Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Tokoh – Tokoh Integritas Di Indonesia

Mata Kuliah : Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi

Dosen : Hj. Suhartini

Disusun Oleh

kelompok 2 :
TOKOH – TOKOH INTEGRITAS DI INDONESIA

1. Mohammad hatta
a. Profil
Nama lengkap : Dr. (H.C) Drs. H. Mohammad Hatta (popular sebagai Bung
Hatta)
Tempat lahir : Bukittinggi, Sumatera Barat
Tanggal lahir : Selasa, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980

Pengalaman :
 Wakil presiden Indonesia pertama
 Perdana Menteri dalam cabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS
 Sebagai Doctor Honoris Causa, Universitas Gadjah Mada, 1965
 Sebagai Bapak Koperasi Indonesia
 Ketua Panitia Lima (1975)
 Penasihat Presiden dan Penasehat Komisi IV (1969)
 Dosen Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta (1954-1959)
 Dosen Sesko Angkatan darat, Bandung (1951-1961)
 Wakil Presiden, Perdana menteri, dan Menteri Luar Negeri
NKRIS (1949-1950)
 Ketua delegasi Indonesia Konferensi Meja Bundar, Den Haag
(1949)
 Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan Menteri Pertahanan
(1948-1949)
 Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (1945)
 Wakil Ketua Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (1945)
 Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (1945)
 Kepala Kantor Penasehat Bala Tentara Jepang (1942)
 Ketua Panitia Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
 Wakil Delegasi Indonesia Liga Melawan Imperialisme dan
Penjajahan, Berlin (1927-1931)
 Ketua Perhimpunan Indonesia, Belanda (1925-1930)
 Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
 Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
b. Penjelasan

2. Hoegeng Imam Santoso


a. Biografi
b. Penjelasan
3. Agus Salim

a. Biografi
Nama: Haji Agus Salim
Lahir: Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884
Wafat : Jakarta, 4 November 1954
Ayah :Soetan Mohamad Salim
Ibu: Siti Zainab
Pasangan: Zaenatun Nahar
Jabatan :
Menteri Muda Luar Negeri Indonesia ke-1 (12 Maret 1949-3 Juli 1947)
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-3 (3 Juli 1947- 20 Desember 1949)
b. Penjelasan
Latar Belakang Dan Pendidikan Haji Agus Salim
Haji Agus Salim merupakan anak keempat dari pasangan Soetan Mohamad Salim
dan Siti Zainab yang lahir dengan nama Mashudul Haq. Soetan Mohamad Salim adalah
seorang jaksa kepala di pengadilan tinggi. Karena kedudukan ayah dan kecerdasan
Beliau, Agus Salim dapat dengan lancar belajar di sekolah-sekolah belanda. Beliau
bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) yaitu sekolah khusus anak-anak
Eropa. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan menengahnya ke Hoogere Burgerschool
(HBS) di Batavia dan setelah menjalani pendidikan selama 5 tahun, pada tahun 1903
saat Ia berumur 19 tahun Ia lulus sebagai lulusan terbaik se-Hindia Belanda.
Setelah lulus Ia berharap dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran di
Belanda. Namun, saat Ia memohon beasiswa pada pemerintah untuk melanjutkan
pendidikannya tersebut, pemerintah menolaknya tapi dia tidak patah semangat.
Kecerdasan yang dimiliki Agus Salim membuat R.A. Kartini tertarik, lalu Kartini
mengusulkan agar Agus Salim menggantikannya berangkat ke Belanda dengan cara
mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden yang berasal dari pemerintah kepada Agus
Salim. Pemerintah pun setuju dengan pengusulan R.A Kartini namun Agus Salim
menolaknya, Ia beranggapan bahwa pemberian beasiswa tersebut bukan karena
kecerdasan atau jerih payahnya melainkan dari usulan orang lain dan menganggap
pemerintah berperilaku diskriminatif.

Karier Politik Haji Agus Salim

Karena gagal melanjutkan pendidikannya, pada tahun 1906 Agus Salim berangkat
ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja sebagai penerjemah di Konsultan Belanda karena
diketahui ia sedikitnya telah menguasai 7 bahasa asing yaitu Belanda, Inggris, Arab,
Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman. Di Jeddah, Ia memperdalam ilmu agama pada
pamannya yaitu Syech Ahmad Khatib yang juga imam Masjidil Haram dan disana juga
Ia mempelajari tentang diplomasi. Setelah kembali dari Jeddah, Agus salim mendirikan
sekolah Hollansche Inlandsche School (HIS) dan kemudian Ia juga masuk dalam
pergerakan nasional.
Sejak tahun 1915, Agus Salim terjun di dunia jurnalistik, Ia bekerja sebagai
Redaktur II di Harian Neratja lalu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Selanjutnya Ia
menikah dengan Zaenatun Nahar, dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai 8 orang
anak. Setelah menikah, karier jurnalistik Agus Salim tetap berjalan, Ia menjadi
Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta, lalu Ia mendirikan Surat kabar Fadjar Asia
dan juga Ia menjadi Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor
Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).

Wafatnya Haji Agus Salim


Agus Salim mengundurkan diri dari dunia poltik lalu pada tahun 1953 Agus Salim
mengarang buku-bukunya seperti: Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus
dipahamkan? .

Pada 4 November 1954 di RSU Jakarta, pada usia 70 tahun Haji Agus Salim meninggal
dunia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Untuk
mengenang jasanya nama beliau diabadikan menjadi nama stadion sepak bola di
Padang bernama Stadion Haji Agus Salim.

Demikianlah penjabaran pada posting kali ini tentang Biografi dan Profil Lengkap Haji
Agus Salim yang dapat kami tulis di artikel ini. Semoga dapat menjadi sumber literatur
yang bermanfaat untuk pembaca dalam menggali informasi terkati hal tersebut.

4. Natsir
a. Biografi

Mohammad Natsir
Perdana Menteri Indonesia Ke-5

Masa jabatan
6 September 1950[1] – 21 Maret 1951[2]

Presiden Soekarno

Wakil PM Hamengkubuwana IX

Mohammad Hatta
Pendahulu
Abdoel Halim

Pengganti Sukiman Wirjosandjojo

[[Menteri Penerangan]] Ke-2

Masa jabatan
12 Maret 1946 – 26 Juni 1947

Presiden Soekarno

Perdana
Sutan Syahrir
Menteri

Pendahulu Amir Sjarifuddin


Pengganti Setiadi

Masa jabatan
29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949

Presiden Soekarno

Perdana
Mohammad Hatta
Menteri

Pendahulu Sjahbudin Latif

Pengganti Syafruddin Prawiranegara

Informasi pribadi

17 Juli 1908
Lahir Alahan Panjang, Lembah Gumanti,
Solok, Sumatra Barat, Hindia Belanda

Meninggal 6 Februari 1993 (umur 84)


dunia Jakarta, Indonesia

Kebangsaan Indonesia

b.Penjelasa
Mohammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, kabupaten
Solok, Sumatra Barat pada 17 Juli 1908 dari pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado
dan Khadijah.[3][4] Pada masa kecilnya, Natsir sekeluarga hidup di rumah Sutan Rajo
Ameh, seorang saudagar kopi yang terkenal di sana. Oleh pemiliknya, rumah itu
dibelah menjadi kedua bagian: pemilik rumah beserta keluarga tinggal di bagian kiri
dan Mohammad Idris Sutan Saripado tinggal di sebelah kanannya.[5] Ia memiliki 3
orang saudara kandung, masing-masing bernama Yukinan, Rubiah, dan Yohanusun.
Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai pegawai pemerintahan di Alahan Panjang,
sedangkan kakeknya merupakan seorang ulama. Ia kelak menjadi pemangku adat untuk
kaumnya yang berasal dari Maninjau, Tanjung Raya, Agam dengan gelar Datuk Sinaro
nan Panjang.[6]
Natsir mulai mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat Maninjau selama dua tahun
hingga kelas dua, kemudian pindah ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah
di Padang.[5] Setelah beberapa bulan, ia pindah lagi ke Solok dan dititipkan di rumah
saudagar yang bernama Haji Musa. Selain belajar di HIS di Solok pada siang hari, ia
juga belajar ilmu agama Islam di Madrasah Diniyah pada malam hari.[3][4] Tiga tahun
kemudian, ia kembali pindah ke HIS di Padang bersama kakaknya. Pada tahun 1923,
ia melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) lalu ikut
bergabung dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda seperti Pandu Nationale
Islamietische Pavinderij dan Jong Islamieten Bond.[4][7] Setelah lulus dari MULO, ia
pindah ke Bandung untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) hingga
tamat pada tahun 1930.[4][7] Dari tahun 1928 sampai 1932, ia menjadi ketua Jong
Islamieten Bond (JIB) Bandung.[8] Ia juga menjadi pengajar setelah memperoleh
pelatihan guru selama dua tahun di perguruan tinggi. Ia yang telah mendapatkan
pendidikan Islam di Sumatra Barat sebelumnya juga memperdalam ilmu agamanya di
Bandung, termasuk dalam bidang tafsir Al-Qur'an, hukum Islam, dan dialektika.
Kemudian pada tahun 1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi
tokoh organisasi Islam Persatuan Islam.[9]
Pada 20 Oktober 1934, Natsir menikah dengan Nurnahar di Bandung.[10] Dari
pernikahan tersebut, Natsir dikaruniai enam anak.[11] Natsir juga diketahui menguasai
berbagai bahasa, seperti Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Arab, dan Esperanto.[11]
Natsir juga memiliki kesamaan hobi dan memiliki kedekatan dengan Douwes Dekker,
yakni bermain musik. Natsir suka memainkan biola dan Dekker suka bermain gitar.
Mohammad Natsir juga sering berbicara dengan Bahasa Belanda dengan Dekker dan
sering membicarakan musik sekelas Ludwig van Beethoven dan novel sekelas Boris
Leonidovich Pasternak, novelis kenamaan Rusia pada masa itu. Kedekatannya dengan
Dekker, menyebabkan Dekker mau masuk Masyumi. Ide-ide Natsir dengan Dekker
tentang perjuangan, demokrasi, dan keadilan memang sejalan dengan Natsir.[12]
Ia meninggal pada 6 Februari 1993 di Jakarta, dan dimakamkan sehari kemudian.[10]
5. Jendral Soedirman
a. Profil
Nama Lengkap : Jenderal Besar TNI A Soedirman
Tempat lahir : Purbalingga, Jawa Tengah
Tanggal lahir : Senin, 24 Januari 1916
Wafat : Magelang, 29 Januari 1950
Pengalaman :

 Guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap

 Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal

 Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel

 Komandan Batalyon di Kroya

 Penghargaan Jenderal Besar Anumerta Bintang Lima (1997)

 Pahlawan Revolusi Nasional

Jenderal Soedirman lahir tahun 1916 dan meninggal tahun 1950, berarti Ia
meniggal pada usia 34 tahun. Walau meninggal dalam usia yang sangat muda, Jendral
Soedirman lahir dan dibesarkan dari keluarga sederhana, ayahnya adalah seorang
pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas. Ibunya adalah keturunan Wedana
Rembang. Ia belajar di sekolah guru Muhammadiyah, Surakarta dan kemudian
menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah Cilacap.
Ketika Jepang datang ke Indonesia, Ia terpanggil untuk ikut bela negara dan masuk
ke dalam tentara Pembela Tanah Air (PETA) Bogor. Lalu menjadi Koman dan
Batalyon Kroya, Jawa Tengah, berlanjut terus hingga akhirnya menjadi Panglima
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) / Angkatan Perang RI. Di usia 31 tahun, Soedirman
sudah menjadi seorang jenderal. Dia memimpin dan terjun langsung dalam gerilya
melawan penjajah, meski mulai menderita sakit paru – paru (TBC), termasuk dalam
perang palagan-Ambarawa.
b. Penjelasan
Jenderal Soedirman lahir tahun 1916 dan meninggal tahun 1950, berarti Ia
meniggal pada usia 34 tahun . Jendral Soedirman lahir dan dibesarkan dari keluarga
sederhana, ayahnya adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas.
Ibunya adalah keturunan Wedana Rembang. Ia belajar di sekolah guru
Muhammadiyah, Surakarta dan kemudian menjadi guru di sekolah HIS
Muhammadiyah Cilacap.
Ketika Jepang datang ke Indonesia, Ia terpanggil untuk ikut bela negara dan masuk
ke dalam tentara Pembela Tanah Air (PETA) Bogor. Lalu menjadi Koman dan
Batalyon Kroya, Jawa Tengah, berlanjut terus hingga akhirnya menjadi Panglima
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) / Angkatan Perang RI. Di usia 31 tahun, Soedirman
sudah menjadi seorang jenderal. Dia memimpin dan terjun langsung dalam gerilya
melawan penjajah, meski mulai menderita sakit paru – paru (TBC), termasuk dalam
perang palagan-Ambarawa.
Pada tahun 1948, terjadi Agresi Militer II Belanda, Ibukota Republik Indonesia
dipindahkan ke Yogyakarta. Soedirman memimpin pasukan mempertahankan
Yogyakarta dari serangan Belanda, padalah Ia sudah dalam keadaan lemah karena
penyakitnya. Walau sakitnya makin parah, ia tetapbergerilya dengan ditandu selama 7
bulan, berpindah – pindah dari hutan kehutan, gunung kegunung tanpa pengobatan dan
perawatan medis sampai akhirnya pada tanggal 29 januari 1950, Jenderal Soedirman
meninggal dunia di Magelang.
Jenderal Soedirman adalah pribadi yang terguh dalam prisip dan keyakinan,
mengutamakan kepentingan orang lain, konsisten dan begitu mencintai tanahairnya.
Kegigihannya karena kecintaannya terhadap negara sangat patut kita tiru, mungkin
seharusnya sekarang kita malu dengan diri kita yang kurang mencintai tanah air jika
melihat sosok Jenderal Soedirman.

M. Hatta
Foto: Wikipedia

Mantan Wapres M Hatta ini dikenal sebagai sosok sederhana. Mundur dari jabatan
orang nomor dua di Indonesia pada 1956, sejumlah tawaran mengalir kepada Hatta. Ia
ditawari menjadi komisaris berbagai perusahaan hingga posisi di Bank Dunia. Tapi
Hatta menolak, dia memilih hidup dari uang pensiun. "Apa kata rakyat nanti," kata Hatta
kala itu.

Hatta bukan sosok yang mengejar jabatan dan harta. Hatta juga menolak ketika akan
diberikan rumah yang lebih besar setelah berhenti menjadi Wapres. Hatta khawatir,
uang pensiunnya tak mampu membiayai perawatan rumah.

Salah satu kisah yang membuat kita mengenang sosok Hatta yakni tentang
keinginannya membeli sepatu Bally. Sejak dahulu Hatta menyimpan keinginan untuk
membeli sepatu berharga mahal itu. Dia pun sampai menyimpan potongan kertas
tentang sepatu Bally. Namun hingga meninggal pada 14 Maret 1980, keinginan Hatta
untuk membeli sepatu itu tak terwujud. Hatta memilih hidup sederhana.

Quote:
Hoegeng Imam Santoso

Foto: Wikipedia

Ada anekdot soal mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso. Anekdot itu pun
sempat dilontarkan almarhum Gus Dur. Anekdot itu tentang polisi yang tidak bisa
disuap. Yakni polisi tidur dan Jenderal Hoegeng.

Memang, melihat rekam jejak putra pekalongan yang lahir pada 14 Oktober 1921 itu
kita akan terkagum-kagum. Hoegeng sosok polisi yang berintegritas. Banyak kisah
tentang sosok Hoegeng, misalnya tentang tindakannya yang mengembalikan perabotan
pemberian dari seorang pengusaha di Medan.

Saat itu Jenderal Hoegeng baru saja menjabat sebagai kepala polisi di Medan, dan
sang pengusaha, tahu ada kepala polisi baru segera mengirimkan perabotan rumah
lengkap. Hoegeng yang mendapat kiriman barang itu pun segera menolak dan
mengembalikannya.

Hoegeng juga pernah meminta istrinya, Merry Roeslani, menutup toko bunga. Hoegeng
sebelum menjadi Kapolri pernah menjabat sebagai Kepala Jawatan Imigrasi. Saat dia
menjabat itu, dia meminta istrinya menutup toko bunga.

Padahal toko itu tengah laris dan menjadi penopang Hidup. Hoegeng khawatir yang
membeli bunga itu pihak yang berurusan dengan Imigrasi, sehingga tidak adil untuk
toko bunga lainnya.

Pada 1968 Hoegeng diangkat menjadi Kapolri. Saat menjabat itu, Hoegeng menolak
kendaraan dinas sedan mewah. Dia memilih sebuah jip. Hoegeng saat menjadi kepala
polisi juga tak sungkan turun ke jalan mengatur lalu lintas.

Hoegeng berhenti dari jabatan Kapolri pada 1971. Dia sempat ditawari menjadi duta
besar, tapi dia menolak dengan alasan dirinya seorang polisi bukan politikus.

Quote:
Agus Salim

Foto: Wikipedia

The Grand Old Man, begitu julukan bagi diplomat Indonesia Agus Salim. Mantan
menteri luar negeri di era kemerdekaan ini dikenal sebagai sosok jenius, dia menguasai
hingga 9 bahasa. Tapi di balik itu, kisah hidupnya penuh dengan kesederhanaan.

Agus Salim, walau merupakan sosok pejabat, hidup dalam kejujuran. Dia dan
keluarganya kerap pindah-pindah rumah karena habis sewanya. Bahkan pernah,
mereka tinggal di rumah yang WC-nya rusak, istrinya pun sampai muntah-muntah tak
tahan. Kondisi demikian tetap membuat Agus Salim bertahan, dia bahkan tidak
meminta tambahan fasilitas dan gaji kepada negara.

Keluarga Agus Salim juga hidup sederhana. Anak-anaknya memakai pakaian yang
seadanya. Agus Salim tetap hidup dalam kesederhanaan hingga akhir hidupnya.
Sebuah kalimat dari diplomat Belanda Prof. Schermerhon mungkin menggambarkan
sosok Agus Salim.

"Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang yang jenius. Ia mampu bicara dan
menulis secara sempurna sedikitnya dalam 9 bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia
hidup melarat".

Quote:
Natsir

Foto: Wikipedia

Lepas dari segala kontoversinya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia


(PRRI), Natsir adalah tipe pejabat yang tak bergelimang harta. Natsir, yang mendapat
gelar sebagai pahlawan nasional pada 10 November 2008 dikenal sebagai sosok yang
penuh sopan-santun dan rendah hati. Natsir juga negarawan yang sangat bersahaja
dalam kehidupan sehari-harinya.

Indonesianis terkemuka dari Cornell University, Amerika Serikat (AS), George


McTurnan Kahin, menuturkan kesan sederhana yang ia tangkap dari Natsir. Ketika itu,
tahun 1948, Kahin tengah berkunjung ke Yogyakarta yang menjadi pusat pemerintahan
RI dan bertemu Natsir.

Penulis buku "Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia" (1952) ini melihat penampilan
Natsir yang hampir-hampir tak menunjukkan seorang menteri penerangan. Natsir
mengenakan jas yang penuh dengan tambalan di sana-sini. Kahin belakangan tahu
kalau para staf Kementerian Penerangan mengumpulkan uang untuk membeli baju
buat Natsir.

Ketika menjadi perdana menteri pada Agustus 1950, penampilan Natsir juga tidak
banyak berubah. Natsir menempati rumah bekas Soekarno di Jl Pegangsaan Timur
(kini Jl Proklamasi), Jakarta Pusat. Sebelum pindah ke rumah tersebut, Natsir dan
keluarganya tinggal menumpang di sebuah gang di Jl Jawa dan lalu di kawasan Tanah
Abang.

Setelah melepas jabatan sebagai perdana menteri, Natsir menanggalkan mobil


dinasnya di Istana Kepresidenan. Ia memilih untuk membonceng sopirnya pulang ke
rumah Jl Proklamasi. Tak berapa lama, Natsir dan keluarga kembali pindah ke Jl Jawa.

Quote:
Baharudin Lopa

Foto: Wikipedia

Mantan Jaksa Agung Baharudin Lopa, sosok yang dikenal berintegritas tinggi. Banyak
cerita yang membuat kita geleng-geleng berdecak kagum soal sosoknya. Misalnya soal
kisah korek api mahasiswa tak sengaja terbawa olehnya.

Lopa memang seorang perokok. Saat berbincang dengan mahasiswa di Makassar,


secara tak sengaja dia membawa korek api itu. Nah, begitu sampai di Bandara
Soekarno-Hatta dia pun mesti repot-repot menelepon sang mahasiswa soal korek api
itu. Dia tak ingin korek api menjadi beban.

Banyak cerita soal sosok Lopa yang menjunjung tinggi integritas. Saat menjabat
sebagai Kajati Sulsel dia pernah melarang anaknya menggunakan kursi miliki Kejati,
karena kursi itu bukan barang pribadi tetapi inventaris negara.

Lopa juga pernah meminta seorang pejabat mengambil kembali bensin yang dia
berikan untuk mobilnya. Lopa pun menjelaskan bahwa perjalanan yang dia lakukan
sudah dibiayai negara.

Lopa meninggal pada 3 Juli 2001 di RS Alhamadi Riyadh. Walau sudah tiada, kata-kata
Lopa yang tegas soal penegakkan hukum selalu diingat. "Janganlah takut menegakkan
hukum dan jangan takut mati demi menegakkan hukum...."

Quote:
Itu dia gan 5 tokoh Indonesia yang dikenal berintegritas. Walaupun tokoh-tokoh tersebut
sudah tiada namun nama harum dan sosok beliau layak dikenang serta dijadikan
teladan bagi kita semua pada umumnya dan para pejabat pada khususnya. Sekian dari
ane semoga bermanfaat buat agan/i sekalian.

Anda mungkin juga menyukai