Anda di halaman 1dari 18

JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL

VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018 https://doi.org/10.18196/hi.62112

Haluan Baru Politik Luar Negeri


Indonesia: Perbandingan Diplomasi
‘Middle Power’ Susilo Bambang
Yudhoyono dan Joko Widodo
Rizky Alif Alvian, Ganesh Cintika Putri, Irfan Ardhani
Institute of International Studies (IIS)
International Relations Department, Faculty of Social and Political Science
Gadjah Mada University
Bulak Sumur, Yogyakarta 55281
rizky.alif.a@mail.ugm.ac.id
Submitted: 16 October 2017, Accepted: 29 March 2018

Abstract
This article attempts to identify changes in Indonesia’s middle power diplomacy strategy under President Susilo Bambang Yudhoyono and Joko
Widodo. This phenomenon is important to be studied because President Yudhoyono and President Widodo proposed different visions of
Indonesia’s foreign policy, yet similarly perceived Indonesia’s position as a middle power country. Using border and maritime diplomacy as well as
democracy, Islam, and human rights as case studies, this article argues that the strategy of Indonesia’s middle power diplomacy experienced a
shift in orientation from—to use Krasner’s terminology—relational power to meta-power. While Indonesia under Yudhoyono previously
attempted to gain benefits by following established rules, Indonesia under Widodo tried to pursue its interests by influencing, altering, or crafting
rules in international politics.
Keywords: Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, middle power, relational power, meta-power.

Abstrak
Artikel ini berupaya mengidentifikasi perubahan strategi diplomasi middle power Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dan Joko Widodo. Fenomena ini penting untuk dikaji karena Presiden Yudhoyono dan Joko Widodo mengajukan visi yang berbeda
mengenai politik luar negeri Indonesia, tetapi sama-sama memaknai posisi Indonesia sebagai negara middle power. Dengan menggunakan
isu diplomasi perbatasan dan maritim serta demokrasi, Islam, dan hak asasi manusia sebagai studi kasus, artikel ini berargumen bahwa
strategi diplomasi middle power Indonesia mengalami pergeseran orientasi dari—meminjam terminologi Krasner—relational power
menuju meta-power. Apabila Indonesia di bawah Yudhoyono sebelumnya berupaya meraih lebih banyak keuntungan dengan mengikuti
aturan main yang mapan, Indonesia di bawah Widodo kini berusaha mencapai kepentingannya dengan cara mempengaruhi, mengubah,
atau membangun aturan main dalam politik internasional.
Kata Kunci: Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, middle power, relational power, meta-power.

PENDAHULUAN
Kemenangan Presiden Joko Widodo atau yang dapat memberi keuntungan domestik serta
Jokowi dalam pemilihan umum 2014 menandai memperkuat kedaulatan Indonesia (lihat, Davies dan
perubahan corak politik luar negeri Indonesia. Haris-Rimmer, 2016; Andika, 2016; Harding dan
Orientasi ke “luar” (outward looking) Presiden Susilo Mechant, 2016; Rosyidin, 2017).1 Meski demikian, di
Bambang Yudhoyono digantikan oleh orientasi ke tengah perubahan orientasi ini, Yudhoyono maupun
“dalam” (inward looking) Presiden Joko Widodo. Jokowi melihat Indonesia sebagai negara middle power2
Upaya Indonesia untuk mengambil peran global serta berupaya membangun diplomasi middle power
melalui aktivitas-aktivitas multilateral digantikan Indonesia.
dengan upaya untuk membangun politik luar negeri
152 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

Pergeseran orientasi politik luar negeri Indonesia merupakan suatu fenomena yang penting
Indonesia nampak dalam perubahan visi Indonesia untuk dikaji. Apa pendekatan yang diajukan oleh
dalam politik internasional. Pada tataran visi, Presiden Yudhoyono dan Jokowi dalam
Indonesia di bawah Yudhoyono berusaha menerjemahkan dan mempraktikkan diplomasi middle
mengaplikasikan visi “thousand friends and zero enemy”. power Indonesia? Mengapa pergeseran strategi tersebut
Melalui prinsip ini, Indonesia berusaha menjalin terjadi?
hubungan yang baik dengan seluruh negara, sehingga Artikel ini berpendapat bahwa strategi
dalam kata-kata Presiden Yudhoyono (2009), “no diplomasi middle power Indonesia telah mengalami
country perceives Indonesia as an enemy and there is no pergeseran. Pergeseran ini terjadi utamanya pada jenis
country which Indonesia considers an enemy. Thus power yang digunakan Indonesia. Berangkat dari
Indonesia can exercise its foreign policy freely in all pengembangan atas konseptualisasi Krasner (1985)
directions, having a million friends and zero enemies”. Di mengenai relational-power dan meta-power3, artikel ini
tengah meningkatnya interdependensi antar-negara, berargumen bahwa peran meta-power semakin sentral
pemerintahan Yudhoyono mendorong agar negara- dalam strategi diplomasi middle power Indonesia.
negara bekerjasama untuk mengatasi tantangan Berbeda dengan relational-power yang menuntut sebuah
kolektif. negara untuk memperjuangkan kepentingannya
Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi dengan mula-mula mengikuti aturan main yang
berangkat dari visi yang berbeda. Jokowi secara dominan dalam rezim internasional, meta-power
eksplisit berupaya “mereposisi peran Indonesia dalam mendorong negara untuk mengubah aturan main
isu-isu global” (Widodo dan Kalla, 2014: 12). Jokowi rezim sehingga menjadi kondusif bagi
berkomitmen untuk menjaga “kebebasan dalam kepentingannya. Sebelumnya, strategi diplomasi
menentukan arah hubungan luar negeri yang middle power Indonesia lebih banyak dibangun di atas
mengabdi pada kepentingan nasional” serta konsepsi relational-power. Dengan kata lain, apabila
“menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional Indonesia sebelumnya berupaya meraih lebih banyak
dengan keterlibatan global secara selektif, dengan keuntungan dengan mengikuti aturan rezim yang
memberi prioritas pada permasalahan yang secara mapan, Indonesia kini berusaha mencapai
langsung berkaitan dengan kepentingan bangsa dan kepentingannya dengan mempengaruhi, mengubah,
rakyat Indonesia” (Widodo dan Kalla, 2014: 12). Visi atau membangun aturan main rezim. Praktik relational
politik luar negeri Jokowi ini beresonansi dengan power, menurut Krasner, antara lain nampak dalam
kritik terhadap politik luar negeri Yudhoyono yang negosiasi bantuan pembangunan bilateral (bilateral
dirasa elitis dan tak punya hubungan langsung dengan
aid). Dalam situasi ini, negara berkembang berusaha
kepentingan nasional Indonesia, khususnya
untuk memaksimalkan besaran dan mengurangi
pengembangan ekonomi dalam negeri (Sukma, 2016;
prasyarat bantuan. Walau demikian, negosiasi ini
Rosyidin, 2017).
tidak mengubah aturan main dasar dari bantuan
Artikel ini berupaya membandingkan strategi
pembangunan Utara-Selatan: bahwa negara donor
diplomasi middle power Indonesia di bawah Presiden berhak untuk menggunakan bantuan itu sebagai
Yudhoyono (khususnya pada periode kedua) dan sarana mencapai kepentingannya. Sementara itu,
Jokowi serta mengidentifikasi perubahan strategi di
Krasner mengambil proposal New International
antara keduanya. Seiring dengan perubahan
Economic Order (NIEO) sebagai contoh praktik meta-
paradigma kedua presiden dalam memandang politik
power. Dihadapkan pada rezim ekonomi internasional
internasional, fakta bahwa kedua presiden tetap
yang berorientasi pasar, negara-negara berkembang
berupaya untuk membangun diplomasi middle power
berusaha merancang aturan main alternatif yang
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 153
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

memungkinkan negara berkembang untuk (2003) menggolongkan Indonesia dan Malaysia


mempertahankan otoritasnya di hadapan kekuatan sebagai negara middle power di wilayah Asia Pasifik
pasar. Bagi negara berkembang, strategi ini krusial karena keduanya memiliki posisi menengah dalam
karena mereka memiliki kesempatan untuk beberapa indikator, yakni (1) populasi; (2) wilayah
mengurangi kerentanan negara terhadap dinamika geografis; (3) pengeluaran militer; (4) GDP; (5)
pasar yang fluktuaktif. pertumbuhan riil GDP; (6) nilai ekspor; (7) Gross
Meski demikian, perlu digarisbawahi bahwa National Income (GNI) per kapita; (8) persentase
tren pergeseran dari relational power ke meta power perdagangan dalam GDP; dan (9) angka harapan
dalam politik luar negeri Indonesia terjadi secara tidak hidup (lih., Ruhama, 2015). Mengikuti nalar Ping,
merata di seluruh bidang. Pergeseran ini juga tidak negara middle power adalah negara yang memiliki posisi
sempurna. Perubahan ke arah meta-power tidak pernah menengah dalam hierarki power. Pada gilirannya,
membuat strategi berbasis relational-power benar-benar power ini dijangkarkan pada kepemilikan berbagai
menghilang. sumber daya yang dapat diidentifikasi melalui
Untuk mengurai argumentasi di atas, artikel ini indikator-indikator di atas. Ping (2003: 44) menulis:
mula-mula akan mendiskusikan karya-karya terdahulu “If a case can be built for the definition of a particular
mengenai middle power maupun perilaku Indonesia state to be classified as one in the middle of some form
of power, then that gives the definition ample
sebagai middle power. Artikel ini selanjutnya akan
information about which to be critical but allows for
menjelaskan kerangka konseptual yang digunakan the evolution of the term along with the evolving
oleh artikel ini untuk membaca perubahan strategi international political economy. Thus, a definition of a
diplomasi middle power Indonesia. Dengan MP (Middle Power) is legitimate if it includes the
source of the power and identifies a middle position.”
menggunakan isu diplomasi perbatasan dan maritim
serta, demokrasi, Islam, dan HAM, artikel ini Perubahan status middle power karenanya dapat
kemudian berusaha untuk memetakan perubahan dilacak melalui koleksi data statistik atas indikator-
pendekatan diplomasi middle power Presiden indikator yang disebutkan sebelumnya serta
Yudhoyono dan Jokowi. Artikel ini kemudian ditutup menentukan posisi suatu negara dalam hierarki
dengan kesimpulan. sumber daya. Melalui usaha tersebut, dapat diketahui
apakah sebuah negara menjadi middle power atau justru
TINJAUAN PUSTAKA kehilangan status tersebut.
INDONESIA SEBAGAI NEGARA ‘MIDDLE POWER’ Untuk mempertahankan posisinya, negara
Bagian ini berusaha mengidentifikasi berbagai middle power dituntut untuk mengambil manuver-
pandangan mengenai status dan perilaku Indonesia manuver yang membuat mereka tetap kompetitif
sebagai negara middle power serta dalam lanskap politik internasional yang terus
mengontekstualisasikannya dalam lanskap perdebatan berubah. Upaya ini yang disebut Ping sebagai
middle power yang lebih luas. Karya-karya mengenai ‘hibridisasi’. Kepemilikan power pada tingkat
status dan perilaku Indonesia sebagai middle power menengah membuat negara middle power memiliki
dapat digolongkan ke dalam dua pendekatan. ruang untuk bermanuver alih-alih semata tunduk
Pendekatan pertama berargumen bahwa status middle pada negara besar. Namun, karena power negara-
power Indonesia diraih berkat kepemilikannya atas negara tersebut sebatas menengah, mereka mesti
sejumlah sumber daya kunci seperti populasi, berkompromi dengan tekanan sistem internasional.
kekuatan militer, atau besaran Gross Domestic Product Dilema inilah yang membuat inisiatif negara middle
(GDP). Analisis Ping (2003) dapat menjadi ilustrasi power bersifat ‘hibrid’.
tentang bagaimana pendekatan pertama bekerja. Ping
154 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

Melalui hibridisasi, negara middle power seperti pendekatan ini. Untuk menangkap kompleksitas
Indonesia melakukan emulasi atas perilaku negara- perilaku Indonesia sebagai negara middle power,
negara besar sembari terus menyesuaikan diri dengan Ruhama membedakan classic middle power dari emerging
perkembangan politik internasional. Kegagalan middle power. Negara-negara classic middle power
melakukan hibridisasi akan membuat negara middle memiliki sejumlah penanda perilaku seperti berupaya
power kehilangan status serta otonominya. Bagi Ping menjadi bridge-builder, interlocutor, serta mediator dalam
(2003), upaya Indonesia untuk mengadopsi politik internasional. Sementara itu, negara emerging
demokrasi, membentuk dan melibatkan diri dalam middle power berupaya menegaskan independensinya
ASEAN, serta mengimplementasikan rekomendasi serta membangun kekuatan di kawasan. Ruhama
IMF pasca krisis finansial Asia merupakan bentuk berargumen bahwa perilaku Indonesia di bawah
hibridisasi tersebut. Presiden Yudhoyono sesuai dengan kriteria classic
Pendekatan kedua berargumen bahwa middle power sementara Presiden Jokowi membuat
Indonesia dapat disebut sebagai middle power karena Indonesia berperilaku layaknya emerging middle power.
Indonesia memiliki pola perilaku tertentu yang Santikajaya (2016) membangun argumentasi lebih
dianggap khas negara middle power. Dibandingkan jauh bahwa Indonesia bukanlah negara middle power.
dengan pendekatan pertama, karya-karya yang Perilaku Indonesia, menurutnya, berada di antara
berangkat dari pendekatan kedua lebih mendominasi perilaku negara-negara middle power (berorientasi pada
kajian-kajian tentang status Indonesia sebagai middle status quo, bergerak sebagai mediator, dan punya
power. pengaruh yang lemah di kawasan) dan negara-negara
Pendekatan kedua berpendapat bahwa status BRIC (revisionis, mencari status great power, dan
middle power suatu negara ditentukan oleh pola orientasi regional yang lemah). Berbeda dengan
perilakunya. Mengutip Darmosumarto (2009), Beeson negara-negara di kedua kutub tersebut, Indonesia
dan Lee (2015: 230) berargumen bahwa Indonesia mengambil sikap soft-revisionis, menjadi bridge-builder,
“has not only begun to act like a middle power in playing a serta memiliki pengaruh kuat di kawasan.
more prominent part in various multilateral organizations, Kedua kelompok karya ilmiah yang telah
but has also begun to use the language of middlepowerdom is didiskusikan di atas merefleksikan dua pendekatan
especially significant”. Perilaku middle power yang arus utama dalam studi terhadap negara-negara middle
dimaksud oleh Beeson dan Lee adalah tindakan power. Pendekatan pertama terinspirasi oleh
Indonesia yang semakin banyak terlibat dalam forum- argumentasi neorealisme yang dirumuskan oleh
forum multilateral serta berusaha menjadi jembatan Holbraad (1984). Sementara pendekatan kedua
bagi great power dan small power di dalamnya. Bagi banyak dipengaruhi oleh analisis liberal Cooper,
Beeson dan Lee, keterlibatan dalam forum Higgot, dan Nossal (1993).
multilateral serta aktivitas bridge-building merupakan Pertama, Holbraad (1984) berpendapat bahwa
perilaku khas negara middle power. Argumen senada negara middle power ditentukan berdasarkan “strength
diusung oleh Azra (2015). Dalam analisisnya, Azra they possess and the power they command”. Negara middle
(2015: 133) berpendapat bahwa status middle power power ditentukan berdasarkan kemampuannya untuk
Indonesia diraih berkat aktivitasnya dalam organisasi memaksakan kehendaknya kepada negara lain
internasional serta upayanya sebagai “balancing and sembari menentang kehendak negara lain yang
mediating force for countries that were involved in internal dipaksakan terhadapnya. Kemampuan ini, menurut
conflicts or even among countries in a certain region”. Holbraad, bisa dilihat dari sejumlah indikator. Dalam
Analisis Ruhama (2015) dan Santikajaya (2016) jangka pendek, Holbraad berpendapat bahwa
memberikan kompleksitas tambahan terhadap kemampuan ini didasari oleh kekuatan militer suatu
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 155
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

negara, tingkat pengeluaran militer, serta kuantitas cooperation building, enterpreneurial leadership, serta role of
perangkat militer tertentu yang memiliki nilai facilitator bagi negara-negara lain dalam usaha untuk
strategis. Sementara itu, dalam jangka panjang, mengatasi permasalahan global, mulai dari
besaran GNP dan populasi bisa menjadi indikator penyebaran epidemi, pelucutan senjata, hingga
kemampuan suatu negara untuk menciptakan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Cooper,
pengaruh. Dalam hierarki sistem internasional, negara Higgott, dan Nossal (1993: 19) (dikutip dalam Flemes,
middle power adalah negara yang berada pada bagian 2007: 8), negara middle power dicirikan dengan:
tengah hierarki sehingga juga memiliki kemampuan “[…] the tendency to pursue multilateral solutions to
mempengaruhi yang relatif moderat: lebih rendah dari international problems, the tendency to embrace
compromise positions in international disputes and the
negara-negara great power tetapi berada di atas negara-
tendency to embrace notions of ‘good international
negara small power. citizenship’ to guide diplomacy.”
Di dalam sistem internasional yang dihegemoni
oleh kekuatan besar, negara middle power sebetulnya Upaya-upaya negara middle power ini seringkali
tidak memiliki kapasitas yang cukup besar untuk tampil dalam bentuk niche diplomacy. Negara middle
mengatur arah sistem internasional. Negara-negara power yang melakukan niche diplomacy akan berusaha
besar menjadi aktor yang lebih menentukan meraih posisi kepemimpinan dalam forum-forum
bagaimana sistem internasional bekerja. Di sisi lain, multilateral dan mengarahkan forum tersebut dengan
negara middle power juga memiliki kapasitas yang bekal reputasi dan keahlian teknis yang mereka miliki.
terbatas untuk menyesuaikan diri dengan perubahan- Dengan mengambil kepemimpinan dalam forum-
perubahan yang terjadi di dalam sistem internasional. forum multilateral, negara middle power dapat
Dalam lanskap ini, negara middle power berusaha memperoleh kedudukan yang dapat memberi mereka
untuk mengambil peran dalam forum-forum dua manfaat, yaitu (1) peningkatan status negara
multilateral dalam rangka meningkatkan kapasitas tersebut dalam sistem internasional (2) meluasnya
mereka untuk memitigasi resiko bagi diri mereka kesempatan bagi negara-negara tersebut untuk menata
sendiri. Dengan mengambil bagian dalam forum- sistem internasional sedemikian rupa sehingga
forum tersebut, negara middle power dapat menguntungkan mereka. Meski demikian,
meningkatkan pengaruhnya untuk memastikan sistem keterbatasan sumber daya yang mereka miliki
internasional tetap stabil. Hal ini sekaligus membuat mereka tak bisa melibatkan diri dalam
menjelaskan mengapa negara middle power kerap terlalu banyak forum. Negara middle power mesti
terlibat dalam usaha-usaha resolusi konflik. memilih fungsi apa yang ia ingin ambil dalam sistem
Meningkatnya stabilitas dan prediktabilitas sistem internasional (Cooper, 1997).
Kedua pendekatan di atas memiliki keunggulan
internasional akan membuat negara middle power
dan kelemahannya masing-masing. Pendekatan
terhindar dari ancaman-ancaman yang timbul akibat
instabilitas sistem tersebut (Krasner, 1985; Jordaan, pertama memiliki definisi yang lebih presisi mengenai
2003). negara middle power. Dengan meletakkan negara middle
Kedua, Cooper, Higgott, dan Nossal (1993) power sebagai negara yang menempati posisi
berpendapat bahwa negara middle power bisa menengah dalam hierarki power politik internasional—
didefinisikan berdasarkan pola perilakunya. Menurut dicirikan dengan kemampuannya untuk menengahi
mereka, negara middle power lebih kerap melibatkan tekanan great power sembari membangun pengaruhnya
diri dalam kerja sama multilateral yang berupaya sendiri—pendekatan neorealis dapat menghindari
untuk mewujudkan nilai-nilai good international sejumlah kesulitan yang dialami oleh pendekatan
citizenship. Negara middle power berupaya menawarkan
156 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

liberal. Meski demikian, pendekatan neorealis power” yang “accomodative” dan “multilateral (Cooper,
memiliki definisi yang terlalu sempit mengenai power. 1997: 17). Meski demikian, konseptualisasi middle
Pendekatan Cooper, Higgot, dan Nossal (1993) power ini tetap dibangun di atas argumen bahwa status
mengandaikan bahwa status middle power suatu negara middle power ditentukan oleh set perilaku yang diambil
ditentukan berdasarkan pilihan perilaku yang suatu negara. Batasan ini mendorong Santikajaya
diambilnya, yakni keterlibatan dalam multilateralisme, (2016) untuk meninggalkan konsep middle power
kecenderungan untuk mengambil sikap kompromis, untuk menggambarkan Indonesia. Karena Indonesia
dan bertindak sebagai good international citizen. mengambil set perilaku yang berbeda dengan kriteria
Meskipun sangat berpengaruh, pendekatan ini middle power, ia memutuskan untuk meletakkan
memperoleh berbagai kritik karena Indonesia di luar kategori tersebut. Hal ini
ketidakmampuannya untuk menjelaskan perilaku menunjukkan bahwa upaya mengklasifikasikan middle
berbagai negara yang tidak mengikuti kriteria Cooper, power berdasar pola perilakunya menjadi kurang
Higgot, dan Nassal, namun tak dapat digolongkan produktif. Perubahan sistem internasional membuka
sebagai great power maupun small power. Chapnick ruang bagi banyak variasi perilaku. Memperluas
(1999) menyebut pendekatan Cooper, Higgot, dan konsep middle power untuk merangkum segala bentuk
Nossal sebagai tidak “obyektif” dan “tautologis”. perilaku akan membuat konsep itu terlalu longgar.
Chapnick (1999: 76) menulis: “that middle powers are Sementara upaya untuk mempersempitnya akan
those that practice middle power internationalism, and that membuat konsep middle power memiliki ruang lingkup
middle power internationalism describes the behaviour of analisis yang terlampau kecil.
middle powers is a tautology”. Pada titik ini, konseptualisasi Holbraad (1984)
Dalam karyanya yang ditulis tahun 1997, tentang middle power menjadi lebih berguna.
Cooper berusaha memperluas kerangka analisisnya Argumentasi Holbraad (1984: 5) layak dikutip cukup
agar dapat mencakup negara-negara yang berada pada panjang di sini:
tingkat menengah, tetapi tidak berperilaku dalam “The number of great powers in the system and the
kriteria yang telah ditetapkan oleh Cooper, Higgot, political relations that exist between these chief actors
dan Nossal (1993). Meski demikian, Cooper (1997: determine the international environment of the lesser
states and influence their behaviour, towards the great
15) menyadari bahwa upaya mengakomodasi powers as well as among themselves. The middle power,
keragaman perilaku negara-negara tersebut “poses a closer to the top level of international politics, tend to be
danger of further diluting the middle-power concept”. particularly sensitive to the conditions that prevail
there. For them, each systemic situation presents its own
Cooper (1997: 9) menyiasati hal ini dengan
set of difficulties and opportunities. […] [T]he reactions
memperluas konsep negara middle power sebagai of middle powers in comparable international situations
negara yang bekerja lewat “cooperation- may be expected to show some similarities. All of them
building”,“coalition-building” serta memberikan exposed to the competitive conditions of international
society and determined to survive and prosper, they can
“entrepreneurial/technical leadership” dan “calatyst and neither afford persistently to ignore the threats and
facilitator”. Sementara Jordaan (2005: 165) encouragements presented by the structure of the system
berargumen bahwa seluruh negara middle power and the interaction of its principal actors, nor
repeatedly fail to exercise a degree of rationality in their
berusaha “stabilises and legitimises global order”. Manuver response to them.”
konseptual ini membuka ruang bagi munculnya
tipologi “emerging middle power” dan “traditional middle Pendekatan Holbraad ini memberi penekanan
power” yang menginspirasi karya Ruhama (2015)—di kuat pada posisi middle power dalam politik
mana negara “emerging middle power” dirasa lebih internasional. Negara middle power di satu sisi
“combative” dan “regional” ketimbang “traditional middle mengalami tekanan dari situasi internasional yang,
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 157
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

pada gilirannya, dipengaruhi oleh interaksi antar great Krasner—mengandaikan bahwa manuver negara middle
power. Dalam arena ini, negara middle power—sebagai power diarahkan lebih untuk menjaga posisi mereka
“states that are weaker than the great powers in the system dalam politik internasional atau melindungi otonomi.
but significantly stronger than the minor powers and small Pendekatan ini cenderung enggan untuk menyatakan
states with which they normally interact” (Holbraad, secara eksplisit bahwa negara middle power juga
1984: 4)—berada dalam upaya untuk menghindari menyimpan hasrat untuk tumbuh menjadi negara
tekanan sembari memanfaatkan kesempatan yang great power meski usaha itu berlangsung lambat dan
disediakan struktur. Artikel ini akan berangkat dari tak pasti.
argumentasi ini. Dalam artikel ini, middle power
dimengerti sebagai negara yang berada dalam posisi KERANGKA KONSEPTUAL
ini: ditekan oleh sistem internasional, tetapi masih Berpijak dari diskusi di atas, artikel ini
memiliki kapasitas untuk bertahan dan berupaya memperluas konseptualisasi middle power
memanfaatkan kesempatan. sehingga konsep tersebut sensitif terhadap (1)
Meski demikian, pendekatan Holbraad keragaman power yang digunakan Indonesia (2)
memiliki keterbatasan serius dalam memahami dan aspirasi Indonesia untuk menjadi great power. Artikel
memperlakukan power. Kecenderungan untuk melihat ini akan mendiskusikan aspek kedua terlebih dahulu.
power berdasarkan sumber-sumber material yang Untuk menangkap aspirasi Indonesia untuk
dimiliki negara tidaklah keliru. Tetapi, cara ini tak menjadi great power, artikel ini menggunakan konsep
akan cukup berhasil menangkap kompleksitas kasus relational power dan meta-power. Krasner (1985: 14)
Indonesia. Pertama, pendekatan Holbraad—yang menulis:
kemudian diterapkan Ping (2003) untuk Indonesia— “Relational power behavior refers to efforts to maximize
tak berhasil memeriksa power Indonesia yang bersifat values within a given set of institutional structures;
meta-power behavior refers to efforts to change the
non-material. Padahal, sebagaimana yang ditunjukkan
institutions themselves. Relational power refers to the
oleh berbagai analisis, power Indonesia tak hanya ability to change outcomes or affect the behavior of
diperoleh melalui sumber daya material. Laksmana others within a given regime. Meta-power refers to the
(2011), Acharya (2015), dan Davies dan Haris-Rimmer ability to change the rules of the game.”

(2016), misalnya, menunjukkan bahwa power Dalam konseptualisasi Krasner, negara


Indonesia diperoleh dari posisi normatifnya atas memiliki dua pendekatan dalam mewujudkan
berbagai isu, seperti demokrasi, Islam, dan HAM. kepentingan nasionalnya. Kedua pendekatan ini
Laksmana (2011: 165) menulis bahwa “democracy dibedakan berdasarkan sikapnya terhadap suatu
provides Indonesia with an excellent window of opportunity rezim. Lewat pendekatan berbasis relational power,
to raise its regional and global profile”. negara berupaya mencapai kepentingannya tanpa
Kedua, pendekatan ini juga tidak dapat berusaha mengubah aturan main rezim. Sementara
menangkap aspirasi Indonesia untuk menjadi great itu, lewat pendekatan meta-power, negara berupaya
power. Fealy dan White (2016: 93) mencatat bahwa mencapai kepentingannya dengan mengubah aturan
Indonesia “start taking a bigger and more assertive role, if main yang dominan.
not as a classic ‘Great Power’ then at least as a major Mengikuti Holbraad, kekhasan negara great
regional power”. Gejala sejenis diidentifikasi oleh power terletak pada kapasitasnya untuk mempengaruhi
Ardhani (2016) yang menunjukkan bahwa Indonesia sistem internasional. Karenanya, aspirasi negara middle
menginginkan status negara besar melalui berbagai power untuk menjadi great power menuntut mereka
upaya glorifikasi atas masa lalu. Pendekatan yang untuk tak hanya menggunakan pendekatan relational
diajukan Holbraad—juga oleh neorealis lain seperti power, tapi juga meta-power apabila memungkinkan.
158 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

Negara middle power dituntut untuk turut Artikel ini mengkombinasikan konsep relational
mempengaruhi arah sistem alih-alih sekadar power dan meta-power dengan ketiga teknik power di
memastikan kepentingan mereka terpenuhi di atas. Sebagai contoh, suatu negara yang memakai
dalamnya. Pada titik ini, konsep relational power dan teknik pengaturan institusi serta pendekatan meta-
meta-power dapat berguna untuk menangkap power akan bergerak untuk membangun institusi yang
ambiguitas negara middle power yang berupaya mendukung kepentingannya. Pendekatan relational
melakukan gerak defensif dan ofensif sekaligus power dengan teknik yang sama akan mendorong
menengahi tekanan sistem sembari meningkatkan negara untuk meraih posisi strategis dalam institusi
pengaruh. Ketika tekanan begitu kuat, negara middle atau memanfaatkan aturan main untuk memastikan
power dapat bekerja dalam modus relational power kepentingannya terpenuhi.
untuk sekadar memastikan kepentingannya terpenuhi.
Namun, ketika kesempatan terbuka, negara middle Tabel 1. Kerangka Analisis Diplomasi Middle Power
power dapat mengubah pendekatannya menjadi meta- Pendekatan
Relational Power Metapower
power untuk membuat sistem jadi lebih Pemenangan Aktor lain
menguntungkan baginya. konflik via mengambil
Meski demikian, dalam Structural Conflict peningkatan tindakan sesuai ________
sumber daya keinginan aktor
(1985), Krasner cenderung memahami konsep strategis (Holbraad, 1984)
relational power dan meta-power sebagai ekspresi dari
Aktor Aktor mendesain
“structural power” (strange) atau “institutional power” memperoleh institusi
(Barnett dan Duvall). Artinya, kedua konsep Krasner posisi strategis sementara aktor
Pengaturan
dalam institusi lain mengikutinya
tersebut memahami power sebagai kuasa atas institusi
yang ada (Cooper, (Barenskoetter,
Teknik

bangunan institusi internasional. Artikel ini 1997) 2007; Barnett


dan Duvall, 2005)
berpendapat bahwa konseptualisasi ini tak cukup luas Aktor diakui Aktor
untuk mengenali berbagai sumber dan teknik kerja sebagai bagian mendefinisikan
power. dari komunitas normalitas baru
internasional yang diikuti aktor-
Berangkat dari pembacaan atas karya Pengaturan (Hynek, 2004) aktor lain
Barenskoetter (2007) serta Barnett dan Duvall (2005), normalitas (Barenskoetter,
2007; Guzzini,
artikel ini berpendapat bahwa power memiliki 2013; Nabers,
setidaknya tiga ragam ekspresi. Pertama, power diraih 2015)
melalui kepemilikan atas sumber daya kunci. Sumber: dirangkum oleh penulis
Melaluinya, negara dapat memaksa aktor lain untuk
mengambil suatu tindakan—misalnya, karena rasa PEMBAHASAN
takut akibat tindakan akumulasi persenjataan oleh STRATEGI DIPLOMASI ‘MIDDLE POWER’
negara lain. Kedua, power diperoleh lewat kemampuan INDONESIA: PERUBAHAN
mempengaruhi bangunan institusi internasional. Bagian ini mendiskusikan strategi diplomasi
Melalui teknik ini, suatu negara dapat membatasi opsi middle power Presiden Yudhoyono dan Presiden
strategis negara lain. Ketiga, power diraih lewat Jokowi serta memetakan perubahan kebijakan di
produksi normalitas. Lewat cara ini, negara menyebar- antara keduanya berdasarkan kerangka konseptual
luaskan cara berpikir tertentu yang, pada gilirannya, yang telah dibangun pada bagian sebelumnya.
menentukan apa yang dianggap normal dan tidak. Meskipun Yudhoyono dan Jokowi berupaya
Standar ini kemudian membentuk preferensi negara- menjadikan Indonesia sebagai negara middle power,
negara lain.
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 159
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

bagian ini mengidentifikasi sejumlah pergeseran internasional yang dapat membantu Indonesia
strategi di antara keduanya. Bagian ini berpendapat melindungi kepentingannya di laut.
bahwa pendekatan yang diambil Yudhoyono dan Cara-cara damai dalam pemerintahan
Jokowi berbeda dalam isu perbatasan serta demokrasi. Yudhoyono digunakan antara lain dalam sengketa
Tetapi keduanya menyimpan sejumlah corak yang antara Indonesia-Malaysia dan Indonesia-Filipina.
sama dalam isu perekonomian. Bagian ini akan secara Dalam kasus sengketa wilayah antara Indonesia dan
berurutan mendiskusikan strategi Indonesia di bawah Malaysia, Yudhoyono menegaskan bahwa Indonesia
kedua presiden dalam isu perbatasan, demokrasi, dan mesti menjadikan perang sebagai opsi terakhir ketika
perekonomian. jalan-jalan damai tidak berhasil. Dalam kasus sengketa
Ambalat, Yudhoyono mengatakan: "Saya ingin bicara
Diplomasi Perbatasan dan Maritim untuk didengar negara-negara lain, bagi Indonesia
Presiden Yudhoyono dan Jokowi selalu perang jalan terakhir jika tidak ada jalan lain. Bagi
meletakkan isu integrasi teritorial Indonesia sebagai setiap perselisihan konflik, kita akan dahulukan cara
salah satu fokus utama mereka. Indonesia di bawah lain, cara damai” (Sindonews, 26 Oktober 2011).
Yudhoyono berfokus pada penyelesaian sengketa Pilihan Yudhoyono untuk mengutamakan
perbatasan—baik darat maupun laut—dengan sejumlah jalan-jalan damai dilatari oleh keinginannya untuk
negara seperti Filipina, Malaysia, Singapura, dan memastikan Indonesia tidak memperoleh kecaman
Timor Leste. Sementara itu, Indonesia di bawah internasional serta dapat menjadi contoh bagi negara-
Jokowi memberi banyak perhatian terhadap negara lain bahwa sengketa perbatasan dapat
kedaulatan laut Indonesia, baik dari ancaman diselesaikan melalui cara yang damai. Di tengah
keamanan non-tradisional seperti Illegal, Unregulated, meningkatnya tekanan publik dan aktor domestik
and Unreported Fishing (IUUF) maupun sengketa agar Indonesia mengambil sikap yang lebih tegas atas
wilayah seperti kasus Laut Cina Selatan. Terlepas dari sengketa Ambalat, Yudhoyono mengatakan: “Jangan
sedikit perbedaan fokus di antara keduanya, upaya sampai kita mengeluarkan tembakan-tembakan yang
Yudhoyono dan Jokowi bisa dimengerti sebagai tidak diperlukan. Nanti masyarakat internasional
ekspresi dari upaya keduanya untuk menjaga integritas mengecam, mengapa Indonesia melakukan itu”.
teritorial Indonesia. (Viva, 4 Juni 2009) Komentar serupa dibuat oleh
Yudhoyono dan Jokowi mengambil strategi Yudhoyono ketika Indonesia berhasil menuntaskan
yang berbeda untuk melindungi integrasi teritorial sengketa batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan
Indonesia. Sementara Yudhyono mengutamakan jalur Filipina. Yudhoyono mengatakan: “Saya
penyelesaian sengketa secara damai, Jokowi menggarisbawahi bahwa kesepakatan ini merupakan
mengambil pendekatan yang lebih asertif dalam isu tonggak bersejarah. Ini juga sebuah model dan contoh
kedaulatan laut Indonesia. Yudhoyono berusaha yang baik bahwa sengketa perbatasan bisa diselesaikan
membangun dialog dengan negara-negara yang secara damai” (Kabar24, 23 Mei 2014). Ungkapan
memiliki sengketa wilayah dengan Indonesia sembari senada juga dibuat oleh Kemenlu ketika sengketa
meminimalkan ketegangan antar-negara. Sementara Indonesia-Singapura berhasil diurai: “The settlement of
itu, pemerintahan Jokowi bersedia mengambil the negotiations [...] may also serve as reference for peaceful
langkah-langkah konfrontatif dengan negara-negara resolution of other maritime disputes between countries in
yang bersengketa maupun dengan negara yang dirasa the region, by implementing the principles of the
mengganggu kedaulatan laut Indonesia. Jokowi juga international maritime law.” (Jakarta Globe, 5
berusaha merancang bangunan institusional di tingkat September 2014).
160 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa, bagi 2017). Meski memperoleh kritik, Indonesia tidak
Yudhoyono, penyelesaian sengketa perbatasan bukan berniat melakukan dialog atas permasalahan ini.
hanya penting untuk memastikan kedaulatan Sikap asertif juga ditunjukkan Indonesia dalam
Indonesia terlindungi. Isu sengketa perbatasan juga merespon kegiatan IUUF. Sepanjang 2016,
menjadi ajang bagi Indonesia untuk menunjukkan pemerintahan Jokowi telah menenggelamkan kurang
bahwa Indonesia merupakan bagian dari masyarakat lebih 256 kapal pencuri ikan yang melanggar
internasional yang menjunjung tinggi perdamaian dan perbatasan laut Indonesia. Sementara di pertengahan
tata internasional. Manuver ini memperoleh apresiasi 2017, tercatat sudah ada 106 kapal yang
dari masyarakat internasional. Seiring dengan ditenggelamkan (Kompas, 17 Januari 2017). Seperti
selesainya sengketa maritim antara Indonesia dan yang diutarakan Jokowi dalam pidato kenegaraannya,
Filipina, Presiden Filipina, Benigno Aquino III, upaya penenggelaman kapal ini merupakan bagian
mengatakan: “It [negosiasi Indonesia-Filipina] serves as dari strategi Indonesia untuk melindungi nelayan dan
solid proof to our steadfast commitment to uphold the rule of sumber daya laut serta kedaulatan maritim Indonesia
law and pursue the peaceful and equitable settlement of “tanpa kompromi” (Suara, 18 Juli 2017). Angka ini
maritime concerns.” (BBC, 23 Mei 2014). meningkat tajam dari masa pemerintahan SBY yang
Pendekatan yang kontras dilakukan oleh menenggelamkan 37 kapal dan menahan 546 kapal
Jokowi. Pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap terhitung dari masa kepemimpinannya di 2008-2012.
yang cenderung asertif dalam merespon isu teritori, Langkah ini memperoleh kritik maupun
khususnya dalam kedaulatan Indonesia di laut. Dalam apresiasi dari masyarakat internasional. Respon keras
pidato pertamanya sebagai presiden, Jokowi ditunjukkan misalnya oleh China, sebagaimana
mengungkapkan perlunya Indonesia untuk kembali dikutip kantor berita Xinhua: “China strongly protests
ke laut karena “di laut justru kita jaya” (Antara, 20 and condemns such excessive use of force […] China urges
Oktober 2014). Untuk itu, Jokowi menambahkan, Indonesia to stop taking action that escalates tension,
“Kita tidak boleh ragu menjaga kedaulatan kita, complicates issues, or affects peace and stability” (Xinhua,
menjaga laut kita, menjaga perbatasan kita, menjaga 19 Juni 2016). Cina juga menyatakan bahwa tindakan
sumber daya alam kita. Kita harus berani melawan Indonesia melanggar hukum internasional. Di lain
pencurian sumber daya laut kita. Kita berani sisi, dalam kasus penenggelaman kapal FV Viking,
menenggelamkan kapal ilegal untuk melindungi Indonesia dipuji—antara lain oleh pemerintah
nelayan kita” (Tirto, 16 Agustus 2017). Norwegia dan organisasi konservasi laut
Sikap Indonesia yang lebih konfrontatif internaisonal—karena berhasil meledakkan kapal yang
nampak dalam keputusannya untuk menamai bagian dituding melakukan penangkapan ilegal atas ikan bass
Laut Cina Selatan sebagai Laut Natuna Utara. Melalui yang terancam (Washington Post, 15 Maret 2016).
penamaan ini, Indonesia mengklaim kepemilikan atas Sikap Jokowi ini berbeda dengan sikap yang
landas kontinen Laut Natuna Utara sesuai dengan diambil oleh Yudhoyono. Chen dan Syailendra (2015)
aturan mengenai ZEE sejauh 200 mil laut. Sikap dan Parameswaran (2015) berpendapat bahwa sikap
Indonesia ini tak pelak memperoleh kritik keras dari Yudhoyono yang kurang asertif disebabkan oleh
Cina. Cina menyatakan bahwa tindakan Indonesia keinginannya untuk menjaga status kepantasan dari
menimbulkan “complication and expansion of the dispute, perilaku Indonesia. Di tengah reputasi Indonesia
and affects peace and stability […] Indonesia’s unilateral sebagai negara yang bersahabat, melakukan
name-changing actions are not conducive to maintaining this penahanan dan pengeboman kapal merupakan
excellent situation [kemajuan dalam proses sengketa tindakan yang tidak patut dilakukan.
Laut Cina Selatan]” (Channel Newsasia, 2 September
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 161
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

Selain mengambil sikap yang lebih asertif, keamanan dunia. Implikasinya, masalah pencurian
Indonesia di bawah Jokowi juga berupaya ikan yang semula terbatas pada urusan domestik kini
memperkuat pertahanan Indonesia. Pada tahun 2016, harus menjadi masalah internasional yang diselesaikan
Jokowi meningkatkan anggaran keamanan yang bersama.
sebelumnya 0,89% dari Pendapatan Domestik Bruto Upaya Indonesia ini memperoleh respon positif
(PDB) menjadi 1,1% atau sekitar Rp250 triliyun. dari masyarakat internasional. Presiden Majelis
Jokowi menambahkan bahwa jika pertumbuhan Umum PBB, Peter Thomson, menyatakan bahwa
ekonomi meningkat di atas 6%, maka anggaran “IUUF is indeed a transnational crime […] Ultimately, it is
pertahanan dan keamanan dapat mencapai 1,5% dari the responsibility of all parties, international organizations,
PDB (Tempo, 23 Februari 2016). Angka ini naik governments, civil society, NGOs and the scientific
tajam dari anggaran Yudhoyono pada tahun 2013 community. This is not just an individual's responsibility but
sebesar Rp77 triliyun. Selain itu, pada tahun 2014 the responsibility of all of us” (VOA, 10 Juni 2017).
Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 178/2014 Apresiasi senada diungkapkan oleh sejumlah negara
tentang pembentukan Badan Keamanan Laut seperti Kanada dan Norwegia. Kedua negara tersebut
(BAKAMLA) sebagai komando pengendali operasi mengulang argumen Indonesia bahwa IUUF perlu
keamanan laut Indonesia. BAKAMLA dibentuk diatasi melalui upaya bersama-sama karena besarnya
Jokowi secara khusus untuk memperkuat batas terluar ancaman yang ditimbulkannya. Seiring dengan makin
Indonesia dengan didukung oleh Sistem Peringatan banyaknya negara yang menyepakati status IUUF
Dini dan Unit Penindakan Hukum yang terpadu. sebagai TOC, Indonesia dapat mendorong
Terakhir, Jokowi selalu menekankan terbentuknya institusi internasional yang bekerja
pentingnya persatuan negara-negara untuk melawan untuk mengatasi IUUF.
IUUF dengan menjadikan IUUF sebagai kejahatan Diskusi pada sub-bagian ini menggambarkan
transnasional yang terorganisasi (transnational-organized bagaimana kebijakan Indonesia mengalami
crime/TOC). Paling tidak terdapat empat forum yang perubahan. Di bawah Yudhoyono, Indonesia
pernah dipakai Indonesia untuk memaparkan ide ini membangun citra sebagai negara yang dapat
yaitu Second International Symposium on Fish CRIME bersahabat dengan semua negara. Yudhoyono juga
pada Oktober 2016 di Yogyakarta, World Ocean berusaha mewujudkan kepentingan Indonesia—dalam
Conference pada 2016, World Ocean Summit pada hal ini, kedaulatan wilayah—dengan cara-cara yang
Februari 2017 di Bali, dan UN Ocean Conference pada dapat meredam konflik di kawasan. Karena itu
Juni 2017. Dalam World Ocean Conference 2016, Yudhoyono berusaha membina hubungan baik
Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa IUUF dengan negara yang memiliki sengketa teritorial
sering dijadikan modus operasi bagi perdagangan dengan Indonesia serta tidak mengambil sikap
manusia, peredaran narkoba atau transaksi hewan konfrontatif dengan negara besar di kawasan,
langka (VOA, 10 Juni 2017) sehingga perlu khususnya Cina. Pada tingkat internasional, taktik
diperlakukan sebagai TOC. Jika IUUF telah Yudhoyono ini bertujuan untuk memperkuat citra
disepakati sebagai TOC maka akan lebih mudah bagi Indonesia sebagai good international citizen yang peduli
semua negara dan INTERPOL untuk bekerjasama pada perdamaian, stabilitas, serta aturan
memberantas kejahatan kriminal yang menjadi bagian internasional.
dari IUUF. Di titik ini pemerintah Indonesia di Dibaca dalam kerangka konseptual artikel ini,
bawah Jokowi menawarkan sebuah pendekatan yang Yudhoyono berupaya meningkatkan pengaruh
berbeda. Jika semula IUUF didekati dengan nalar Indonesia dengan cara berperilaku sesuai narasi good
administratif, kini IUUF dianggap sebagai masalah international citizen yang dominan dalam politik
162 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

internasional. Narasi ini—yang dibangun oleh Kanada Indonesia untuk menjauh dari konstruksi good
dan Australia serta mencerminkan nilai-nilai tata international citizen Barat. Di lain sisi, konfrontasi
dunia liberal yang disangga oleh Amerika Serikat dengan Cina juga mengekspresikan keinginan
(Evans, 1990; Neufeld, 1995; Cox, 1981)—menuntut Indonesia untuk tidak mengakui Cina sebagai
negara untuk menjadi demokratis, damai, serta hegemon kawasan. Sebaliknya, Indonesia berusaha
menghormati hukum internasional. Dengan mengajukan konsepsi baru tentang bagaimana negara-
mengikuti preskripsi narasi ini, Yudhoyono berusaha negara—terutama di kawasan Asia Timur dan
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bagian Tenggara—mesti berperilaku. Meski masih berada di
dari masyarakat internasional yang beradab dan tahap awal, Indonesia mendorong negara-negara
memperoleh peran di dalamnya. Hal ini menjelaskan untuk memperlakukan kedaulatan maritim secara
mengapa Yudhoyono enggan mengambil langkah serius. Aksi agresif Indonesia terhadap IUUF
asertif dalam isu perbatasan meskipun aktor domestik mengirimkan sinyal bahwa intrusi terhadap wilayah
mendesaknya. Langkah asertif dapat membuat maritim suatu negara—walau dilakukan oleh nelayan
Indonesia kehilangan statusnya sebagai good sekalipun—tidak dapat diterima. Melalui kampanyenya
international citizen dan berimplikasi pada melemahnya mengenai IUUF sebagai TOC, Indonesia berupaya
power normatif Indonesia. memperkenalkan gagasan ini sembari mendorong
Strategi Yudhoyono karenanya dapat pelembagaannya dalam tata pergaulan internasional.
diklasifikasikan dalam kategori relational power. Dalam hal ini, Jokowi sungguh-sungguh menjadikan
Yudhoyono berusaha menyusup ke dalam konstruksi identitas Indonesia sebagai negara kepulauan sebagai
normalitas tertentu—dalam hal ini, good international basis dari politik luar negerinya.
citizenship—dan berupaya meraih power dengan Indonesia di bawah Jokowi karenanya memiliki
mengambil peran di dalamnya. kecenderungan bergerak ke arah meta-power. Hal ini
Sementara itu Jokowi mengambil pendekatan dilakukan mula-mula dengan membangun jarak dari
yang berbeda. Di bawah pemerintahan Jokowi, pengaruh negara-negara Barat maupun Cina.
Indonesia tidak banyak menunjukkan keinginan Indonesia selanjutnya berusaha mempromosikan
untuk mengikuti narasi good international citizen. gagasannya tentang kedaulatan maritim sebagai
Indonesia mengambil sikap yang lebih konfrontatif normalitas alternatif serta mendorong
dan tak segan menciptakan friksi dengan negara institusionalisasi gagasan tersebut melalui kampanye
tetangga maupun negara berpengaruh di kawasan, mengenai IUUF.
seperti Cina. Dalam kasus penenggelaman kapal, Perbedaan pendekatan antara Yudhoyono dan
Indonesia mengambil posisi yang ambigu terhadap Jokowi tak pelak membuat masyarakat internasional
hukum dan norma internasional. Jokowi juga mengambil sikap yang berbeda. Perilaku Indonesia
berupaya melakukan inisiatif agar IUUF diakui pada era Yudhoyono direspon dengan cara yang relatif
sebagai TOC. Manuver ini memungkinkan Indonesia seragam: Indonesia dipahami sebagai negara yang
untuk mendorong kreasi institusi internasional yang berkomitmen terhadap perdamaian serta stabilitas tata
kondusif bagi kepentingannya untuk memerangi internasional. Perilaku Indonesia pada era Jokowi
IUUF dan menjaga kedaulatan laut. dilihat dengan cara yang lebih ambigu. Indonesia di
Sikap Jokowi yang lebih asertif menunjukkan satu sisi dipotret sebagai negara yang memiliki inisiatif
bahwa Indonesia berusaha membangun jarak dari untuk mengatasi IUUF. Namun, di sisi lain,
negara-negara berpengaruh dan aturan main yang Indonesia juga dituding mengancam perdamaian dan
mereka ciptakan. Keputusan Indonesia untuk tak lagi stabilitas regional dan internasional melalui
menjadi negara bridge-builder menggambarkan upaya perilakunya yang asertif, khususnya oleh Cina.
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 163
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

Demokrasi, Islam, dan Hak Asasi Manusia Untuk menurunkan visi ini, Indonesia di
Presiden Yudhoyono dan Jokowi selalu bawah Yudhoyono memulai berbagai inisiatif.
meletakkan isu demokrasi, Islam, dan HAM sebagai Indonesia, misalnya, membentuk forum dialog lintas
bagian dari politik luar negeri mereka. Pada iman dengan Amerika Serikat dan Italia. Pada
prinsipnya, Yudhoyono dan Jokowi berupaya Februari 2012, 24 pemimpin agama Samawi dari
membangun citra Indonesia sebagai negara yang Indonesia dan AS mengadakan sebuah rangkaian
demokratis, peduli pada HAM, serta memiliki corak perjalanan ke enam kota dan bertemu dengan
Islam yang moderat. Meski demikian, keduanya pemangku kebijakan terkait untuk membicarakan
memberi beban yang berbeda terhadap isu ini. tantangan-tantangan perdamaian. Yudhoyono
Strategi Yudhoyono memberikan peran yang lebih menciptakan Bali Democracy Forum (BDF) sebagai
sentral kepada isu demokrasi, Islam, dan HAM wadah pertukaran pandangan mengenai demokrasi di
dibandingkan Jokowi yang menjadikan isu maritim antara negara-negara Asia-Pasifik agar mendukung “the
sebagai poros strategi politik luar negerinya. attainment of democracy in the region” (Yudhoyono,
Di samping itu, Indonesia di bawah 2012). Di samping itu, Indonesia turut mendorong
Yudhoyono cenderung lebih ketat dalam menjaga ASEAN maupun negara anggotanya—seperti
citra Indonesia sebagai negara demokratis, pro-HAM, Myanmar—agar memperkuat komitmennya terhadap
dan moderat. Hal ini berbeda dengan Jokowi yang HAM serta demokrasi. Inisiatif-inisiatif ini dibuat
berupaya menyeimbangkan tuntutan masyarakat untuk menegaskan komitmen Indonesia bahwa
internasional (agar Indonesia bersikap demokratis, perilaku yang tak demokratis, tak sensitif terhadap
pro-HAM, dan moderat) dengan gagasan kedaulatan HAM, serta bersifat diskriminatif tidak dapat diterima
nasional. Keinginan untuk membangun dalam pergaulan internasional.
keseimbangan antara tuntutan internasional dan Langkah-langkah Yudhoyono memperoleh
kedaulatan nasional membuat Indonesia, dalam banyak apresiasi dari masyarakat internasional. Ratu
sejumlah kesempatan, mengambil sikap yang tak Elizabeth mengungkapkan:
sejalan dengan tuntutan masyarakat internasional. "Under your leadership Mr. President, Indonesia has
Selama masa kepemimpinan Yudhoyono, performed a remarkable transformation. It is now a
thriving democracy and one of the world fastest growing
Indonesia berusaha keras menunjukkan pada
economy. Which is playing a greater role in
masyarakat internasional bahwa Indonesia merupakan international stage. […] We share some common values.
negara demokratis, mengupayakan perlindungan […] For example you have shown regional leadership, in
HAM, serta memiliki corak Islam yang moderat. spreading the values of Indonesian vibrant democracy
Dalam pidatonya, Yudhoyono menegaskan bahwa through Bali Democracy Forum. I congratulate you in
this increasingly influential event."
Indonesia merupakan “the country where democracy,
Islam, and modernity go hand-in hand”. Menlu Menlu AS, Hillary Clinton, menambahkan
Natalegawa (2010) menyatakan visi ini secara lebih bahwa AS berniat "to listen as well as talk to those around
eksplisit: the world, to support a country [Indonesia] that has
"Indonesia continues to use a soft power approach demonstrated so clearly [...] that Islam, democracy and
through deradicalisalion programmes and initiatives, modernity cannot only coexist but thrive together" (The
We promote in our society a culture of tolerance and
Telegraph, 18 Februari 2009).
the value of moderation. In our foreign policy we
advocates and promotes interfaith dialogue and Indonesia mengambil pendekatan yang cukup
dialogue among civilizations, promotes pluralism and berbeda ketika dipimpin oleh Jokowi. Dalam
tolerance between faiths.” manifestonya, Jokowi menyatakan bahwa ia akan
“memperkuat peran Indonesia sebagai negara
164 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

demokratis dan berpenduduk mayoritas Muslim Dalam menghadapi kritik-kritik ini, Jokowi
moderat dalam mendorong kerja sama global dan berusaha menegaskan bahwa eksekusi hukuman mati
regional untuk membangun demokrasi dan toleransi merupakan domain “kedaulatan hukum dan politik
antar kelompok” (2014: 13). Meskipun demikian, Indonesia” (BBC, 24 Februari 2015). Sementara itu,
Indonesia tidak berupaya memproyeksikan demokrasi dalam ceramahnya di Universitas Oxford tentang
dan Islam moderat sebagai identitas utama dalam kasus Basuki Tjahaja Purnama, Jusuf Kalla
politik luar negerinya. Indonesia akan menyatakan:
“mengedepankan identitas Indonesia sebagai negara “Indonesia has the law on blasphemy as other countries
kepulauan (archipelagic state) dalam pelaksanaan have their own regulation to respect others […] It means
the majority of the voters are Muslims so it was not
diplomasi dan membangun kerja sama internasional”
religious discrimination. It’s democracy” (Republika,
(2014: 12). Pada gilirannya, politik luar negeri 19 Mei 2017).
Indonesia ini dibangun di atas keinginan Jokowi
untuk memastikan Indonesia berdaulat, dicirikan Meski demikian, bukan berarti bahwa
dengan “kemampuan untuk menjaga kemandirian Indonesia telah meninggalkan citranya sebagai negara
dan mengaktualisasikan kemerdekaannya dalam dengan Islam yang moderat. Dalam pidatonya, Kalla
seluruh aspek kehidupan bernegara” (Widodo dan segera menambahkan bahwa toleransi di Indonesia
Kalla, 2014: 12). masih berjalan dengan baik. Dalam wawancaranya
Pada tataran praktik, visi ini mendorong Jokowi dengan Al-Jazeera, Jokowi juga meyakinkan
untuk tak menghadiri BDF pada tahun 2015. masyarakat internasional bahwa Islam di Indonesia
Kehadirannya pada tahun 2016 sendiri dapat tetap pluralis dan toleran (Al Jazeera, 7 Mei 2017).
dimengerti lebih sebagai upayanya untuk menjaga Ilustrasi-ilustrasi di atas menunjukkan bahwa
citra Indonesia di tengah sederet Aksi Bela Islam posisi Jokowi dalam isu demokrasi, Islam, dan HAM
(ABI) pada pengujung tahun itu. Jokowi juga menyimpan banyak ambiguitas. Di satu sisi,
melakukan serentetan hukuman mati yang pemerintahan Jokowi berupaya terus mempertegas
sebelumnya dimoratorium oleh Yudhoyono. citra Indonesia sebagai negara demokratik, taat HAM,
Masyarakat internasional mengajukan berbagai dan moderat. Di lain sisi, Jokowi berupaya
kritik terhadap posisi Indonesia selama Jokowi membangun jarak dari tuntutan-tuntutan masyarakat
memimpin. Uni Eropa (UE), misalnya, mengeluarkan internasional melalui argumen kedaulatan.
Diskusi pada sub-bagian ini telah
pernyataan yang memprotes hukuman mati sebagai “a
menggambarkan bagaimana posisi Indonesia dalam
cruel and inhumane punishment” (UE, 2016) serta
isu demokrasi, Islam, dan HAM mengalami
pemberlakuan hukum penistaan agama terhadap
perubahan. Pemerintahan Yudhoyono berusaha
Basuki Tjahaja Purnama. UE (2017) menyatakan:
membangun reputasi Indonesia yang kokoh dalam isu
“The European Union has always praised the
leadership of Indonesia as the world largest Muslim ini. Yudhoyono menerima preskripsi masyarakat
majority country, a strong democracy and a country internasional tentang bagaimana suatu negara
with a proud tradition of tolerance and pluralism. We semestinya berperilaku dan merancang politik luar
call on the Indonesian government, its institutions and
negeri Indonesia berdasarkan preskripsi itu. Preskripsi
its people to continue this long standing tradition of
tolerance and pluralism. […] The European Union has ini—yang utamanya disokong oleh negara-negara
consistently stated that laws that criminalize Barat—menuntut Indonesia untuk
blasphemy when applied in a discriminatory manner mengimplementasikan demokrasi, melindungi HAM,
can have a serious inhibiting effect on freedom of
serta memastikan moderasi Islam. Yudhoyono
expression and on freedom of religion or belief.”
kembali menyusup ke dalam narasi ini serta berusaha
membangun power Indonesia dengan menunjukkan
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 165
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

pada masyarakat internasional bahwa Indonesia KESIMPULAN


mampu memenuhi preskripsi-preskripsi tersebut. Artikel ini berupaya mempelajari perubahan
Yudhoyono kembali mengaplikasikan strategi diplomasi Indonesia sebagai negara middle
pendekatan relational power dalam strateginya. power dari Presiden Yudhoyono ke Presiden Jokowi.
Indonesia berusaha memperkuat posisinya dalam Dengan menggunakan isu perbatasan dan maritim
politik internasional dengan memasuki narasi serta demokrasi, Islam, dan HAM, artikel ini
demokrasi, HAM, dan moderasi yang hegemonik. menunjukkan bahwa strategi Indonesia mengalami
Sementara itu, meskipun tak menyisihkan isu perubahan.
demokrasi, moderasi Islam, dan HAM, Jokowi Dalam isu-isu yang dibahas oleh artikel ini,
berupaya menjadikan identitas maritim Indonesia Indonesia di bawah pemerintahan Yudhoyono
sebagai tulang punggung politik luar negeri Indonesia. berusaha membangun kekuatan Indonesia dengan
Jokowi juga mengambil langkah yang lebih asertif cara mengikuti konstruksi hegemonik mengenai good
dalam isu ini. Jokowi mengambil langkah yang tak international citizen dalam politik internasional.
sejalan dengan narasi HAM (lewat pelaksanaan Indonesia di bawah era Yudhoyono mengikuti
hukuman mati) serta menolak berbagai tuduhan preskripsi yang dominan dalam tata ekonomi-politik
bahwa pluralisme Indonesia mengalami kemunduran. liberal tentang bagaimana semestinya negara
Meski demikian, Jokowi tak serta-merta menolak berperilaku. Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi
narasi demokrasi, HAM, dan moderasi. Dalam menawarkan pendekatan yang berbeda. Jokowi
berbagai kesempatan, ia tetap meyakinkan masyarakat mendorong Indonesia untuk bertindak lebih asertif
internasional bahwa Indonesia merupakan negara dalam politik internasional. Dalam sejumlah
demokratik, taat HAM, serta moderat. kesempatan, Indonesia berupaya mendemonstrasikan
Upaya Jokowi ini dapat dimengerti sebagai keinginannya untuk membangun jarak dengan
cerminan dari keinginannya untuk menyeimbangkan kekuatan yang dominan dalam politik internasional
tuntutan masyarakat internasional dan imperatif dan regional dalam rangka menegaskan
kedaulatan. Di satu sisi, Jokowi tidak kuasa dan tidak independensinya.
berkepentingan untuk sepenuhnya menolak narasi Tren perubahan ini menggambarkan bahwa
demokrasi, HAM, dan moderasi. Di sisi lain, pemerintahan Yudhoyono berusaha membangun
keinginan untuk menampilkan citra Indonesia yang pendekatan diplomasi middle power yang berorientasi
lebih independen menuntut Jokowi untuk pada relational power. Sementara itu, Jokowi membawa
membangun jarak dengan tuntutan-tuntutan ini. Indonesia bergerak lebih dekat ke arah meta-power.
Meskipun langkah ini belum dapat dikategorikan
sebagai suatu meta-power, langkah Jokowi di atas UCAPAN TERIMA KASIH
menggambarkan bahwa Indonesia mulai bergerak Artikel ini ditulis atas dukungan finansial dari Fakultas
untuk meninggalkan pendekatan relational power Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM melalui Program Hibah
dalam isu demokrasi, HAM, dan moderasi. Riset, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat 2017. Penulis
Pergeseran strategi dari Yudhoyono ke Jokowi mengucapkan terimakasih atas dukungan tersebut. Isi dari
artikel ini sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
membuat masyarakat internasional menggeser
pandangannya terhadap Indonesia. Jika Indonesia
CATATAN BELAKANG
semula diapresiasi karena usaha-usahanya untuk 1
Terminologi “inward looking” dan “outward looking” dikritik
menegaskan demokrasi, moderasi, dan HAM, dalam perdebatan mengenai politik luar negeri Indonesia
Indonesia di bawah Jokowi dirasa mengalami langkah kontemporer karena dipandang memiliki akurasi yang
mundur dalam isu ini. lemah. Analisis Poole (2015), Sukma (2016), dan
Weatherbee (2016), misalnya, menggambarkan bahwa
166 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi tetap terlibat Chapnick, A. (1999). The middle power. Canadian Foreign
dalam sejumlah forum multilateral. Jokowi sendiri menolak Policy Journal, 7(2), 73–82.
Indonesia disebut sebagai negara “inward looking” https://doi.org/10.1080/11926422.1999.9673212
(Parameswaran, 2015). Walau demikian, terminologi seperti Chen, J. (tanpa tahun). Indonesia’s Foreign Policy under
“inward looking” masih berguna untuk merujuk pada Widodo: Continuity or Nuanced Change? Perth
kecenderungan Indonesia di bawah Jokowi yang menjadikan USASIA Centre.
kepentingan domestik sebagai basis bagi keputusan Chen, J., Gleason, A., Nabbs-Keller, G., Sambhi, N.,
Indonesia untuk melibatkan atau tidak melibatkan diri dalam Springer, K., Tanu, D., & Perth USAsia Centre.
berbagai forum multilateral. Artikel ini menggunakan istilah (2014). New perspectives on Indonesia:
“inward looking” dalam konteks ini. Istilah “outward looking”, understanding Australia’s closest Asian neighbour.
sebaliknya, menggambarkan tendensi Indonesia untuk Chen, Jonathan, and Syailendra, Emirza. (2015). Jokowi’s
terlibat dalam forum-forum multilateral dalam rangka Vessel Sinking Policy: A Question of Propriety, RSIS
membangun reputasi internasional Indonesia sebagai “warga Commentary, No. 126, Februari.
negara dunia yang baik” (good international citizen). Cooper, A. F. (1997). Niche Diplomacy: A Conceptual
2
Menteri Luar Negeri Yudhoyono (2009-2014), Marty Overview. Dalam A. F. Cooper (Ed.), Niche
Natalegawa menafsirkan middle power sebagai negara yang Diplomacy (pp. 1–24). London: Palgrave Macmillan
menjadi “bridge builders” dan bekerja untuk “building UK. Diambil dari
consensus, and achieving cooperative partnerships” (Jeju http://link.springer.com/10.1007/978-1-349-25902-
Peace Institute, 2017: 51). Menteri Luar Negeri Jokowi, 1_1
Retno Marsudi, juga cenderung mengasosiasikan middle Cooper, A. F., Higgott, R. A., & Nossal, K. R. (1993).
power dengan negara yang terlibat dalam upaya menciptakan Relocating middle powers: Australia and Canada in a
“perdamaian dan keamanan dunia” melalui organisasi changing world order. Vancouver: UBC Press.
internasional (Sekretariat Kabinet, 8 Januari 2015). Cox, R. W. (1981). Social Forces, States and World Orders:
3
Penting untuk digarisbawahi bahwa Krasner tak mengklaim Beyond International Relations Theory. Millennium,
bahwa ia telah menciptakan terminologi-terminologi ini. 10(2), 126–155.
Dalam karyanya, ia merujuk pada, antara lain, karya https://doi.org/10.1177/03058298810100020501
Baumgartner, Buckley, dan Burns. (1975 dan 1976) sebagai Darmosusanto, S. (2009, Oktober). Indonesia: A new
karya yang mula-mula mengajukan istilah relational power “middle power.” The Jakarta Post.
dan meta-power. Davies, M., & Harris-Rimmer, S. (2016). Assessing
Indonesia’s Normative Influence: Wishful Thinking or
REFERENSI Hidden Strength: Indonesia’s normative influence. Asia
Buku dan Jurnal & the Pacific Policy Studies, 3(1), 83–91.
Acharya, A. (2015). Indonesia matters: Asia’s emerging https://doi.org/10.1002/app5.119
democratic power. Singapore; Hackensack, N.J.: Evans, Gareth. Foreign Policy and Good International
World Scientific Pub. Co. Citizenship. 6 Maret 1990
Andika, Muhammad (2016). An Analysis of Indonesia Foreign Fealy, G., & White, H. (2016). Indonesia’s “Great Power”
Policy Under Jokowi’s Pro-People Diplomacy, Aspirations: A Critical View. Asia & the Pacific Policy
Indonesian Perspective, Vol. 1, No. 2. Studies, 3(1), 92–100.
Azra, A. (2015). Indonesia’s Middle Power Public Diplomacy: https://doi.org/10.1002/app5.122
Asia and Beyond. Dalam J. Melissen & Y. Sohn (Eds.), Flemes, D. (2007). Emerging Middle Powers’ Soft Balancing
Understanding Public Diplomacy in East Asia (pp. Strategy: State and Perspectives of the IBSA Dialogue
131–154). New York: Palgrave Macmillan US. Forum. German Institute of Global and Area Status,
Barnett, M. N., & Duvall, R. (Eds.). (2005). Power in global No. 57.
governance. Cambridge, UK; New York: Cambridge Guzzini, S. (1998).Realism in international relations and
University Press. international political economy: the continuing story of
Beeson, M., & Lee, W. (2015). The Middle Power Moment: a death foretold. London ; New York: Routledge.
A New Basis for Cooperation between Indonesia and Harding, Brian dan Stefanie Merchant (2016), Indonesia’s
Australia? Dalam C. B. Roberts, A. D. Habir, & L. C. Inward Turn, The Diplomat.
Sebastian (Eds.), Indonesia’s Ascent (pp. 224–243). Holbraad, C. (1984). Middle powers in international politics.
London: Palgrave Macmillan UK. Diambil dari London: Macmillan.
http://link.springer.com/10.1057/9781137397416_11 Hynek, N. (2004). Canada as a middle power: conceptual
Berenskoetter, F., & Williams, M. J. (Eds.). (2007). Power in limits and promises. The Central European Journal of
world politics. London; New York: Routledge. Canadian Studies, 4, 33–43.
RIZKY ALIF ALVIAN, GANESH CINTIKA PUTRI, IRFAN ARDHANI 167
HALUAN BARU POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

Jeju Peace Instititute (2017), Middle Power’s Role for Asia’s https://www.aljazeera.com/programmes/talktojazeera/
Future, Jeju Forum for Peace and Prosperity 2017 2017/05/joko-widodo-islam-indonesia-moderate-
Jordaan, E. (2003). The concept of a middle power in 170503075654145.html
international relations: distinguishing between Republika, Speaking at Oxford, Jusuf Kalla explains about Ahok
emerging and traditional middle powers. Politikon, detention, 19 Mei 2017,
30(1), 165–181. http://en.republika.co.id/berita/en/international/17/05/
https://doi.org/10.1080/0258934032000147282 19/oq7cpf414-speaking-at-oxford-jusuf-kalla-explains-
Krasner, S. D. (1985). Structural conflict: the Third World about-ahok-detention
against global liberalism. Berkeley: University of Sekretariat Kabinet, Bantah Tarik Diri dari Internasional, Menlu:
California Press. Indonesia Terus Mainkan Peran ‘Middle Power’, 8
Laksmana, E. (2011). Indonesia’s Rising Regional and Global Januari 2015, http://setkab.go.id/bantah-tarik-dari-dari-
Profile: Does Size Really Matter? Contemporary internasional-menlu-indonesia-terus-mainkan-peran-
Southeast Asia, 33(2), 157. midle-power/
https://doi.org/10.1355/cs33-2a Antara, Joko Widodo: Jalesviva Jayamahe, 20 Oktober 2014,
Nabers, D. (2015). A poststructuralist discourse theory of http://www.antaranews.com/berita/459658/joko-
global politics. Houndmills, Basingstoke, Hampshire ; widodo-jalesveva-jayamahe
New York, NY: Palgrave Macmillan. BBC, Jokowi: Eksekusi adalah kedaulatan Indonesia. 24 Februari
Neufeld, M. (1995). Hegemony and Foreign Policy Analysis: 2015.
The Case of Canada as Middle Power. Studies in http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015
Political Economy, 48(1), 7–29. /02/150224_jusufkalla_brasil_eksekusi
https://doi.org/10.1080/19187033.1995.11675349 BBC, Philippines and Indonesia Resolve 20 Years Border
Parameswaran, Prashanth, Explaining Indonesia’s ‘Sink the Dispute, 23 Mei 2014.
Vessels’ Policy Under Jokowi, The Diplomat, 13 http://www.bbc.com/news/world-asia-27535004
Januari 2015. Channelnews Asia, China demands Indonesia rescind decision
Ping, J. (2003, Oktober). Middle power statecraft: Indonesia to rename part of South China Sea, 2 September 2017,
and Malaysia. University of Adelaide. http://www.channelnewsasia.com/news/asiapacific/chi
Poole, Avery. (2015). Is Jokowi Turning His Back on ASEAN? na-demands-indonesia-rescind-decision-to-rename-
Indonesia at Melbourne, part-of-south-9179992.
http://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/is- EU, EU Local Statement on freedom of religion or belief and
jokowi-turning-his-back-on-asean/ freedom of expression, 9 Mei 2017.
Rosyidin, Mohamad. (2017). Foreign policy in changing global EU, Statement by the Spokesperson on the planned executions
politics: Indonesia’s foreign policy and the quest for in Indonesia, 27 Juli 2016.
major power status in the Asian Century, South East JakartaGlobe, Indonesia, Singapore agree on border between
Asia Research Batam island and Changi, 5 September 2014.
Ruhama, Z. (2016, Agustus). Indonesia’s Middle Power http://jakartaglobe.id/news/indonesia-singapore-agree-
Project in the Indo-Pacific: During the Precidencies of border-batam-island-changi/.
Susilo Bambang Yudhoyono and Joko Widodo, 2004- Kabar24, Batas ZEE Indonesia dan Filipina ditetapkan, SBY:
2016. Flinders University. negosiasi selama 20 tahun, 23 Mei 2014.
Santikajaya, A. (2016). Walking the middle path: The http://kabar24.bisnis.com/read/20140523/19/230412/
characteristics of Indonesia’s rise. International Journal: batas-zee-indonesia-filipina-ditetapkan-sby-negoisasi-
Canada’s Journal of Global Policy Analysis, 71(4), selama-20-tahun.
563–586. Kompas, Menteri Susi: 236 Kapal Pencuri Ikan Ditenggelamkan
https://doi.org/10.1177/0020702016686381 Sepanjang 2016, 17 Januari 2017,
Sukma, Rizal. (2015). Insight: Does Indonesia see foreign http://ekonomi.kompas.com/read/2017/01/17/16543
policy as irrelevant? The Jakarta Post, 3626/menteri.susi.236.kapal.pencuri.ikan.ditenggelam
http://www.thejakartapost.com/news/2015/12/22/insi kan.sepanjang.2016
ght-does-indonesia-see-foreign-policy-irrelevant.html Natalegawa, Marty. 8 Januari 2010. Indonesia and the World
Weatherbee, Donald. (2016), Understanding Jokowi’s 2010. Disampaikan dalam Annual Press Briefing
Foreign Policy, Trends in Southeast Asia, No. 12, Kementerian Luar Negeri.
Singapore: ISEAS-Yusof Ishak Institute. Parameswaran, Prashanth, 29 Oktober 2015, Jokowi
Defends Indonesia’s Foreign Policy During US Trip,
Pidato, Pernyataan Resmi, dan Surat Kabar The Diplomat.
Al-Jazeera, Joko Widodo: Islam in Indonesia is moderate, 7 Mei Sindonews, Ribut dengan Malaysia, SBY hindari jalan perang,
2017, 26 Oktober 2011.
168 JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL
VOL. 6, NO. 2, Oktober 2017-Maret 2018

https://nasional.sindonews.com/read/520700/14/ribut VOA, Indonesia urges UN to declare fish theft a transnational


-dengan-malaysia-sby-hindari-jalan-perang- crime, 10 Juni 2017,
1319613978. https://www.voanews.com/a/indonesia-urges-united-
Suara, Susi: Penenggelaman Kapal Bukan Kebijakan Jokowi, 18 nations-declare-fish-theft-transnational-
Juli 2017, crime/3895243.html
https://www.suara.com/news/2017/07/18/134721/su Widodo, Joko dan Jusuf Kalla, 2014. Visi Misi dan Program
si-penenggelaman-kapal-bukan-kebijakan-jokowi Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014: Jalan Perubahan untuk
The Jakarta Post. VP urges int’l audience to respect Ahok Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
verdict, 20 Mei 2017. Berkepribadian.Dapat diakses di
The Washington Post, Indonesia’s harsh response to illegal http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-
fishing: blowing up ships, 15 Maret 2016, JK.pdf.
https://www.washingtonpost.com/news/speaking-of- Xinhua, China condemns Indonesia’s use of force in South China
science/wp/2016/03/15/indonesias-harsh-response- Sea, 19 Juni 2016,
to-illegal-fishing-blowing-up- http://news.xinhuanet.com/english/2016-
ships/?utm_term=.fca8778c844a 06/19/c_135449118.htm
Tirto, Teks Lengkap Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi, 16 Yudhoyono, Susilo Bambang. 2012. Pidato. Disampaikan
Agustus 2017, https://tirto.id/teks-lengkap-pidato- Pembukaan Bali Democracy Forum 2012.
kenegaraan-presiden-jokowi-cuFy Yudhoyono, Susilo Bambang. Oktober 2009. Pidato
Viva, SBY: Jangan ada tembakan di Ambalat. 4 Juni 2009. Pelantikan Presiden. Disampaikan dalam Pelantikan
http://www.viva.co.id/berita/nasional/63517-sby- Presiden Republik Indonesia di Istana Kepresidenan.
jangan-ada-tembakan-tni-di-ambalat

Anda mungkin juga menyukai