Anda di halaman 1dari 2

Sistem pencernaan manusia

Manusia membutuhkan makanan yang diperoleh dari tumbuhan dan hewan. Makanan yang kita makan
harus dicerna atau dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil atau sederhana. Proses pencernaan
tersebut berlangsung di dalam saluran pencernaan atau organ-organ pencernaan. Makanan dapat diserap
oleh saluran pencernaan makanan dan diedarkan ke seluruh tubuh setelah berbentuk molekul-molekul
yang kecil.

Menurut Juffrie et al. (2018) bagian-bagian pencernaan sebagai berikut :

1. Rongga mulut

Rongga mulut adalah organ pertama yang mencerna makanan dalam sistem pencernaan. Pencernaan
yang dilakukan di dalam mulut yaitu mengunyah. Bersamaan dengan proses mengunyah, tiga pasang
kelenjar ludah di mulut menghasilkan saliva. Dalam sehari, tubuh kurang-lebih menghasilkan 1-1,5
kuarta saliva yang berfungsi untuk menjaga kelembapan mulut, melarutkan makanan agar dapat
dirasakan oleh indra pengecap, membilas gigi agar tetap bersih, dan melumasi makanan dengan
musin agar mudah ditelan. Selain itu, saliva juga mengandung enzim amilase atau ptyalin yang
berfungsi untuk memecah zat tepung menjadi maltosa serta mengandung lisozim (lysozyme) yang
dapat mencerna dinding sel bakteri sehingga berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap kuman.
Pada rongga mulut dapat terjadi keracunan makanan, salah satunya karena pestisida. Residu pestisida
yang terdapat dalam makanan dapat terserap oleh dinding rongga mulut dan dapat menyebabkan
keracunan makanan(Raini, 2007).

2. Faring dan Esofagus

Faring merupakan saluran antara faring dan esofagus yang menjadi tempat transisi pergerakan
makanan secara volunter (di bawah kendali sadar) menjadi gerakan involunter. Refleks menelan atau
deglutisi yang terjadi di faring akan mendorong makanan melalui esofagus menuju lambung. Selain
berfungsi untuk mentranspor makanan dan air ke dalam lambung, faring dan esofagus dan juga
mensekresi mukus.

3. Lambung

Lambung merupakan organ muskular yang berbentuk seperti kantong. Secara anatomis, lambung
dapat dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu kardia yang membatasi lambung dengan esofagus,
fundus, korpus, dan pilorus. Makanan masuk ke dalam lambung dengan membukanya orifisium
kardia. Di dalam lambung, terjadi proses digesti fisik dan kimia yang akan menghasilkan chyme atau
kimus. Selain itu lambung juga berfungsi untuk menyimpan makanan sebelum dilepaskan sedikit demi
sedikit ke dalam usus halus. Lapisan mukosa pada lambung dapat memproduksi asam klorida (HCl).
Asam ini berfungsi untuk membunuh bakteri dan denaturasi protein dan membuat suasana lambung
menjadi asam dengan PH 1,5 sampai dengan 3.

4. Usus Halus

Usus halus merupakan tabung yang memiliki panjang kurang-lebih 6 – 7 meter dan terdiri atas
duodenum (20 cm), jejunum (1.8 m), serta ileum. Sebagian besar proses digesti kimia dan absorpsi
terjadi di dalam usus halus. Usus halus memiliki permukaan yang luas dengan adanya plika (lipatan
mukosa), vili (tonjolan mukosa seperti jari atau jonjot usus), serta mikrovili atau brush border. Vili
mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfa (central lacteal) yang memiliki peran sentral dalam
proses absorbsi. Selain itu, vili juga bergerak seperti tentakel gurita yang membantu proses
pergerakan zat makanan di dalam rongga usus halus.

5. Usus Besar

Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang keseluruhannya memiliki panjang
kurang-lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari tiga segmen, yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden.
Fungsi utama usus besar adalah untuk menampung zat-zat yang tidak terdigesti dan tidak diabsorpsi
(feses). Sebagian kecil garam dan air sisa pencernaan juga diserap di dalam usus besar. Apabila sisa
makanan bergerak terlalu lambat atau berada di kolon terlalu lama, akan terjadi absorpsi air yang
berlebihan sehingga feses menjadi keras dan mengakibatkan konstipasi. Kuranglebih 30% berat kering
feses mengandung bakteri E. coli. Bakteri ini hidup di dalam usus besar dan memproduksi vitamin K.

Dapus

Juffrie, M. Basrowi,R. Chairunita. 2018. Saluran Cerna yang Sehat : Anatomi dan Fisiologi. Researchgate.

Raini,M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media Litbang
Kesehatan 17(3).

Anda mungkin juga menyukai