Anda di halaman 1dari 32

BUPATI HALMAHERA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH


NOMOR 1 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN HALMAHERA TENGAH
TAHUN 2012 - 2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI HALMAHERA TENGAH,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten


Halmahera Tengah dengan memanfaatkan ruang wilayah secara
berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana
tata ruang wilayah.;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang
wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.
c. bahwa dengan adanya Undang-undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka
konsep dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu
dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, dan c, dipandang perlu menetapkan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah dengan Peraturan
Daerah.
Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1990 tentang Pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II Halmahera Tengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3420);
3. Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2001 tentang Kewenangan
Kabupaten Halmahera Tengah;
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan
Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan,
Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur, DAN
Kota Tidore Kepulauan di Propinsi Maluku Utara ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4389);
6. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Reublik Indonesia Tahun 2007 Nomor
68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH
Dan
BUPATI HALMAHERA TENGAH

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH


TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
HALMAHERA TENGAH TAHUN 2011 – 2031

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Halmahera Tengah.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Halmahera Tengah.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah.
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.
10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
13. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
14. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
15. Sistem perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem pelayanan,
yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan.
16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional.
17. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
18. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan.
19. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan.
20. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
21. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
22. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah pusat
kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKW.
23. Pusat kegiatan lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
24. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi
PKL.
25. Pusat pelayanan kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
26. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
27. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negra, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
28. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
29. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota
terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan
30. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang
digunakan untuk kepentingan pertahanan,
31. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
32. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak
dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam
penataan ruang.
33. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah
badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Halmahera
Tengah dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan
ruang di daerah.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 2

Penataan ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah bertujuan untuk mewujudkan


wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan melalui peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan potensi sumberdaya laut, pertanian,
pertambangan dan pariwisata dengan tetap mewujudkan keharmonisan lingkungan alam
dan buatan, serta keserasian antar wilayah dan sektor.
Bagian Kedua
Kebijakan penataan ruang

Pasal 3

Kebijakan penataan ruang Kabupaten Halmahera Tengah, terdiri atas:


a. pengembangan sektor Potensial secara berkelanjutan;
b. peningkatan akses dan tingkat pelayanan fasilitas publik;
c. pemerataan pembangunan;
d. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup;
e. pencegahan dampak negatif kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup;
f. Pemantapan dan pengendalian kawasan lindung; dan
g. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang

Pasal 4

(1) Strategi pengembangan sektor potensial secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud


pada pasal 3 huruf a, terdiri atas:
a. mengembangkan kawasan budidaya perkotaan yang didasarkan atas
pertimbangan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan bagi pembangunan dan
pembangunan dan pengembangan fisik perkotaan;
b. mengembangan sumberdaya alam hutan untuk peningkatan produksi hasil
hutan kayu dan non kayu secara lestari, perluasan lapangan kerja, dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar kawasan hutan;
c. meningkatan pengelolaan hutan alam tropis yang sudah ada pada kawasan yang
memiliki limitasi dan kendala dalam daya dukung wilayah yang sangat terbatas
dengan silvikultur sesuai dengan kondisi setempat dan pembatasan-pembatasan
khusus lainnya yang berkaitan dengan masalah pelestarian dan perlindungan
sumberdaya alam;
d. mengembangkan kawasan pertanian pangan pada wilayah yang memiliki
kesesuaian lahan secara optimal;
e. mengembangkan kawasan budidaya pertanian pangan lahan basah terutama
diarahkan pada komoditas padi sawah melalui intensifikasi maupun
ekstensifikasi;
f. mengembangkan kawasan budidaya pertanian pangan lahan kering pada
wilayah yang memiliki kesesuaian lahan optimal dan prospektif bagi
pengembangan tanaman palawija, holtikultura atau tanaman pangan lainnya.
g. mengembangkan kawasan perkebunan pada wilayah yang memiliki kesesuaian
lahan optimal dan prospektif bagi pengembangan perkebunan (tanaman tahunan
dan tanaman semusim) dengan jenis komuditi pala, kelapa, cengkeh, kopi,
jambu, mente, kelapa sawit, nilam dan lain-lain;
h. mengembangkan kawasan peternakan terutama wilayah yang memiliki lokasi
transmigrasi, pusat-pusat permukiman di perdesaan dan pusat pengembangan
peternakan yang meliputi desa sosowomo;
i. mengembangkan kawasan budidaya perikanan pada lokasi-lokasi yang sudah
ada maupun lokasi potensial melalui pengembangan budidaya ikan karang,
udang, rumput laut, dan lainnya;
j. mengembangan kawasan budidaya perikanan wajib memperhatikan
pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara lestari;
k. mengembangan kawasan pertambangan pada wilayah yang memiliki potensi
mineral dan/atau batubara dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan
berwawasan lingkungan;
l. mengembangkan industri besar dan kecil yang sudah ada, serta
mengembangkan industri besar dan menengah baru untuk mengolah bahan
baku yang berasal dari hasil pertambangan, pertanian tanaman pangan,
peternakan, perikanan, perkebunan dan hasil hutan; dan
m. mengembangkan pariwisata alam hutan dan panorama alam serta wisata
budaya/sejarah di seluruh obyek wisata potensial dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan.

(2) Strategi peningkatan akses dan tingkat pelayanan fasilitas publik sebagaimana
dimaksud pada pasal 3 huruf b, terdiri atas :
a. mengembangkan sistem kota-kota dengan meningkatkan prasarana dan
infrastruktur perkotaan;
b. meningkatkan akses pelayanan jaringan jalan antar pusat-pusat perdesaan serta
kawasan potensial pariwisata;
c. mengembangkan sistem kota-kota dengan meningkatkan prasarana dan
infrastruktur perkotaan;
d. meningkatkan pengembangan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan
sistem jaringan transportasi darat;
e. mengembangkan dan meningkatkan kualitas jangkauan pelayanan sistem
jaringan transportasi laut dan mengembangkan fungsi pelabuhan-pelabuhan laut
untuk mendukung pengembangan wilayah, terutama yang erat kaitannya
dengan pusat-pusat pengembangan kawasan;
f. mengembangkan dan peningkatan kualitas transportasi udara;
g. mengembangkan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan sistem jaringan
prasarana energi yaitu pada kawasan perkotaan hingga pusat-pusat perdesaan;
h. mengembangkan prasarana energi dengan meningkatkan pemanfaatan sumber
daya energi yang ada, dan mengembangkan pembangkit listrik tenaga air;
pembangkit listrik tenaga panas bumi, pembangkit listrik tenaga uap dan
pengembangan pembangkit listrik tenaga surya pada kawasan terisolir;
i. mengembangkan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan sistem jaringan
prasarana telekomunikasi di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta
pada kawasan terisolasi dan kawasan strategi;
j. mengembangkan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan sistem jaringan
prasarana sumberdaya air;
k. mengarahkan pengembangan sumberdaya air untuk mendukung
pengembangan kegiatan pertanian;
l. memenuhi kebutuhan air baku bagi penyedia air untuk keperluan pengairan, air
minum dan air industri.

(3) Strategi pemerataan pembangunan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 huruf c,


terdiri atas :
a. mempercepat terbentuknya struktur ruang sesuai arahan rencana
pengembangan pusat-pusat perkotaan dan sistem prasarana wilayah;
b. mengembangkan kawasan perkotaan yang serasi dan seimbang dengan kawasan
belakangnya melalui penyediaan prasarana dan sarana perkotaan dengan
memperhatikan kepadatan penduduk yang lebih merata bagi seluruh bagian
wilayah;
c. mendorong terciptanya tata kaitan antara sentra penghasil sumberdaya alam
dengan pusat pengumpul dan pengolah sumberdaya alam;
d. menciptakan pola ruang kawasan perkotaan yang menjamin keseimbangan
ekosistem kota melalui penyediaan ruang terbuka hijau dengan proporsi 30 (tiga
puluh) persen dari luas kawasan perkotaan yang diatur lebih lanjut dalam
rencana detail kawasan perkotaan;
e. mempertahankan dan meningkatkan produktifitas sektor primer dan
meningkatkan pengembangan sektor sekunder dan tersier, terutama sebagai
proses penambahan nilai sumberdaya alam lokal;
f. meningkatkan produktifitas subsektor pertanian tanaman pangan, perkebunan,
perikanan, pertambangan, pariwisata dan peternakan;
g. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perdesaan untuk mengembangkan
budidaya perdesaan;
h. mengembangkan kawasan agropolitan sebagai upaya peningkatan ekonomi
kawasan perdesaan yang efektif, efisien dan menyeluruh.

(4) Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup sebagaimana


dimaksud pada pasal 3 huruf d, terdiri atas :
a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi;
b. memulihkan dan mempertahankan ekosistem perairan umum pesisir, laut, dan
pulau-pulau kecil;
c. mitigasi bencana alam serta melakukan rehabilitasi (pemulihan) terhadap
dampak bencana alam;
d. memantapkan kawasan hutan lindung melalui pengendalian di lapangan;
e. memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahanya terutama berkaitan
dengan fungsi hidrologi untuk pencegahan banjir, menahan erosi dan
sedimentasi, serta mempertahankan fungsi peresapan bagi air tanah;
f. mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah kabupaten dengan
luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah daerah aliran
sungai (das) sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
g. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun
akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan
memelihara ekosistemnya;
h. merehabilitasi dan menkonservasi fungsi hidro-orologi kawasan hutan yang
telah mengalami kerusakan;
i. melindungi kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam dan margasatwa untuk
melindungi keanekaragaman hayati, ekosistem dan keunikan alam;
j. melindungi dan menjaga kawasan rawan bencana, yaitu kawasan yang sering
mengalami bencana alam seperti gerakan tanah (longsoran), runtuhan, banjir
bandang dan hempasan gelombang pasang (tsunami);
k. melindungi kawasan yang berfungsi melestarikan fungsi badan perairan dan
kerusakan oleh kegiatan budidaya, termasuk sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan
terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota;
l. melindungi kawasan cagar budaya yaitu kawasan yang merupakan lokasi
bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun menjaga
peninggalan sejarah dan budaya khas;
m. melindungi pulau-pulau kecil agar tetap lestari;
n. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang pemanfaatan
ruangnya telah berubah menjadi kawasan budidaya;
o. mencegah kegiatan budidaya yang mengganggu fungsi lindung;
p. memantau terhadap pelaksanaan kegiatan yang diizinkan pada hutan lindung
seperti kegiatan penelitian, kegiatan eksplorasi mineral, batubara dan penelitian
air tanah, mitigasi bencana alam agar tidak mengganggu fungsi lindung;
q. mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi pantai;
r. mengendalikan kegiatan di sekitar sempadan pantai;
s. mengembalikan fungsi lindung pantai yang mengalami kerusakan;
t. mencegah dilakukannya kegiatan budidaya bagi perlindungan kawasan yang
dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar sungai
serta alirannya;
u. mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar sungai;
v. mengamankan daerah aliran sungai;
w. mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sekitar danau dan rawa yang
dapat mengganggu fungsi danau dan rawa;
mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar danau dan rawa; dan
x. mengamankan daerah hulu.

(5) Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada pasal 3 huruf e, terdiri atas :
a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung
menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan
hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
d. mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana untuk menjamin
kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan
e. mengelola sumberdaya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya
secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbarukan untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai serta keanekaragaman.

(6) Strategi pemantapan dan pengendalian kawasan lindung sebagaimana dimaksud


pada pasal 3 huruf f, terdiri atas :
a. melakukan pemantapan dan pengendalian kawasan lindung yang terdiri atas:
kawasan taman nasional, cagar alam, cagar budaya, serta kawasan-kawasan lain
yang teridentifikasi sebagai kawasan lindung, termasuk kawasan rawan bencana;
dan
b. memantapkan dan mengendalikan fungsi kawasan lindung dalam pelestarian
lingkungan hidup mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan serta nilai
sejarah dan atau budaya bangsa dapat dipertahankan.

(7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud pada pasal 3 huruf g, terdiri atas :
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan.
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun
disekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan.
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan khusus
pertahanan dan keamanan;dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan negara.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah terdiri atas :


a. Pusat-pusat kegiatan;
b. Sistem jaringan prasarana utama; dan
c. Sistem jaringan prasarana lainnya
(2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1 : 50.000, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 6

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Halmahera Tengah sebagaimana


dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 huruf a terdiri atas:
a. PKWp;
b. PKL;
c. PKLp;
d. PPK; dan
e. PPL.
(2) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu kawasan perkotaan
Weda.
(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Kecamatan Patani Desa
Kipae, Kecamatan Pulau Gebe Desa Kapaleo,dan Kecamatan Weda Tengah Desa
Lelilef.
(4) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Desa Wairoro.
(5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. Kawasan Perkotaan Kobe di Kecamatan Weda Tengah;
b. Kawasan Perkotaan Sagea dan Mesa di Kecamatan Weda Utara;
c. Kawasan Perkotaan Loleo di Kecamatan Weda Selatan;
d. Kawasan Perkotaan Banemo di Kecamatan Patani Barat; dan
e. Kawasan Perkotaan Tepeleo dan Peniti di Kecamatan Patani Utara.
(6) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. Desa Kluting Jaya Kecamatan Weda Selatan;
b. Desa Gemaf dan Desa Waleh Kecamatan Weda Utara;
c. Desa Moreala Kecamatan Patani Barat;
d. Desa Masure Dan Desa Sakam Kecamatan Patani Utara; dan
e. Desa Kacepi dan Umera Kecamatan Pulau Gebe.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 7

(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Halmahera Tengah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Sistem Transportasi Darat

Pasal 8

(1) Sistem Jaringan Transportasi Darat sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri atas jaringan jalan, jaringan
prasarana lalu lintas dan jaringan layanan lalu lintas; dan
b. Jaringan sungai, danau dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Jaringan jalan kolektor primer K1 yang ada di Kabupaten Halmahera Tengah,
yaitu ruas jalan Weda-Payahe.
b. Jaringan jalan kolektor primer K3 yang ada di Kabupaten Halmahera Tengah,
terdiri atas :
1. Ruas jalan Weda-Sagea;
2. Ruas jalan Weda-Mafa; dan
3. Ruas jalan Sagea-Gotowasi.
c. Jaringan jalan kolektor primer K4 yang ada di Kabupaten Halmahera Tengah,
terdiri atas :
1. Ruas jalan Sagea – Patani; dan
2. Ruas jalan lingkar Pulau Gebe.
d. Jaringan jalan kolektor sekunder terdiri dari ruas jalan Patani-Piniti-Sakam-Bicoli
e. Jaringan jalan lokal dan / atau lingkungan terdiri atas: ruas jalan dalam wilayah
ibukota kabupaten, kecamatan dan desa.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. Terminal penumpang tipe B terdapat di Weda; dan
b. Terminal penumpang tipe C terdapat di Wairoro, Lelilef, dan Patani.
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. Trayek angkutan barang, meliputi sofifi – Weda – Wairoro; dan
b. Trayek angkutan barang, meliputi Weda – Lelilef – Patani.
(5) Jaringan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. lintas penyeberangan Bitung-Ternate -Patani-Gebe-Raja Ampat-Sorong;
b. pelabuhan penyeberangan, terdiri atas :
1. Pelabuhan penyebrangan Patani; dan
2. Pelabuhan penyebrangan Pulau Gebe.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
b, meliputi :
a. Tatanan kepelabuhanan; dan
b. Alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Halmahera Tengah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Pelabuhan pengumpan, terdiri atas :
1. Pelabuhan Weda di Kecamatan Weda
2. Pelabuhan Sepo di Kecamatan Weda Utara;
3. Pelabuhan Patani di Kecamatan Patani;
4. Pelabuhan Masure di Kecamatan Patani utara; dan
5. Pelabuhan Pulau Gebe di Kecamatan Pulau Gebe.
b. Terminal Khusus, terdiri atas :
1. Terminal Khusus Lelilef di Kecamatan Weda Tengah; dan
2. Terminal Khusus P. Gebe di Kecamatan P.Gebe.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu alur pelayaran
nasional, yang terdiri atas :
a. Weda-Bisui-Tidore-Ternate-Bitung PP;
b. Weda-Patani-Gebe-Kab. Raja Ampat-Sorong PP;
c. Ternate-Tidore-Gita-kayoa-Bisui-Mafa-Weda-Mesa-Benemo-Patani-Gebe-Kabare-
Yabekaki-Sawnek-Sorong PP;
d. Ternate-Patani-Buli PP; dan
e. Ternate-Dama-Wayabula-Daruba-Bere-bere-Wasile-Lolasita-Wayamli-Buli-Bicoli-
Peniti-Gemia-Gebe –P. Gag- P.Pam-Saonek-Sorong PP.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. Tatanan kebandarudaraan; dan
b. Ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, yaitu Bandar udara pengumpan, yang terdiri atas :
a. Bandar Udara Weda di Kecamatan Weda;
b. Bandar Udara Tapeleo di Kecamatan Patani Utara; dan
c. Bandar Udara Pulau Gebe di Kecamatan Pulau Gebe.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diatur sesuai dengan peraturan perundangan.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 11

(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. Sistem jaringan energi;
b. Sistem jaringan telekomunikasi;
c. Sistem jaringan sumber daya air; dan
d. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
(2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 12

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, terdiri
atas:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), terdapat di Kota Weda, Kecamatan
Weda Selatan, Kecamatan Weda Tengah, Kecamatan Weda Utara, Kecamatan
Patani, P. Umiyal(Yoi) dan Pulau Gebe;
b. pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), terdapat di Kecamatan Weda Utara,
Weda Tengah, Patani Utara dan Pulau Gebe (Umiyal);
c. pembangkit listrik Tenaga Gelombang (PLTGL), terdapat di Kecamatan Patani dan
Kecamatan Patani Utara;
d. pembangkit listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), terdapat di Kecamatan Weda
Utara dan Kecamatan Patani Utara;
e. pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), terdapat di Desa Nusliko Kecamatan
Weda;dan
f. pengembangan Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), terdapat di Kecamatan Weda
Tengah.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu
jaringan transmisi tenaga listrik, terdiri atas :
a. gardu induk, terdapat di Weda, Patani dan Mafa (Kab. Halsel);
b. jaringan Saluran Udara Tegangan menengah, yang menghubungkan;
1. Weda dengan Weda Selatan dan Weda Utara; dan
2. Patani dengan Patani Utara dan Patani Barat.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 13

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf
b, terdiri atas :
a. Sistem jaringan kabel; dan
b. Sistem jaringan nirkabel.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari
jaringan stasiun telepon otomat (STO) dengan mengikuti pola pengembangan
jaringan jalan.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas;
a. Sistem telekomunikasi nir-kabel didukung dengan menara penerima dan
pemancar yang ditempatkan di seluruh wilayah Kecamatan, berupa tower BTS
(Base Transceiver Station) secara bersama;
b. Jaringan Mikro Digital di wilayah Kabupaten tersebar di seluruh wilayah
Kecamatan; dan
c. Pengembangan sistem radio lokal dan nasional dikembangkan di Kota Weda.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 14

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf
c, terdiri atas :
a. wilayah sungai strategis nasional;
b. wilayah sungai kabupaten;
c. daerah Irigasi;
d. prasarana air baku untuk air bersih;
e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
f. sistem pengendalian banjir.
(2) Wilayah sungai strategis nasional yang ada di Kabupaten Halmahera Tengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Wilayah Sungai Halmahera
Selatan.
(3) Wilayah sungai kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Sungai, yaitu Sungai Kobe, Sungai Sagea, Sungai Fidi, Sungai Moreala, Sungai
Roti, Sungai Tilope, Sungai Waleh, dan Sungai Dote; dan
b. Situ yaitu situ Telaga Nusliko dan Telaga Moreala di Kecamatan Weda dan danau
sagea di Kecamatan Weda Utara.
(4) Daerah irigasi yang ada di kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi atas Daerah Irigasi Wairoro dan Kobe.
(5) Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
ditetapkan di Sungai Fidi dan Telaga Moriala Kecamatan Weda, Sungai Sagea
Kecamatan Weda Utara, Sungai Air Jaton Kecamatan Weda Selatan, Sungai Moncele
Kecamatan Patani, Sungai Lololimdi, Sungai Woyo Gemia, Sungai Peniti Kecamatan
Patani Utara dan Sungai Niwisia Kecamatan Pulau Gebe.
(6) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, melalui sistem jaringan perpipaan maupun non perpipaan.
(7) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, terdiri atas:
a. Penyesuaian dimensi saluran dengan luas area tangkapan;
b. Pembuatan sodetan pada daerah potensi banjir;
c. Pembuatan waduk atau embung untuk mengatur debit sungai; dan
d. Pembuatan check dum di bagian hulu sungai.

Paragraf 4
Sistem prasarana pengelolaan lingkungan

Pasal 15

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. Sistem jaringan persampahan;
b. Sistem jaringan air minum;
c. Sistem jaringan drainase;
d. Jalur evakuasi bencana; dan
e. Sistem jaringan air limbah
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. Pengembangan sistem persampahan terdiri atas: pewadahan, pengumpulan,
pengangkutan dan perjalanan serta pengelolaan akhir di Tempat Pembuangan
Akhir;
b. Pengembangan lokasi TPS diarahkan di desa Wairoro indah, Weda, Sagea,
Banemo, Kipae, Tepeleo, Peniti dan Kapaleo; dan
c. Pengembangan Lokasi TPA Sanitary Land Fill Kota Weda diarahkan di
Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Tengah.
(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas :
a. pengembangan sistem jaringan primer dan sekunder dengan mengikuti pola
jaringan jalan dan peletakan bangunan;
b. pembangunan bangunan pengambilan air pada sumber air baku seperti Sungai
Fidi dan Telaga Moriala Kecamatan Weda, Sungai Sagea Kecamatan Weda Utara,
Sungai Air Jaton Kecamatan Weda Selatan, Sungai Moncele Kecamatan
Patani,Sungai Lololimdi, Sungai Woyo Gemia, SungaiKali Peniti Kecamatan
Patani Utara dan Sungai Niwisia KecamatanPulau Gebe;
c. pembangunan instalasi pengolah air bersih; dan
d. pembangunan bangunan penyimpan air.
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan
drainase alamiah berupa sungai kecil.
(5) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. sistem tangki septik (on septik); dan
b. sistem komunal (off site).
(6) Rencana pengelolaan air limbah meliputi :
a. pengolahan air limbah domestik dengan menggunakan metode kolam aerasi;
b. pembangunan Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) yang diarahkan di Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda
Tengah.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 16

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi :


a. rencana kawasan lindung; dan
b. rencana kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 17

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, terdiri atas:


a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 18

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdapat di


Kecamatan Weda, Weda Selatan, Weda Tengah, Weda Utara, dan Kecamatan Pulau
Gebe, dengan luas kurang lebih 17.876,07 Ha.
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 19

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 huruf b yaitu, terdapat di kawasan Telaga Nusliko:

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 20

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c,


terdiri atas :
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau/waduk; dan
d. kawasan sekitar mata air.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di
seluruh tepian pantai Laut Halmahera pada wilyah Kabupaten Halmahera Tengah,
dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air
laut tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau
terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di
wilyah Kabupaten Halmahera Tengah, dengan ketentuan :
a. sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri
kanan anak sungai yang berada diluar pe rmu kim an; dan
b. untuk sungai di kawasan permukiman berupa sepadan sungai yang diperkirakan
cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 - 15 meter.
(4) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdapat di Kecamatan Weda dan Kecamatan Patani Barat, dengan ketentuan
sekurang-kurangnya 50 meter dari badan air danau.
(5) Kawasan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tersebar di seluruh
kecamatan dengan ketentuan besar kecilnya debit air dalam radius maksimal 200
meter.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 21

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf d, terdiri atas :
a. kawasan suaka alam;
b. kawasan suaka alam laut;
c. kawasan suaka margasatwa;
d. kawasan pantai berhutan bakau; dan
e. kawasan taman nasional.
(2) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu kawasan
suaka alam nasional Aketajawe terdapat di Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda
Tengah;
(3) Kawasan suaka alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan terumbu karang terdapat seluruh Wilayah Kecamatan; dan
b. kawasan padang lamun di Desa Sidanga, Desa Loleo, Desa Fidi Jaya, Desa
Nurweda, Desa Mesa dan Desa Umiyal.
(4) Kawasan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas :
a. kawasan suaka margasatwa Pulau Jiew yang terdapat di Kecamatan Patani
Utara; dan
b. kawasan suaka margasatwa Gua Bokimaruru di Kecamatan Weda Utara.
(5) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat disepanjang pesisir di Desa Loleo, Desa Nusliko, Nurweda, Desa Sidanga,
Desa Fidi Jaya, Desa Waleh, Desa Fritu, Desa Mesa, Desa Dote, Desa Kapaleo dan
Desa Kacepi Desa Yondeleu, Desa Yeisowo, Desa Sibenpopo dan Sakam.
(6) Kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdapat di
Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Tengah yaitu kawasan taman nasional
Aketajawe.

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 22

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e, terdiri
atas :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat
di Kecamatan Patani, Patani Utara, Weda, Weda Selatan, Weda Tengah, dan Weda
Utara.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di Kecamatan Weda Tengah dan Kecamatan Weda Selatan.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di
Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Tengah.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 23

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f, terdiri
atas :
a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan rawan tsunami dan gelombang pasang yang terdapat di sepanjang
Pantai Halamahera Tengah, khususnya Kawasan Pantai sekitar Tilope dan Kobe;
dan
b. kawasan rawan gempa bumi sekitar Patani dan Paniti , di sebelah utara Dote dan
Banema dan di perbukitan sebelah barat laut Kobe dan Kota Weda.
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, yaitu kawasan imbuhan air tanah, berupa cekungan air tanah
yang terdapat di cekungan air tanah Sagea, cekungan air tanah Patani dan cekungan
air tanah Mafa.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 24

Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 huruf b,
terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 25

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a,
terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat di Desa kluting jaya, tilope, Waleh, Yeke, Sagea, Fritu, Gemaf, Lelilef, Loleo,
Wairoro, Sakam, Piniti, Tepeleo, Gemia, Patani Banemo, Moreala, Sibenpopo, Dote,
pulau gebe dan Pulau Umiyal dengan luasan kurang lebih 60.343,12 Ha.
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat
di Desa Kobe, Nurweda, Fidi Jaya, Were, Nusliko, Sosowomo, Tilope, dan Kluting
Jaya dengan luasan kurang lebih 15.961,34 Ha.
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdapat di Desa Piniti, Tepeleo, Gemia, Kipae, Wailegi, Banemo, Moreala,
Waleh, Kobe, Nurweda, Fidi Jaya dan Desa Were dengan luasan kurang lebih
21.969,17 Ha.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

Pasal 26

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b


terdapat di Desa Dote, Desa Yeke dan Desa Mesa Kecamatan Weda Utara, Desa Masure
Kecamatan Patani Utara.

Paragraf 3
Kawasan Pertanian

Pasal 27

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c,


terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan pertanian hortikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdapat di Kecamatan Weda Utara, Weda Selatan, Weda Tengah, Patani
Barat dan Patani Utara.
(3) Kawasan peruntukan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdapat di seluruh wilayah kecamatan sesuai dengan potensinya.
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perkebunan kelapa sawit terdapat di Kecamatan Weda Utara
dan Kecamatan Patani Utara; dan
b. kawasan peruntukan cengkeh, pala, kakao, kelapa, dan vanilla terdapat di
Kecamatan Patani Utara dan Patani Barat.
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat di seluruh wilayah kecamatan.
(6) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan di Kecamatan Weda Utara, Weda
Selatan, Weda Tengah, Patani Barat, dan Patani Utara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dengan luasan
kurang lebih 3.609,25 Ha.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d,


terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c. kawasan pengolahan ikan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdapat di seluruh wilayah perairan laut Halmahera.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdapat di Kecamatan P. Gebe, Kecamatan Weda Utara, Kecamatan Weda,
Kecamatan Weda Selatan, Kecamatan Patani dan Kecamatan Patani Utara.
(4) Kawasan peruntukan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di Kecamatan Pulau Gebe.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 29

(1) kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf f, terdiri atas
kawasan pertambangan mineral dan batubara dengan luasan kurang lebih 102.717,04
Ha.
(2) kawasan pertambangan mineral bukan logam dikembangkan Kecamatan Weda
Tengah, Kecamatan Weda Selatan dan Kecamatan Weda Utara dan Kecamatan P.
Gebe.
(3) kawasan pertambangan nikel dan tambang kobalt dikembangkan di Kecamatan
Weda Tengah, Kecamatan Weda Utara, Kecamatan P. Gebe dan Kecamatan Patani.
(4) kawasan pertambangan emas dikembangkan di Kecamatan Weda Selatan.
(5) kawasan pertambangan batu bara di Kecamatan Patani Utara.
(6) kawasan pertambangan mangan di Kecamatan Pulau Gebe.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf f, terdiri
atas :
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri sedang; dan
c. kawasan peruntukan industri rumah tangga.
(2) Kawasan industry besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu kawasan
industri pengolahan nikel dikembangkan di Desa Lelilef Kecamatan Weda Tengah
dan Pulau Gebe, dengan luasan kurang lebih 538,41 Ha.
(3) Kawasan industri sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan industri pengolahan Kelapa sawit dikembangkan di Desa Waleh
Kecamatan Weda Utara; dan
b. kawasan industri pengolahan ikan dikembangkan di Desa Kapaleo Kecamatan
Pulau Gebe.
(4) Kawasan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas:
a. kawasan industri pengolahan tebu dikembangkan di Desa Kobe Kecamatan
Weda Tengah;
b. kawasan indutri pengolahan minyak pala dikembangkan di Desa Yondeleu
Kecamatan Patani; dan
c. kawasan indutri pengolahan kelapa dikembangkan di Desa Nur Weda
Kecamatan Weda, Desa Tilope Kecamatan Weda Selatan dan Desa Sakam
Kecamatan Patani Utara.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf g,


terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdapat di Kecamatan Weda dan Kecamatan Patani.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. wisata Alam dikembangkan di desa Sagea Kecamatan Weda Utara, Talaga
Nusliko, Talaga Moreala berada di Kecamatan Weda;
b. wisata Pantai dikembangkan di Pulau Gebe dan Pulau Moor;
c. wisata Bahari di kembangkan di desa Nusliko Kecamatan Weda, desa Kobe
Kecamatan Weda Tengah, Tanjung Ngolopopo di Kecamatan Patani, desa Mesa
Kecamatan Weda Utara, Pulau Sayafi Kecamatan Patani Utara; dan
d. kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di Kota Weda, Desa Lelilef dan di Desa Wairoro Indah.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 32

(1) kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf h berupa


permukiman di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

(2) kawasan permukiman perkotaan dan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diarahkan diluar dari kawasan lindung dan kawasan rawan bencana,
dengan luasan kurang lebih 4.210,49 Ha.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainya

Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf i terdiri
atas :
a. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa; dan
b. kawasan peruntukan transmigrasi.
(2) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. kawasan Perdagangan dan Jasa lokal diarahkan pada Pusat Kegiatan Lokal dan
Pusat Kegiatan Lokal promosi terdapat di Wairoro, Sagea, Tepeleo, Banemo,
Peniti dan Gebe;
b. kawasan perdagangan dan jasa regional diarahkan pada pusat yang melayani
seluruh wilayah kabupaten serta sebagian provinsi yang terdapat di kawasan
Kota Weda dan Kawasan Patani; dan
c. kawasan perdagangan dan jasa nasional dan internasional diarahkan pada
kawasan lelilef sebagai pusat kegiatan kawasan industri nikel.
(3) Kawasan peruntukan transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di Desa Waleh, Dote kecamatan Weda Utara, Desa Sibenpopo kecamatan
Patani Barat dan Desa Sakam Kecamatan Patani Utara, dengan luasan kurang lebih
520,41 Ha.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 34

(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten terdiri atas :


a. kawasan Strategis Nasional;
b. kawasan Strategis Provinsi; dan
c. kawasan Strategis Kabupaten.

(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 35

Kawasan Strategis Nasional yang ada di Kabupaten Kabupaten Halmahera Tengah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a, berupa, Kawasan perbatsan laut
RI Pulau Jiuw yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan
keamanan.

Pasal 36

Kawasan Strategis Provinsi yang ada di Kabupaten Halmahera Tengah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan Weda dan sekitarnya yang merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan Ekonomi; dan
b. kawasan Pulau Gebe yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

Pasal 37

(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf
c, terdiri atas :
a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya;
c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan
d. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. kawasan Kota Weda, meliputi Kecamatan Weda;
b. kawasan Kota Terpadu Mandiri meliputi Kecamatan Weda Tengah;
c. kawasan Agropolitan meliputi Kecamatan Weda Selatan; dan
d. kawasan Industri Nikel meliputi Kecamatan Weda Tengah dan Kecamatan Pulau
Gebe.
(3) kawasan strategis dari sudut kepentingan social budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b yaitu kawasan sentra budaya, meliputi Kecamatan Weda dan
Kecamatan Patani.
(4) kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu
kawasan pariwisata, meliputi Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Utara,
Kecamatan Patani, Kecamatan Patani Utara, dan Kecamatan Pulau Gebe.
(5) kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, yaitu kawasan Taman Nasional
Aketajawe, meliputi Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Tengah.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 38

(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang
dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 39

(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2)
disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam
Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan
kerja sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 40

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai


acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 41

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam
menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana
nasional dan wilayah, terdiri atas :
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran VII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 42

(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43

(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Halmahera
Tengah, terdiri atas :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan
d. izin mendirikan bangunan;
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a – d diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 44

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3)
huruf c merupakan pengaturan yang bertujuan memberikan atau membatasi
kegiatan dalam penataan ruang.
(2) Ketentuan insentif sebagamana dimakud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan, sebagai berikut :
a. Dalam mengembangkan pusat kawasan strategis, ketentuan insentif yang
diterapkan, terdiri atas :
1. pembentukan badan pengelola untuk mengembangkan kawasan strategis
sebagai prioritas;
2. memberi kemudahan perizinan bagi pengembang dalam rangka
pembangunan di kawasan strategis; dan/atau
3. promosi kawasan strategis guna menarik investor.
b. Dalam mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan sekunder, insentif yang
diberikan terdiri atas :
1. pembangunan akses menuju kawasan;
2. memberikan kemudahan perizinan; dan/atau
3. pemberian pelayanan jaringan prasarana dan sarana kawasan.
c. Dalam mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa, insentif yang diberikan
terdiri atas :
1. pengurangan biaya perizinan dan kemudahan pajak bumi dan bangunan;
dan/atau
2. Penyediaan pelayanan umum oleh pemerintah;
d. Dalam mengembangkan kawasan industri, insentif yang diberikan terdiri atas :
1. penyediaan pelayanan umum oleh pemerintah;
2. pengadaan infrastruktur oleh pemerintah;
3. bantuan dalam menyusun analisis mengenai dampak lingkungan;
4. kemudahan dalam proses perijinan; dan/atau
5. pengurangan biaya perijinan dan kekuatan hukum untuk mengendalikan
gangguan/ pencemaran.
(3) Ketentuan disinsentif sebagamana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan, sebagai berikut :
a. Dalam mengendalikan perkembangan di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah,
terutama pada wilayah dengan risiko bencana yang tinggi, disinsentif yang
diberikan adalah, terdiri atas :
1. tidak dikeluarkan izin lokasi baru;
2. tidak dibangun akses jalan baru; dan/atau
3. tidak dibangun jaringan prasarana baru terutama prasarana vital yang
meliputi DAM, bendungan, jembatan, pelabuhan/bandara, pemancar
elektronik.
b. Dalam mengendalikan perkembangan kawasan perdagangan dan jasa,
disinsentif yang diberikan, terdiri atas :
1. pengenaan retribusi perubahan guna lahan;
2. kewajiban penyediaan pelayanan umum pada lokasi yang sama atau lokasi
yang lain;
3. kewajiban membayar development impact fees; dan/atau
4. pembatasan KDB dan KLB lebih rendah dari yang telah ditetapkan bagi
kawasan tertentu.
c. Dalam mengendalikan perkembangan di sekitar pusat kota, disinsentif yang
diberikan terdiri atas :
1. pengenaan pajak kegiatan yang relatif lebih besar daripada di bagian
wilayah lain; dan/atau
2. pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak negatif
bagi publik seperti gangguan keamanan, kenyamanan dan keselamatan.
d. Dalam mengendalikan perkembangan kawasan industri, disinsentif yang
diberikan adalah berupa kekuatan hukum untuk mencabut izin operasional
industri tersebut dengan terlebih dahulu memberikan peringatan tertulis.
e. Dalam mengembangkan ruang terbuka hijau,disinsentif yang diberikan terdiri
atas :
1. penetapan hukum yang jelas bagi pelanggaran pemanfaatan lahan yang
telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau; dan/atau
2. pengenaan pajak yang lebih tinggi pada lahan-lahan yang dialokasikan bagi
ruang terbuka hijau.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 45

(1) Arahan sanksi merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola
ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
RTRW Kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
Pasal 46

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, huruf b, huruf
d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c dikenakan
sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.

Pasal 47

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VIII
KELEMBAGAAN

Pasal 48

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama


antar sektor/antar daerahbidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 49

Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:


a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah, rencana tata ruang
kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 50

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 selain
masyarakat mengetahui Rencana Tata Ruang Wilayah dari Lembaran Daerah,
masyarakat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui
pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Daerah .
(2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penempelan/pemasangan
peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan juga
pada media massa, serta melalui pembangunan sistem informasi tata ruang.

Pasal 51

(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 pelaksanaannya dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kaidah yang berlaku.
(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumberdaya alam yang
terkandung di dalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dilaksanakan
atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan
yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.

Pasal 52

(1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status
semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan rencana Tata
Ruang Wilayah diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang
berkepentingan.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 53

Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi:


a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan; dan
c. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum

Pasal 54

(1) pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 53 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah,
baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun
temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung
lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat
menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 55

Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan pada tahap:


a. perencanaan tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 56

Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang dapat berupa :


a. Masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepso rencana tata ruang; dan
5. penentuan rencana tata ruang.
b. Kerja sama dengan pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.

Pasal 57

Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:


a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsure
masyarakat dalam pemafaatan ruang;
c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan
pemanfaatan ruang;
d. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan local dan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
e. peningkatan efisiensi, efektifitas dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan
local serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya alam; dan
g. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan pertauran
perundang-undangan.

Pasal 58

Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:


a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang
melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 59

(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung
dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada
bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 60

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem


informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.
Pasal 61

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang didaerah dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 62

(1) RTRW Kabupaten Halmahera Tengah ini dilengkapi dengan lampiran berupa buku
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2011 - 2031 dan
album peta dengan skala 1:50.000.
(2) Buku RTRW Kabupaten Halmahera Tengah dan album peta sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
daerah ini.
Pasal 63

RTRW Kabupaten digunakan sebagai pedoman bagi :


a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah kota dan kecamatan, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten; dan
g. penataan ruang wilayah kota.

Pasal 64

(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah adalah 20
(dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Halmahera Tengah dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan
ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 65

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan
Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang
dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan
izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan
Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan
sebagai berikut:
1. Yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan
ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini;
2. Yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Halmahera Tengah.

Ditetapkan di Weda
pada tanggal ................ tahun …....

BUPATI HALMAHERA TENGAH

M. AL YASIN ALI

Diundangkan di Weda
pada tanggal.............................20......
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

IR. BASRI AMAL, MM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH TAHUN ........................


NOMOR

Anda mungkin juga menyukai