses (defekasi) gerakan peristaltis dari otot-otot dinding usus besar
menggerakkan feses dari saluran pencernaan menuju ke rektum. Pada rektum
terdapat bagian yang membesar (disebut ampulla) yang menjadi tempat
penampungan feses sementara, otot-otot pada dinding rektum yang dipengaruhi
oleh sistem saraf sekitarnya dapat membuat suatu rangsangan untuk
mengeluarkan feses melalui anus. Motilitas yang buruk menyebabkan absorpsi
yang lebih besar, dan feses yang keras di dalam kolon transversum menyebabkan
“konstipasi”, sedangkan, motilitas yang berlebihan menyebabkan kurangnya
absorpsi dan “diare/feses yang cair”.
Pada proses defekasi ini juga terkadang dapat terjadi flatus atau buang
angin disebabkan oleh gas yang masuk ke usus besar, gas yang dikeluarkan akan
berbau tidak sebab dikarenakan oleh bakteri-bakteri yang ada di kolon. Feses
normal pada umumnya berwarna kuning kecoklatan yang disebabkan oleh pigmen
kuning (bilirubin) yang akan dibawa ke usus menjadi sterkobiliinogen dan akan
mengalami proses oksidasi menjadi sterkobilin yang menyebabkan feses berwarna
coklat, tekstur feses normal pada umumnya adalah padat namun pada skenario ini
didapatkan bahwa anak tersebut memiliki feses bertekstur cair ini merupakan
gejala diare. diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasit dari
makanan yang dimakan dan non infeksi yang akan menyebabkan kegagalan usus
dalam proses absorpsi.
DAFTAR PUSTAKA

[1]
Dorland, W.N. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland, ed. 29. Jakarta
:Elsevier
[2]
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem, ed. 8. Jakarta: EGC
[3]
Guyton,A.C, Hall, J.E. 2014. Buku ajaran fisiologi kedokteran, ed
12.Penerjemah : Ermita I, Ibrahim I.Singapura : Elsevier.
[4]
Tehuteru, E. S., Hegar, B., & Firmansyah, A. 2001. Pola Defekasi Pada Anak.
Sari Pediatri, 129-133.
[5]
Amalina, S, N.2013. Sistem Pencernaan.Jurnal Volume 1,18-21.
[6]
Arifputra,A, dkk.2014. Kapita Selekta Kedokteran.Editor, Tanto C, dkk. Jilid
2, ed 4. Jakarta : Media Aescalapius

[7]
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF.2015. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. VI. Jakarta: InternaPublishing

Anda mungkin juga menyukai