Anda di halaman 1dari 4

Kekudusan Allah

Bacaan: Keluaran 40:1-33

Renungan Kristen©2013

Kekudusan Allah adalah doktrin yang sangat penting dalam Alkitab. Kekudusan
Allah juga sangat jelas terlihat dalam nas hari ini, dalam pemasangan Kemah Suci dan segala
perabotannya. Nas ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah perintah Tuhan kepada
Musa, tentang apa yang harus Musa lakukan (1-16). Lalu bagian kedua, Musa melakukan
persis seperti yang telah Allah perintahkan (17-33).

Israel memasuki era yang baru, mereka akan memasang Kemah Suci dan segala
perabotan yang telah dibuat sesuai perintah Tuhan. Nas dimulai dengan menunjukkan kapan
pendirian Kemah Suci harus dilakukan, yaitu "hari pertama dari bulan yang pertama" (1). Ini
semua terjadi persis pada permulaan tahun yang kedua (17).

Pada ayat 9-11, Tuhan memerintahkan supaya Kemah Suci dan isinya diurapi dengan
minyak urapan, tujuannya untuk menguduskan semua perabotan. Mezbah korban bakaran,
bejana pembasuhan, dan segala perkakasnya juga dikuduskan. Ternyata, walau keseluruhan
Kemah Suci dan perabotannya telah dikerjakan dengan baik, tetapi tanpa proses pengudusan
benda-benda tersebut belum kudus. Kata kudus mempunyai arti "dipisahkan", maksudnya
dipisahkan khusus untuk Tuhan.

Perintah pengudusan Kemah Suci dan perabotannya diikuti perintah pembasuhan


Harun dan anak-anaknya untuk dikuduskan. Setelah memakai pakaian imam yang kudus,
Musa harus mengurapi dan menguduskan Harun supaya memegang jabatan imam bagi Tuhan
(12-13), begitu juga anak-anaknya (14-16). Lalu Musa melakukan persis seperti apa yang
Allah perintahkan.
Dengan dikuduskannya Kemah Suci, segala perabotan, serta para imam, kita dapat
melihat betapa penting kekudusan di mata Allah karena Ia sendiri kudus adanya. Namun
topik kekudusan Allah lebih jarang terdengar dibandingkan dengan topik kasih-Nya. Padahal
para malaikat menekankan kekudusan Allah dalam pujiannya: "Kudus, kudus, kuduslah
Tuhan semesta alam" (Yes. 6:3; bdk.Why. 4:8). Menyembah Allah yang kudus berarti
berkomitmen melakukan apa yang Dia perintahkan

KUDUS, KEKUDUSAN [ensiklopedia]

Istilah-istilah yg prinsipal adalah gadosy dan qodesy (Ibrani) dan hagios (Yunani).
Terjemahan yg lazim bagi keduanya adalah kudus, walaupun kadang-kadang keduanya
diterjemahkan dengan 'suci'. Perbedaan antara kudus dan suci tidaklah gamblang, justru bisa
benar mengatakan bahwa bila yg dipikirkan adalah kualitas hakiki Tuhan dan manusia, maka
dipakailah istilah kudus; istilah suci menekankan akibat daripada sikap yg menjurus kepada
kesucian. *SUCI, KESUCIAN *MURNI.
Qadosy dapat berarti 'terpisah' (dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap
keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dgn
demikian terhadap keadaan orang atau obyek yg dilepas itu). Hagios mempunyai dasar
pemikiran yg sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata 'mahakudus'
dalamKis 2:27 dan kata 'kudus' dalam Why 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani hosios
(di tempat lain diterjemahkan 'suci' atau 'saleh'), suatu kata yg mengandung arti hubungan yg
benar dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.
a. Kekudusan Allah
Istilah kudus di PL sama dengan di PB, dipakai dalam pengertian tertinggi terhadap
Allah. Istilah itu menunjuk, pertama, kepada keterpisahan Allah dari ciptaan dan bahwa Ia
mengungguli ciptaan itu. Demikianlah 'kudus' menggambarkan transendensi Allah. Yahweh,
karena 'kekudusan'-Nya berdiri bertentangan dengan ilah-ilah (Kel 15:11) demikian juga
dengan seluruh ciptaan (Yes 40:25). *ALLAH.
Istilah itu juga menunjuk kepada hubungan, dan mengandung arti ketentuan Allah
untuk memelihara kedudukanNya sendiri terhadap makhluk-makhluk bebas lainnya. Itu
adalah pengesahan Allah sendiri, 'sifat dalam mana Yahweh menjadikan diriNya sendiri
ukuran mutlak bagi diriNya sendiri' (Godet). Istilah itu tidak hanya menjelaskan perbedaan
Allah dan manusia (Hos 11:9), itu adalah sama artinya dengan 'Allah yg tertinggi', dan
terutama menekankan sifat Allah yg sangat menakutkan (Mzm 99:3).
Karena kekudusan meliputi setiap keistimewaan sifat Allah, maka hal itu dapat
disifatkan sebagai: demikianlah Allah adanya. Sebagaimana sinar matahari mencakup semua
warna dalam spektrumnya dan menjadi cahaya (terang) demikianlah dalam penyataan
diriNya sendiri, semua sifat Allah menjadi satu dalam kekudusan; untuk maksud itu maka
kekudusan pernah disebut: 'sifat dari segala sifat' yg kesatuannya mencakup segala sifat
Allah. Untuk mengerti keberadaan dan perangai Allah sebagai hanya kumpulan
kesempurnaan yg abstrak, berarti membuat Allah tidak riil. Di dalam Allah dari Alkitab,
kesempurnaan hidup berfungsi dalam kekudusan.
Karena itu dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci
untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapak (Yoh 17:11), Anak (Kis 4:30) dan khususnya
bagi Roh Kudus sebagai yg menyatakan dan yg mengaruniakan kekudusan Allah kepada
ciptaan-Nya.
b. Kekudusan Allah dalam hubungan dengan umat-Nya
PL menggunakan kata 'kudus' atas orang yg dinobatkan bagi maksud-maksud
agamawi. Misalnya para imam yg ditahbiskan dalam upacara istimewa, juga seluruh umat
Israel sebagai satu bangsa yg disucikan bagi Allah tidak sama dengan bangsa-bangsa lain.
Jadi hubungannya dengan Allah menjadikan Israel satu bangsa kudus, dan dalam pengertian
ini 'kudus' mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah.
Jalan pikiran ini tidak terlepas dari PB, sebagaimana dalam 1 Kor 7:14, di mana suami yg
tidak beriman dikuduskan karena hubungannya dengan istri yg beriman demikian sebaliknya.
Tapi konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar
ke dalam, dari yg bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yg kuat,
dan ini adalah maknanya, yg nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi
memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yg Ia terapkan
pada diriNya sendiri dan segi yg Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia
demikian. Dan para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengkomunikasikan
kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari
mereka. Apabila 'Aku ini kudus adanya', demikianlah pernyataan Allah sendiri yg
mengangkat hakikat diriNya mengungguli makhluk ciptaan-Nya, demikianlah 'hendaknya
kamu kudus' adalah seruan Allah bagi makhluk ciptaan-Nya, supaya mereka dapat menjadi
orang yg mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr 12:10). Kekudusan Allah
dikaruniakan kepada jiwa manusia, pada saat ia dilahirkan kembali, dan itulah yg menjadi
sumber dan landasan bagi tabiat yg suci.
Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah.
Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-
Nya yg seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah, dan untuk itu Yesus menguduskan
diriNya sendiri (Yoh 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan
jaminannya, 'Sebab Ia yg menguduskan dan mereka yg dikuduskan, mereka semua berasal
dari Satu' (Ibr 2:11).
Dalam PB petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah
ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan
Tertulianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot
menjadi gelar yg diperoleh sebagai kehormatan. Walaupun anti utamanya adalah hubungan
dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di
mana-mana dalam PB ditekankan anti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yg
kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya.
Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia yaitu yg benar dan yg jahat.
c. Makna eskatologis mengenai kekudusan
Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Why 22: 11), juga menekankan segi
pembalasan dari kekudusan Allah, yg mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan
hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat 'sejahtera',
dalam dosa terdapat 'kutuk'. Karena kekudusan Allah tidak bisa membuat dan mengindahkan
suatu alam semesta di mana dosa dapat tumbuh dengan sempurna, maka kualitas pembalasan
dalam pemerintahan Allah menjadi jelas. Tapi pembalasan itu bukanlah akhir dari segala
sesuatu; kekudusan Allah menjamin bahwa akan ada perbaikan akhir, suatu palingenesia,
suatu regenerasi dalam bidang moral. Eskatologi Alkitab berjanji bahwa kekudusan Allah
akan membersihkan alam semesta, lalu menciptakan langit baru dan bumi baru dimana
terdapat kebenaran (2 Ptr 3:13).

KEPUSTAKAAN. A Murray, Holy in Christ, 1888; R Otto (trJ. W Harvey), The Idea of
theHoly,1946; ERE, 6, hlm 731-759; W. E Sangster, The Path to Perfection, 1943; H
Seebass, C Brown, di NIDNTT 2, hlm 223-238; TDNT 1, hlm 88-115, 122: 3, hlm 221-230;
5, hlm 489-493; 7, hlm 175-185. RAF/P

Anda mungkin juga menyukai