Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT SESSION

MIOPIA

Oleh:
Dita Ayu Rahmadini 130112180591
Shafira Haliza Khairani 130112180615
Kharisma Gita Kartika Sari 130112180709

Preseptor:
Andrew Maximillian H. K., dr., Sp.M(K), M.Kes.
Antonia Kartika Indriati, dr., Sp.M(K), M.Kes.

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Nn. SH
Umur : 22 tahun
Alamat : Sukajadi
Pekerjaan : Mahasiswa

ANAMNESIS
Keluhan Utama : buram saat melihat papan tulis
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan penglihatan buram saat melihat papan tulis (melihat dari jarak jauh)
yang baru pasien sadari sejak 2 bulan lalu, pasien merasa pengelihatannya semakin lama
semakin buram dan terjadi pada kedua matanya. Pasien mengeluhkan matanya mudah lelah
dan terkadang pusing saat melihat saat melihat jauh. Pasien tidak merasakan buram dan mata
mudah lelah saat membaca buku dan tidak memiliki keluhan apabila melihat dalam jarak
dekat. Nyeri mata, fotofobia, dan pengelihatan berkabut tidak ada. Riwayat pengobatan saat
ini tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat anggota keluarga yang memakai kacamata ada.
Perlu ditanyakan :
Riwayat mata berair
Riwayat mata merah
Pandangan semakin jelas saat pasien menyipitkan mata
Riwayat penggunaan kacamata dan lensa kontak
Riwayat diabetes dan hipertensi
Riwayat trauma/kemasukan benda asing ke mata

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata:
Keadaan umum : Tampak sehat
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : tidak dilakukan

1
Kepala : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal

Status Oftalmologis

Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus 0.1 0.1

Visus PH 0.3 0.3

Koreksi (S-2.50 ) 1.0 (S-02.50) 1.0

Posisi Bola Mata


Ortotropia

Gerak Bola Gerak bola mata bebas ke segala Gerak bola mata bebas ke segala
Mata arah arah

TIO Normal Normal

Palpebra Tenang Tenang


edema (-), hiperemis (-), nodul (-), edema (-), hiperemis (-), nodul (-),
spasme (-), entropion (-), spasme (-), entropion (-),
ektroprion (-) ektroprion (-)

Silia Tenang Tenang


krusta (-), trikhiasis (-) krusta (-), trikhiasis (-)

Konjungtiva Tenang Tenang


tarsal superior hiperemis (-), sekret (-), papilla (-) hiperemis (-), sekret (-), papilla (-)

Konjungtiva Tenang Tenang


bulbar hiperemis (-), sekret (-), injeksi (-) hiperemis (-), sekret (-), injeksi (-)

Konjungtiva Tenang Tenang


tarsal inferior hiperemis (-), sekret (-), papilla (-) hiperemis (-), sekret (-), papilla (-)

2
Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Kornea Jernih Jernih

COA Sedang Sedang

Iris Coklat, sinekia (-) Coklat, sinekia (-)

Pupil Bulat, sentral, refleks cahaya Bulat, sentral, refleks cahaya


direk/indirek (+)/(+) direk/indirek (+)/(+)

Lensa Jernih Jernih

Pupillary 58-60 mm
Distance

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada

DIAGNOSIS KERJA
Okulus Dextra dan Sinistra Miopia

PENATALAKSANAAN
Resep kacamata
OD : S-2.50
OS : S-2.50

PROGNOSIS

PROGNOSIS OD OS

Quo ad visam ad bonam ad bonam

Quo ad sanam ad bonam ad bonam

Qua ad cosmeticam ad bonam

Quo ad vitam ad bonam

3
PEMBAHASAN

A. Kelainan Refraksi
I. Emetropia dan Ametropia
Emetropia: Keadaan refraksi saat sinar paralel dari jarak tak terhingga dapat difokuskan
pada satu titik di retina saat kondisi mata tidak sedang akomodasi.(Gambar 4.1)

Ametropia: Keadaan refraksi saat sinar paralel dari jarak tak terhingga tidak dapat
difokuskan tepat di retina saat mata tidak sedang akomodasi.

II. Hipermetropia
a. Definisi: Keadaan refraksi saat sinar paralel dari jarak tak terhingga difokuskan pada
belakang retina saat kondisi mata tidak sedang akomodasi. Karena titik fokus berada di
belakang retina menghasilkan gambar yang buram. (Gambar 4.2)

b. Etiologi:
 Hipermetropi Aksial: Bentuk yang paling sering. Kelainan refraksi akibat bola
mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.

4
 Hipermetropi Kurvatur: Kondisi akibat kelengkungan kornea, lensa, atau keduanya
terlalu pipih sehingga menghasilkan penurunan kekuatan refraksi mata.
 Hipermetropi Indeks: Terjadi pada usia lanjut karena sklerosis kortical dan
menyebabkan penurunan indeks refraksi
 Hipermetropi Positional: Kondisi akibat lensa terletak terlalu posterior
 Due to absence of crystalline lense: bersifat kongenital atau acquired,
menyebabkan afakia (kondisi hipermetrofi tinggi)
c. Bentuk Klinis
a. Hipermetropia Simpel/Fisiologis: Bentuk yang paling sering, merupakan hasil dari
variasi normal perkembangan bola mata
a. Developmental axial hypermetropia
b. Developmental curvature hypermetropia
b. Hipermetropia Non-Fisiologis: Hasil dari variasi bentuk bola mata yang tidak
normal
a. Congenital non-physiological hypermetropia: kondisi Mikroftalmos,
nanoftalmos, mikrokornea, congenital posterior subluxatio of lens dan
afakia kongenital
b. Acquired non-physiological hypermetropia:
i. Hipermetropia Senil, terjadi pada usia lanjut dengan penyebab
hipermetropia indeks dan Hipermetropia kurvatur
ii. Hipermetropia Positional, terjadi karena lensa posterior mengalami
sublukasi
iii. Afakia
iv. Hipermetropia konsekutiv, akibat koreksi miopia berlebihan
v. Hipermetropi aksial dapatan, akibat terlepasnya retina, retinopati
sentral serosa dan tumor orbital
vi. Hipermetropia kurvatur dapatan, bentuk kornea pipih karena setelah
terjadi trauma atau setelah peradangan.
vii. Hipermetropia pseudofakia, akibat pemasangan lensa, lensa
intraokuler
c. Hipermetropia Fungsional: terjadi paralisis daya akomodasi pada pasien dengan
paralisis CN3 dan internal oftalmoplegia.

5
d. Hipermetropia Nomenklatur
Hipermertropia total: Hipermetropia laten dan manifes yang ukurannya didapatkan
sesudah diberikan siklopegia dengan atropin
1. Hipermetropia Laten: dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia
diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten sehari-hari
diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus. Hipermetropia laten hanya
dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen
hipermetropia seseorang.
2. Hipermetropia manifes: Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegia,
yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal. Terdiri atas hipermetropia fakultatif dan absolut.
a. Hipermetropia manifes fakultatif, kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien
dengan hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata,
bila diberikan kaca mata positif memberikan penglihatan normal maka
otot akomodasinya akan istirahat.
b. Hipermetropia manifes absolut, kelainan refraksi tidak diimbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat
jauh.
e. Usia dan hipermetrofi
Pada saat lahir, bola mata cenderung pendek, hipermetropia +2 sampai +3. Perlahan-
lahan berkurang hingga usia 5-7 tahun, mata emetropia dan tetap hingga usia 50 tahun.
Terdapat kemungkinan terjadi hipermetropia kembali, yang perlahan-lahan meningkat
hingga mata memiliki hipermetropia +2 hingga +3. Senil hipermetropia akibat
perubahan lensa.
f. Tanda dan Gejala
1. Gejala
Pasien dengan hipermetrofi, gejala bervariasi tergantung usia pasien dan
derajat kelainan refraksi:
 Asimtomatik: kelainan refraksi ringan pada usia muda yang dikoreksi
dengan akomodasi terus-menerus tanpa menghasilkan gejala.
 Gejala astenopia: hipermetropia yang dikoreksi dengan akomodasi terus-
menerus hingga menghasilkan tajam penglihatan normal, namun karena

6
akomodasi yang terus-menerus menyebabkan keluhan mata lelah, nyeri
kepala, mata berair dan fotofobia ringan
 Penurunan tajam penglihatan dengan gejala astenopia: ketika hipermetrofi
tidak sepenuhnya dikoreksi, sehingga pasien mengeluhkan penurunan
ketajaman penglihatan dan berkaitan dengan gejala astenopia.
 Penuruna tajam penglihatan: ketika hipermetropia sangat tinggi, pasien
tidak berakomodasi dan terdapat penurunan penglihatan untuk jarak dekat
dan jauh.
2. Tanda
 Ukuran bola mata kecil pada hipermetropia tinggi
 Kornea sedikit lebih kecil daripada normal
 Camera oculi anterior dangkal
 Retinoskopi dan autorefractometri menunjukkan kelainan refraktif
hipermetropia
 Pemeriksaan fundus menunjukkan optik disc kecil dengan banyak
vaskularisasi dengan tepian lebih pudar.
 A-scan ultrasonografi (biometri) menunjukkan panjang anteroposterior
yang lebih pendek pada bola mata hipermetropia aksial.
g. Derajat Hipermermetropia
Menurut American Optometric Association (AOA):
1. Hipermetropia ringan, ≤ + 2D
2. Hipermetropia sedang, antara +2D hingga +5D
3. Hipermetropia tinggi, ≥ +5D
h. Diagnosis
1. Anamnesis
 Penglihatan dekat buram; jarak jauh dapat buram jika rabun >3D atau pada
pasien usia lanjut
 Akomodtif astenopia; akibat usaha akomodatif yang lama sehingga mata
lelah, sakit kepala, dan fotofobia ringan
 Juling ke dalam (esotropia); akibat bola mata melakukan konvergensi
2. Pemeriksaan Fisik
 Visus menurun; pinhole dan trial kacamata (baca dekat)

7
 Bisa ditemukan kornea lebih kecil, camera oculi anterior dangkal, optic disc
kecil
i. Komplikasi
Jika hipermetrofi tidak dikoreksi dalam waktu lama maka akan menyebabkan
komplikasi berikut:
1. Recurrent styes, dapat terjadi blefaritis atau kalazion karena infeksi akibat
menggosok mata berulang kali karena mata lelah
2. Accomodative convergent squint, terjadi pada anak-anak (2-3 tahun) karena
akomodasi berlebihan
3. Amblyopia, anisometropic (hipermetrofi unilateral), strabismus, atau ametropic
(terjadi pada hipermetropia bilateral yang tidak dikoreksi)
4. Predisposition to develop primary narrow angle glaucoma, mata hipermetropia
kecil dengan camera oculi anterior dangkal. Karena peningkatan ukuran lensa
seiring bertambahnya usia, mata menjadi rentan terkena glaukoma.
j. Tatalaksana
1. Tata laksana optik
Prinsip tatalaksana dasar dengan meresepkan kaca mata lensa + cembung,
sehingga sinar cahaya jatuh tepat pada retina (Gambar 4.3)
2. Tata laksana operasi

8
II. MIOPIA
a. Definisi: jenis kelainan refraksi dimana sinar paralel datang dari jarak tak terhingga
difokuskan di depan retina saat mata tidak sedang akomodasi (Gambar 4.4). pada
keadaan ini, tidak ada mekanisme yang membuat mata dapat mengurangi kekuatan
lensanya saat otot-otot silia sudah relaksasi penuh. Terjadi penurunan punctum
remotum (titik jauh mendekat).

b. Etiologi
1. Miopia aksial: terjadi karena bertambahnya panjang anteroposterior bola mata.
Merupakan bentuk yang paling sering
2. Miopia kurvatur: terjadi karena bertambahnya kelengkungan kornea, lensa, atau
keduanya
3. Miopia positional: terjadi akibat posisi lensa lebih anterior pada bola mata
4. Miopia indeks: akibat meningkatnya indeks refraksi lensa (oleh proses sklerosis
lensa)
5. Miopia karena akomodasi berlebih terjadi pada pasien dengan spasme saat sedang
akomodasi.
c. Derajat Miopia
Menurut American Optometric Association (AOA)
1. Miopia ringan, ≤ -3D
2. Miopia sedang, miopia antara -3D hingga -6D
3. Miopia tinggi atau berat, ≥ -6D
d. Variasi klinis miopia
1. Miopia Kongenital
o Muncul sejak lahir, miopia kongenital didiagnosa pada usia 2-3 tahun
o Anisometropia dengan kelainan unilateral, dapat juga bilateral namun
jarang terjadi

9
o Kelainan derajat tinggi atau berat, sekitar 8D-10D
o Convergent squint
o Kongenital anomali lainnya seperti katarak, mikroftalmos, aniridia,
megalokornea, dan pelepsan retina kongenital
o Perlu dilakukan koreksi awal miopia kongenital
2. Miopia Simpleks
o Merupakan bentuk yang paling umum dan disebut sebagai miopia
fisiologis dan tidak berkaitan dengan penyakit lain. Terjadi karena variasi
normal pada perkembangan mata seseorang, misal dari faktorpnjang bola
mata, kurvatur, atau kerja mata berlebihan jarak dekat saat kanak-kanak.
Disebut juga school myopia karena lebih banyak terjadi pada usia anak
sekolah (8-12 tahun)
o Etiologi
 Axial type of simple myopia, variasi fisiologis panjang bol mata
atau karena pertumbuhan nerurologis selama masa kanak
 Curvature type, tidak berkembangnya bola mata
 Role of diet
 Role of genetics, prevalensi miopia pada anak dengan kedua orang
tua miopia (20%) daripada anak dengan salah satu orang tua
miopia (10%) dan anak dengan tidak ada riwayat miopia (5%)
 Theory of excessive near work in
o Manifestasi Klinis
 Tidak bisa melihat jarak jauh
 Gejala astenopia
 Half shutting biasanya dikeluhkan oleh orang tua anak
 Prominent eyeball, bola mata lebih besar
 Camera oculi anterior, lebih dalam daripada orang normal
 Pupil lebar
 Fundus normal
 Magnitudo kelainan refraktif, miopi simpleks terjadi pada usia 5-10
tahun dan tetap meningkat hingga 18-20 tahun dengan peningkatan
-0.5 ± 0.30 setiap tahun.
o Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan refraksi

10
3. Miopia Patologis
o Refraktif eror yang progresif mulai dari usia 5-10 tahun dan menjadi
miopia derajat tinggi saat dewasa muda, biasany terkait perubahan
degeneratif pada mata (posterior segment) yang menyebabkan
perpanjangan mata.
o Etiologi
 Role of heredity, familial, pada ras tertentu seperti cina, jepang,
arab, lebih banyak pada wanita dibanding laki-laki
 Role of general growth process

o Manifestasi klinis
 Gangguan penglihatan
 Muscae volitantes
 Kebutaan pada malam hari
 Bola mata menonjol
 Kornea melebar
 Camera oculi anterior dalam
 Pupil melebar
 Pemeriksaan fundus
 Optic disk melebar dan pucat
 Perubahan degeneratif pada retina dan koroid
 Lapang pandang
 ERG menunjukkan subnormal elektroretinogram akibat atropi
korioretina
 Diagnosis

11
 Anamnesis
o Penglihatan menjadi lebih buram
o Sering menyipitkan mata
o Astenopia
o Kebutaan pada malam hari
o Sakit kepala
 Pemeriksaan Fisik
o Penurunan visus yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan pinhole (maju) dan koreksi dengan
kaca mata
o Pada miopia dapat ditemukan proptosis, camera
oculi anterior dalam, pupil lebar dan sluggish,
pemeriksaan funduskopi abnormal
 Pemeriksaan Penunjang
o Refraktometer
4. Miopia dapatan atau sekunder, terjadi karena faktor/penyakit lain seperti:
o Post-traumatic
o Post-keratitic
o Drug-induced
o Pseudomyopia
o Space myopia
o Night miopia
o Consecutive myopia
e. Komplikasi
1. Lepasnya retina
2. Katarak
3. Hemoregik vitreous
4. Hemoregik koroidal
5. Strabismus fixus convergence
6. Primary open angle glaucoma
f. Tatalaksana Miopia
1. Kacamata lensa cekung
2. Tatalaksana bedah

12
3. General measures
4. Low vision aids
5. Profilaksis (konseling genetik)

III. ASTIGMATISME
a. Definisi: keadaan dimana bayangan jatuh pada beberapa titik fokus (antar titik saling
tegak lurus). Akomodasi mata tidak akan bisa mengkompensasi astigmat karena
akomodasi akan merubah kurvatur kedua bidang secara sama, sedangkan dua bidang
tersebut membutuhkan derajat akomodasi yang berbeda.
b. Etiologi
1. Astigmatisme korneal: akibat abnormalitas bentuk kornea, merupakan bentuk
yang paling sering
2. Astigmatisme lentikular: akibat abnormalitas lensa
c. Posisi dua titik fokus
1. Astigmatisme simpleks: satu titik tepat di retina, satu titik lain dapat berada di
depan retina atau di belakang retina
2. Astigmatisme compositium: kedua titik fokus terletak di depan atau di
belakang retina
3. Astigmatisme mixtus: satu titik berada di depan dan titik lain di belakang
retina
d. Aksis Meridian
1. Reguler: meridien yang saling tegak lurus
2. Irreguler: meridien yang tidak saling tegak lurus

13
e. Gejala
1. Astenopia
2. Pandangan kabur
3. Proporsi objek menjadi
memanjang
4. Membaca dengan jarak yang
dekat
f. Tanda
1. Half closure of the lid
2. Head tilt
3. Oval or tilted optic disk
4. Kekuatan yang berbeda dalam
dua meridian
g. Tatal aksana
1. Tata laksana optik
i. Spectacles
ii. Kontak lensa
2. Astigmatisme koreksi dengan
bedah.

14
B. Kelainan Akomodasi
I. Akomodasi
Pada mata emetropia, sinar paralel yang berasal dari tak hingga difokuskan pada retina,
dengan tanpa akomodasi. Namun, mata manusia juga dapat memfokuskan sinar divergen
yang berasal dari objek dekat pada retina dalam upaya untuk melihat dengan jelas.
Mekanisme ini disebut akomodasi. Dalam akomodasi, peningkatan kekuatan lensa terjadi
karena peningkatan kelengkungan permukaannya.

Gambar Efek Akomodasi pada Sinar Divergen yang Masuk ke Mata

Saat tidak berakomodasi, radius dari kelengkungan permukaan anterior lensa adalah 10
mm dan posterior lensa 6 mm. Kelengkungan lensa bagian anterior akan berubah saat mata
sedang berakomodasi, sedangkan kelengkunan bagian posterior lensa tetap. Pada akomodasi
maksimal, kelengkungan permukaan anterior dapat mencapai 6 mm.
Mekanisme terjadinya akomodasi dapat dijelaskan melalui teori kapsular von
Helmholtz:
1. Saat mata sedang tidak berakomodasi, ciliary ring yang tidak berkontraksi
memiliki radius yang lebih besar dan menyebabkan ciliary zonules tegang. Hal
tersebut akan menyebabkan lensa terkompresi atau lebih datar.
2. Kontraksi dari otot siliar akan membuat ciliary ring memendek dan ciliary
zonules akan menjadi longgar. Ini memungkinkan kapsul mengubah bentuknya
menjadi lebih cembung atau konoid karena konfigurasi kapsul lensa anterior
yang lebih tipis di sentral dan lebih tebal di perifer.

15
Gambar Perubahan pada Lensa saat Akomodasi

Jadi, ketika otot siliar berkontraksi, ketebalan aksial lensa meningkat, diameternya
menurun, dan kekuatan dioptriknya meningkat, menghasilkan akomodasi. Ketika otot siliar
rileks, ketegangan zonular meningkat, lensa mendatar, dan kekuatan dioptrik lensa
berkurang.

a. Presbiopia
Presbiopia atau mata tua merupakan kondisi fisiologis dari insufisiensi
akomodasi yang menyebabkan penurunan progresif pada penglihatan dekat. Kondisi
gagal penglihatan dekat karena penurunan yang berkaitan dengan usia dalam
akomodasi atau peningkatan punctum proximum. Presbiopia umumnya mulai muncul
pada usia diatas 40 tahun.
Pada mata emetropia, titik terjauh mata adalah tidak terhingga dan titik terdekat
berubah dengan usia. Umumnya, remaja memiliki kekuatan akomodasi 12-16 dioptri,
sedangkan orang dewasa pada umur 40 tahun memiliki 4-8 dioptri. Setelah usia 50
tahun, akomodasi akan terus menurun hingga kurang dari 2 dioptri. Secara kasar, jika
dihitung menggunakan rumus kekuatan lensa, akan didapatkan bahwa pada usia 50
tahun jarak minimal untuk dapat melihat jarak dekat secara jelas adalah 50 cm. Jarak
tersebut melebihi dari jarak baca normal, yaitu sekitar 25 cm. Maka dari itu, orang usia
tua akan memerlukan alat bantu untuk melihat atau membaca pada jarak normal.
Penyebab dari menurunnya kekuatan akomodasi lensa yang menyebabkan
presbiopia dapat disebabkan oleh:

16
1. Perubahan pada lensa yang berhubungan dengan usia, seperti
berkurangnya elastisitas kapsul lensa dan peningkatan progresif dari
ukuran dan sklerosis dari komposisi lensa sehingga lensa lebih kaku.
2. Penurunan pada kekuatan otot siliar yang berhubungan dengan usia.
Presbiopia dapat terjadi sebelum usia lanjut atau premature presbyopia. Hal
yang dapat menyebabkan presbipia prematur adalah hipermetropia yang tidak
dikoreksi, sklerosis prematur pada lensa, kelemahan pada otot siliar, dan glaukoma
simpel kronis.
Gejala yang muncul pada orang dengan presbiopia dapat berupa:
1. Kesulitan dalam melihat jarak dekat. Pasien dapat mengeluhkan kesulitan
dalam membaca tulisan-tulisan kecil, terutama di malam hari atau saat
kurang cahaya.
2. Simtom astenopia yang dapat disebabkan dari kelelahan otot siliar setelah
membaca atau melakukan kegiatan yang membutuhkan melihat jarak
dekat (contoh: menjahit)
3. Diplopia intermiten yang disebabkan dari gangguan antara akomodasi
dan konvergensi.
Tata laksana untuk presbiopia adalah menggunakan kacamata dengan lensa
konveks. Lensa konveks akan menggantikan hilangnya kekuatan memfokuskan
otomatis dari lensa mata. Sebagai panduan kasar, kacamata presbiopia dapat
diresepkan berdasarkan usia penderita sebagai berikut:
1. 45 tahun : +1 hingga +1,25 D
2. 50 tahun : +1,5 hingga +1,75 D
3. 55 tahun : +2 hingga +2,25 D
4. 60 tahun : +2,5 hingga +3 D
Untuk koreksi secara tepat, perlu dilakukan pemeriksaan pada setiap mata untuk
menentukan kekuatan lensa presbiopia yang dibutuhkan. Prinsip dasar dalam koreksi
presbiopia adalah tentukan kelainan refraktif penglihatan jauh dan koreksi terlebih
dahulu. Setelah itu, tentukan koreksi presbiopia yang dibutuhkan dari setiap mata dan
tambahkan ke koreksi jauh. Koreksi penglihatan dekat harus mempertimbangkan
pekerjaan sehari-hari pasien. Lensa konveks yang diresepkan adalah lensa dengan
kekuatan terendah dimana pasien dapat melihat dengan jelas pada penglihatan dekat.
Koreksi yang berlebih dapat menyebabkan simtom astenopia.

17
Penggunaan kacamata presbiopia bisa dengan beberapa bentuk. Kacamata
khusus untuk membaca saja baik digunakan untuk membaca, namun saat melihat jauh
pandangan akan kabur karena koreksi terdapat di seluruh bagian lensa kacamata. Half-
glasses dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan kacamata baca dengan cara
membiarkan bagian atas dari lensa kacamata tanpa koreksi untuk pasien dapat melihat
jauh. Kacamata bifokal memiliki prinsip yang sama dengan half-glasses, namun
bagian atas dapat digunakan untuk mengoreksi kelainan refraksi lain. Kacamata
trifokal digunakan untuk mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan
sedang pada segmen tengah, dan penglihatan dekat pada segmen bawah kacamata.
Kacamata progresif memiliki kekuatan lensa yang progresif atau varifokal untuk
memperbaiki penglihatan jauh, sedang, dan dekat dengan perubahan fokus yang
progresif, bukan perubahan yang kontras.
b. Insufisiensi Akomodasi
Istilah insufisiensi pada akomodasi digunakan ketika daya akomodatif secara
signifikan kurang dari batas fisiologis normal untuk usia pasien. Hal ini berbeda
dengan presbiopia dimana kekurangan fisiologis akomodasi adalah normal untuk usia
pasien.
Penyebab dari insufisiensi akomodasi adalah sklerosis prematur pada lensa,
kelemahan otot siliar karena penyebab sistemik kelelahan otot seperti penyakit yang
melemahkan, anemia, toksaemia, malnutrisi, diabetes mellitus, kehamilan, stres dan
sebagainya. Kelemahan otot ciliar juga berhubungan dengan glaukoma primer sudut
terbuka.
Semua gejala presbiopia dapat muncul, tetapi gejala astenopia lebih menonjol
daripada penglihatan kabur.
Penanganan kelainan akomodasi ini harus dimulai dari mengatasi penyebab yang
mendasarinya. Selain itu, kacamata penglihatan dekat dalam bentuk lensa cembung
terlemah yang memungkinkan penglihatan yang memadai harus diberikan agar
kekuatan akomodasi meningkat. Latihan akomodasi membantu dalam pemulihan, jika
kelemahan yang mendasari telah diatasi.
c. Paralisis Akomodasi
Paralisis akomodasi atau cyclopegia adalah ketiadaan total dari akomodasi. Hal
ini dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti atropin, homtropin, atau parasimpatolitik
lain, serta oftalmoplegia internal paralitik akibat neuritis yang berhubungan dengan
difteri, sifilis, diabetes, alkoholisme, penyakit otak atau meningeal.
18
Pasien dapat datang dengan keluhan utama pandangan kabur saat melihat objek
jarak dekat yang sebelumnya emetropia atau hipermetropia. Pandangan kabur mungkin
tidak terlalu jelas pada pasien miopia. Selain itu, pasien dapat mengeluhkan fotofobia
yang disebabkan dilatasi dari pupil (midriasis).
Pada paralisis yang disebabkan oleh obat dan penyakit, kondisi akan sembuh
dengan sendirinya setelah pemberian obat dihentikan atau penyakit yang mendasarinya
telah diatasi. Kacamata hitam membantu dalam mengatasi fotofobia. Jika paralisis
permanen, pasien dapat diresepkan kacamata dengan lensa konveks.
d. Spasme Akomodasi
Spasme akomodasi mengacu pada pengerahan akomodasi berlebihan yang tidak
normal. Penyebabnya dapat karena obat-obatan miotik, atau bisa juga terjadi secara
spontan pada anak-anak yang berusaha untuk mengkompensasi kelainan refraksi yang
merusak penglihatan mereka. Ini biasanya terjadi ketika mata digunakan untuk
pekerjaan dekat yang berlebihan dalam keadaan yang tidak sesuai seperti iluminasi
buruk, posisi membaca buruk, vitalitas rendah, keadaan neurosis, atau tekanan mental.
Untuk mendiagnosis keadaan ini dilakukan dalam atropine cyclopegia.
Tata laksana untuk spasme akomodasi adalah membuat otot siliar relaks dengan
menggunakan atropin selama beberapa minggu dan menghindari perkerjaan yang
membutuhkan penglihatan dekat unutk membiarkan terjadinya pemulihan dari spasme.
Penyebab yang mendasari juga harus di koreksi untuk menghindari terjadi
kekambuhan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. 17th ed.
McGraw-Hill, 2007.
2. Khurana A, Khurana A, Khurana B. Comprehensive ophthalmology. 2017.
3. Accommodation [Internet]. Aao.org. 2020 [dikases pada 16 Februari 2020]. Tersedia
pada: https://www.aao.org/bcscsnippetdetail.aspx?id=0554ca9e-b088-4bfe-91ab-
2fc77bb0ea67
4. du Toit R. How to prescribe spectacles for presbyopia. Community Eye Health.
2006;19(57):12–13.

Anda mungkin juga menyukai